BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan suatu aspek yang sangat berpengaruh terhadap kemajuan SDM (Sumber Daya Manusia)

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan kualitas pendidikan merupakan masalah yang harus diselesaikan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

Dila Sari dan Ratelit Tarigan Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Medan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Stevida Sendi, 2013

I. PENDAHULUAN. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan ilmu yang berkaitan dengan cara

BAB I PENDAHULUAN. tujuan, isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan untuk mencapai

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi saat ini sangat mempengaruhi berbagai aspek kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan memegang peranan yang penting dalam mempersiapkan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu pengetahuan dan teknologi berkembang terus-menerus, bahkan dewasa

BAB I PENDAHULUAN. lebih lanjut dalam menerapkannya di dalam kehidupan sehari-hari. Pendidikan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. sehari-hari. Namun dengan kondisi kehidupan yang berubah dengan sangat

BAB I PENDAHULUAN. banyak dituntut dalam menghafal rumus rumus fisika dan menyelesaiakan soal

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Pemerintah telah melakukan berbagai upaya untuk meningkatkan mutu

BAB I PENDAHULUAN. masalah dalam memahami fakta-fakta alam dan lingkungan serta

benar-benar memahami dan dapat menerapkan pengetahuan, siswa perlu

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan mata pelajaran yang berkaitan

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. dan prinsip-prinsip sains yang hanya terdapat dalam buku pelajaran.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pendidikan, manusia dapat mengembangkan diri untuk menghadapi tantangan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. terbuka, artinya setiap orang akan lebih mudah dalam mengakses informasi

BAB I PENDAHULUAN. (IPA) berkaitan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis,

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan memegang peranan yang penting dalam mempersiapkan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

siswa yang memilih menyukai pelajaran fisika, sedangkan 21 siswa lagi lebih memilih pelajaran lain seperti bahasa Indonesia dan olahraga, hal ini

I. PENDAHULUAN. Ilmu Pengetahuan Alam (Sains) merupakan ilmu yang berhubungan dengan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan suatu proses yang dialami oleh setiap individu dan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. perkembangan. Perubahan atau perkembangan pendidikan adalah hal yang memang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. Umumnya proses pembelajaran di SMP cenderung masih berpusat pada guru

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan memegang peranan yang sangat penting dalam mempersiapkan manusia yang berkualitas bagi

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang berakal dan berhati nurani. Kualifikasi sumber daya manusia (SDM) yang

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan pengalaman peneliti mengajar mata pelajaran fisika di. kelas VIII salah satu SMP negeri di Bandung Utara pada semester

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan paparan mengenai pendidikan tersebut maka guru. mengembangkan seluruh potensi yang ada dalam dirinya.

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. yang telah di persiapkan sebelumnya untuk mencapai tujuan. Dalam

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. peserta didik, sehingga yang bersangkutan mampu menghadapi dan memecahkan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

2 siswa, diketahui kegiatan belajar mengajar fisika yang berlangsung dikelas hanya mencatat dan mengerjakan soal-soal, hal ini menyebabkan siswa kuran

BAB I PENDAHULUAN. tentang Standar Nasional Pendidikan, Pasal 19 ayat (1) tentang Standar Proses, pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) sebaiknya

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pendidikan yang diberikan di sekolah meliputi beberapa mata pelajaran, salah satunya adalah mata pelajaran

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan ilmu pengetahuan yang

PERBEDAAN HASIL BELAJAR SISWA MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN LATIHAN INKUIRI DENGAN PEMBELAJARAN KONVENSIONAL PADA MATA PELAJARAN FISIKA

I. PENDAHULUAN. Fisika adalah ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan penemuan dan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan ilmu yang berkaitan dengan cara

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan salah satu bentuk perwujudan kebudayaan manusia

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. diperoleh pengetahuan, keterampilan serta terwujudnya sikap dan tingkah laku

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. bangsa yang siap menghadapi masa depan. Salah satu jenjang pendidikan yang

BAB I PENDAHULUAN. Dalam pembukaan UUD 1945 dijelaskan bahwa salah satu tujuan dari

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Dalam suatu pendidikan tentu tidak terlepas dengan pembelajaran di

BAB I PENDAHULUAN. Global Monitoring report, (2012) yang dikeluarkan UNESCO menyatakan bahwa

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. keterampilan, pengetahuan, dan sikap yang dibutuhkan untuk kehidupan. (KTSP). Sesuai dengan amanat KTSP, model pembelajaran terpadu

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

PROFIL KETUNTASAN BELAJAR DITINJAU DARI PENDEKATAN PROBLEM BASED LEARNING

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Nuri Annisa, 2013

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

Oleh: Mulyani SD Negeri 3 Karanggandu, Watulimo, Trenggalek

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. proses pembelajaran di kelas maupun dalam melakukan percobaan di. menunjang kegiatan pembelajaran.

I. PENDAHULUAN. kita lakukan. Bukan untuk mencari jawaban semata, tetapi yang terlebih utama

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan kualitas sumber daya manusia. Pasal 31 ayat 2 Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. depan. Pendidikan yang baik adalah pendidikan yang tidak hanya mempersiapkan peserta

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

percaya diri siswa terhadap kemampuan yang dimiliki.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemajuan suatu bangsa sangat ditentukan oleh kualitas sumber daya manusia dimana kualitas sumber daya manusia

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan mempunyai peran yang sangat strategis dalam menghasilkan sumber daya manusia seutuhnya baik dari sisi individu maupun sosial. Hal tersebut menjadi lebih terfokus setelah diamanatkan bahwa tujuan pendidikan nasional adalah untuk meningkatkan mutu pendidikan pada setiap jenis dan jenjang pendidikan dari sekolah dasar sampai perguruan tinggi. Untuk meningkatkan mutu pendidikan berbagai cara telah diupayakan. Salah satu upaya untuk meningkatkan mutu pendidikan disekolah ialah dengan cara melalui perbaikan proses belajar mengajar. Berbagai konsep dan wawasan baru tentang proses belajar mengajar disekolah telah muncul dan berkembang seiring pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (Suryosubroto, 2002 : 5). Pemerintah juga menerapkan kurikulum baru yaitu Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang merupakan hasil penyempurnaan dari kurikulum 2004 (KBK) adalah kurikulum operasional yang disusun dan dilaksanakan oleh masing masing satuan pendidikan/ sekolah yang penekanannya pada standar isi dan kompetensi. Pada dasarnya tujuan KTSP adalah bagaimana membuat siswa dan guru lebih aktif dalam pembelajaran. Selain siswa harus aktif dalam kegiatan belajar dan mengajar guru juga harus aktif dalam memancing kreativitas anak didiknya sehingga dialog dua arah terjadi dengan dinamis (Masnur Muslic, 2008 : 17 22). Sains bukan daftar fakta dan prinsip yang harus dipelajari dengan cara dihafal. Sains adalah cara melihat dunia dan mengajukan pertanyaan. Sains adalah suatu kumpulan pengetahuan tersusun secara sistematik, dan dalam penggunaannya secara umum terbatas pada gejala-gejala alam. Perkembangannya tidak hanya ditandai oleh adanya kumpulan fakta, tetapi oleh adanya metode ilmiah dan sikap ilmiah (Wahyana, 1986). Untuk mengembangkan sikap ilmiah siswa maka diperlukan suatu pendekatan pembelajaran berpusat pada siswa (student centered) yaitu melalui pendekatan ini siswa dapat mempelajari konsep

2 dengan baik dan siswa dapat mencari hal-hal baru. Salah satu masalah yang dihadapi dunia pendidikan kita adalah masalah lemahnya proses pembelajaran. Dalam proses pembelajaran, anak kurang didorong untuk mengembangkan kemampuan berpikir. Proses pembelajaran di dalam kelas diarahkan kepada kemampuan anak untuk menghafal informasi. Upaya siswa dalam mempelajari Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) khususnya fisika sering menemui hambatan-hambatan. Hal itu memungkinkan hasil belajar fisika pada siswa menjadi kurang baik. Kesulitan memahami materi pelajaran fisika, diakibatkan oleh kegiatan pembelajaran yang lebih banyak menghafal rumus, mencatat, dan mengerjakan soal daripada memahami konsep. Sementara di sisi lain, mata pelajaran fisika merupakan cabang IPA yang tidak menekankan siswa untuk menghafal dan mencatat setiap informasi atau konsep, melainkan menekankan pada pemberian pengalaman langsung untuk mengembangkan kompetensi siswa dalam hal menjelajahi informasi dan memahami konsep (http://kakali.wordpress.com/fisika/ diakses pada jumat 01/ 02/ 2013). Salah satu sasaran yang perlu dicapai oleh siswa untuk memperoleh pemahaman konsep dalam belajar IPA khususnya fisika adalah memahami mata pelajaran yang dipelajarinya. Untuk itu materi yang dipelajari harus sesuai dengan jenjang dan tingkat kemampuan berpikir siswa. Pemahaman konsep yang diperoleh ketika belajar fisika ini akan dapat menumbuhkan kemampuan berpikir kritis siswa (Manurung, 2010). Berdasarkan observasi di SMP Negeri 11 Medan pada Tanggal 7 Februari 2013 (observasi pertama) dan Tanggal 9 Februari 2013 (observasi kedua) diperoleh hasil observasi sebagai berikut : (1) Observasi pertama pada Tanggal 7 Februari 2013, peneliti membagikan angket kepada responden (siswa) di kelas VIII 8. Berdasarkan angket yang dibagikan kepada 10 responden maka diperoleh data yaitu 50% responden menyatakan bahwa mata pelajaran fisika adalah mata pelajaran yang kurang digemari. Hal ini mengindikasikan bahwa mata pelajaran fisika adalah mata pelajaran yang kurang menarik. 70% responden menyatakan bahwa mata pelajaran fisika adalah mata pelajaran yang sulit dimengerti,

3 sedangkan 30% responden menyatakan mata pelajaran fisika adalah mata pelajaran yang biasa saja. Hal ini mengindikasikan adanya kesulitan dalam memahami konsep fisika. 40% responden menyatakan kegiatan pembelajaran fisika yang selama ini berlangsung di kelas dilakukan dengan kegiatan mencatat dan mengerjakan soal-soal. Hal ini membuat siswa mengalami kejenuhan dan cenderung kurang memahami konsep-konsep fisika sehingga belum mampu mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari. Selain itu, 50% responden menyatakan bahwa kegiatan pembelajaran pada mata pelajaran fisika adalah biasa saja. Hal tersebut mengindikasikan bahwa pada kegiatan pembelajaran tersebut cenderung teacher centered (berpusat pada guru) sehingga siswa menjadi pasif. 70% responden menyatakan kadang-kadang mengulang pelajaran fisika yang telah dipelajari, hal ini akan menyebabkan siswa mengalami kesulitan dalam menghubungkan informasi atau pengetahuan yang sebelumnya dengan informasi atau pengetahuan yang baru. (2) Observasi kedua Tanggal 9 Februari 2013, peneliti melakukan wawancara kepada guru mata pelajaran IPA. Berdasarkan wawancara dengan Bapak Ismed Inonu, S.Pd selaku guru mata pelajaran IPA di SMP Negeri 11 Medan mengatakan hasil belajar siswa khusus mata pelajaran fisika tidak seluruhnya mencapai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM), berdasarkan penilaian dari ulangan harian maupun ujian semester. Namun dengan tugas-tugas rumah dan remedial, maka nilai-nilai siswa dapat mencapai KKM. Disamping itu, peneliti mempertanyakan model ataupun metode yang digunakan guru dalam proses pembelajaran. Pembelajaran teacher centered masih mendominasi proses pembelajaran dan melakukan percobaan (eksperimen). Sedangkan untuk model pembelajaran berbasis masalah belum pernah diterapkan. Selain hal-hal di atas, terdapat kesulitan ataupun kendala yang dihadapi guru dalam proses pembelajaran yaitu kurangnya minat siswa dalam belajar fisika, kurangnya media pembelajaran dan fasilitas laboratorium. Sebagai data tambahan, peneliti turut melampirkan data nilai Ujian Nasional (UN) mata pelajaran fisika siswa SMP Negeri 11 Medan.

4 Tahun Nilai Nilai Nilai No Keterangan Ajaran Tertinggi Terendah Rata-rata SMP N 11 1 2009/ 2010 9,25 7,50 8,27 Medan SMP N 11 2 2010/ 2011 9,25 2,25 8,15 Medan SMP N 11 3 2011/ 2012 10,00 3,00 8,63 Medan (Tabel 1.1. Data Nilai UN Siswa SMP Negeri 11 Medan. Sumber : Kementerian Pendidikan Nasional Ujian Nasional SMP Negeri 11 Medan-Sumatera Utara) Berdasarkan data nilai UN tersebut terdapat beberapa isu-isu tentang sistem pelaksanaan UN dan perolehan nilai-nilai UN siswa. Pada satu sisi, terdapat indikasi bahwa nilai siswa di sekolah tidak semua mencapai KKM. Disisi lain, terdapat indikasi bahwa perolehan nilai UN telah mencapai KKM yaitu dengan nilai rata-rata 8,35. Hal tersebut memungkinkan terjadinya isu-isu kecurangan pelaksanaan UN dan terjadinya kebocoran soal UN sehingga perolehan nilai UN dengan nilai siswa di sekolah berbanding terbalik. Berikut isuisu tentang sistem pelaksanaan UN dan perolehan nilai-nilai UN siswa. Seluruh siswa kelas IX SMP di Indonesia serentak mengikuti UN (23/ 4/ 2012). Meski telah diantisipasi agar tak terjadi kecurangan, UN masih diwarnai isu kebocoran soal dan berbagai kecurangan. Sejauh ini, posko pengaduan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) sudah menerima 225 laporan kecurangan. Pada umumnya, laporan itu banyak berkisar dugaan jual beli soal dan kebocoran jawaban ujian. Pihak Kemendikbud pun bukan tak antisipatif, beragam cara sudah ditempuh untuk meminimalisasi tingkat kebocoran dan kecurangan UN, misalnya dengan cara menyita telepon genggam milik siswa dan menempatkan 2 guru pengawas di setiap ruang ujian serta membatasi jumlah siswa dalam setiap ruangan hanya 20 peserta (isu kecurangan warnai UN SMP- Metrotvnews.com, Jakarta). Kemdikbud menyatakan setiap isu kecurangan pada UN harus disikapi dengan objektif. Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan (Kabalitbang)

5 Kemdikbud, Chairil Anwar Notodiputro mengatakan banyak beredar isu tentang soal UN yang bocor dan kecurangan lainnya. Akan tetapi dalam kasus ini data dan fakta adalah yang utama, "memang ada beberapa isu kecurangan, tapi itu belum bisa dibuktikan, maka kami sebut isu". Sejak tiga hari lalu ada puluhan laporan kecurangan yang diterima oleh Posko Pengaduan UN. Untuk itu, melalui koordinasi dengan tim dari Badan Standarisasi Nasional Pendidikan (BSNP) pihaknya langsung menerjunkan tim ke lapangan untuk menelusuri informasi yang beredar. Isu banyak beredar, tapi tidak pernah menemukan fakta dan data dari kecurangan tersebut (JAKARTA, KOMPAS.com). IPA khususnya fisika memerlukan pendekatan pembelajaran berpusat pada siswa (student centered) sehingga dapat mengembangkan sikap ilmiah dan minat siswa, pemberian pengalaman langsung untuk mengembangkan kompetensi siswa dalam hal menjelajahi informasi dan memahami konsep. Untuk itu diperlukan pembelajaran berpusat pada siswa dan memberdayakan siswa. Sebuah model pembelajaran yang tidak mengharuskan peserta didik menghafal faktafakta dan rumus-rumus tetapi mendorong siswa mengkonstruksikan pengetahuannya sendiri, pemberian pengalaman secara langsung untuk mengembangkan kompetensi siswa dalam hal menjelajahi informasi dan memahami konsep. Model Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning) dapat dijadikan sebagai salah satu alternatif dalam proses pembelajaran agar siswa memiliki kesempatan bereksplorasi mengumpulkan dan menganalisis data untuk memecahkan masalah sehingga siswa mampu untuk berpikir kritis, analitis, sistematis, dan logis dalam menemukan alternatif pemecahan masalah. Berdasarkan latar belakang masalah di atas, peneliti berkeinginan untuk melakukan penelitian tentang Pengaruh Model Pembelajaran Berbasis Masalah Berbantuan Komputer Terhadap Hasil Belajar Siswa Pada Materi Pokok Cahaya Kelas VIII SMP Negeri 11 Medan.

6 1.2. Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang masalah di atas, beberapa masalah yang dapat diidentifikasi adalah : 1. Kurangnya minat siswa dalam belajar IPA khususnya fisika karena mata pelajaran fisika adalah mata pelajaran yang kurang menarik dan adanya kesulitan memahami materi fisika. 2. Pencapaian hasil belajar siswa pada mata pelajaran fisika tidak seluruhnya mencapai KKM dikarenakan kurangnya penguasaan konsep-konsep fisika. 3. Penggunaan media pembelajaran dan model pembelajaran yang kurang bervariasi selama proses pembelajaran. 4. Fasilitas laboratorium di sekolah tidak dipergunakan secara maksimal untuk mendukung proses pembelajaran sehingga membatasi pemanfaatan dan pemberian pengalaman secara langsung untuk memahami konsepkonsep fisika. 1.3. Batasan Masalah Berdasarkan identifikasi masalah di atas maka batasan masalah dalam penelitian ini adalah : 1. Penelitian ini dilakukan di SMP Negeri 11 Medan dan subjek yang diteliti adalah siswa kelas VIII. 2. Model pembelajaran yang digunakan adalah model pembelajaran berbasis masalah berbantuan komputer pada kelas eksperimen dan model pembelajaran berbasis masalah pada kelas kontrol. 3. Perangkat pembelajaran meliputi buku guru, RPP, komputer (animasi materi cahaya dalam program PowerPoint), kisi-kisi tes hasil belajar dan LKS. 4. Hasil belajar siswa dan kemampuan berpikir kritis tinggi siswa pada materi pokok cahaya.

7 1.4. Rumusan Masalah Berdasarkan batasan masalah diatas maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah : 1. Bagaimana hasil belajar fisika siswa setelah menerapkan model Pembelajaran Berbasis Masalah Berbantuan Komputer (kelas eksperimen) dengan Pembelajaran Berbasis Masalah (kelas kontrol) pada materi pokok Cahaya kelas VIII SMP Negeri 11 Medan? 2. Apakah ada perbedaan antara hasil belajar kognitif fisika siswa pada kelas eksperimen dan kelas kontrol? 3. Apakah ada hubungan tingkat berpikir kritis tinggi terhadap hasil belajar kognitif fisika siswa pada kelas eksperimen? 4. Apakah ada hubungan tingkat berpikir kritis tinggi terhadap hasil belajar kognitif fisika siswa pada kelas kontrol? 1.5. Tujuan Penelitian 1. Menganalisis hasil belajar fisika siswa setelah menerapkan model Pembelajaran Berbasis Masalah Berbantuan Komputer (kelas eksperimen) dengan Pembelajaran Berbasis Masalah (kelas kontrol) pada materi pokok Cahaya kelas VIII SMP Negeri 11 Medan. 2. Menganalisis apakah ada perbedaan antara hasil belajar kognitif fisika siswa pada kelas eksperimen dan kelas kontrol. 3. Menganalisis apakah ada hubungan tingkat berpikir kritis tinggi terhadap hasil belajar kognitif fisika siswa pada kelas eksperimen. 4. Menganalisis apakah ada hubungan tingkat berpikir kritis tinggi terhadap hasil belajar kognitif fisika siswa pada kelas kontrol. 1.6. Manfaat Penelitian I. Adapun manfaat penelitian ini bagi guru adalah : 1. Menambah kepustakaan. 2. Memperbanyak model pembelajaran. 3. Membangun inovasi pembelajaran guru.

8 4. Sebagai pembanding bagi guru untuk melakukan penelitian tindakan kelas. II. Adapun manfaat penelitian ini bagi siswa adalah : 1. Siswa merasa senang belajar fisika. 2. Meningkatkan aktivitas belajar siswa. 3. Meningkatkan tingkat berpikir kritis tinggi siswa. III. Adapun manfaat penelitian ini bagi mahasiswa adalah : 1. Menambah wawasan. 2. Sebagai referensi untuk penelitian selanjutnya. 3. Sebagai referensi bagi calon guru fisika dalam proses pembelajaran.