Lex Crimen Vol. VI/No. 6/Ags/2017

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. dapat lagi diserahkan kepada peraturan kekuatan-kekuatan bebas dalam

Kata kunci: Pencabutan keterangan, terdakwa. AKIBAT HUKUM TERHADAP PENCABUTAN KETERANGAN TERDAKWA DI PENGADILAN 1 Oleh: Efraim Theo Marianus 2

BAB I PENDAHULUAN. Acara Pidana (KUHAP) menjunjung tinggi harkat martabat manusia, dimana

BAB I PENDAHULAN. dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia dalam Pasal 1 Ayat (3)

Fungsi Dan Wewenang Polri Dalam Kaitannya Dengan Perlindungan Hak Asasi Manusia. Oleh : Iman Hidayat, SH.MH. Abstrak

GUBERNUR BANTEN PERATURAN GUBERNUR BANTEN

MANFAAT DAN JANGKA WAKTU PENAHANAN SEMENTARA MENURUT KITAB UNDANG HUKUM ACARA PIDANA ( KUHAP ) Oleh : Risdalina, SH. Dosen Tetap STIH Labuhanbatu

BAB I PENDAHULUAN. pidana, oleh karena itu, hukum acara pidana merupakan suatu rangkaian

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Tinjauan Yuridis terhadap Pelaksanaan Prapenuntutan Dihubungkan dengan Asas Kepastian Hukum dan Asas Peradilan Cepat, Sederhana, dan Biaya Ringan

Hukum Acara Pidana Untuk Kasus Kekerasan Seksual

BAB I PENDAHULUAN. Pertama, hal Soerjono Soekanto, 2007, Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta: Raja Grafindo Persada, Cetakan

KEKUATAN PEMBUKTIAN VISUM ET REPERTUM BAGI HAKIM DALAM MEMPERTIMBANGKAN PUTUSANNYA. Oleh : Sumaidi, SH.MH

Lex et Societatis, Vol. IV/No. 2/Feb/2016/Edisi Khusus

Bagian Kedua Penyidikan

Presiden, DPR, dan BPK.

BAB I PENDAHULUAN. Pasal 28, Pasal 28A-J Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

PRAPENUNTUTAN DALAM KUHAP DAN PENGARUH BERLAKUNYA UNDANG-UNDANG NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA 1 Oleh: Angela A.

BAB II PERLINDUNGAN HAK- HAK TERSANGKA DALAM PROSES PEMERIKSAAN DI TINGKAT KEPOLISIAN

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENCABUTANKETERANGAN TERDAKWA DALAM BERITA ACARA PEMERIKSAAAN (BAP) DAN TERDAKWA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lex Crimen Vol. V/No. 4/Apr-Jun/2016

BAB 1 PENDAHULUAN. boleh ditinggalkan oleh warga negara, penyelenggara negara, lembaga

Lex Crimen Vol. VI/No. 8/Okt/2017

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam konstitusi Indonesia, yaitu Pasal 28 D Ayat (1)

BAB I PENDAHULUAN. Hukum adalah sesuatu yang sangat sulit untuk didefinisikan. Terdapat

BAB IV. A. Bantuan Hukum Terhadap Tersangka Penyalahgunaan Narkotika. Dalam Proses Penyidikan Dihubungkan Dengan Undang-Undang

BAB II PRAPERADILAN DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA INDONESIA. A. Sejarah Praperadilan dalam Sistem Peradilan Pidana di Indonesia

dikualifikasikan sebagai tindak pidana formil.

I. PENDAHULUAN. mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna

BAB II TINJAUN PUSTAKA. Hukum acara pidana di Belanda dikenal dengan istilah strafvordering,

BAB I PENDAHULUAN. yang telah tercakup dalam undang-undang maupun yang belum tercantum dalam

BAB I PENDAHULUAN. pada Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia yang berbunyi Negara Indonesia adalah Negara Hukum.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Praperadilan merupakan lembaga baru dalam dunia peradilan di

BAB II PENAHANAN DALAM PROSES PENYIDIKAN TERHADAP TERSANGKA ANAK DIBAWAH UMUR. penyelidikan yang merupakan tahapan permulaan mencari ada atau tidaknya

BAB I PENDAHULUAN. dapat di pandang sama dihadapan hukum (equality before the law). Beberapa

BAB I PENDAHULUAN. Perbuatan yang oleh hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana

I. PENDAHULUAN. Hukum acara pidana merupakan perangkat hukum pidana yang mengatur tata cara

FUNGSI MAHKAMAH AGUNG DALAM MENERIMA PENINJAUAN KEMBALI SUATU PERKARA PIDANA 1 Oleh: Eunike Lumi 2

BAB I PENDAHULUAN. pengadilan yang dilakukan oleh aparat penegak hukum. pemeriksaan di sidang pengadilan ada pada hakim. Kewenangan-kewenangan

BAB I PENDAHULUAN. yang bertujuan mengatur tata tertib dalam kehidupan masyarakat.

I. PENDAHULUAN. Kebebasan dasar dan hak dasar itu yang dinamakan Hak Asasi Manusia (HAM), yang

dengan aparatnya demi tegaknya hukum, keadilan dan perlindungan harkat dan martabat manusia. Sejak berlakunya Undang-undang nomor 8 tahun 1981

TINJAUAN HUKUM TERHADAP TUNTUTAN GANTI KERUGIAN KARENA SALAH TANGKAP DAN MENAHAN ORANG MUHAMMAD CHAHYADI/D Pembimbing:

NILAI KEADILAN DALAM PENGHENTIAN PENYIDIKAN Oleh Wayan Rideng 1

Lex et Societatis, Vol. V/No. 6/Ags/2017

MEKANISME PENYELESAIAN KASUS KEJAHATAN KEHUTANAN

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN. Hukum materiil seperti yang terjelma dalam undang undang atau yang

I. PENDAHULUAN. Hak asasi manusia merupakan dasar dari kebebasan manusia yang mengandung

KEWENANGAN JAKSA PENUNTUT UMUM DALAM PROSES PRA PENUNTUTAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM ACARA PIDANA 1 Oleh : Richard Olongsongke 2

Lex Privatum Vol. V/No. 8/Okt/2017

PENDAHULUAN ABSTRAK. Pengadilan Negeri Gorontalo. Hasil penelitian yang diperoleh adalah terhadap penerapan Pasal 56 KUHAP tentang

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

TINJAUAN PUSTAKA. A. Tinjauan Umum Tentang Tugas, Wewenang Hakim Dalam Peradilan Pidana

BAB I PENDAHULUAN. tertib, keamanan dan ketentraman dalam masyarakat, baik itu merupakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Negara Indonesia merupakan Negara Hukum yang sangat

II. TINJAUAN PUSTAKA. penegakan hukum berdasarkan ketentuan hukum, maka hilanglah sifat melanggar

1. HUKUM ACARA PIDANA ADALAH hukum yang mempertahankan bagaimana hukum pidana materil dijalankan KUHAP = UU No 8 tahun 1981 tentang hukum acara

Lex Crimen Vol. VII/No. 1 /Jan-Mar/2018. H. Rusli Muhammad, Hukum Acara Pidana Kontemporer, PT Citra Aditya Bakti, Bandung, 2007, hlm. 185.

BAB I PENDAHULUAN. semua warga negara bersama kedudukannya di dalam hukum dan. peradilan pidana di Indonesia. Sebelum Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981

GANTI RUGI ATAS KESALAHAN PENANGKAPAN, PENAHANAN PASCA PUTUSAN PENGADILAN 1 Oleh: David Simbawa 2

BAB 1 PENDAHULUAN. setiap individu, sehingga setiap orang memiliki hak persamaan dihadapan hukum.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perlindungan dan penghormatan terhadap hak asasi manusia

BAB I PENDAHULUAN. mendukung pelaksanaan dan penerapan ketentuan hukum pidana materiil,

II. TINJAUAN PUSTAKA. Peradilan Pidana di Indonesia di selenggarakan oleh lembaga - lembaga peradilan

PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG MANAJEMEN PENYIDIKAN OLEH PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL

FUNGSI DAN KEDUDUKAN SAKSI A DE CHARGE DALAM PERADILAN PIDANA

KESAKSIAN PALSU DI DEPAN PENGADILAN DAN PROSES PENANGANANNYA 1 Oleh: Gerald Majampoh 2

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian tindak pidana dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP)

BAB I PENDAHULUAN. Undang Dasar 1945, sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 27 ayat (1) UUD 1945, yang

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 42/PUU-XV/2017 Tafsir Frasa Tidak dapat Dimintakan Banding atas Putusan Praperadilan

PERLUNYA NOTARIS MEMAHAMI PENYIDIK & PENYIDIKAN. Dr. Widhi Handoko, SH., Sp.N. Disampaikan pada Konferda INI Kota Surakarta, Tanggal, 10 Juni 2014

RINGKASAN SKRIPSI/ NASKAH PUBLIKASI TANGGUNG JAWAB KEJAKSAAN DALAM PRA PENUNTUTAN UNTUK MENYEMPURNAKAN BERKAS PERKARA PENYIDIKAN

BAB II PERANAN POLISI SEBAGAI PENYIDIK DALAM MELAKUKAN PENANGANAN TEMPAT KEJADIAN PERKARA

II. TINJAUAN PUSTAKA. sehingga mereka tidak tahu tentang batasan umur yang disebut dalam pengertian

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MEDAN AREA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1981 TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

ALUR PERADILAN PIDANA

KEWENANGAN MELAKUKAN DISKRESI OLEH PENDAHULUAN PENYIDIK MENURUT UU NO. 2 TAHUN 2002 A.

BAB I PENDAHULUAN. pada tahap interogasi / penyidikan sering terjadi tindakan sewenang-wenang

BAB I PENDAHULUAN. negara harus berlandaskan hukum. Dalam Pasal 27 ayat (1) Undang-Undang

AKIBAT HUKUM PERALIHAN TANGGUNG JAWAB PENYIDIK ATAS BENDA SITAAN 1 Oleh : Noldi Panauhe 2

PRAPERADILAN SEBAGAI UPAYA KONTROL BAGI PENYIDIK DALAM PERKARA PIDANA

BAB I PENDAHULUAN. hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya. 1. perundang-undangan lain yang mengatur ketentuan pidana di luar KUHP

PERAN LEMBAGA PENEGAK HUKUM DALAM MENJAMIN KEADILAN DAN KEDAMAIAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Asas-Asas Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana

Lex et Societatis, Vol. V/No. 5/Jul/2017

PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG MANAJEMEN PENYIDIKAN OLEH PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL

PERLINDUNGAN HAK TERSANGKA TERHADAP PENANGKAPAN PELAKU TINDAK PIDANA PENCURIAN (Studi Kasus Di Polresta Palu)

BAB I PENDAHULUAN. melindungi individu terhadap pemerintah yang sewenang-wenang dan

BAB I PENDAHULUAN. terdapat dalam Pasal 1 ayat (3) dan Pasal 27 ayat (1) UUD 1945 yang. menegaskan tentang adanya persamaan hak di muka hukum dan

Lex Crimen Vol. VI/No. 3/Mei/2017. Kata kunci: Penyelidikan Dan Penyidikan, Tindak Pidana Oleh Advokat.

PERANAN KETERANGAN AHLI DALAM PROSES PERKARA PIDANA PENGADILAN NEGERI

Lex et Societatis, Vol. IV/No. 2/Feb/2016. PENETAPAN TERSANGKA BERDASARKAN BUKTI PERMULAAN YANG CUKUP 1 Oleh : Daud Lapasi 2

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Penyelidikan dan Penyidikan. Pengertian penyelidikan adalah serangkaian tindakan penyidik untuk mencari dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Negara Indonesia adalah negara bardasarkan hukum bukan

Lex et Societatis, Vol. V/No. 5/Jul/2017

BAB I PENDAHULUAN. Dalam penjelasan Undang-Undang Dasar 1945, telah ditegaskan bahwa

KEMUNGKINAN PENYIDIKAN DELIK ADUAN TANPA PENGADUAN 1. Oleh: Wempi Jh. Kumendong 2 Abstrack

Transkripsi:

AKIBAT HUKUM PENOLAKAN PENANDANTANGANAN BERITA ACARA PEMERIKSAAN OLEH TERSANGKA DALAM PERKARA PIDANA 1 Oleh: Riflan Noho 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana Prosedur Pemeriksaan tersangka Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana dan bagaimana akibat hukum penolakan Penandatanganan Berita Acara Pemeriksaan Perkara Oleh Tersangka Pada Tingkat Penyidik. Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif, disimpulkan: 1. Prosedur pemeriksaan tersangka dalam prosesnya sesuai dengan prosedur di mulai dari awal penanganan perkara pidana dimulai dari tahap penyelidikan. Dengan perkataan lain Penyelidikan dilakukan sebelum penyidikan. Perlu digaris bawahi, mencari dan menemukan berarti penyelidik berupaya atas inisiatif sendiri untuk menemukan peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana. 2. Dengan tidak ditandatanganinya Berita Acara Pemeriksaan oleh tersangka, maka akibat hukum yang muncul adalah dapat berubahnya putusan Pengadilan. Artinya bahwa apabila BAP tersebut isinya hanya dibuat-buat oleh penyidik baik dengan cara kekerasan/intimidasi atau dengan cara lain, dan ketika sampai pada tahap pembuktian di Pengadilan BAP tersebut isinya tidak sesuai dengan fakta yang terjadi di persidangan maka terdakwa dapat diputus bebas. Kata kunci: Penandatanganan berita acara, Tersangka, Perkara Pidana. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Untuk pemeriksaan, penyidik dan penyidik pembantu mempunyai wewenang melakukan pemanggilan terhadap tersangka dan saksi. Pasal 112 ayat (1) KUHAP penyidik yang melakukan pemeriksaan, dengan menyebutkan alasan pemanggilan yang jelas, berwenang memanggil tersangka dan saksi yang dianggap 1 Artikel Skripsi. Dosen Pembimbing : Ruddy Regah, SH, MH; Elko L. Mamesah, SH, MH 2 Mahasiswa pada Fakultas Hukum Unsrat, NIM. 110711479 perlu untuk diperiksa dengan surat panggilan yang sah dengan memperhatikan tenggang waktu yang wajar antara diterimanya panggilan dan hari seorang itu diharuskan memenuhi panggilan tersebut. 3 Pasal 114 KUHP menyatakan bahwa dalam hal seorang tersangka disangka melakukan suatu tindak pidana sebelum dimulainya pemeriksaan oleh penyidik, penyidik wajib memberitahukan kepadanya tentang haknya untuk mendapatkan bantuan hukum atau bahwa ia dalam perkaranya itu wajib didampingi oleh penasihat hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 KUHAP. Berita acara pemeriksaan tersangka, saksi, dan ahli itu sendiri adalah merupakan catatan atau tulisan yang bersifat otentik, dibuat dalam bentuk tertentu oleh penyidik atau penyidik pembantu atas kekuatan sumpah jabatan, diberi tanggal dan ditandatangani oleh penyidik atau penyidik pembantu (petugas yang membuat) dan tersangka, saksi atau ahli yang diperiksa serta memuat uraian tindak pidana yang mencakup atau memenuhi unsur-unsur tindak pidana yang disangkakan dengan menyebut waktu, tempat dan keadaan pada waktu suatu tindak pidana tersebut dilakukan, identitas penyidik atau penyidik pembantu dan yang diperiksa serta keterangan-keterangan yang diperiksa. Dalam KUHAP, tentang tata cara pemeriksaan perkara pidana terhadap tersangka diatur bersama-sama dengan hal-hal yang berkaitan dengan Pemeriksaan saksi. Dalam pemeriksaan terhadap tersangka beberapa hal yang merupakan hak-hak tersangka harus dihargai dan dihormati. Salah satu hak tersangka yang diatur dalam KUHAP Pasal 50 ayat (1) bahwa tersangka berhak segera mendapat pemeriksaan oleh penyidik dan selanjutnya dapat diajukan kepada penuntut umum. Cara pemeriksaan dimuka penyidik ditinjau dari segi hukum bahwa jawaban atau keterangan yang diberikan tersangka kepada penyidik, diberikan tanpa tekanan dari siapapun juga dan bentuk apapun juga. Keterangan tersangka setelah dicatat dalam berita acara pemeriksaan oleh penyidik akan diminta persetujuan dari tersangka tentang 3 Tim Viva Justicia, Op-Cit, hal. 60. 155

kebenaran isi berita acara tersebut. Persetujuan ini bisa dengan jalan membacakan isi berita acara, atau menyuruh membaca sendiri berita acara pemeriksaan kepada tersangka, apakah dia menyetujui isinya atau tidak. Kalau dia tidak setuju harus memberitahukan kepada penyidik bagian yang tidak disetujui untuk diperbaiki dan penyidik membuat catatan berupa acara penjelasan atau keterangan tentang hal itu, serta menyebut alasan yang menjelaskan kenapa tersangka tidak mau menandatanganinya. Berdasarkan latar belakang masalah yang telah di bahas diatas membuat penulis mengambil judul Akibat Hukum Penolakan Penandatanganan Berita Acara Pemeriksaan Oleh Tersangka Dalam Perkara Pidana. B. Perumusan Masalah 1. Bagaimana Prosedur Pemeriksaan tersangka Menurut Kitab Undang- Undang Hukum Acara Pidana? 2. Bagaimana akibat hukum penolakan Penandatanganan Berita Acara Pemeriksaan Perkara Oleh Tersangka Pada Tingkat Penyidik? C. Metode Penelitian Penelitian ini ialah pada disiplin Ilmu Hukum, maka penelitian ini merupakan bagian dari Penelitian Hukum kepustakaan yakni dengan cara meneliti bahan pustaka atau yang dinamakan Penelitian Hukum Normatif. 4 PEMBAHASAN A. Prosedur Pemeriksaan Tersangka Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) tidak hanya memuat ketentuan tentang tata cara dari suatu proses pidana. Di dalam Kitab Undang- Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) ditegaskan bahwa seseorang yang diduga atau disangka terlibat dalam suatu tindak pidana, tetap mempunyai hak-hak yang wajib dijunjung tinggi dan dilindungi. KUHAP telah memberikan perlindungan hak-hak tersangka dengan menempatkan seseorang yang telah disangka melakukan tindak pidana, kedudukannya dianggap sama dengan orang lain menurut hukum. Dengan adanya perlindungan dan pengakuan hakhak yang melekat pada diri tersangka, maka dapat memberikan jaminan yang menghindarkan tersangka dari tindakan sewenang-wenang penyidik dalam proses penyidikan. Selanjutnya laporan/pengaduan sebagaimana tercantum diatas diatur oleh Pasal 108 KUHAP yang berbunyi: 1) Setiap orang yang mengalami, melihat, menyaksikan dan atau menjadi korban peristiwa yang merupakan tindak pidana berhak untuk mengajukan laporan atau pengaduan kepada penyelidik dan atau penyelidik baik lisan maupun tertulis. 2) Setiap orang yang mengetahui pemufakatan jahat untuk melakukan tindak pidana terhadap ketentraman dan keamanan umum atau terhadap milik wajib seketika itu juga melaporkan hal tersebut kepada penyelidik atau penyidik. 3) Setiap pegawai negeri dalam rangka melaksanakan tugasnya yang mengetahui tentang terjadinya peristiwa yang merupakan tindak pidana wajib segera melaporkan hal tersebut kepada penyelidik atau penyidik. 5 Dalam tahap kedua setelah diadakannya penyelidikan dan di pastikan telah terjadi pidana dengan mengumpulkan bukti-bukti statusnya dinaikkan menjadi penyidikan. Penyidik di berikan kewenangan sebagaimana diatur oleh Pasal 7 KUHAP, yaitu: (1) Penyidik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf a karena kewajibannya mempunyai wewenang: a. menerima-laporan atau pengaduan dari seorang tentang adanya tindak pidana; b. melakukan tindakan pertama pada saat di tempat kejadian; c. menyuruh berhenti seorang tersangka dan memeriksa tanda pengenal diri tersangka; 4 Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Op-Cit, hal. 14. 5 Tim Viva Justicia, Op-Cit, hal. 58. 156

d. melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan dan penyitaan; e. melakukan pemeriksaan dan penyitaan surat; f. mengambil sidik jari dan memotret seorang; g. memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi; h. mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan pemeriksaan perkara; i. mengadakan penghentian penyidikan; j. mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab. (2) Penyidik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf b mempunyai wewenang sesuai dengan Undang- Undang yang menjadi dasar hukumnya masing-masing dan dalam pelaksanaan tugasnya berada dibawah koordinasi dan pengawasan penyidik tersebut dalam Pasal 6 ayat (1) huruf a. (3) Dalam melakukan tugasnya sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2), penyidik wajib menjunjung tinggi hukum yang berlaku. 6 Dalam melaksanakan tugasnya tersebut Penyidik wajib menjunjung tinggi hukum yang berlaku. Untuk itu Penyidik membuat berita acara pelaksanaan tindakan (Pasal 75 KUHAP) tentang: 1. Pemeriksaan tersangka; 2. Penangkapan; 3. Penahanan; 4. Penggeledahan; 5. Pemasukan rumah; 6. Penyitaan benda; 7. Pemeriksaan surat; 8. Pemeriksaan saksi; 9. Pemeriksaan tempat kejadian; 10. Pelaksanaan Penetapan dan Putusan Pengadilan 11. Pelaksanaan tindakan lain sesuai KUHAP. 7 6 Tim Viva Justicia, Op-Cit, hal. 13. 7 Darwin Prinst, Hukum Acara Pidana Suatu Pengantar, Djambatan, Jakarta, 1989, hal. 92-93. Pemeriksaan yang dilakukan oleh penyidik difokuskan sepanjang hal yang menyangkut persoalan hukum. Titik pangkal pemeriksaan dihadapan penyidik ialah tersangka. Dari dialah diperoleh keterangan mengenai peristiwa pidana yang sedang diperiksa. Akan tetapi, sekalipun tersangka yang menjadi titik tolak pemeriksaan, terhadapnya harus diberlakukan asas akusatur. Tersangka harus ditempatkan pada kedudukan manusia yang memiliki harkat martabat. Dia harus dinilai sebagai subjek, bukan sebagai objek. Yang diperiksa bukan manusia tersangka. Perbuatan tindak pidana yang dilakukannyalah yang menjadi objek pemeriksaan. Pemeriksaan tersebut ditujukan ke arah kesalahan tindak pidana yang dilakukan oleh tersangka. Tersangka harus dianggap tak bersalah, sesuai dengan prinsip hukum praduga tak bersalah (presumption of innocent ) sampai diperoleh putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap. Pada pemeriksaan tindak pidana, tidak selamanya hanya tersangka saja yang harus diperiksa. Adakalanya diperlukan pemeriksaan saksi atau ahli. Demi untuk terang dan jelasnya peristiwa pidana yang disangkakan. Namun, kepada tersangka harus ditegakkan perlindungan harkat martabat dan hak-hak asasi, kepada saksi dan ahli, harus juga diperlakukan dengan cara yang berperikemanusiaan dan beradab. A. Akibat Hukum Penolakan Penandatanganan Berita Acara Pemeriksaan Perkara Oleh Tersangka Pada Tingkat Penyidikan BAP adalah pencatatan dari hasil pemeriksaan verbalisan atas suatu perkara pidana, baik berisi keterangan saksi maupun keterangan tersangka. Merujuk pada Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), Pasal 1 angka 27, keterangan saksi adalah salah satu alat bukti dalam perkara pidana yang berupa keterangan dari saksi mengenai suatu peristiwa pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri dan ia alami sendiri dengan menyebut alasan dari pengetahuannya itu. Sedangkan pada angka 14 Pasal yang sama menjelaskan, tersangka adalah seorang yang karena perbuatannya atau keadaannya, berdasarkan bukti permulaan patut diduga sebagai pelaku tindak pidana. Secara hukum, hanya Tersangka 157

yang boleh meminta turunan/salinan BAP yang telah ditandatanganinya, yaitu hanya untuk disimpan Tersangka/ Penasihat Hukumnya sendiri untuk kepentingan pembelaannya. Adapun dasar hukumnya telah diatur dan ditegaskan dalam Pasal 72 KUHAP, yang berbunyi sebagai berikut: Atas permintaan Tersangka atau Penasihat Hukumnya pejabat yang bersangkutan memberikan turunan berita acara pemeriksaan untuk kepentingan pembelaannya Hal ini dimaksudkan untuk menghormati oleh Asas Praduga Tak Bersalah (Presumption of Innocence) sebagai asas Hukum Acara Pidana yang bersifat universal (Butir 3 c Penjelasan KUHAP). Artinya, jangan sampai BAP saksi tersebut jatuh ke tangan orang yang tidak bertanggung jawab dan menjadi konsumsi publik, sementara dugaan tindak pidana tersebut belum terbukti dengan adanya Putusan Pengadilan yang menyatakan kesalahannya, dan telah berkekuatan hukum tetap (Inkracht Van Gewijsde). Selain itu, secara hukum, keterangan saksi sebagai alat bukti (yang sah) adalah apa yang saksi nyatakan di sidang pengadilan (vide Pasal 185 ayat (1) KUHAP). Penyebab penolakan penandatanganan Berita Acara Pemeriksaan penyidikan dalam perkara pidana sering disebabkan karena tersangka tidak mau dilakukan pemeriksaan sebagai Tersangka. Dalam beberapa kasus Tersangka menolak untuk menandatangani berita acara pemeriksaan dengan alasan: 1. Isi pemeriksaan dalam berita acara tidak sesuai dengan keterangan yang diberikannya. 2. Tersangka tidak mau mengakui segala bentuk perbuatan yang dilakukannya. 3. Adanya pemerasan, ancaman, atau paksaan dari orang lain. Selanjutnya di sebutkan dalam hal tersangka tidak mau menandatangani berita acara pemeriksaan ia harus memberikan alasan yang kuat. Dalam hubungan ini alasan-alasan yang diajukan tersebut haruslah alasan yang masuk akal dan alasan-alasan tersebut harus dicatat dalam berita acara pemeriksaan tersangka. Dalam prakteknya tersangka atau saksi telah diperiksa keterangannya dan berita acara pemeriksaan itu sudah selesai diketik lalu dibacakan kembali oleh pejabat pemeriksa kepada orang yang didengar keterangannya. Jikalau ia setuju maka lalu dipersilahkan menandatanganinya, kalau ia tidak mau menandatanganinya, ditanyakan apa alasannya, biasanya menganggap tidak perlu, hal mana semua harus disebutkan dalam berita acara. Akibat dari seorang tersangka yang menolak menandatangani berita acara pemeriksaan akan terlihat pada saat tersangka diperiksa dimuka persidangan, dimana hakim akan menanyakan apakah alasan tersangka menolak menandatanganinya, apabila tersangka menolak menandatanginya karena isi dari berita acara pemeriksaan tidak sesuai dengan apa yang dilakukan tersangka maka hakim akan memanggil penyidik ke muka pengadilan untuk diperiksa dan mempertimbangkan mana yang benar. Apabila alasan yang dikemukakan oleh tersangka tidak jelas dan berbelit-belit maka tersangka dapat dikenakan sanksi yang memberatkan. Kemudian apabila alasan tersangka menolak menandatanganinya kuat atau sesuai dengan fakta maka dapat memperingan atau bahkan dapat mengakibatkan batal demi hukum sesuai dengan ketentuan yang ada. Apabila dalam proses persidangan ada seorang terdakwa mengakui didepan hakim bahwa penandatanganan berita acara pemeriksaan itu tidak sah karena pada saat akan menandatanganinya tersangka atau terdakwa dalam keadaan dipaksa dan ancaman dari pihak lain, maka hakim akan kembali memeriksa dan memanggil pihak penyidik untuk dicari kebenarannya dan saksi-saksi yang terkait. Apabila yang dilakukan atau dikatakan tersangka tidak benar maka tersangka atau terdakwa dapat dikenakan sanksi yang memberatkan, tetapi sebaliknya semua yang dikatakan oleh tersangka atau terdakwa tentang pemaksaan dan ancaman pihak lain maka dapat mengakibatkan batal demi hukum sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Pelaksanaan penyelidikan dan Penyidikan oleh kepolisian yang dituangkan dalam BAP yang tidak ditandatangani oleh tersangka dan tersangka merasa dirugikan, maka tersangka berhak menggunakan upaya hukum Praperadilan. Kehadiran lembaga praperadilan sama halnya dengan kelahiran KUHAP disambut 158

dengan penuh kegembiraan oleh segenap bangsa Indonesia pada umumnya dan warga masyarakat pencari keadilan pada khususnya terutama warga masyarakat yang berstatus sebagai tersangka atau terdakwa. Dalam menjalankan proses hukum yang adil dengan tidak mengurangi hak-hak dari tersangka harus memiliki sistem peradilan pidana yang baik dimana proses penerapannya harus sesuai dengan aturan yang ada dengan mengedepankan hak asasi manusia dalam setiap proses hukum yang dilakukan selama pemeriksaan penyelidikan/penyidikan sampai proses di vonis. Menurut Pasal 77 KUHAP memang dijelaskan bawah Pengadilan negeri berwenang untuk memeriksa dan memutus, sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang ini tentang: 1. sah atau tidaknya penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan; 2. ganti kerugian dan atau rehabilitasi bagi seorang yang perkara pidananya dihentikan pada tingkat penyidikan atau penuntutan. 8 Praperadilan diatur dalam lebih lanjut dalam Pasal 1 angka 10 KUHAP (UU No. 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana), praperadilan adalah wewenang hakim untuk memeriksa dan memutus, sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang tentang: 1. Sah atau tidaknya suatu penangkapan dan atau penahanan atas permintaan tersangka atau keluarganya atau pihak lain atas kuasa tersangka; 2. Sah atau tidaknya penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan atas permintaan demi tegaknya hukum dan keadilan; 3. Permintaan ganti kerugian atau rehabilitasi oleh tersangka atau keluarganya atau pihak lain atas kuasanya yang perkaranya tidak diajukan ke pengadilan. 9 Penyidikan yang dilakukan tersebut didahului dengan pemberitahuan kepada penuntut umum bahwa penyidikan terhadap suatu peristiwa pidana telah mulai dilakukan. Secara formal pemberitahuan tersebut disampaikan melalui mekanisme Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP). Hal tersebut diatur dalam ketentuan Pasal 109 KUHAP. Namun kekurangan yang dirasa sangat menghambat adalah tidak ada ketegasan dari ketentuan tersebut kapan waktunya penyidik harus diberitahukan kepada Penuntut Umum. Tiap kali dimaksudkan dalam Pasal 75 KUHAP tanpa mengurangi ketentuan dalam Undang- Undang, harus selalu dibuat berita acara tentang pelaksanaan tersebut. Apabila dalam penyidikan tersebut, tidak ditemukan bukti yang cukup atau peristiwa tersebut bukanlah peristiwa pidana atau penyidikan dihentikan demi hukum, maka penyidik mengeluarkan Surat Perintah Pemberhentian Penyidikan. Dalam hal ini apabila surat perintah penghentian tersebut telah diterbitkan maka penyidikan memberitahukan akan hal itu kepada penuntut umum, tersangka atau keluarganya. Apabila korban atau keluarganya tidak dapat menerima penghentian penyidikan tersebut, maka korban atau keluarganya, sedarah atau semenda dalam garis lurus ke atas atau ke bawah sampai dengan derajat ketiga, dapat mengajukan praperadilan kepada ketua pengadilan sesuai dengan daerah hukumnya dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Mekanisme keberatan tersebut diatur dalam Pasal 77 butir a KUHAP tentang praperadilan. 10 Dalam hal penyidikan telah selesai melakukan penyidikan, penyidik wajib segera menyerahkan berkas perkara tersebut kepada penuntut umum. Dan dalam hal penuntut umum berpendapat bahwa hasil penyidikan tersebut kurang lengkap, penuntut umum segera mengembalikan berkas perkara tersebut kepada penyidik disertai petunjuk untuk dilengkapi. Apabila pada saat penyidik menyerahkan hasil penyidik, dalam waktu 14 hari penuntut umum tidak mengembalikan berkas tersebut, maka penyidikan dianggap selesai. Dengan tidak ditandatanganinya Berita Acara Pemeriksaan oleh tersangka, maka akibat hukum yang muncul adalah dapat berubahnya putusan Pengadilan. Artinya bahwa apabila BAP tersebut isinya hanya dibuat-buat oleh penyidik baik dengan cara kekerasan/intimidasi atau 8 Tim Viva Justicia, Op-Cit, hal. 43. 9 Tim Viva Justicia, Op-Cit, hal. 7. 10 Tim Viva Justicia, Loc-Cit, hal. 43. 159

dengan cara lain, dan ketika sampai pada tahap pembuktian di Pengadilan BAP tersebut isinya tidak sesuai dengan fakta yang terjadi di persidangan maka terdakwa dapat diputus bebas. Namun sebaliknya jika isi BAP tersebut benar kenyataannya dan jaksa mampu membuktikan berdasarkan Undang-Undang sedangkan terdakwa tidak mau menandatanganinya maka hakim dapat menjatuhkan sanksi lebih berat karena suatu hal yang memberatkan tersebut. Sistem peradilan pidana di dalamnya terkandung gerak sistemik dari subsistem pendukungnya, yakni Kepolisian, Kejaksaan, Pengadilan, Lembaga Pemasyarakatan, yang secara keseluruhan dan merupakan suatu kesatuan (totalitas) berusaha mentransformasikan masukan menjadi keluaran yang menjadi tujuan sistem peradilan pidana yaitu, menanggulangi kejahatan atau mengendalikan terjadinya kejahatan agar berada dalam batas-batas toleransi yang dapat diterima masyarakat. Dalam Penerapannya penerapan sistem peradilan pidana di Indonesia berdasarkan peraturan perundang-undangan yang ada baik terdapat di dalam ataupun di luar kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) dapat diterangkan bahwa sistem peradilan pidana di Indonesia mempunyai perangkat struktur atau sub-sistem kepolisian, kejaksaan, pengadilan, lembaga pemasyarakatan dan Advokat atau Penasehat Hukum sebagai quasi sistem. 11 Setiap aparat Kepolisian harus dapat mencerminkan kewibawaan Negara dan menunjukan disiplin yang tinggi dikarenakan polisi pada hakekatnya adalah sebagai pengaturan di dalam penegakan hukum di Indonesia. Hal ini sesuai dengan UU No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, khususnya dalam Pasal 5 disebutkan bahwa Kepolisian Negara Republik Indonesia merupakan alat Negara yang berperan dalam memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum, serta memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka terpeliharanya keamanan dalam negeri. Kemudian, di dalam Pasal 13 disebutkan bahwa 11 Rusli Mohhamad, Op-Cit, hal. 14. tugas pokok Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah: 1. Memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat; 2. Menegakkan hukum dan; 3. Memberikan perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat. 12 Dari serangkaian tugas kepolisian, salah satu tugas yang mendapatkan perhatian adalah tugas dalam rangka penegakan hukum. Sebagai penegak hukum, polisi masuk dalam jajaran sistem peradilan pidana, sebagai subsistem. Dalam sistem peradilan pidana, polisi merupakan pintu gerbang bagi para pencari keadilan. Dari sinilah segala sesuatunya dimulai. Posisi awal ini menempatkan polisi pada posisi yang tidak menguntungkan. Sebagai penyidik polisi harus melakukan penangkapan dan (bila perlu) penahanan, yang berarti polisi harus memiliki dugaan yang kuat bahwa orang tersebut adalah pelaku kejahatan. Satjipto Rahardjo menyebut tugas kepolisian sebagai multi fungsi, yaitu tidak sebagai polisi saja tetapi juga sebagai jaksa dan hakim sekaligus. 13 PENUTUP A. Kesimpulan 1. Prosedur pemeriksaan tersangka dalam prosesnya sesuai dengan prosedur di mulai dari awal penanganan perkara pidana dimulai dari tahap penyelidikan. Dengan perkataan lain Penyelidikan dilakukan sebelum penyidikan. Perlu digaris bawahi, mencari dan menemukan berarti penyelidik berupaya atas inisiatif sendiri untuk menemukan peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana. 2. Dengan tidak ditandatanganinya Berita Acara Pemeriksaan oleh tersangka, maka akibat hukum yang muncul adalah dapat berubahnya putusan Pengadilan. Artinya bahwa apabila BAP tersebut isinya hanya dibuat-buat oleh penyidik baik dengan cara kekerasan/intimidasi atau dengan cara lain, dan ketika sampai pada tahap pembuktian di Pengadilan BAP tersebut isinya tidak sesuai dengan fakta yang 12 Undang-Undang No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, Pasal 5 dan Pasal 13. 13 Ibid, hal. 15. 160

terjadi di persidangan maka terdakwa dapat diputus bebas. B. Saran 1. Memberikan arahan kepada penyidik atau penyidik pembantu oleh Kepala Kepolisian pada setiap tingkatan Kesatuan Polri untuk meningkatkan kemampuan dan pengetahuan tentang penyidikan. Penyidik hendaknya bersikap objektif dalam menangani setiap perkara dengan Meningkatkan kerjasama antara subsistem, yaitu Kepolisian, Kejaksaan, Pengadilan, dalam membahas soal penyidikan tindak pidana ataupun proses penegakan hukum meskipun ada perbedaan tujuan dari masing-masing subsistem, 2. Penyidik selalu berpedoman pada aturan yang berlaku dengan memperhatikan petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis dalam setiap pelaksanaan proses penegakan dengan tidak mengesampingkan hak asasi manusia dengan tidak melakukan kekerasan/intimidasi atau dengan cara lain kepada tersangka maupun saksi dalam proses penyidikan dalam pembuatan Berita Acara Pemeriksaan. Penyelidikan yang dilakukan penyelidik dalam hal ini tetap harus menghormati asas praduga tak bersalah (presumption of Innocence) sebagaimana disebutkan dalam penjelasan umum butir 3c KUHAP. Penerapan asas ini tidak lain adalah untuk melindungi kepentingan hukum dan hak-hak tersangka dari kesewenangwenangan kekuasaan para aparat penegak hukum. DAFTAR PUSTAKA Amirudin, dan Asikin, Zainal, Metode Penelitian Hukum Normatif, Rajawali, Jakarta, 1985. Adji Seno, Oemar, Etika Professional Dalam Hukum, Profesi Advokat, Erlangga, Jakarta. 1991. Chazawi, Adami, Pelajaran Hukum Pidana I, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2011., Hukum Pidana Materiil dan Formil Korupsi di Indonesia, Bayumedia Publishing, Malang, 2005. Effendy, Marwan, Kejaksaan RI Posisi dan Fungsinya, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2005. Hamzah, Andi, KUHP & KUHAP, Rineka Cipta, Jakarta, 2014. Harahap M, Yahya, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP, Penyidikan dan Penuntutan, cetakan VII, Sinar Grafika, Jakarta, 2009. Hatta, Moh, Beberapa Masalah Penegakan Hukum Pidana Umum dan Hukum Pidana Khusus, cetakan pertama, Liberty, Yogyakarta, 2009. Mahendra, Yusril Ihza, Kedudukan Kejaksaan dan Posisi Jaksa Agung Dalam Sistem Presidensial dibawah UUD 1945, Liberty, yogyakarta, 2002. Moeljatno, Asas-asas Hukum Pidana, Liberty, Yogyakarta, 1981., Asas-asas Hukum Pidana, Edisi Revisi, Rineka Cipta, Jakarta, 2008. Muhammad, Rusli, System Peradilan Pidana Indonesia, UII Press, Yogyakarta, 2011. Muladi, Lembaga Pidana Bersyarat, Alumni, Bandung, 2008. Sambas, Nandang, Peradilan Pidana Anak di Indonesia dan Instrumen Internasional Perlindungan Anak serta Penerapannya, Graha Ilmu, Yogyakarta, 2013. Sunggono, Bambang, Metode Penelitian Hukum, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2011. Poernomo, Bambang, Asas-asas Hukum Pidana, Ghalia Indonesia, Yogyakarta, 1978. Prakoso, Abintoro, Etika Profesi Hukum Telah Historis, Filosofis dan Teoritis Kode Etik Notaris, Advokat, Polisi Jaksa dan Hakim, Laksbang Justitia, Surabaya, 2015. Prinst, Darwint Hukum Acara Pidana Suatu Pengantar, Djambatan, Jakarta, 1989., Hukum Acara Pidana dan Praktek, Djambatan, Jakarta, 1998. Soekanto, Soerjono, Efektifitas Hukum dan Peranan Sanksi, Remaja Karya, Bandung, 1985., dan Mamudji, Sri, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2006. 161

Tahir Djenawi, Hadari, Pokok-pokok Pikiran Dalam KUHAP, Alumni, Bandung, 1981. Tim Viva Justicia, KUHAP dan KUHP, Genesis Learning, Yogyakarta, 2016. Tim Pengajar, Bahan Ajar Pengantar Ilmu Hukum, Universitas Sam Ratulangi, Manado, 2007.. Bahan Ajar Metode Penelitian dan Penulisan Hukum. Fakultas Hukum Universitas Sam Ratulangi Manado, 2007.. Bahan Ajar Hukum Pidana. Fakultas Hukum Universitas Sam Ratulangi Manado, 2007. Viswandro, Matilda Maria, Saputra Bayu, Mengenal profesi Penegak hukum Rujukan Berkarier Di Bidang Hukum, Pustaka Yustisia, Yogyakarta, 2002. Wantu M, Fence, Antinomi Dalam Penegakan Hukum Oleh Hakim, Jurnal Berkala Mimbar Hukum, Vol. 19 No. 3 Oktober 2007, Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Wiranata, I Gede A.B, Dasar-dasar Etika dan Moralitas, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2005. Widhayanti, Erni, Hak-Hak Tersangka/Terdakwa di Dalam KUHAP, Liberty, Yogyakarta, 1998. Zaidan, Ali M, Menuju Pembaharuan Hukum Pidana, Sinar Grafika, Jakarta, 2015 SK Kapolri No. Pol, SKEP/04/I/1982 tanggal 18 Febuari 1982. Sumber-sumber lain Undang-Undang Dasar Tahun 1945. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1991 tentang Kejaksaan Republik Indonesia. Undang-Undang No 19 Tahun 1948 tentang Susunan dan Kedudukan Badan- Badan Kehakiman dan Kejaksaan. Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009, Tentang Kekuasaan Kehakiman. Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2009 Tentang Implementasi Prinsip Dan Standar Hak Asasi Manusia Dalam Penyelengggaran Tugas Kepolisian Republik Indonesia. 162