Konferensi Nasional Teknik Sipil 4 (KoNTekS 4) Sanur-Bali, 2-3 Juni 2010

dokumen-dokumen yang mirip
BAB III METODOLOGI PENELITIAN

The 1 st INDONESIAN STRUCTURAL ENGINEERING AND MATERIALS SYMPOSIUM Department of Civil Engineering Parahyangan Catholic University

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Beton PT. Pionir Beton

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

KAJIAN INTERVAL RASIO AIR-POWDER BETON SELF-COMPACTING TERKAIT KINERJA KEKUATAN DAN FLOW (009M)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB III LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Pengaruh Penambahan Admixture Jenis F dan Substitusi Silica Fume terhadap Semen pada Kuat Tekan Awal Self Compacting Concrete

BAB IV DATA DAN PENGOLAHAN

BAB I PENDAHULUAN. berkembang, beton merupakan salah satu bahan elemen struktur bangunan yang

KATA KUNCI : rheology, diameter, mortar, fly ash, silica fume, superplasticizer.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG. Kemajuan teknologi telah berdampak positif dalam bidang konstruksi di

PENGARUH PENAMBAHAN FLY ASH PADA SELF COMPACTING CONCRETE (SCC) TERHADAP KUAT TEKAN DAN MODULUS ELASTISITAS

PENGARUH PENAMBAHAN SLAG BESI TERHADAP KEKUATAN TEKAN DAN FLOWABILITY PADA SELF COMPACTING CONCRETE

BAB 2 LANDASAN TEORI

PENGGUNAAN FLY ASH PADA SELF COMPACTING CONCRETE (SCC)

BAB I PENDAHULUAN. dibidang konstruksi. Dalam bidang konstruksi, material konstruksi yang paling disukai dan

SIFAT RHEOLOGY SEMEN PASTA DITINJAU DARI CAMPURAN MATERIAL PENYUSUNNYA DAN PENGGUNAAN SUPERPLASTICIZER

BAB V HASIL PEMBAHASAN

PENELITIAN MENGENAI PENINGKATAN KEKUATAN AWAL BETON PADA SELF COMPACTING CONCRETE

BAB I PENDAHULUAN. Quality control yang kurang baik di lapangan telah menjadi masalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Metodologi yang dilakukan adalah dengan cara membuat benda uji di

> NORMAL CONCRETE MIX DESIGN <

TEKNOLOGI BAHAN KONSTRUKSI PERTEMUAN KE-6 BETON SEGAR

Perlu adanya suatu alternatif bahan yang bisa mengurangi kadar semen, tetapi tidak mengurangi kekuatan (strength) beton itu sendiri dan sifat-sifat


PEMERIKSAAN KUAT TEKAN DAN MODULUS ELASTISITAS BETON BERAGREGAT KASAR BATU RINGAN APE DARI KEPULAUAN TALAUD

BETON RINGAN SELF-COMPACTING DENGAN AGREGAT DAN POWDER LIMBAH PECAHAN GENTING MERAH

BAB 1 PENDAHULUAN. digunakan bahan tambah yang bersifat mineral (additive) yang lebih banyak bersifat

BAB I PENDAHULUAN. faktor efektifitas dan tingkat efisiensinya. Secara umum bahan pengisi (filler)

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

STUDI EKSPERIMEN PENGARUH WAKTU PENUANGAN ADUKAN BETON READY MIX KE DALAM FORMWORK TERHADAP MUTU BETON NORMAL

PENGARUH BAHAN KIMIA TAMBAHAN TERHADAP IKATAN AWAL DAN SLUMP BETON

BAB III LANDASAN TEORI

KOMPATIBILITAS ANTARA SUPERPLASTICIZER TIPE POLYCARBOXYLATE DAN NAPHTHALENE DENGAN SEMEN LOKAL

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Hasil Pemeriksaan Bahan

PENGARUH KUAT TEKAN DAN HUBUNGAN TERHADAP BIAYA PRODUKSI BETON SELF COMPACTING CONCRETE DENGAN MATERIAL TAMBAHAN SERAT BAJA

BAB III LANDASAN TEORI. tidak terlalu diperhatikan di kalangan masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

PENGARUH VARIASI PENAMBAHAN ABU AMPAS TEBU TERHADAP FLOWABILITY DAN KUAT TEKAN SELF COMPACTING CONCRETE ABSTRAK

SIKA VISCOCRETE SEBAGAI DISPERSAN UNTUK SELF COMPACTING CONCRETE

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. 1. Nilai kuat tekan beton rerata pada umur 28 hari dengan variasi beton SCC

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Zai, dkk (2014), melakukan penelitian Pengaruh Bahan Tambah Silica

STUDI EKSPERIMEN KUAT TEKAN BETON MENGGUNAKAN SEMEN PPC DENGAN TAMBAHAN SIKAMENT LN

BAB I PENDAHULUAN. macam bangunan konstruksi. Beton memiliki berbagai kelebihan, salah satunya

BAB I PENDAHULUAN. baja sehingga menghasilkan beton yang lebih baik. akan menghasilkan beton jadi yang keropos atau porous, permeabilitas yang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI. Saya menyatakan bahwa tugas akhir yang berjudul Pengaruh Silica Fume

PENGARUH VARIASI PERAWATAN BETON TERHADAP SIFAT MEKANIK HIGH VOLUME FLY ASH CONCRETE UNTUK MEMPRODUKSI BETON KUAT TEKAN NORMAL

STUDI EKSPERIMENTAL PENGARUH BERBAGAI KADAR VISCOCRETE PADA BERBAGAI UMUR KUAT TEKAN BETON MUTU TINGGI f c = 45 MPa

STUDI EKSPERIMENTAL KUAT TEKAN BETON SELF COMPACTING CONCRETE (SCC) DENGAN MENGGUNAKAN MATERIAL PASIR LAUT DAN AIR LAUT.

BAB III LANDASAN TEORI. dengan atau tanpa bahan campuran tambahan (admixture). Beton akan semakin

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI. Yufiter (2012) dalam jurnal yang berjudul substitusi agregat halus beton

PENGARUH PENGGUNAAN ZAT ADDITIVE BESTMITTEL TERHADAP KUAT TEKAN BETON. Oleh : Reni Sulistyawati. Abstraksi

STUDI EKSPERIMEN KUAT TEKAN BETON MENGGUNAKAN SEMEN PPC DENGAN TAMBAHAN GLENIUM

KoNTekS 6 Universitas Trisakti, Jakarta November 2012

PEMAKAIAN VARIASI BAHAN TAMBAH LARUTAN GULA DAN VARIASI ABU ARANG BRIKET PADA KUAT TEKAN BETON MUTU TINGGI

BAB I PENDAHULUAN. beton (concrete). Beton merupakan bahan gabungan dari material-material

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB 4 RANCANG PROPORSI CAMPURAN BETON

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kualitas bahan, cara pengerjaan dan cara perawatannya.

BAB II TEKNOLOGI BAHAN DAN KONSTRUKSI

STUDI PERANCANGAN SELF-COMPACTING CONCRETE

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 4 HASIL DAN ANALISA

PENGARUH TEMPERATUR AIR TERHADAP KUAT TEKAN BETON PADA BETON SCC (SELF COMPACTING CONCRETE) TUGAS AKHIR. Diajukan Untuk Melengkapi Syarat Penyelesaian

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. benda uji, sifat fisik beton SCC meliputi : slump flow test, L-Shape box test, V

Pengaruh Penggunaan Bambu Sebagai Pengganti Agregat Split terhadap Kuat Tekan Beton Ringan

THE INFLUENCE OF INITIAL PRESSURE ON THE CONCRETE COMPRESSIVE STRENGTH. Lina Flaviana Tilik, Maulid M. Iqbal, Rosidawani Firdaus ABSTRACT

PENGARUH VARIASI DIAMETER MAKSIMUM AGREGAT DALAM CAMPURAN TERHADAP KEKUATAN TEKAN BETON

FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS WIRARAJA SUMENEP - MADURA

PENGARUH VARIASI KADAR SUPERPLASTICIZER TERHADAP NILAI SLUMP BETON GEOPOLYMER

STUDI EKSPERIMENTAL PENGARUH PENGGUNAAN STELL FIBER TERHADAP UJI KUAT TEKAN, TARIK BELAH DAN KUAT LENTUR PADA CAMPURAN BETON MUTU f c 25 MPa

BAB I PENDAHULUAN. serta bahan tambahan lain dengan perbandingan tertentu. Campuran bahan-bahan

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. Beton merupakan salah satu bahan material yang selalu hampir digunakan pada

BAB III METODOLOGI DAN PELAKSANAAN PENELITIAN. Persiapan : - Studi literatur - Survey ke Ready Mix CV. Jati Kencana Beton

STUDI EKSPERIMENTAL KUAT TEKAN DAN KANDUNGAN UDARA PADA BETON PRACETAK YANG DIPRODUKSI DENGAN MEJA GETAR

PERUBAHAN KUAT TEKAN SELF COMPACTING CONCRETE

Sifat Beton Segar 1. Kemudahan Pengerjaan ( Workability /Kelecakan) Kompaktibilitas Mobilitas Stabilitas

ANALISA AGREGAT KASAR SEBAGAI VARIABEL BAHAN CAMPURAN BETON MENGGUNAKAN METODE SNI DAN ACI (Studi Kasus Beton Mutu K-300)

LAMPIRAN 1 DATA HASIL PEMERIKSAAN AGREGAT

Pengaruh Variasi Jumlah Semen Dengan Faktor Air Yang Sama Terhadap Kuat Tekan Beton Normal. Oleh: Mulyati, ST., MT*, Aprino Maramis** Abstrak

Jurnal Teknik Sipil No. 1 Vol. 1, Agustus 2014

STUDI EKSPERIMEN KUAT TEKAN BETON NON AGREGAT KASAR SEMEN PCC DENGAN SIKAMENT LN

PENGARUH PENAMBAHAN FLY ASH PADA BETON MUTU TINGGI DENGAN SILICA FUME DAN FILLER PASIR KWARSA

KETAHANAN DI LINGKUNGAN ASAM, KUAT TEKAN DAN PENYUSUTAN BETON DENGAN 100% FLY ASH PADA JANGKA PANJANG

BAB III LANDASAN TEORI

KAJIAN PENGARUH VARIASI PENAMBAHAN BAHAN ACCELERATOR TERHADAP PARAMETER BETON MEMADAT MANDIRI DAN KUAT TEKAN BETON MUTU TINGGI

MIX DESIGN METODE SKSNI MENGGUNAKAN MATERIAL AGREGAT KASAR DAN HALUS DENGAN BERAT JENIS RENDAH

Transkripsi:

Konferensi Nasional Teknik Sipil 4 (KoNTekS 4) Sanur-Bali, 2-3 Juni 2010 HUBUNGAN TEGANGAN REGANGAN BETON MUTU TINGGI DENGAN FLY ASH SEBAGAI BAHAN CEMENTITIOUS DENGAN VARIASI PENGGUNAAN CHEMICAL ADMIXTURE PADA CAMPURAN SELF COMPACTING CONCRETE Akhmad Suryadi 1, Prof. Dr. Ir. Triwulan 2, Dr. Techn. Pujo Aji 3 Mhs. Prog. Doktor (S3) Jurusan Teknik Sipil FTSP ITS Surabaya 2,3 Dosen Jurusan Teknik Sipil FTSP ITS Surabaya 1 suryadi@ce.its.ac.id, 2 triwulan@ce.its.ac.id, 3 pujo@ce.its.ac.id ABSTRAK Penggunaan campuran self compacting concrete (SCC) sudah populer digunakan di negara maju, karena beberapa keuntungan dibandingkan dengan teknologi campuran beton konvensional yang cenderung kaku dan untuk memadatkan digunakan vibrator. Sedangkan campuran SCC dapat mengalir akibat berat sendiri, sehingga dapat masuk ke dalam setiap sudut bekesting tanpa vibrator, permukaan halus tanpa tambahan pekerjaan finishing dan dapat menghilangkan polusi suara yang ditimbulkan oleh penggunaan vibrator. Tujuan penelitian untuk mengetahui proposional penggunaan fly ash (FA) yang ideal pada campuran beton mutu tinggi pada campuran SCC dan mengetahui pengaruh penggunaan beberapa variasi chemical admixture (CA) ditinjau dari hubungan tegangan regangannya. Metode penelitian, yaitu membuat beberapa komposisi campuran beton mutu tinggi dengan penggunaan FA sebagai bahan cementitious pada campuran SCC. Pengujian beton segar, dilakukan dengan 3 (tiga) metode, yaitu : slump flow test, V- funnel test dan L- box shape test. Pengujian beton keras dilakukan terhadap kuat tekan silinder beton dan untuk menentukan hubungan tegangan regangan beton digunakan silinder beton pada umur 28 hari. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dengan tambahan CA tipe A sebesar 1% dari berat cementcementitious merupakan campuran SCC yang memiliki workabilitas yang paling baik dan dengan 15% FA sebagai bahan cementitious merupakan prosentase yang ideal dengan ditunjukkan kuat tekan yang paling tinggi dan hubungan tegangan regangan beton mutu tinggi yang paling baik. Kata Kunci : Self-compacting concrete (SCC), Fly ash (FA), chemical admixture (CA), slump flow test, V-funnel test, L-box shape test 1. PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH SCC merupakan campuran teknologi beton yang baru digunakan di negara-negara maju, seperti Jepang, Eropa dan Amerika Serikat (Ouchi, 2003). SCC, pertama kali dikembangkan dan digunakan di Jepang sejak tahun 1989 (Okamura, 2003), dalam rangka mendapatkan struktur beton yang memiliki durabilitas yang tinggi dan memudahkan untuk menuangkan campuran beton ke setiap sudut cetakan, menghilangkan polusi suara yang ditimbulkan oleh alat penggetar vibrator dan menghasilkan permukaan beton yang halus, tanpa ada tambahan pekerjaan finishing. Penggunaan SCC di negara Jepang ini terus berkembang, hingga tahun 2000 saja penggunaan SCC baik untuk konstruksi precast maupun berupa ready mix (cast-in-place) sudah mencapai 400.000 m 3 (Ouchi, 2003). Ada beberapa kelemahan yang dimiliki oleh campuran beton konvensional yang selama ini kita gunakan dibandingkan dengan campuran SCC. Kelemahan tersebut antara lain : pada teknologi beton konvensional diperlukan alat bantu vibrator untuk memadatkan beton, karena campurannya cenderung kaku dengan tinggi slump antara 5 10 cm, hal ini yang sering kali menimbulkan permasalahan (Okumura Hajime, dkk., 2003). Kerja vibrator untuk pemadatan kurang sempurna karena tidak dapat masuk ke dalam campuran beton sehingga beton tidak dapat dipadatkan dengan baik. Kasus ini terjadi misalnya pada kondisi tulangan yang rapat tidak terjangkau oleh alat vibrator, kondisi konstruksi yang terlalu tinggi/dalam dan tipis seperti pada pekerjaan pengecoran bored pile, pengecoran dinding penahan dan pondasi bawah laut (Oskar Esping, 2007). Selain hal yang disebutkan diatas masih terdapat masalah lain yang terjadi ketika metode konvensional dipakai, diantaranya sistem pengecoran yang menimbulkan suara akibat vibrator sering membuat lingkungan sekitar terganggu, diperlukan banyak tenaga manusia (khususnya saat pengecoran pelat lantai di lapangan), yang dapat merubah posisi tulangan akibat terinjakinjak oleh pekerja (Ouchi Masahiro, 2003), permukaan beton yang dihasilkan kasar, sehingga diperlukan pekerjaan tambahan untuk finishing permukaan beton supaya lebih halus. Teknologi beton yang baru adalah campuran SCC dapat mengatasi permasalahan yang ada pada beton konvensional Universitas Udayana Universitas Pelita Harapan Jakarta Universitas Atma Jaya Yogyakarta S - 59

Akhmad Suryadi, Prof. Dr. Ir. Triwulan, dan Dr. Techn. Pujo Aji (Okumura Hajime, dkk., 2003). SCC yaitu beton yang dapat mengalir akibat berat sendiri, sehingga campuran beton SCC dapat masuk ke dalam setiap sudut bekesting, tanpa menggunakan alat penggetar vibrator, tidak memerlukan banyak tenaga manusia, memiliki permukaan yang halus (Oskar Esping, 2007). Sehingga beton dapat padat dengan sendirinya sekalipun harus melalui tulangan yang rapat atau posisi penulangan yang sulit. Bebas dari polusi suara yang ditimbulkan oleh vibrator. Jumlah tenaga kerja sedikit, sehingga teknologi SCC dapat mengefisienkan biaya sebesar 7.5% dibandingkan dengan teknologi beton konvensional (Ouchi 2003). Penggunaan teknologi SCC di Indonesia belum banyak digunakan dan diketahui oleh para pelaksana industri konstruksi. Sekalipun ada penggunaan SCC di Indonesia, tapi dalam jumlah yang relatif sangat sedikit dan SCC hanya digunakan pada elemen-elemen konstruksi tertentu saja, seperti pada pembangunan jembatan Suramadu, teknologi SCC digunakan pada bagian pondasi saja, sedang pada bagian jembatan utamanya masih menggunakan teknologi beton konvensional. Pembesaran kolom pada konstruksi mal Citra Land di Surabaya juga menggunakan campuran SCC, karena kalau menggunakan campuran beton konvensional tidak mungkin dapat menggunakan vibrator karena posisi yang sangat sempit untuk dimasuki alat vibrator. Ada beberapa penyebab, mengapa penggunaan SCC di Indonesia belum populer. Pertama, karena belum adanya sosialisasi dari pemerintah atau pihak yang berwenang kepada pihak pelaksana industri konstruksi baik berupa regulasi atau peraturan yang baku tentang penggunaan SCC. Kedua, belum banyaknya penelitian dan pengembangan yang inten tentang SCC, sehingga dapat memberikan masukkan kepada pemerintah atau pihak yang berwenang tentang kemudahan, keuntungan dan keunggulan penggunaan campuran SCC dalam industri konstruksi. 1.2 RUMUSAN MASALAH Detail permasalahan, antara lain : 1. Bagaimana mempelajari dan memperoleh komposisi ideal dengan tambahan fly ash sebagai bahan cementitious pada campuran SCC terhadap kuat tekan beton mutu tinggi pada umur 28 hari?. 2. Bagaimana mempelajari dan memperoleh prosentase chemical axmixture (CA) yang ideal dari masingmasing tipe CA pada campuran SCC terhadap kuat tekan beton mutu tinggi pada umur 28 hari?. 3. Bagaimana mempelajari dan memperoleh hubungan tegangan regangan beton mutu tinggi pada campuran SCC pada umur 28 hari?. 1.3 TUJUAN PENELITIAN Detail tujuan penelitian ini, antara lain : 1. Mempelajari dan memperoleh komposisi ideal dengan tambahan fly ash sebagai bahan cementitious pada campuran SCC terhadap kuat tekan beton mutu tinggi pada umur 28 hari?. 2. Mempelajari dan memperoleh prosentase chemical axmixture (CA) yang ideal dari masing-masing tipe CA pada campuran SCC terhadap kuat tekan beton mutu tinggi pada umur 28 hari?. 3. Mempelajari dan memperoleh hubungan tegangan regangan beton mutu tinggi pada campuran SCC pada umur 28 hari?. 1.4 KONSTRIBUSI PENELITIAN Kontribusi yang dapat diperoleh dari hasil penelitian ini sebagai berikut : 1. Dapat memberikan sumbangsih pemikiran dan data kepada pengguna, peneliti, dan pemerintah tentang campuran beton, khususnya campuran SCC. 2. Dapat memberikan sumbangan pemikiran kepada pengguna dan pemerintah tentang perkembangan dan penggunaan beton SCC di lapangan, sehingga ke depan pemerintah bersama-sama pihak terkait dapat mempersiapkan dan menerbitkan peraturan tentang beton SCC di Indonesia. 3. Dapat digunakan sebagai referensi bagi peneliti untuk menindaklanjuti penelitian tentang beton SCC secara lebih mendalam. 4. Dapat digunakan sebagai data bagi pemerintah untuk dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam mempersiapkan dan menyusun buku peraturan tentang beton SCC di Indonesia. 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 KRITERIA MIX DESAIN SCC Seperti halnya beton pada umumnya, job mix formula SCC sangat tergantung pada karakteristik material (semen, pasir, kerikil, air dan admixture) yang akan digunakan. Mix Desain SCC harus memenuhi tiga kriteria kunci (Ouchi dkk, 2003) sebagai berikut: 1. Mempunyai kemampuan untuk mengalir dan mengisi semua ruang bekesting secara baik karena berat sendiri campuran SCC. 2. Mempunyai kemampuan untuk mengalir dan melalui tulangan yang rapat karena berat sendirinya. 3. Campuran SCC mempunyai ketahanan tinggi terhadap segregasi agregat. S - 60 Universitas Udayana Universitas Pelita Harapan Jakarta Universitas Atma Jaya Yogyakarta

Hubungan Tegangan Regangan Beton Mutu Tinggi Dengan Fly Ash Sebagai Bahan Cementitious Dengan Variasi Penggunaan Chemical Admixture Pada Campuran Self Compacting Concrete Dalam merancang campuran beton SCC ada beberapa hal yang harus diperhatikan. 1. Penggunaan tipe bahan cementitious (powder type) yang akan digunakan dalam campuran SCC, seperti silica fume, fly ash atau copper slag. 2. Kedua adalah pemilihan dan penggunaan bahan aditif ( Viscosity-modifying admixture) yang tepat dalam campuran SCC baik tipe maupun jumlah yang akan digunakan. Ketiga adalah kombinasi dari kedua unsur diatas (Frontera, 2007). 3. Hindari penggunaan agregat kasar yang mempunyai bentuk tak beraturan (misalkan berbentuk pipih). Disarankan gunakan bentuk agregat kasar yang bulat atau mendekati bulat, karena akan memudahkan campuran SCC dapat mengalir dengan baik akibat berat sendiri campurannya. 4. Gunakan ukuran agregat kasar melebihi 25 mm. Disarankan ukuran agregat kasar yang baik untuk campuran SCC antara 10 mm 15 mm (efca, 2005) 5. Jumlah agregat kasar yang digunakan adalah 50% dari volume solid campuran beton SCC. 6. Volume agregat halus ditetapkan hanya 40% dari total volume mortar. 7. Gunakan bahan mineral additive seperti fly ash sebagai bahan cementitious dan cheical admixture untuk menjaga workability campuran SCC segar. 8. Menggunakan agregat yang keras, padat dan tidak berpori. Butiran agregat kasar harus bersifat kekal, artinya tidak pecah atau hancur akibat cuaca, seperti terik matahari dan hujan. Belum adanya standard khusus formulasi mix design dari campuran SCC, banyak perusahaan ready-mixed, precast, institusi, akademisi dan kontraktor yang membuat mix design campuran beton SCC sendiri (European Guide for SCC, 2005). Ini menunjukkan, bahwa dalam merancang campuran beton SCC antara satu dengan lainnya dapat berbeda, sangat tergantung dari beberapa hal, seperti : kondisi konstruksi, kualitas, posisi elemen struktur, kondisi lapangan, dlsb. Pada dasarnya material yang digunakan dalam campuran SCC meliputi : semen, agregat, air, bahan tambahan, dan admixture (ASTM C 33, 2003). 2.2 Pengaruh Penggunaan Admixture Kimia Penggunaan admixture kimia dalam campuran beton dapat dilakukan sesuai dengan kebutuhan, seperti penggunaan bahan kimia superplatisizer, retarder atau accelerator dapat memberikan pengaruh pada perilaku beton segar, antara lain workabilitas beton, waktu setting, dan susut beton. Penggunaan chemical admixture (CA) superplastisizer dapat meningkatkan workabilitas beton segar, CA retarder akan memperlambat waktu setting awal dan akhir, dan sebaliknya penggunaan CA accelerator akan mempercepat waktu setting awal maupun waktu setting akhir. Dibandingkan dengan susut termal dan susut akibat penguapan nilai susut sendiri relatif kecil, sehingga secara historis susut diri sendiri ini kurang mendapat perhatian dari para peneliti (Jensen O.M., dkk., 2001). Akan tetapi, saat ini banyak campuran beton yang nilai susut diri sendiri harus diperhitungkan, karena beton menggunakan CA, nilai rasio fas yang rendah, penggunaan bahan cementitious yang tinggi dan penggunaan material sebagai filler (untuk beton mutu tinggi dan SCC). Susut diri sendiri mungkin dapat ditentukan sebagai susut eksternal tanpa kekangan (Jensen O.M., 2005) atau dengan kata lain dapat dikatakan, bahwa : 1. Tidak ada gaya luar atau kekangan yang bekerja pada material. 2. Tidak ada perubahan bentuk di sekeliling material. 3. Tidak terjadi perubahan temperature. Belum ada persetujuan umum tentang susut diri sendiri harus sama dengan periode perkerasan beton hingga penuh sejak mulai air ditambahkan dalam campuran (Tazava E.I., dkk., 1997) atau harus sama dengan periode bentuk padat mulai waktu dimana seting awal atau akhir sudah terbentuk. Perkembangan terakhir bahwa poin seting dimulai sebagai waktu nol (t 0 ) (Hammer T.A., dkk., 2006). Akan tetapi, pada poin tidak dapat diamati dengan baik secara fisik tetapi hanya bentuk transformasi menerus dari bentuk caik menjadi bentuk padat (Jensen O.M., 2005), dan nilai susut tertinggi pada saat campuran beton mencapai umur diatas 12 jam (Hammer T.A.,1999). Lebih lanjut, susut diri sendiri mengaju pada kondisi normal (tanpa tambahan tegangan, tertutup dan isotermal), dan tidak mengaju pada system yang telah diatur kondisinya (Jensen O.M., 2005). Dalam beberapa literature dilaporkan bahwa besaran susut diri sendiri sangat variatif, tergantung dari kesulitan interpretasi, perbedaan teknik pengambilan data (Lura P., 2003). Ada sejumlah faktor yang dapat memberikan pengaruh pada nilai susut diri sendiri. Meningkatnya susut kimiawi diharapkan tidak meningkatkan nilai susut diri sendiri, sepanjang dapat memperpendek waktu seting dan atau dapat meningkatkan kekuatan kekangan struktur, sebagai contoh : pengaruh dari kehalusan semen, kandungan C 3 A dan C 3 AF, dan temperatur tidak memberikan kontribusi pada nilai susut diri sendiri. Informasi tambahan tentang susut kimiawi, susut diri sendiri akan dipengaruhi oleh regangan internal dari agregat. Tetapi ketika kecepatan susut kimiawi tinggi, maka juga terjadi pada susut diri sendiri khususnya saat campuran masih umur awal. Susut diri sendiri cenderung naik akibat faktor-faktor sebagai berikut (Neville A.M., 2000) : 1. Tingginya kandungan halus. Universitas Udayana Universitas Pelita Harapan Jakarta Universitas Atma Jaya Yogyakarta S - 61

Akhmad Suryadi, Prof. Dr. Ir. Triwulan, dan Dr. Techn. Pujo Aji 2. Nilai fas rendah. 3. Penggunaan agregat rendah 4. Tambahan silica fume, fly ash, dll. 5. Adanya penggunaan admixture kimiawi. Susut diri sendiri dapat dikurangi dengan tambahan akselerator, admixture yang dapat mengurangi susut, atau perawatan internal (seperti : penggunaan polimer, agregat jenuh). Pengaruh pada susut atau susut sendiri dalam beberapa perancangan mix design dapat dilihat pada gambar 2.1. Gambar 2.1 : Pengukuran nilai susut SCC dan pengaruh (a) fas, (b) silica, (c) kandungan agregat kasar terhadap total agregat, (d) dosis super plasticizer, (e) admixture pengurang susut, (f) accelerator & retarder (Neville A.M., 2000) 2.3 PENGUJIAN BETON SEGAR SCC Untuk pengujian beton harus dilakukan dua tahap, yaitu saat beton masih segar dan setelah beton mengeras. Untuk pengujian beton yang sudah mengeras pada prinsipnya tidak ada perbedaan yang mendasar, yaitu uji tekan, uji tarik (belah), uji lentur, uji geser, dlsb. Akan tetapi untuk pengujian beton segar sangat berbeda metode yang dilakukan antara teknologi SCC dan teknologi konvensional. Metode pengujian untuk SCC yang masih segar, meliputi : Slump Flow Test (The European Guidelines, 2005) Gambar 2.2 : Slump Flow Test (Efca, 2005) Slump Flow Test : untuk mengevaluasi flowability dari SCC yang menunjukkan kemampuan SCC dalam mengisi setiap rongga pada bekesting, sedangkan T 500 tes adalah kecepatan mengalir dari SCC untuk mencapai diameter 500 mm. S - 62 Universitas Udayana Universitas Pelita Harapan Jakarta Universitas Atma Jaya Yogyakarta

Hubungan Tegangan Regangan Beton Mutu Tinggi Dengan Fly Ash Sebagai Bahan Cementitious Dengan Variasi Penggunaan Chemical Admixture Pada Campuran Self Compacting Concrete V-Funnel Test (The European Guidelines, 2005), untuk mengevaluasi segregation resistance dari SCC Gambar 2.3 : Sket Gambar Alat V-Funnel Test (Efca, 2005) L-Shape Box (The European Guidelines, 2005) L-Shape untuk mengevaluasi flowability SCC melalui rintangan pada campuran SCC yang mempunyai agregat kasar 25 mm. Gambar 2.4 : Sket Gambar Alat L-Box (Efca, 2005) 2.4 PENGUJIAN BETON KERAS Untuk pengujian beton keras pada teknonogi SCC tidak ada perbedaan secara prinsip dengan pengujian pada beton keras konvensional, yaitu sebelum pengujian kuat tekan dilakukan, silinder beton di-capping terlebih dahulu untuk memperoleh permukaan yang rata dan baik. Benda uji silinder dibebani tekan uniaxial hingga benda uji hancur (failure) dengan kecepatan pembebanan (loading rate) antara 0.14 sampai 0.34 MPa/detik. Pengujian kuat tekan ini dilakukan pada umur 7, 14, 21 dan 28 hari. Metode pelaksanaan pengujian mengikuti standard ASTM C93. 3. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 PROSEDUR PENELITIAN Prosedur penelitian dirancang dan diorganisasikan dalam beberapa tahapan, antara lain : 1. Tahap Persiapan, meliputi : a. Pengambilan material. b. Persiapan material lain dan alat. 2. Tahap Pengujian Material, meliputi : a. Agregate Halus (Pasir), meliputi : Uji Specific Gravity, Absorbtion, Unit Weigth, Soil Content, Fineness Modulus, Organic Impurity, Soundness. b. Agregate Kasar (Kerikil), meliputi : Uji Specific Gravity, Absorbtion, Unit Weigth, Soil Content, Fineness Modulus, Organic Impurity, Soundness, dan Gradasi. c. Semen, meliputi : Uji Berat Jenis, Konsistensi Normal, Setting time. d. Air yang digunakan adalah air yang layak diminum. 3. Tahap Pengujian Pasta dengan tambahan fly ash 0, 5, 10, 15, 20, 25, dan 30% sebagai cementitious, meliputi : Universitas Udayana Universitas Pelita Harapan Jakarta Universitas Atma Jaya Yogyakarta S - 63

Akhmad Suryadi, Prof. Dr. Ir. Triwulan, dan Dr. Techn. Pujo Aji a. Konsistensi Normal b. Porositas c. Waktu Ikat (Setting Time) d. Kuat Tekan (Compressive Strength) 4. Tahap Pengujian Mortar dengan tambahan fly ash 0, 5, 10, 15, 20, 25, dan 30% sebagai cementitious meliputi : a. Konsistensi b. Setting time c. Kuat Tekan (Compressive Strength) 5. Tahap Mix Desain, secara garis besar meliputi : a. Penentuan parameter pekerjaan, sifat agregat, ukuran maksimum agregat, jumlah Fly ash sebagai bahan cementitious, Faktor Air Semen (fas), chemical admixture (tipe A, B, dan C) b. Perhitungan berat di batching plant. c. Penyesuaian ke berat total berdasarkan percobaan campuran yang telah dibuat. 6. Tahap Pengujian Beton Segar, meliputi : a. Pengujian Slump Flow, untuk mengevaluasi flowability dari SCC. b. Pengujian V-Funnel, untuk mengevaluasi segregation resistance dari SCC. c. Pengujian L-Shaped Box, untuk mengevaluasi flowability SCC melalui rintangan untuk SCC dengan agregat kasar 25 mm. d. Pengujian Temperatur 7. Tahap Pengujian Beton Keras, meliputi : Kuat tekan pada umur sampel silinder 7, 14, 21, 28 hari. Kuat tekan dan regangan pada umur sampel silinder 28 hari. 3.2 PENGUJIAN BETON SEGAR SCC Untuk pengujian beton segar dalam campuran SCC secara umum ada 3 (tiga) macam pengujian : 1. Slump flow test : untuk menentukan filling ability (kemampuan campuran beton untuk dapat mengisi setiap ruang begesting) pada campuran beton SCC. 2. L- box test : untuk pengujian Passing Ability (kemampuan campuran beton untuk dapat melewati jarak antar tulangan) pada campuran beton SCC. 3. V-Funnel test : untuk pengujian Segregation Resistence (kepastian tidak terjadinya segregasi campuran beton) pada campuran beton SCC. Tahapan Uji Slump Flow (Efca, 2005) dapat dijabarkan sebagai berikut : 1. Letakkan alas secara mendatar (pakai waterpass). 2. Tandai meja dengan jarak diameter 500 mm. 3. Basahi alas dengan sedikit air (tidak terlalu basah). 4. Letakkan slump cone tepat ditengah-tengah alas. 5. Isi slump cone dengan campuran SCC segar (tekan slump cone kebawah). 6. Angkat slump cone keatas secara vertical, mulai mencatat waktu saat pertama kali slump cone diangkat. 7. Catat waktu yang dicapai, saat diameter campuran SCC segar mencapai 500 mm (T 500 ) 8. Ketika campuran SCC segar berhenti mengalir, catat ukuran diameter akhir (D final ). Tahapan Uji V-Funnel Test (Efca, 2005) dapat dijabarkan sebagai berikut : 1. Letakkan alat V-funnel sedemikian rupa, sehingga ada ruang untuk membuka tutup yang ada dibawah 2. Olesi bagian dalam V-funnel dengan oli secukupnya. 3. Tutup pintu V-funnel bagian bawah. 4. Isikan dari atas campuran beton SCC segar kedalam V-funnel. 5. Biarkan campuran SCC segar dalam V-funnel selama 1 (satu) menit. 6. Buka pintu bagian bawah V-funnel, jangan untuk mencatat waktu saat pertama membuka pintu V-funnel. 7. Catat waktu yang dibutuhkan campuran SCC segar untuk keluar (waktu mengalir). Tahapan Uji L-Shape Box Test (Efca, 2005) dapat dijabarkan sebagai berikut : 1. Letakkan L-Box pada posisi horizontal (cek dengan water pass). 2. Tutup pintu antara bagian vertical dan horizontal, kalau sudah penuh biarkan selama 60 detik ± 10 detik. 3. Tuangkan campuran SCC kedalam L-Box 4. Catat bila terjadi segregasi. 5. Buka pintu (tarik keatas) dan campuran SCC akan mengalir ke bagian box yang horizontal. 6. Saat campuran SCC mengalir kearah horizontal, ukur ketinggian horizontal beton terhadap bagian horizontal (H1) dan ketinggian permukaan SCC pada bagian horizontal terhadap dasar L-Box (H2). 7. Hitung nilai PA (Passing Ability) dengan formula : PA = H2/H1, dari beberapa hasil penelitian. 8. S - 64 Universitas Udayana Universitas Pelita Harapan Jakarta Universitas Atma Jaya Yogyakarta

Hubungan Tegangan Regangan Beton Mutu Tinggi Dengan Fly Ash Sebagai Bahan Cementitious Dengan Variasi Penggunaan Chemical Admixture Pada Campuran Self Compacting Concrete 3.3 PENGUJIAN BETON KERAS Untuk pengujian beton keras meliputi : pengujian kuat tekan silinder beton pada umur 7, 14, 21, 28 hari dan pengujian tegangan regangan beton SCC pada umur 28 hari. 4. PEMBAHASAN 4.1. KOMPOSISI MATERIAL BETON Dari hasil beberapa pengujian diperoleh komposisi ideal pada tabel 4.1. dan spesifikasi CA yang digaunakan dalam campuran SCC pada tabel 4.2. Tabel 4.1 : Komposisi material beton Mutu beton (kg/m 2 ) : K 500 (50 Mpa) Slump Flow Tes (cm) : Flowing 70 Max. ukuran agregat (mm) : 12,5 faktor air semen (fas) : 0,35 semen (kg/m 3 ) : 500-250 fly ash (0% - 50% terhdp Cementious) (kg/m 3 ) : 0-250 air (liter/m 3 ) : 175 agg. kasar (kg/m 3 ) : 900 agg. halus (kg/m 3 ) : 880 Superplasticizer tipe A, B, dan C (liter/m 3 ) : 2,5 3,0 Tabel 4.2: Spesifikasi Chemical Admixture (CA) No. Tipe I Tipe II Tipe III 1. Super plastisator. Untuk Super plastisator. Untuk campuran Super plastisator. Untuk campuran SCC SCC campuran SCC 2. Menghasilkan beton yang Menghasilkan kuat tekan awal yang Menghasilkan kuat tekan awal cair, menalir, kohesif, self tinggi, dapat mengurangi susut dan yang tinggi, dapat mengurangi compacted. Mutu sangat retak beton & dapat meningkatkan segregasi, tinggi dengan pengurangan air durabilitas. 40% 3. Dosis : 0,4 1,5% berat semen atau 200 750 cc per 50 kg semen 4. Cara penggunaan : dicampur di bactching plant sebelum penambahan air yang terakhir atau dicampur langsung pada adukan beton di lapangan Dosis : 0,5 3 liter per 100 kg semen (material cementitious) Cara penggunaan : CA dicampur dengan air dulu baru dimasukkan dalam campuran beton atau langsung dicampurkan pada molen maximum 5 menit sebelum pengecoran Dosis : 0,5 1 liter per 100 kg material cementitious Cara penggunaan : CA dimasukkan setelah semua meterial beton di dalam molen 4.2 KUAT TEKAN BETON Setelah melalui pengujian laboratorium dengan komposisi FA sebagai bahan cementitious 0, 5, 10, 15, 20, 25, dan 30% dapat dilihat pada gambar 4.1. hingga 4.3. Universitas Udayana Universitas Pelita Harapan Jakarta Universitas Atma Jaya Yogyakarta S - 65

Akhmad Suryadi, Prof. Dr. Ir. Triwulan, dan Dr. Techn. Pujo Aji Gambar 4.1 : Hubungan Kuat Tekan & Umur dengan CA tipe I Gambar 4.2 : Hubungan Kuat Tekan & Umur dengan CA tipe II S - 66 Universitas Udayana Universitas Pelita Harapan Jakarta Universitas Atma Jaya Yogyakarta

Hubungan Tegangan Regangan Beton Mutu Tinggi Dengan Fly Ash Sebagai Bahan Cementitious Dengan Variasi Penggunaan Chemical Admixture Pada Campuran Self Compacting Concrete Gambar 4.3 : Hubungan Kuat Tekan & Umur dengan CA tipe III Nampak pada gambar 4.1 sampai dengan 4.3, bahwa dengan bertambahnya FA sebagai bahan cementitious dapat mempengaruhi kuat tekan beton. Dengan tambahan FA pada subsitusi semen untuk umur awal, sebelum 28 hari tidak memberikan tambahan kontribusi kuat tekan silinder beton, tapi setelah umur 28 hari, kontribusi FA mulai nampak dan kecenderungan selalu meningkat pada umur setelah 28 hari. Nampak juga pada gambar 4.1 sampai dengan 4.3, bahwa dengan variasi tipe CA, hanya terdapat sedikit perbedaan kontribusi terhadap kekuatan tekan silinder beton antar tipe CA. Dari hasil penelitian ini, maka nilai 15% FA sebagai bahan cementitious dapat memberikan peningkatan pada kuat tekan beton mutu tinggi dan penggunaan CA tipe I lebih baik sedikit dibandingkan dengan tipe CA yang lainnya. 4.3 HUBUNGAN TEGANGAN REGANGAN Sama halnya dengan analisa pada kekuatan tekan beton, maka pada hubungan tegangan regangan beton mutu tinggi ini ditinjau pada komposisi FA sebagai bahan cementitious 0, 5, 10, 15, 20, 25, dan 30%. Pada gambar 4.4 nampak bahwa hubungan tegangan regangan yang baik terjadi pada kompoisisi campuran SCC dengan 15% FA sebagai bahan cementitious. Gambar 4.3 : Hubungan Hubungan Tegangan Regangan Beton Universitas Udayana Universitas Pelita Harapan Jakarta Universitas Atma Jaya Yogyakarta S - 67

Akhmad Suryadi, Prof. Dr. Ir. Triwulan, dan Dr. Techn. Pujo Aji 5. KESIMPULAN 1. Dengan subsitusi 15% FA dapat memberikan konstribusi pada kuat tekan beton mutu tinggi pada umur 28 hari. 2. Dengan subsitusi 15% FA dapat memberikan konstribusi pada hubungan tegangan regangan beton mutu tinggi pada umur 28 hari. DAFTAR PUSTAKA 1. ASTM C 39, 1997, Standard Test Method for Compressive Strength Measurement in Concrete. Philadelphia: American Society for Testing and Materials 2. Ouchi Masahiro, 2003, Aplication of Self-Compacting Concrete in Japan, Europe, and The United State, International Seminar High Performance Concrete. 3. Okumura Hajime and Ouchi Masahiro, 2003, Self-Compacting Concrete, Journal of Advance Technology, Vol 1, No. 1, pages 5 15. 4. Efca, 2005, The European Guidelines for Self-Compacting Concrete Spesification, Product 5. Frontera, F., Baldino C.N., Gabriele D. and Candamano S., 2007, Properties of SCC Using a Fine Synthetic Zeolite, 5th International RILEM Symposium on SCC, Ghent, Belgium, pages : 863 868. 6. Gurjar H. Asrok, 2004, Mix Design and Testing of Self-Consolidating Concrete Using Florida Materials, Embry-Riddle Aeronautical University, Florida. 7. Koehler P. Eric, Fowler W. David, 2007, Summary of Concrete WorkabilityTest Methods, Interna-tional Center for Aggregate Reseach (Icar), Austin. 8. Esping O, 2004, Rheology of cementitious materials: effects of geometrical properties of filler and fine aggregate, Chalmers University of Technology, Göteborg, Sweden 9. Esping O, 2007, Early Age Properties of Self-Compacting Concrete, Chalmers University of Technology, Göteborg, Sweden. 10. ASTM C 33, 2003, Standard Specification for Concrete Aggregate. American Society for Testing and Materials, Philadelphia 11. ASTM C 127, 2004, Standard Test Method for Density, Specific Gravity and Absorption of Coarse Aggregate. American Society for Testing and Materials, Philadelphia 12. ACI 211.1-91, 1994, Standard Practice for Selecting Proportions for Normal, Heavyweight, and Mass Concrete, in ACI Manual of Concrete Practice, Part 1: Materials and General Properties of Concrete. Detroit, Michigan: ACI 13. Hammer T.A.,1999, Early age chemical shrinkage and autogenous deformation of cement paste, Proceedings of the International Seminar on Self-desiccation and its importance in concrete technology, pp. 27-33, Lund. S - 68 Universitas Udayana Universitas Pelita Harapan Jakarta Universitas Atma Jaya Yogyakarta