BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan bermasyarakat, kebudayaan pada umumnya tumbuh dan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB VI PENUTUP. jelaskan pada bab sebelumnya, dapat peneliti simpulkan persepsi. masyarakat Desa Noenoni mengenai tradisi sifon dalam beberapa bagian

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki banyak suku, etnis dan budaya. Salah satunya adalah suku

BAB I PENDAHULUAN. Budaya berkenaan dengan cara manusia hidup. Manusia belajar berpikir,

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Manusia adalah makhluk sosial juga makhluk budaya. Sebagai makhluk

BAB I PENDAHULUAN. memiliki adat istiadat (kebiasaan hidup) dan kebudayaan masing-masing,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pernikahan adalah salah satu peristiwa penting yang terjadi dalam

PERSEPSI MASYARAKAT MENGENAI TRADISI SIFON

BAB I PENDAHULUAN. mengganggu kegiatan sehari-hari. Kesehatan telah menjadi suatu kajian ilmu

Pendidikan pada hakekatnya merupakan proses pembudayaan dan pemberdayaan

I.PENDAHULUAN. kebiasaan-kebiasaan tersebut adalah berupa folklor yang hidup dalam masyarakat.

I. PENDAHULUAN. Secara umum, kebudayaan memiliki tiga wujud, yakni kebudayaan secara ideal

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang multi culture yang berarti didalamnya

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat adalah orang yang hidup bersama yang menghasilkan kebudayaan. Dengan demikian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB II URAIAN TEORITIS KEPARIWISATAAN. suci. Ritual menciptakan dan memelihara mitos, adat, sosial, dan agama, ritual

BAB I PENDAHULUAN. [Type text]

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat yang majemuk, yang

2015 PEWARISAN NILAI-NILAI BUDAYA SUNDA PADA UPACARA ADAT NYANGKU DI KECAMATAN PANJALU KABUPATEN CIAMIS

BAB I PENDAHULUAN. hal yang tercakup seperti adat serta upacara tradisional. Negara Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa sansekerta yaitu buddhayah, yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Di Indonesia sangat kaya akan berbagai macam budaya baik itu bahasa,

BAB I PENDAHULUAN. kebudayaan antara suku bangsa, yang harus saling menghargai nilai nilai

Bab I PENDAHULUAN. sesamanya. Hubungan sosial di antara manusia membentuk suatu pola kehidupan tertentu yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat majemuk yang memiliki

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. budaya sebagai warisan dari nenek moyang. Sebagaimana disebutkan dalam pasal

2015 KAJIAN NILAI-NILAI BUDAYA UPACARA ADAT NYANGKU DALAM KEHIDUPAN DI ERA MODERNISASI

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Setiap manusia hidup dalam suatu lingkaran sosial budaya tertentu.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENELITIAN YANG RELEVAN

BAB I PENDAHULUAN. sepenuhnya mampu mengatasi setiap masalah kesehatan, terlebih dengan. semakin beranekaragamnya penyakit dan faktor-faktor yang

BAB I PENDAHULUAN. ada disekitarnya. Demikian halnya dengan nenek moyang kita yang telah

BAB I PENDAHULUAN. menjadi kebanggaan dan nilai tersendiri bagi kelompok sukunya. Setiap suku

BAB I PENDAHULUAN. yang terdapat pada tujuh unsur kebudayaan universal. Salah satu hal yang dialami

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Konteks Masalah

I. PENDAHULUAN. Wilayah tanah air Indonesia terdiri dari ribuan pulau dan dihuni oleh berbagai

BAB I PENDAHULAUAN. budaya yang mewarnai kehidupan bangsa ini. Dalam mengembangkan kebudayaan di

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. tergantung pada konteks dan situasi. Untuk memahami makna dari

BAB I PENDAHULUAN. Setiap lingkungan budaya senantiasa memberlakukan nilai-nilai sosial budaya yang

BAB I PENDAHULUAN. khas dan beragam yang sering disebut dengan local culture (kebudayaan lokal)

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. bangsa ada di dalamnya dengan latar belakang kebudayaan yang berbeda-beda.

BAB I PENDAHULUAN. setiap etnis menebar diseluruh pelosok Negeri. Masing masing etnis tersebut

B. Rumusan Masalah C. Kerangka Teori 1. Pengertian Pernikahan

BAB I PENDAHULUAN. majemuk. Sebagai masyarakat majemuk (plural society) yang terdiri dari aneka

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. untuk menunjukkan tingkat peradaban masyarakat itu sendiri. Semakin maju dan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan bangsa yang majemuk, dimana banyak memiliki

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sejarah kehidupan manusia, kebudayaan selalu ada sebagai upaya dan

I. PENDAHULUAN. suku bangsa yang secara bersama-sama mewujudkan diri sebagai

BAB I PENDAHULUAN. bahu-membahu untuk mencapai tujuan yang diinginkan dalam hidupnya.

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan salah satu sunnatullah yang berlaku untuk semua

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia sebagai salah satu negara yang sangat luas dan memiliki

BAB I PENDAHULUAN. sendiri, tetapi belakangan ini budaya Indonesia semakin menurun dari sosialisasi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. pengaturan-nya. Namun berbeda dengan mahluk Tuhan lainnya, demi menjaga

BAB I PENDAHULUAN. keberlangsungan hidup manusia. Disamping kebutuhan-kebutuhan lainnya seperti

BAB I PENDAHULUAN. yang berarti bahwa manusia saling membutuhkan satu sama lain dan hidup

BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG LOKASI PENELITIAN. Desa Pagaran Dolok merupakan salah satu desa dari Kecamatan Hutaraja

BAB I PENDAHULUAN. beberapa aspek yang perlu untuk diperhatikan baik itu oleh masyarakat sendiri

BAB I PENDAHULUAN. negara ikut serta dalam memajukan kebudayaan nasional Indonesia dan

BAB I PENDAHULUAN. Islam adalah agama rahmatan lil alamin.ajarannya diperuntukkan bagi umat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang beranekaragam. Menurut Sujarwa (1998:10-11), kebudayaan adalah seluruh

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat yang majemuk yang. terdiri dari ribuan pulau-pulau dimana masing-masing penduduk dan suku

BAB I PENDAHULUAN. sebuah kelompok orang, dan diwariskan dari generasi ke generasi. 1 Dalam kaitannya

BAB I PENDAHULUAN. hak dan kewajiban yang baru atau ketika individu telah menikah, status yang

BAB 1 PENDAHULUAN. sakral, sebuah pernikahan dapat menghalalkan hubungan antara pria dan wanita.

BAB I PENDAHULUAN. universal artinya dapat di temukan pada setiap kebudayaan. Menurut

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang sangat kompleks. Didalamnya berisi struktur-struktur yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. budaya sebagai warisan dari nenek moyang. Sebagaimana disebutkan dalam pasal

BAB I PENDAHULUAN. di tunda-tunda. Kesehatan memiliki peran penting dalam mempengaruhi derajat

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. sampai merauke, menyebabkan Indonesia memiliki banyak pulau. dijadikan modal bagi pengembang budaya secara keseluruhan.

I. PENDAHULUAN. keberuntungan tersendiri bagi masyarakat lokalnya. Tanah yang subur

BAB I PENDAHULUAN. Tujuh unsur kebudayaan universal juga dilestarikan di dalam kegiatan suatu suku

BAB I PENDAHULUAN. Bangsa Indonesia adalah bangsa yang memiliki kekayaan budaya dan

BAB I PENDAHULUAN. hayati sebagai sumber bahan pangan dan obat-obatan (Kinho et al., 2011, h. 1).

BAB I PENDAHULUAN. Simalungun, Batak Pakpak, Batak Toba, Batak Angkola, dan Mandailing. Di. dengan cara mempelajarinya. (Koentjaraningrat, 1990:180)

BAB I PENDAHULUAN. secara sadar dengan tujuan untuk menyampaikan ide, pesan, maksud,

NASKAH PUBLIKASI Untuk memenuhi sebagian persyaratan guna mencapai derajat Sarjana S-1 Program Studi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan

BAB I PENDAHULUAN. dulu mereka telah memiliki budaya. Budaya dalam hal ini memiliki arti bahwa

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. bahasa (Syafik, 2013). Keanekaragaman budaya, adat istiadat, suku dan bahasa

BAB I PENDAHULUAN. pulau dan bersifat majemuk. Kemajemukan itu berupa keanekaragaman ras,

BENTUK DAN NILAI PENDIDIKAN DALAM TRADISI GUYUBAN BAGI KEHIDUPAN MASYARAKAT DESA PASIR AYAH KEBUMEN

BAB I PENDAHULUAN. dan budaya. Indonesia memiliki beragam budaya dan tradisi yang masih

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Setiap masyarakat atau suku bangsa pada umumnya memiliki berbagai

BAB I PENDAHULUAN. Kalimantan, sebagaimana dengan wilayah Indonesia lainnya yang kaya akan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kebudayaan merupakan kompleks yang mencakup pengetahuan,

BAB I PENDAHULUAN. hubungan biologis antara laki-laki dan perempuan untuk meneruskan keturunan. Hal

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Konteks Masalah

BAB IV MAKNA PELAKSANAAN UPACARA ADAT ALAWAU AMANO BAGI KEHIDUPAN ORANG NOLLOTH. A. Mendiskripsikan Upacara Adat Kematian Alawau Amano

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. Banyak istilah yang diberikan untuk menunjukan bahwa bangsa Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. pedoman hidup sehari-hari. Keberagaman tersebut memiliki ciri khas yang

BAB I PENDAHULUAN. Provinsi Riau adalah rumpun budaya melayu yang memiliki beragam

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Manusia adalah mahkluk sosial yang dilahirkan dalam suatu pangkuan

Bab II. Solusi Terhadap Masalah-Masalah Kesehatan. Cerita Juanita. Apakah pengobatan terbaik yang dapat diberikan? Berjuang untuk perubahan

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. memberi makna kepada orang lain sesuai dengan konteks yang terjadi.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dalam pelaksanaan upacara perkawinan, setiap suku bangsa di Indonesia memiliki

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam kehidupan bermasyarakat, kebudayaan pada umumnya tumbuh dan berkembang sebagai suatu hal yang diterima oleh setiap anggota masyarakat bersangkutan, yang dipegang teguh dan dijadikan sebagai pegangan hidup anggota masyarakat itu sejak lama dan telah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan masyarakat. Masyarakat senantiasa tumbuh dan berkembang, hal ini menyebabkan banyak terjadi perubahan serta pergeseran-pergeseran dalam masyarakat, sehinggga secara perlahan-lahan terjadi perubahan-perubahan pada bagian lain dalam suatu kebudayaan. Perubahan dalam kebudayaan meliputis semua bagian yaitu: kesenian, ilmu pengetahuan, teknologi, perubahan sikap, tingkah laku, perubahan pada pola-pola hidup masyarakat dan lain-lain. Kebudayaan juga menyangkut pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat dan setiap kemampuan serta kebiasaan manusia sebagai anggota masyarakat. Maka perubahan-perubahan yang terjadi pada kebudayaan adalah setiap perubahan dari unsur tersebut. Perubahan pada kebudayaan tidaklah sama, ada bagian tertentu yang berubah lebih cepat dari pada bagian lainnya. Untuk itu perlu adanya penyesuaian kembali pada unsur lainnya. Pada masyarakat tradisional sikap dan pola-pola perilaku yang terlihat adalah sebagai akibat atau pengaruh dari unsur-unsur tradisional dan terutama dibentuk dari faktor adat istiadat, sehingga kadang sukar menerima ide-ide baru yang lebih berguna sesuai dengan perkembangan zaman dan sangat sulit untuk mengalami

perubahan. Di samping itu pada masyarakat tradisional juga pola pemikiran mereka masih bersifat statis irasional, sehingga sikap mentalnya tertutup untuk bergerak dan berkembang. Hal ini dikarenakan masyarakatnya masih tetap memegang Culture Value System nenek moyang. Gagasan, ide dan nilai-nilai masih mengakar kuat dan masih banyak terikat pada kebiasaan dan tradisi yang ada. Kaidah dan norma yang berlaku masih bersifat turun-temurun dari satu generasi ke generasi berikutnya tanpa mengalami perubahan yang berarti. Biasanya ukuran yang dipakai adalah ukuran-ukuran yang dianut oleh nenek moyang dahulu. Keterikatan pada adat dan tradisi yang sifatnya tradisional masih dapat ditemui dalam kehidupan suku-suku di NTT khususnya di Pulau Timor yang ada di daerah Timor Barat. Salah satu tradisi tradisional yang masih dijalani oleh sebagian orang di Pulau Timor terutama orang Timor (Atoni Meto) adalah tradisi sunatan yang dilanjutkan dengan ritual sifon. Sunat tradisional itu sendiri adalah pemotongan kulit penis laki-laki (yang menginjak usia remaja) dengan masih menggunakan ritual-ritual tradisional dan tidak bersentuhan dengan aspek medis modern. Sedangkan sifon adalah ritual yang dijalani setelah melakukan sunatan yang mana laki-laki tersebut diharuskan melakukan pendinginan atau melakukan hubungan badan dengan beberapa perempuan. Sifon selain merupukan ritual sunat untuk remaja laki-laki yang telah berusia 15 tahun ke atas tradisi sifon juga di peruntukan untuk laki-laki dewasa sebagai suatu persiapan untuk nikah dan biasanya juga ditemukan laki-laki yang sudah berkeluarga, tujuannya adalah untuk membersihkan diri dari berbagai macam penyakit, juga membersihkan diri dari noda dosa dan pengaruh bala setan dan secara biologis dimaksudkan untuk menambah kejantanan dan keperkasaan seorang pria dewasa, yang

dalam proses penyembuhan setelah disunat harus melakukan hubungan badan dengan beberepa perempuan yang bukan istri atau anggota keluarga dekat. Kebanyakan laki-laki menolak proses penyunatan sejak masa kanak-kanak, karena diyakini tidak sehat dan bisa menyebabkan impoten bagi mereka. Ritual sifon ini biasanya dilakukan pada saat jagung berbunga atau rambut jagung sudah berwarna merah yaitu pada bulan Januari-Februari namun periode ini kurang popular. Paling populer sunatan secara tradisional adalah dilakukan pada bulan Maret, namun sering ditunda sampai bulan Mei atau Juni sesudah jagung dipanen dan kesibukan untuk berkebun sudah berkurang. Proses ritual ini berupa prosesi yang diawali dengan penyerahan mahar berupa ayam, pernak-pernik dan sejumlah uang kepada dukun sunat atau Ahelet. Selanjutnya pasien akan dihantar ke sungai untuk melakukan pengakuan dosa atau Naketi. Laki-laki yang layak disunat adalah mereka yang mengakui dengan jujur kepada Ahelet bahwa dalam kehidupan sehari-hari telah sering melakukan hubungan badan dengan beberapa wanita, dengan tujuan untuk mempermudah proses penyembuhan. Setelah pengakuan dosa Ahelet akan memulai proses penyunatan. Teknik sunatan pada tiap daerah berbeda-beda tergantung dari dukun sunat itu sendiri. Pada umumnya penis direndam dalam air dingin, kulup (kulit depan Penis) diangkat, dijepit, kemudian dipotong atau diikat dengan tali ekor kuda sampai mengeluarkan darah dan kulitnya lepas. Jika sudah disunat pasien akan dikembalikan ke sungai untuk seterusnya melakukan pembersihan dan proses penyembuhan. Dan ini dilakukan secara rutin dalam jangka waktu seminggu atau bahkan lebih.

Tetapi proses penyembuhan yang sesungguhnya adalah Sifon itu sendiri. Yakni ketika dalam keadaan luka yang masih belum sembuh total setelah disunat, si pasien harus melakukan hubungan badan dengan perempuan tertentu, yang telah disediakan oleh Ahelet atau yang dipersiapkan sendiri oleh si pasien. Dengan persyaratan bahwa setelah melakukan hubungan badan dengan perempuan yang bersangkutan, si pasien tidak diperbolehkan untuk melakukan hubungan badan dengannya sampai akhir hayat. Sementara untuk pria lain diperbolehkan oleh Ahelet. Persepsi masyarakat Kabupaten TTS khususnya masyarakat adat di Desa Noenoni, mereka mempunyai pandangan tentang tradisi Sifon sesudah disunat secara tradisional, yang sudah melekat dalam ingatan sejak dari nenek moyang mereka. Menurut kerpercayaan, sesudah laki-laki di sunat secara tradisional oleh tukang sunat, ia harus mencari 2-4 perempuan (rata-rata 3) untuk pendinginan (Bahasa Daerah: Sifon) pelicinan (Ha ekit), dan penguatan (Hau-Hena) terhadap penis laki-laki. Sifon ini dianggap paling penting. Sifon harus dilaksanakan dalam waktu paling lama 7-8 hari setelah disunat. Hal ini bertujuan untuk menghilangkan pembengkakan pada penis lakilaki yang disunat. Sifon atau persetubuhan pertama dengan perempuan setelah disunat, memiliki persyaratan sendiri. Persyaratan tersebut antara lain, pertama, perempuan yang melayani sifon harus mempunyai anak yang berusia 50 tahun ke atas, yang sudah biasa melakukan hubungan badan. Kedua, perempuan yang bukan istri atau kerabat dekat (keluarga) atau bisa juga janda di desa yang memberikan pelayanan ini. Perempuan yang melayani Sifon kadang sudah disiapkan oleh tukang sunat. Selain itu, ia juga harus dicari sendiri oleh laki-laki yang disunat. Perempuan yang bersedia untuk melayani sifon berguna agar, sebelum luka setelah disunat kering dapat dihilangkan pada saat

persetubuhan pertama, sehingga luka pada penis laki-laki yang disunat dapat hilang ketubuh perempuan yang melayani Sifon. Kalau terjadi luka sudah kering sebelum persetubuhan pertama, luka harus dibuka kembali sehingga panasnya dapat dihilangkan. Dalam pelaksanaannya tradisi ini menimbulkan permasalahan lain dalam kehidupan masyarakat. Permasalahan yang kemudian muncul dari tradisi Sifon adalah bahwa adanya resiko terhadap kesehatan yang terkait dengan kebiasaan ini yaitu dengan melakukan hubungan badan berkali-kali dan berganti pasangan. Sedangkan bagi perempuan yang melayani Sifon pada umumnya tidak menyadari kalau mereka telah melayani pasien. Mereka seakan-akan dengan rela melayani pria tersebut. Masyarakat percaya bahwa kekuatan roh-roh dan kekuatan arwah para leluhur akan dicurahkan secara khusus kepada wanita yang melayani Sifon. Namun, tidak dapat disangkal bahwa perempuan yang melayani Sifon akan mengalami penderitaan fisik dan mental yang tidak akan pernah disembuhkan. Mereka akan diusir dari pergaulan, tidak bersuami dan mengalami tekanan psikologis yang berat seperti stres atau bahkan gila. Dari hasil penelitian Yayasan Haumeni tentang KAP (Knowledge, Atitude and Practice) Kab. TTS tahun 1994 perilaku ini bisa menimbulkan perilaku promisku (perilaku seks dengan lebih dari satu pasangan / berganti-ganti pasangan) dan (bisa) menjadi salah satu peluang untuk penularan penyakit seperti PMS/HIV-AIDS, karena perilaku promisku sebagai suatu aspek wajib dari pelaksanaan sunat secara tradisional tersebut. Di beberapa tempat di Kab. TTS tradisi ini masih dilaksanakan namun masih terselubung. Sampai saat ini sunatan secara tradisional dan Sifon masih sangat kuat

karena berbagai alasan, baik dari pihak laki-laki maupun dari pihak perempuan. Motivasinya adalah untuk meningkatkan kejantanan, sehingga laki-laki tersebut menjadi laki-laki betul. Selain dari nilai budaya, tradisi ini juga merupakan sejenis pendidikan seks buat laki-laki yang belum berpengalaman. Karena salah satu motivasi untuk disunat secara tradisional adalah memperoleh pengalaman seks, yang mana untuk lakilaki yang belum pernah berhubungan kelamin, pada saat akan melakukan Sifon, nasehat mengenai seks kadang-kadang juga diberikan oleh dukun sunat. Dengan kata lain untuk laki-laki tanpa pengalaman awal, Sifon dan persetubuhan kemudian bisa merupakan pendidikan seks. Meskipun masyarakat desa sudah bersentuhan dengan teknologi komunikasi dan informasi yang memungkinkan masyarakat dapat mengetahui segala perilaku maupun kebiasaan, baik yang positif ataupun negatif, yang baik untuk dijalankan atau dihindari. Saat ini daerah-daerah pedesaan di TTS sudah mengalami perubahan besar dan cepat, di mana mobilitas masyarakat semakin tinggi dan hidup sehari-hari semakin dipengaruhi oleh faktor-faktor dari luar yang bisa merubah pandangan masyarakat. Meskipun sudah tersedia puskesmas dan rumah sakit, dan ada kesadaran bahwa pendinginan sesudah sunatan di puskesmas tidak dibutuhkan, adakala laki-laki yang sudah disunat di puskesmas tetap mencari beberapa perempuan untuk persetubuhan dengan tujuan untuk memantapkan sunatan puskesmas. Dengan demikian tradisi ini sudah menjadi tradisi turun-temurun bagi masyarakat yang tidak bisa dihilangkan begitu saja. Hal tersebut di atas mendorong peneliti untuk mengkaji secara lebih mendalam tentang persepsi masyarakat mengenai tradisi Sifon.

1.2. Perumusan Masalah Rumusan masalah merupakan suatu tahap dalam penelitian berupa memaparkan masalah yang dapat dicarikan jawabannya melalui penelitian. Perumusan masalah ini bertumpu pada masalah yang tercermin pada bagian latar belakang. Berdasarkan uraian di atas, maka dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut: Bagaimana Persepsi Masyarakat Desa Noenoni Kecamatan Oenino Kabupaten TTS Mengenai Tradisi Sifon? 1.3. Maksud dan Tujuan Penelitian 1.3.1. Maksud Penelitian Maksud dari penelitian ini adalah agar mengetahui persepsi masyarakat mengenai tradisi sifon dan bagaimana mereka memaknainya dalam kehidupan masyarakat di Desa Noenoni, Kecamatan Oenino Kabupaten TTS. 1.3.2. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh pengetahuan tentang persepsi masyarakat Desa Noenoni, Kecamatan Oenino Kabupaten TTS mengenai tradisi Sifon. 1.4. Kegunaan Penelitian Penelitian ini memiliki beberapa kegunaan antara lain: 1.4.1. Kegunaan Akademik Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah informasi akademik bagi pengembangan ilmu sosial umumnya dan ilmu komunikasi khususnya dalam: 1) melakukan studi kasus tentang persepsi masyarakat mengenai tradisi Sifon, 2) menambah

wawasan pengetahuan di bidang Ilmu Komunikasi berdasarkan studi kasus tentang persepsi masyarakat mengenai Tradisi Sifon. 1.4.2. Kegunaan Praktis Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat: 1. Sebagai bahan informasi bagi yang berminat untuk mengadakan penelitian lebih lanjut mengenai tradisi Sifon. 2. Bagi almamater, hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna dalam melengkapi kepustakaan ilmu sosial umumnya di Universitas dan kepustakaan Ilmu Komunikasi khususnya di lingkungan Fisip. 1.5. Kerangka Pemikiran, Asumsi dan Hipotesis 1.5.1. Kerangka Pemikiran Kerangka pemikiran penelitian ini adalah penalaran yang dikembangkan dalam memecahkan masalah penelitian ini. Kerangka pemikiran pada dasarnya menggambarkan jalan pikiran dan landasan rasional dari pelaksanaan penelitian tentang persepsi masyarakat mengenai Sifon. Persepsi masyrakat mengenai Sifon, yang sudah melekat dalam kehidupan mereka, sejak dari nenek moyangnya. Mereka lebih memilih mempertahankan tradisi Sifon, sehingga tidak memperhatikan resiko yang akan dialami nantinya. Sesuai dengan pemahaman konseptual yang telah diuraikan diatas, maka alur kerangka pemikiran penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut: Gambar 1

Kerangka Pemikiran Persepsi Masyarakat Mengenai Sifon - Adat yang menjadi kebiasaan secara turun temurun dari nenek moyang - Tradisi sakral yang apabila tidak dijalani bisa menimbulkan penyakit yang di yakini kutukan - Dapat meningkatkan kejantanan - Sebagai ajang pendidikan seks bagi yang belum berpengalaman - Adanya kepuasan dan kebanggaan pribadi. - Menunjukan perbuatan yang dilakukan secara sadar 1.5.2. Asumsi Ada beberapa asumsi dalam penelitian ini, pertama adalah tradisi Sifon bagi masyarakat TTS, khususnya masyarakat Desa Noenoni merupakan hal yang penting. Sedangkan kedua adalah kurangnya pengetahuan masyarakat mengenai resiko dari Sifon. 1.5.3. Hipotesis

Hipotesis dalam penelitian kualitatif, dengan varian studi kasus, bukanlah hipotesis yang akan diuji melalui analisis statistik inferensial, melainkan hanya merupakan rangkaian hipotesis kerja. Adapun hipotesis yang menjadi pagangan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: Masyarakat Desa Noenoni Kecamatan Oenino Kabupaten TTS masih menjalani tradisi Sifon, karena mereka mempersepsi sifon sebagai tradisi warisan dari leluhur yang tidak boleh diubah.