BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. bahasa (Syafik, 2013). Keanekaragaman budaya, adat istiadat, suku dan bahasa

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. bahasa (Syafik, 2013). Keanekaragaman budaya, adat istiadat, suku dan bahasa"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Indonesia terdiri dari pulau dengan ±740 suku bangsa dan 583 bahasa (Syafik, 2013). Keanekaragaman budaya, adat istiadat, suku dan bahasa merupakan kekayaan bangsa Indonesia yang perlu dilestarikan dan dikembangkan turun temurun. Menurut Pelly (1994), di Indonesia terdapat 350 kelompok etnis, adat istiadat dan cara-cara atau tradisi namun setiap warga negara Indonesia berbicara dalam satu bahasa nasional. Data BPS terakhir menunjukkan bahwa jumlah suku bangsa di Indonesia yang berhasil didata adalah sebanyak suku (Hanifah, 2013). Salah satu tradisi turun temurun peninggalan adat masyarakat nusantara adalah tradisi sunat. Semua masyarakat di Indonesia sejak dahulu kala telah mengenal supit atau sunat sebagai upacara inisiasi kedewasaan (Subagya, 1981). Jadi dapat disimpulkan bahwa sunat adalah tradisi asli Indonesia. Sunat bermanfaat untuk menjaga kebersihan organ penis. Setelah sunat maka menjadi lebih mudah untuk membersihkan kotoran putih (spegma) yang sering berada di leher penis. Laki-laki yang disunat jarang tertular infeksi melalui hubungan seksual dibandingkan dengan yang tidak sunat. Menurut penelitian Drain, Halperi, Hughes, Klausner dan Bailey (2006), menunjukkan bahwa sunat laki-laki dapat mengurangi resiko penularan HIV dan mengurangi resiko kanker serviks pada perempuan, khususnya di negara-negara yang penularan HIV melalui 1

2 2 hubungan heteroseksual (tidak berlaku di negara-negara yang penularan HIV melalui penggunaan narkoba atau homoseksual). Penelitian Tobian, Serwwada, Quinn, Kigozi dan Gravitt (2009) juga mengungkap bahwa sunat laki-laki terbukti menurunkan tingkat HIV, HSV-2, dan infeksi HPV pada laki-laki serta vaginosis bakteri pada partner perempuan mereka. Jadi sunat laki-laki mengurangi risiko beberapa penyakit infeksi menular seksual pada kedua jenis kelamin, dan bermanfaat memandu kebijakan kesehatan masyarakat melalui program sunat untuk neonatal, remaja, dan laki-laki dewasa. Tradisi sunat dalam kebudayaan Jawa sudah dipraktekkan sebelum pengaruh Islam masuk ke Indonesia (Putranti, Faturochman, Darwin & Purwatiningsih, 2003). Ritual sunat ini mengandung makna mistis untuk memurnikan diri dan menghilangkan sukerto yaitu berupa hambatan, kotoran, atau kesialan manusia yang dibawa sejak lahir. Menurut Geertz (1960), ritual sunatan atau khitanan hanya dilakukan bagi laki-laki, sedangkan untuk anak perempuan dilakukan upacara kepanggihan atau perkawinan. Ritual sunatan atau khitanan tidak hanya bermakna menjelang dewasa, tetapi merupakan ritual Islami. Ritual sunatan juga merupakan ritual selamatan (dalam bahasa Jawa slamet yang berarti selamat) dengan doa dan kegiatan makan bersama. Masyarakat Jawa menganggap masa pubertas sebagai masa kritis dalam kehidupan manusia maka penyelenggaraan slametan dipercaya mampu mendatangkan ketenangan dan keselamatan. Sunat sebagai salah satu ritual dan tradisi Islam Jawa merupakan bentuk asimilasi antara budaya Jawa (tsaqafat al-jawawiyyah) dengan budaya Islam

3 3 (tsaqafat al-islamiyyah). Hal ini termasuk ranah agama namun perlu disadari bahwa aspek yang dominan adalah budaya suatu kelompok masyarakat. Jadi ritual dan tradisi sunat Islam Jawa tidak dipandang sebagai ritual keagamaan atau ajaran inti agama melainkan sebagai budaya keagamaan (Sholikhin, 2010). Masyarakat Indonesia memandang peristiwa sunat atau khitan sebagai suatu yang istimewa, bahkan pada sebagian masyarakat istilah khitan sepadan dengan istilah meng-islamkan saat anak mulai beranjak dewasa. Sholikhin (2010) menguraikan fungsi dan manfaat khitan yaitu menjaga kesehatan dan kebersihan kelamin laki-laki, sebagai pembeda atau tanda yang membedakan antara pengikut ajaran Islam dengan pengikut agama lainnya, dan merupakan suatu ketetapan mutlak yang harus dilaksanakan oleh pengikut agama Islam. Berbeda dengan tradisi sunat Islam Jawa, tradisi sunat tradisional di Nusa Tenggara Timur khususnya suku Atoin Meto, berkaitan dengan ajaran Kristen. Tradisi ini merupakan penerapan ajaran agama Kristen yang sesuai dengan kitab Perjanjian Lama khususnya Kitab Kejadian 17, menyatakan bahwa sunat merupakan perintah Allah/Yahweh kepada semua laki-laki Israel sebagai tanda persekutuan dan harus dilaksanakan pada hari ke-8 sesudah kelahiran. Sunat ini masih wajib dilakukan oleh orang-orang Yahudi dan Islam (Lake, 1999). Pandangan Rasul Paulus, mendapat persetujuan yaitu mengenai orang Kristen bukan keturunan Yahudi, diberi kebebasan untuk tidak menjalankan penyunatan (Kisah Para Rasul 15:1-21). Oleh karena itu, fungsi sunat diganti permandian atau baptisan yang memberikan tanda tidak terhapuskan sebagai umat Allah yang baru (umat Kristen).

4 4 Tidak adanya kewajiban melakukan sunat bagi orang (umat Kristen) yang bukan keturunan Yahudi, memberi ruang atau kebebasan kepada umat Kristen untuk tetap menjalankan sunat atau tidak, dan tidak ada batasan usia untuk melaksanakan sunat. Jadi pelaksanaan sunat bukan merupakan ajaran inti agama Kristen yang wajib dilakukan. Menurut TL, sunat di desa Kualeu sudah dilakukan sejak dulu dan sesuai ajaran Kristen. Alkitab, khususnya Taurat Musa menjadi dasar dilaksanakannya sunat. Sunat wajib dilakukan oleh laki-laki dewasa. Sunat diibaratkan sebagai baptisan ulang. Maksud dari baptisan ulang adalah pada saat kecil anak telah dibaptis sebagai tanda pembersihan diri dan menjadi umat Kristen, setelah menjadi dewasa harus disunat lagi sebagai tanda pembersihan diri atas dosa atau kesalahan yang pernah dilakukan dari masa kanak-kanak sampai dewasa (TL, tua adat desa Kualeu, hasil wawancara awal tanggal 27 September 2012). Desa Kualeu di kabupaten Timor Tengah Selatan merupakan salah satu desa yang didiami oleh suku Atoin Meto. Tradisi sunat di desa Kualeu, hanya dilakukan oleh laki-laki yang sudah menikah. Menurut hasil wawancara awal dengan TD, proses sunat tradisional dilakukan TD setelah menikah dan memiliki 2 anak. Hal ini dilakukan dengan tujuan untuk membersihkan diri dengan membuang panas (polen maputu) dan memulihkan diri sehingga menjadi lakilaki yang lebih kuat. Selama ±2 minggu menjalani ritual sunat tradisional, sifon dan pemulihan, TD tidak tinggal di rumah. Istri TD tidak keberatan TD melaksanakan ritual sunat tradisional tersebut karena merupakan tradisi adat

5 5 setempat dan tujuannya membersihkan diri (TD, suku Atoin Meto, penduduk asli desa Kualeu, 55 tahun, hasil wawancara awal tanggal 26 & 28 September 2012). Sunat tradisional pada suku Atoin Meto tidak berbeda dengan sunat tradisional laki-laki pada umumnya yaitu proses pemotongan kulit kulub. Tradisi yang unik dan membedakan sunat laki-laki dari suku Atoin Meto dengan tradisi daerah lain yaitu adanya ritual hubungan seks. Ritual hubungan seks dilakukan dengan perempuan atau wanita beberapa hari setelah proses penyunatan. Hubungan seks dilakukan melalui tiga bentuk sehingga dapat dikatakan bahwa laki-laki yang disunat (pasien sunat) benar-benar telah berhasil disunat. Atau dengan kata lain laki-laki yang sudah disunat tradisional suku Atoin Meto yaitu laki-laki yang sudah melakukan semua ritual sunat secara utuh, termasuk melakukan tiga bentuk hubungan seks. Tiga bentuk hubungan seks yaitu, pertama adalah sifon atau sufun bertujuan untuk buang panas (polen maputu) atau kasi dingin (hanikit); kedua adalah saeb aof atau oe kane atau hau hena yang bertujuan untuk menaikkan badan atau mengembalikan darah yang terbuang pada saat sunat sehingga badan kembali sehat; dan ketiga adalah haekit atau taknino bertujuan untuk membuat penis licin, mulus dan bersih. Dari ketiga bentuk hubungan seks pasca sunat tradisional suku Atoin Meto, yang wajib dilakukan adalah sifon (Lake, 1999). Menurut Fernandez (1990), sifon adalah proses sunat tradisional pada lakilaki dewasa (biasanya laki-laki yang sudah memiliki istri dan anak) dan melakukan hubungan seks dengan perempuan ±2-4 hari, setelah proses sunat berlangsung.

6 6 Sunat tradisional laki-laki suku Atoin Meto dilakukan pada usia ±18 tahun atau laki-laki yang sudah menikah dan memiliki anak. Laki-laki yang sudah melakukan sunat, wajib melakukan hubungan seks dalam rangka sifon. Laki-laki yang melakukan sunat dan sifon tidak diperbolehkan masuk ke dalam rumah. Hal ini disebabkan kepercayaan bahwa dapat membawa panas atau kotor ke dalam rumah. Selama melakukan sunat dan sifon ±14 hari, laki-laki yang melakukan sunat tinggal di tempat lain (bukan rumahnya) sampai selesai melakukan sifon atau buang panas. Pelaksanaan tradisi sunat suku Atoin Meto dilakukan pada waktu tertentu dan tidak dilakukan pada sembarang waktu. Musim hujan merupakan saat yang dianggap paling baik. Salah satu alasan penting dilakukan pada musim hujan adalah pada musim hujan terdapat banyak air di sungai sehingga mempermudah menemukan kolam tersembunyi sebagai tempat melakukan proses sunat dan air yang mengalir, untuk berendam dalam proses sunat tersebut. Periode ini berlangsung dari bulan Februari Maret, dengan demikian ritual sunat biasa dilaksanakan 1 kali dalam 1 tahun. Menurut Lake (1999), penyunatan di luar musim sunat dapat dilakukan dengan alasan nilai praktis dan waktu luang dari laki-laki yang akan disunat (calon pasien sunat). Pelaksanaan sunat di luar musim sunat, mengindikasikan pergeseran perlahan-lahan dari nilai-nilai tradisional atau yang berkaitan dengan mitos-mitos (nilai mistis) mengenai musim sunat. Setelah ±2 4 hari disunat, pasien sunat melakukan kewajiban ritual pasca sunat yaitu sifon atau hubungan seks wajib, pada saat luka sunat belum benar-

7 7 benar sembuh dengan perempuan atau wanita yang bukan pasangan tetapnya. Perempuan yang melayani pasien sunat melakukan hubungan seks wajib dalam rangka sifon adalah wanita sifon (Lake, 1999). Perempuan yang menjadi wanita sifon harus yang pernah melahirkan anak atau dikenal sebagai perempuan yang sudah terbiasa berhubungan seks seperti janda atau pelacur. Hal ini dianggap penting karena perempuan dengan kriteria demikian bervagina lebar sehingga tidak menyulitkan laki - laki saat melakukan penetrasi penis. Sifon dengan tujuan polen maputu (buang panas) wajib dilakukan pasca sunat tradisional suku Atoin Meto. Jika tidak dilakukan maka panas tersebut tertahan dalam tubuh dan dapat mengakibatkan bala yaitu impoten bagi laki-laki yang disunat (Lake, 1999) Ritual hubungan seks pasca sunat tradisional suku Atoin Meto (sifon) yang menggunakan perempuan atau wanita dalam rangka buang panas dan membantu penyembuhan luka sunat, merupakan hal yang menarik untuk diteliti. Peneliti tertarik untuk mengetahui dan memahami lebih dalam mengenai perempuan atau wanita yang mau menjadi wanita sifon. Peneliti melakukan wawancara awal dengan salah satu informan pelaku (NM) untuk memperoleh gambaran mengenai proses sifon (ritual hubungan seks wajib pasca sunat trasidional suku Atoin Meto). NM mengatakan bahwa proses sifon dilakukan NM pada hari ke-4 pasca sunat. NM diantar oleh NS (kakak NM) untuk melakukan ritual sifon dengan seorang janda yang menjadi wanita sifon, di sebuah rumah di daerah terpencil yang tidak jauh dari kali. NM mengaku berhasil melakukan sifon setelah empat kali mencoba dan berpindah tempat dalam rumah.

8 8 Menurut NM, tidak mudah karena penis sulit berdiri. NS yang menemani NM bahkan menyuruh janda (wanita sifon) untuk memegang penis NM dan melakukan pemanasan (foreplay) supaya dapat berdiri. Penis kemudian dimasukkan ke dalam vagina wanita sifon dengan hati-hati agar tomat (luka kepala penis yang membengkak seperti tomat) tidak pecah di luar vagina. NM juga mengatakan bahwa yang dirasakan selama proses sifon hanya penis yang berat dan dalam dua kali dorong, tomat pecah di dalam vagina dan berdarah. NM merasa sakit dan perih pada penis saat tomat pecah dan berdarah dalam vagina. Menurut NM, yang penting dalam proses sifon adalah penis basah oleh cairan vagina. Cairan vagina dianggap obat yang lebih cepat untuk menyembuhkan luka sunat. Setelah selesai sifon, NM mandi untuk membersihkan diri di kali yang tidak jauh dari rumah tempat melakukan sifon (NM, pasien sunat suku Atoin Meto, 23 tahun, 2 Oktober 2012). Menurut penelitian Purnawan, Sugeng dan Pudjiasti (2007), responden yaitu laki-laki yang pernah melakukan sifon mengatakan tidak memancarkan air mani pada saat sifon, sebab yang terbayang saat itu bukan kenikmatan berhubungan seks namun rasa sakit pada alat kelamin. Sifon disyaratkan tidak sampai terjadi ejakulasi sehingga tidak terjadi proses pembuahan. Dengan demikian tidak ada anak yang dilahirkan akibat sifon. Ejakulasi tidak boleh terjadi pada saat sifon karena laki-laki yang disunat dapat menerima kembali panasnya (Lake, 1999). Menurut Tamonob dan Selan (Lake, 1999), wanita sifon harus seorang wanita yang sudah memiliki pengalaman atau terbiasa melayani laki-laki yang

9 9 disunat atau pasien sunat dalam rangka sifon. Wanita sifon sebagai mitra seks lakilaki yang disunat, membantu melakukan penetrasi penis sedemikian rupa agar tomat atau kaulili tidak pecah di luar vagina, yang dipercaya dapat menyebabkan kematian. Perempuan yang menjadi wanita sifon yaitu janda atau perempuan yang sudah terbiasa melakukan hubungan seks. Menurut hasil wawancara awal, M masih aktif menjadi wanita sifon mengatakan bahwa hubungan seks dalam rangka sifon lebih sulit daripada 2 hubungan seks lainnya pasca sunat. Saat melakukan hubungan seks dalam rangka sifon, kepala penis yang masih luka bahkan membengkak seperti tomat atau kaulili pasca sunat harus dimasukkan dalam vagina. Tomat atau kaulili tersebut harus pecah dalam vagina. Jadi hubungan seks dilakukan dengan lebih berhat-hati sehingga tomat atau kaulili tidak pecah di luar vagina. Tomat atau kaulili yang pecah di luar vagina dapat menyebabkan kematian pada laki-laki yang disunat (M, 35 tahun, janda suku Atoin Meto yang menjadi wanita sifon). Pada umumnya, perempuan dari suku Atoin Meto tidak mau berhubungan seks dengan laki-laki yang sedang disunat tradisional. Hal ini disebabkan tujuan hubungan seks wajib adalah sifon yaitu membuang panas atau penyakit dan perempuan atau wanita merupakan tempat buang panas atau penyakit. Selama proses sifon, laki-laki yang disunat (pasien sunat) tidak boleh berbicara dengan wanita sifon. Bahkan setelah selesai berhubungan seks dalam rangka sifon, lakilaki yang disunat (pasien sunat) melangkahi atau melanggar kepala wanita sifon dan pergi tanpa berbicara sepatah kata. Pasien sunat tidak boleh berhubungan seks

10 10 lagi atau menjadikan wanita sifon tersebut sebagai istri karena akan menerima kembali panas yang telah dibuang pada saat sifon (Lake, 1999). Berdasarkan penjelasan mengenai proses hubungan seks dalam rangka sifon atau buang panas, peneliti tertarik untuk mengetahui alasan perempuan atau wanita dari suku Atoin Meto, bersedia menjadi wanita sifon. Peneliti melakukan wawancara awal dengan AS, salah satu wanita sifon dari suku Atoin. AS mengatakan : Au meup lasi le nane natuin lais loit nok lais aof, lais loit nifun bo es ai nifun boteun nim het sos mnes kilos nok puah ma manus. Au sium atoin apoi monet sin oke mais atoin apolin maputu baenat nanesib, Au sium atoin apoi monet na ko au munif kau Saya mau layani sifon karena butuh uang dan punya kebutuhan biologis (aof = badan), saya bisa dapat uang Rp Rp atau dapat 1kg beras dan siri pinang. Saya layani semua (tiga bentuk hubungan seks pasca sunat tradisional suku Atoin Meto), tidak hanya sifon. Tapi kalau sifon saya dibayar lebih mahal karena buang panas. Saya sudah dari muda melayani dan melakukan ini (AS, 51 tahun, janda yang menjadi wanita sifon di desa Kualeu). Menurut AS, menjadi wanita sifon adalah sebagai salah satu cara mendapatkan uang untuk memenuhi kebutuhan hidup. Hal ini menunjukkan bahwa faktor ekonomi merupakan alasan bagi AS mau menjadi wanita sifon. Selain alasan ekonomi, AS mengatakan bahwa ada kebutuhan biologis (seks) sehingga AS mau menjadi wanita sifon. AS menjadi janda ±14 tahun karena kematian suaminya. Menjadi wanita sifon memiliki dampak bagi perempuan yang menjadi wanita sifon dalam kehidupan bermasyarakat. Di satu sisi menjadi wanita sifon merupakan cara mendapatkan uang untuk memenuhi kebutuhan hidup, di sisi lain dianggap rendah karena merupakan tempat buang panas atau penyakit.

11 11 Perempuan yang menjadi wanita sifon, berisiko terjangkit penyakit kelamin maupun penyakit menular seksual lainnya. Menurut Lake (1999), tradisi sifon berdampak pada perempuan yang menjadi wanita sifon. Wanita sifon sebagai tempat buang panas akan menerima panas dan penyakit. Panas dan penyakit tersebut dapat berupa penyakit kelamin atau jenis penyakit lain yang menyebabkan wanita sifon semakin hari semakin kurus, demam berkepanjangan dan kulit serta mata berwarna kekuningkuningan. Tradisi sifon juga memberikan dampak yang cukup besar pada penularan Penyakit Menular Seksual (PMS) dan HIV/AIDS. Sifon berdampak besar pada penularan PMS dan HIV/AIDS karena ritual hubungan seks wajib dengan perempuan khususnya janda dilakukan pada saat luka sunat belum sembuh yaitu ±2-4 hari pasca sunat. Kondisi luka sunat yang belum kering dan sembuh saat melakukan hubungan seks, dapat menyebabkan terjadinya infeksi (Lake, 1999). Perempuan lebih dikenai stigma sosial baik buruk dan menghadapi konsekuensi nyata dari suatu hubungan seksual. Manusia baik laki-laki maupun perempuan secara umum memiliki hasrat seksual. Namun hasrat dan perilaku seksual perempuan banyak dikendalikan oleh norma-norma sosial. Sebagian perempuan bahkan tidak mengenal hasrat seksual karena kuat mengendalikan untuk menjaga nama baik diri atau tabu seksual. Perempuan akan lebih banyak berpikir dan mempertimbangkan sebelum mengambil keputusan untuk melakukan hubungan seksual (Poerwandari, 2011).

12 12 Menjadi wanita sifon bagi perempuan suku Atoin Meto adalah salah satu bentuk keputusan yang diambil karena berbagai pertimbangan dan alasan, antara lain faktor ekonomi dan kebutuhan biologis (seks). Seorang Janda yang menjadi wanita sifon berusaha untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga. Peran janda tidak hanya menyediakan kebutuhan domestik keluarga tetapi menjadi pencari nafkah utama untuk memenuhi semua kebutuhan keluarga. Wanita sifon sebagai perempuan normal juga memiliki hasrat dan kebutuhan seksual. Hasrat dan kebutuhan seks dapat terpenuhi saat masih memiliki suami. Status sebagai janda atau tidak memiliki suami, berarti perempuan tidak memiliki pasangan (laki-laki) yang sah untuk dapat berhubungan seks (dapat memenuhi hasrat dan kebutuhan seks). Salah satu cara untuk memenuhi hasrat dan kebutuhan kebutuhan seks adalah dengan menjadi wanita sifon yang melayani hubungan seks sifon, meski ada risiko atau konsekuensi yang diterima. Hubungan seks diluar ikatan pernikahan tidak diperbolehkan oleh agama karena dianggap zinah, namun diperbolehkan atas nama budaya dengan alasan membantu menyembuhkan luka sunat atau wanita sifon (cairan vaginanya) merupakan obat besar. Hal ini menunjukkan adanya konflik antara agama dan budaya/adat. Agama tidak mendukung/melarang karena hubungan seks dalam rangka sifon merupakan zinah (dosa), sedangkan budaya/adat mendukung karena membantu menyembuhkan luka pasca sunat. Agama melarang/tidak mendukung karena hubungan seks tersebut dilakukan bukan dengan pasangan tetap yang sah (suami atau istri). Hal ini merupakan perbuatan zinah/dosa, sesuai yang tertulis

13 13 dalam Alkitab Jangan berzinah (Kitab Keluaran 20:14. Sedangkan budaya/adat mendukung karena membantu menyembuhkan luka pascasunat. Berdasarkan hasil wawancara awal, menjadi wanita sifon tetap dilakukan oleh M dan AS sampai saat sekarang. Menjadi wanita sifon biasa dilakukan M pada musim sunat dan saat tertentu jika diperlukan. Sedangkan AS menjadi wanita sifon hanya pada musim sunat. M dan AS berstatus janda (belum menikah lagi) dan menjadi pencari nafkah utama bagi keluarga masing-masing. M dan AS mengatakan hal yang sama bahwa orang yang mengetahui M dan AS sebagai wanita sifon biasanya adalah tukang sunat atau laki-laki yang pernah dilayani saat sifon. Hal ini dianggap menguntungkan M dan AS karena orang lain di sekitar tidak mengetahui bahwa M dan AS adalah wanita sifon sehingga M dan AS diperlakukan layaknya perempuan lain yang ada di desa masing-masing. M dan AS malu jika orang lain mengetahui bahwa M dan AS adalah wanita sifon. M dan AS malu karena dianggap rendah sebagai wanita tempat buang panas dan kotor atau penyakit. Pemaparan di atas menunjukkan bahwa menjadi wanita sifon di satu sisi diperlukan untuk membantu laki-laki yang disunat dalam rangka sifon karena tradisi atau adat suku Atoin Meto, dan merupakan salah satu cara mendapatkan uang, sedangkan di sisi lain dianggap rendah karena merupakan tempat buang panas atau penyakit. Secara logika tradisi sifon dianggap melecehkan martabat wanita yaitu wanita sifon dianggap sebagai obyek untuk buang panas atau penyakit; ada hubungan seksual di luar ikatan perkawinan; dan memberi imbalan berupa uang,

14 14 beras dan siri pinang pada wanita sifon. Tradisi sifon juga dianggap sebagai salah satu bentuk diskriminasi terhadap perempuan yang mengatas namakan agama dan budaya (Chuzaifah, 2011). Pemerintah daerah kabupaten Timor Tengah Selatan bahkan mengeluarkan Peraturan Daerah, No 3 Tahun 2009 tentang Pencegahan dan Penanggulangan HIV dan AIDS tanggal 14 April Pada bagian penjelasan disebutkan salah satu faktor potensi penyebab penyebaran HIV dan AIDS di kabupaten Timor Tengah Selatan adalah faktor budaya, yaitu adanya praktek sifon pada sunat tradisional. Pasal 14 ayat 3 huruf c disebutkan: SATGAS pencegahan dan penanggulangan HIV dan AIDS di tingkat desa dan kelurahan, mempunyai tugas memprakarsai pembentukan Peraturan Desa tentang larangan sifon. Selanjutnya di pasal 24 ayat 5 disebutkan : setiap orang yang menggunakan jasa sunat tradisional maupun sunat sehat dilarang melakukan sifon. Tanggapan terhadap PERDA tersebut antara lain menyatakan bahwa sifon adalah budaya sehingga merupakan bagian dari kehidupan masyarakat dalam tatanan sosial. Jadi budaya sifon tidak bisa dilarang karena akan menimbulkan friksi sosial. Yang dapat dilakukan adalah memberikan cara menjalankan sifon yang tidak berisiko tertular PMS dan HIV/AIDS, yaitu memakai kondom (Perda AIDS kabupaten Timor Tengah Selatan, 2012). Institusi keagamaan juga tidak mendukung praktek sunat tradisional khususnya sifon atau hubungan seks wajib pasca sunat dengan wanita yang bukan pasangan tetapnya (diluar ikatan pernikahan). Hubungan seks wajib ini adalah zinah karena bertentangan dengan moral dan ajaran gereja. Namun institusi

15 15 keagamaan (gereja) belum cukup berhasil untuk mengubah sikap dan perilaku jemaat khususnya suku Atoin Meto dalam hal praktek sifon (Lake, 1999). Penjelasan di atas menunjukkan bahwa agama tidak mendukung tradisi sifon sedangkan adat mendukung tradisi sifon. Berdasarkan wawancara awal juga menunjukkan tradisi sifon masih terus dilakukan. Masyarakat khususnya suku Atoin Meto masih mempertahankan dan lebih mendahulukan tradisi atau adat daripada agama. Tradisi lain yang menunjukkan hal tersebut adalah tradisi pernikahan. Pernikahan dimulai dengan nikah adat yang dianggap sah melalui terang kampung dan membayar belis kemudian dilanjutkan dengan nikah secara agama atau biasa disebut nikah gereja atau pemberkatan nikah. Pernikahan yang sudah dilakukan di gereja atau pemberkatan nikah dan catatan sipil atau sah secara agama dan diakui pemerintah namun belum melakukan nikah adat maka belum dianggap sah dan tidak diakui secara adat. Upacara pernikahan adat harus dilakukan agar suami istri tersebut mempunyai peran dalam hukum adat (Pakh, 2009). TM sebagai salah satu informan mengungkapkan hal yang sama, yaitu: Disini kita batahu apalai kalo nikah pasti tahu biasa nikah adat, terang kampung baru nikah gereja. Nikah adat begitu ada keluarga, tetangga, tua-tua adat ju hadir jadi semua tahu sapa mo nikah deng sapa. Disini kita (masyarakat desa Kualeu) mengetahui kalau menikah biasanya lebih dulu menikah secara adat (terang kampung) kemudian menikah di gereja (nikah agama). Nikah adat dihadiri oleh keluarga, tetangga, tua-tua adat dengan tujuan agar mereka semua mengetahui adanya pernikahan antara siapa dengan siapa. Tidak hanya tradisi sunat tradisional sifon yang menggunakan perempuan untuk menyembuhkan luka sunat dan sebagai tempat buang panas, tradisi dhevadasi di India juga menggunakan perempuan sebagai penari kuil atau pelayan

16 16 dewa (devavesya/devadasi). Tradisi ini berdasarkan ajaran Hindu tradisional. Secara tradisional, perempuan yang menjadi penari kuil atau pelayan dewa merupakan teman seksual bagi manusia. Secara sosial, komunitas tertentu mempunyai kebiasaan mempersembahkan anak perempuan untuk menjadi penari kuil atau pelayan dewa sebagai pemenuhan sumpah dan tanpa stigma sosial apapun, disertai upacara yang menyerupai perkawinan (Becher, 2004). Kedua tradisi tersebut di atas tergolong unik yaitu devadasi di India yang menjadikan anak perempuan sebagai pelacur suci dan tradisi sifon suku Atoin Meto di Pulau Timor, Provinsi Nusa Tenggara Timur yang juga menggunakan perempuan untuk melakukan hubungan seks wajib dalam rangka penyembuhan luka pasca sunat atau buang panas. Tradisi/adat masih dipegang teguh oleh masyarakat termasuk tradisi sifon. Bagaimanapun sifon dibutuhkan oleh adat sehingga tidak harus benar atau salah meskipun bertentangan dengan agama. Masyarakat suku Atoin Meto ada dalam situasi bangga karena membantu menyembuhkan luka pasca sunat dan dosa karena hubungan seks dalam rangka sifon merupakan zinah. Kondisi ini diperlukan pendampingan psikologi sehingga tidak mengalami masalah psikologi yang berkepanjangan. Dengan demikian penelitian ini diserahkan kepada masyarakat untuk berpikir karena agama dan budaya merupakan hal yang penting dan berat karena menyangkut value. Peneliti berusaha untuk memberikan informasi berkaitan dengan tradisi sifon.

17 17 B. Rumusan Masalah Wanita sifon merupakan bagian dari tradisi sunat laki-laki suku Atoin Meto. Wanita sifon merupakan mitra seks laki-laki yang disunat saat ritual hubungan seks wajib dalam rangka sifon. Wanita sifon berfungsi sebagai tempat buang panas atau kotor/penyakit. Panas atau penyakit dibuang pada saat berhubungan seks dan cairan vagina dianggap sebagai pendingin atau obat yang menyembuhkan luka pada penis laki-laki yang disunat. Perempuan suku Atoin Meto yang menjadi wanita sifon memiliki alasan dan latar belakang, yang menyebabkan perempuan tersebut mau menjadi wanita sifon. Peneliti menemukan hal yang menarik untuk diungkap dalam penelitian ini. Hal yang ditemukan berdasarkan hasil wawancara antara lain, alasan menjadi wanita sifon yaitu sebagai salah satu cara mendapatkan uang, beras atau siri dan pinang. Hasil yang diperoleh dari menjadi wanita sifon, digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup. Jadi faktor ekonomi menjadi alasan perempuan suku Atoin Meto mau menjadi wanita sifon. Selain itu, menjadi wanita sifon merupakan salah satu cara untuk memenuhi kebutuhan biologis (seks) meski ada risiko terjangkit penyakit karena hubungan seks dilakukan dengan laki-laki yang disunat, saat luka sunat belum benar-benar sembuh. Perempuan yang menjadi wanita sifon biasanya adalah janda atau perempuan yang pernah melahirkan atau sudah terbiasa berhubungan seks. Jadi faktor kebutuhan biologis (seks) juga menjadi salah satu alasan perempuan Atoin Meto menjadi wanita sifon.

18 18 Menjadi wanita sifon merupakan hal negatif di mata masyarakat khususnya suku Atoin Meto. Masyarakat beranggapan bahwa perempuan yang menjadi wanita sifon adalah tempat buang panas atau penyakit. Dengan demikian perempuan yang menjadi wanita sifon merasa malu karena dianggap rendah oleh masyarakat. Sementara di sisi lain wanita sifon diperlukan oleh lakilaki yang menjalani proses sunat tradisional suku Atoin Meto untuk hubungan seks wajib dalam rangka sifon ( buang panas atau penyakit). Hal ini menunjukkan wanita sifon diperlukan dalam menjalankan adat atau tradisi sifon. Bahkan yang menarik pada penelitian Purnawan dkk (2007), berdasarkan hasil wawancara dengan istri dari laki-laki yang mengaku melakukan sifon, sama sekali tidak keberatan ketika suaminya melakukan sifon. Secara umum, para istri mengaku menghendaki agar suami melakukan sunat dan secara tidak langsung menghendaki suami melakukan sifon. Tidak ada responden (laki-laki maupun perempuan) yang menyatakan keberatan terhadap pelaksanaan sifon. Menjadi wanita sifon tetap dilakukan oleh perempuan suku Atoin Meto sampai saat sekarang ini, meski fakta menunjukkan bahwa tradisi sifon berdampak pada penularan PMS (Penyakit Menular Seksual) dan penyebaran HIV/AIDS. Pemerintah daerah kabupaten Timor Tengah Selatan juga mengeluarkan PERDA yang melarang tradisi sifon untuk mencegah penyebaran penularan HIV/AIDS, dan tidak adanya dukungan dari institusi keagamaan karena merupakan zinah. Menarik bagi peneliti untuk mengetahui lebih jauh, apakah alasan menjadi wanita sifon karena faktor ekonomi (dalam hal ini mencari uang) hanya untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari atau lebih pada prestise? Alasan lain yang

19 19 juga menarik untuk dieksplorasi yaitu faktor kebutuhan biologis (seks) bagi perempuan suku Atoin Meto khususnya yang berstatus janda, apakah hanya sekedar untuk mendapatkan attachment atau sentuhan, atau lebih pada pemuasan kebutuhan seks (mencapai orgasme)? Dampak menjadi wanita sifon berdasarkan fakta-fakta yang telah dijelaskan diatas, menarik juga untuk diteliti. Menjadi pertanyaan bagi peneliti, apakah perempuan suku Atoin Meto yang menjadi wanita sifon tidak takut tertular PMS dan HIV/AIDS? Apakah wanita sifon tidak takut dosa, karena hubungan seks dalam rangka sifon dilakukan tanpa ikatan pernikahan atau bukan dengan pasangan tetapnya, sehingga merupakan zinah? Ada atau tidak quilty feeling dalam diri wanita sifon? Atau ada alasan lain yang berkaitan dengan budaya atau kepercayaan masyarakat dan ketaatan pada adat atau tradisi, sehingga perempuan suku Atoin Meto tetap bersedia dan mau menjadi wanita sifon hingga saat sekarang ini? Hal-hal inilah yang mendorong peneliti untuk mengeksplorasi dan menganalisis tentang alasan, latar belakang, penyebab dan dampak bagi perempuan yang menjadi wanita sifon dalam sunat tradisional laki-laki suku Atoin Meto. Berdasarkan pemaparan di atas maka permasalahan penelitian dapat dirumuskan dalam pertanyaan sebagai berikut : Mengapa perempuan suku Atoin Meto mau menjadi wanita sifon?

20 20 C. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk membuka pemikiran masyarakat tentang sifon dengan mengeksplorasi dan menganalisis alasan, latar belakang, penyebab dan dampak bagi perempuan suku Atoin Meto yang menjadi wanita sifon. Dengan adanya informasi ini dapat mendidik masyarakat untuk dapat menentukan pilihannya sehingga dapat memperoleh wellbeing. D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat teoritis Penelitian ini diharapkan dapat menambah khasanah bagi ilmu psikologi khususnya psikologi pendidikan yang berkaitan dengan psikoedukasi suatu masyarakat. 2. Manfaat Praktis Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi semua pihak yaitu : a) Bagi masyarakat, diharapkan dapat menambah pengetahuan dan informasi mengenai dampak dari tradisi sifon yang masih terus dilakukan, dalam upaya menanggulangi masalah kesehatan masyarakat khususnya PMS dan HIV/AIDS. b) Bagi lembaga penelitian, dapat membuka peluang kerja sama antar berbagai bidang ilmu dan lembaga penelitian dalam rangka psikoedukasi perilaku sehat.

21 21 E. Perbedaan dengan Penelitian Sebelumnya Penelitian Lake (1999) menguraikan tradisi sunat sifon memberikan dampak yang cukup besar pada penularan Penyakit Menular Seksual (PMS). Sifon berdampak besar pada penularan PMS dan HIV/AIDS karena ritual hubungan seks dengan perempuan khususnya janda dilakukan pada saat luka sunat belum sembuh yaitu ±2-4 hari pasca sunat. Kondisi luka sunat yang belum kering dan sembuh pada saat melakukan hubungan seks dapat menyebabkan terjadinya infeksi. Penelitian Purnawan dkk (2007) berkaitan dengan ritual sifon cukup menarik. Sifon dianggap merendahkan martabat wanita karena wanita sifon dianggap sebagai obyek untuk buang panas dari laki laki yang sunat, ada unsur hubungan seksual diluar ikatan perkawinan, dan ada unsur memberi imbalan pada wanita yang diajak sifon. Namun berdasarkan hasil wawancara dengan istri dari laki - laki yang mengaku melakukan sifon, istrinya sama sekali tidak keberatan ketika suami melakukan sifon, dan pada umumnya para istri mengaku memang menghendaki agar suami melakukan sunat dan secara tidak langsung menghendaki suaminya tersebut melakukan sifon. Bahkan tidak ada responden yang menyatakan keberatan terhadap pelaksanaan sifon baik responden perempuan maupun laki-laki, dengan syarat bahwa sifon tersebut dilakukan dengan wanita yang jelas-jelas tidak menjadi istri seseorang. Penelitian tentang menjadi wanita sifon berbeda dengan penelitianpenelitian sebelumnya. Jika penelitian Lake (1999) melihat bagaimana dampak sifon terhadap kesehatan, maka penelitian ini lebih difokuskan pada perempuan

22 22 suku Atoin Meto yang menjadi wanita sifon. Penelitian ini bertujuan untuk membuka pemikiran masyarakat tentang sifon dengan mengeksplorasi alasan, latar belakang, penyebab dan dampak tradisi sifon bagi perempuan suku Atoin Meto yang menjadi wanita sifon. Dengan adanya informasi ini dapat mendidik masyarakat untuk dapat menentukan pilihannya sehingga dapat memperoleh wellbeing termasuk di dalamnya wellbeing wanita sifon.

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan bermasyarakat, kebudayaan pada umumnya tumbuh dan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan bermasyarakat, kebudayaan pada umumnya tumbuh dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam kehidupan bermasyarakat, kebudayaan pada umumnya tumbuh dan berkembang sebagai suatu hal yang diterima oleh setiap anggota masyarakat bersangkutan, yang dipegang

Lebih terperinci

HIV/AIDS. Intan Silviana Mustikawati, SKM, MPH

HIV/AIDS. Intan Silviana Mustikawati, SKM, MPH HIV/AIDS Intan Silviana Mustikawati, SKM, MPH 1 Pokok Bahasan Definisi HIV/AIDS Tanda dan gejala HIV/AIDS Kasus HIV/AIDS di Indonesia Cara penularan HIV/AIDS Program penanggulangan HIV/AIDS Cara menghindari

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang I. PENDAHULUAN Latar Belakang Menyadarkan para wanita tuna susila tentang bahaya HIV/AIDS itu perlu dilakukan untuk menjaga kesehatan masyarakat. Hal ini penting karena para wanita tuna susila itu dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN UKDW

BAB I PENDAHULUAN UKDW BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Permasalahan Seksualitas merupakan pemberian dari Allah. Artinya bahwa Allah yang membuat manusia bersifat seksual. Masing-masing pribadi merupakan makhluk seksual

Lebih terperinci

Faktor-faktor resiko yang Mempengaruhi Penyakit Menular Seksual

Faktor-faktor resiko yang Mempengaruhi Penyakit Menular Seksual Faktor-faktor resiko yang Mempengaruhi Penyakit Menular Seksual a. Penyebab penyakit (agent) Penyakit menular seksual sangat bervariasi dapat berupa virus, parasit, bakteri, protozoa (Widyastuti, 2009).

Lebih terperinci

Bab II. Solusi Terhadap Masalah-Masalah Kesehatan. Cerita Juanita. Apakah pengobatan terbaik yang dapat diberikan? Berjuang untuk perubahan

Bab II. Solusi Terhadap Masalah-Masalah Kesehatan. Cerita Juanita. Apakah pengobatan terbaik yang dapat diberikan? Berjuang untuk perubahan Bab II Solusi Terhadap Masalah-Masalah Kesehatan Cerita Juanita Apakah pengobatan terbaik yang dapat diberikan? Berjuang untuk perubahan Untuk pekerja di bidang kesehatan 26 Beberapa masalah harus diatasi

Lebih terperinci

ANALISIS TINGKAT PENGETAHUAN REMAJA TENTANG KESEHATAN REPRODUKSI DAN SEKSUAL KABUPATEN KULON PROGO PUSAT STUDI SEKSUALITAS PKBI DIY 2008

ANALISIS TINGKAT PENGETAHUAN REMAJA TENTANG KESEHATAN REPRODUKSI DAN SEKSUAL KABUPATEN KULON PROGO PUSAT STUDI SEKSUALITAS PKBI DIY 2008 ANALISIS TINGKAT PENGETAHUAN REMAJA TENTANG KESEHATAN REPRODUKSI DAN SEKSUAL KABUPATEN KULON PROGO PUSAT STUDI SEKSUALITAS PKBI DIY 2008 A. KARAKTERISTIK RESPONDEN 1. Umur Usia Responden

Lebih terperinci

Kalender Doa Februari 2017

Kalender Doa Februari 2017 Kalender Doa Februari 2017 Berdoa Bagi Pernikahan Dan Pertalian Keluarga Alkitab memberi gambaran mengenai pengabdian keluarga dalam Kitab Rut. Bisa kita baca di sana bagaimana Naomi dengan setia bepergian

Lebih terperinci

BAB II URAIAN TEORITIS KEPARIWISATAAN. suci. Ritual menciptakan dan memelihara mitos, adat, sosial, dan agama, ritual

BAB II URAIAN TEORITIS KEPARIWISATAAN. suci. Ritual menciptakan dan memelihara mitos, adat, sosial, dan agama, ritual BAB II URAIAN TEORITIS KEPARIWISATAAN 2.1 Pengertian Ritual Ritual adalah tehnik (cara metode) membuat suatu adat kebiasaan menjadi suci. Ritual menciptakan dan memelihara mitos, adat, sosial, dan agama,

Lebih terperinci

- Sebelum melakukan penetrasi yang dalam, yang harus diutamakan adalah kenyamanan dan kebebasan ibu hamil.

- Sebelum melakukan penetrasi yang dalam, yang harus diutamakan adalah kenyamanan dan kebebasan ibu hamil. SEKS SELAMA KEHAMILAN Selain perubahan fisik, wanita yang sedang hamil biasanya memiliki perubahan kebutuhan akan perhatian dan keintiman dalam hubungan dengan pasangannya. Dari sisi emosianal, wanita

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. sistem kekebalan tubuh yang terjadi karena seseorang terinfeksi

BAB 1 PENDAHULUAN. sistem kekebalan tubuh yang terjadi karena seseorang terinfeksi BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah HIV merupakan famili retrovirus yang menyerang sistem kekebalan tubuh manusia terutama limfosit (sel darah putih) dan penyakit AIDS adalah penyakit yang merupakan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam proses kehidupan manusia mengalami tahap-tahap perkembangan

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam proses kehidupan manusia mengalami tahap-tahap perkembangan BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam proses kehidupan manusia mengalami tahap-tahap perkembangan yang akan di laluinya, dan salah satu adalah periode masa remaja. Masa remaja ini di sebut

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Maha Kuasa, langkah menuju kedewasaan, tanda kekalahan atau perbudakan,

BAB 1 PENDAHULUAN. Maha Kuasa, langkah menuju kedewasaan, tanda kekalahan atau perbudakan, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Sirkumsisi atau pembuangan kalup penis telah dilakukan sejak zaman prasejarah, dilihat dari gambar-gambar di gua yang berasal dari zaman batu dan makam mesir purba.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan hak asasi bagi setiap orang, oleh karena itu bagi suatu Negara dan

BAB I PENDAHULUAN. merupakan hak asasi bagi setiap orang, oleh karena itu bagi suatu Negara dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan dalam masyarakat Indonesia adalah mutlak adanya dan merupakan hak asasi bagi setiap orang, oleh karena itu bagi suatu Negara dan Bangsa seperti Indonesia

Lebih terperinci

BAB IV REFLEKSI TEOLOGIS

BAB IV REFLEKSI TEOLOGIS BAB IV REFLEKSI TEOLOGIS Pada bab IV ini penulis akan menguraikan tentang refleksi teologis yang didapat setelah penulis memaparkan teori-teori mengenai makna hidup yang dipakai dalam penulisan skripsi

Lebih terperinci

FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2008

FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2008 1 KEBERMAKNAAN HIDUP PADA ODHA (ORANG DENGAN HIV/AIDS) WANITA (STUDI KUALITATIF MENGENAI PENCAPAIAN MAKNA HIDUP PADA WANITA PASCA VONIS TERINFEKSI HIV/AIDS) Skripsi Untuk memenuhi sebagian persyaratan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Remaja kota besar khususnya Jakarta semakin berani melakukan hubungan

BAB I PENDAHULUAN. Remaja kota besar khususnya Jakarta semakin berani melakukan hubungan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Remaja kota besar khususnya Jakarta semakin berani melakukan hubungan seksual pranikah. Hal ini terbukti berdasarkan hasil survey yang dilakukan Bali Post

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang belum menikah cenderung meningkat. Hal ini terbukti dari beberapa

BAB I PENDAHULUAN. yang belum menikah cenderung meningkat. Hal ini terbukti dari beberapa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perilaku seksual yang berisiko di kalangan remaja khususnya remaja yang belum menikah cenderung meningkat. Hal ini terbukti dari beberapa hasil penelitian bahwa yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki adat istiadat (kebiasaan hidup) dan kebudayaan masing-masing,

BAB I PENDAHULUAN. memiliki adat istiadat (kebiasaan hidup) dan kebudayaan masing-masing, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kehidupan bangsa di dunia yang mendiami suatu daerah tertentu memiliki adat istiadat (kebiasaan hidup) dan kebudayaan masing-masing, setiap bangsa memiliki

Lebih terperinci

Rahasia Nikah & Rahasia Ibadah (Bagian I)

Rahasia Nikah & Rahasia Ibadah (Bagian I) Rahasia Nikah & Rahasia Ibadah (Bagian I) Setelah Allah selesai menciptakan langit, bumi dan segala isinya maka pada hari ke 6 Allah menciptakan manusia supaya berkuasa atas segala ciptaannya (Kejadian

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA BAB II 2.1. HIV/AIDS Pengertian HIV/AIDS. Menurut Departemen Kesehatan (2014), HIV atau

TINJAUAN PUSTAKA BAB II 2.1. HIV/AIDS Pengertian HIV/AIDS. Menurut Departemen Kesehatan (2014), HIV atau BAB II 2.1. HIV/AIDS TINJAUAN PUSTAKA 2.1.1. Pengertian HIV/AIDS Menurut Departemen Kesehatan (2014), HIV atau Human Immunodeficiency Virus adalah virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh manusia yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi antara masa kanak-kanak dan masa

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi antara masa kanak-kanak dan masa BAB I PENDAHULUAN I.A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa transisi antara masa kanak-kanak dan masa dewasa. Perubahan pada masa remaja mencakup perubahan fisik, kognitif, dan sosial. Perubahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat yang majemuk yang. terdiri dari ribuan pulau-pulau dimana masing-masing penduduk dan suku

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat yang majemuk yang. terdiri dari ribuan pulau-pulau dimana masing-masing penduduk dan suku BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat yang majemuk yang terdiri dari ribuan pulau-pulau dimana masing-masing penduduk dan suku bangsa yang mendiaminya dan memiliki

Lebih terperinci

SEKSUALITAS. endang parwieningrum Pusat Pendidikan dan Pelatihan Kependudukan dan KB BKKBN

SEKSUALITAS. endang parwieningrum Pusat Pendidikan dan Pelatihan Kependudukan dan KB BKKBN SEKSUALITAS endang parwieningrum Pusat Pendidikan dan Pelatihan Kependudukan dan KB BKKBN - 2012 KOMPETENSI DASAR Setelah mempelajari materi ini peserta diharapkan dapat memahami seksualitas sebagai bagian

Lebih terperinci

Itu? Apakah. Pernikahan

Itu? Apakah. Pernikahan Apakah Pernikahan Itu? Pemikahan adalah hasil dari suam rencana ilahi Itu bukan hasil kerja atau penemuan manusia, melainkan penciptaan Allah. Tempat yang dipilih untuk memulaikannya adalah Taman Eden.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyebutkan bahwa Perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang

BAB I PENDAHULUAN. menyebutkan bahwa Perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Secara sederhana perkawinan adalah suatu hubungan secara lahir batin antara seorang laki-laki dan seorang perempuan. 1 Di dalam pasal 1 Undang-Undang No.1, 1974 menyebutkan

Lebih terperinci

SURAT PERSETUJUAN SEBAGAI SUBJEK PENELITIAN (INFORMED CONSENT)

SURAT PERSETUJUAN SEBAGAI SUBJEK PENELITIAN (INFORMED CONSENT) SURAT PERSETUJUAN SEBAGAI SUBJEK PENELITIAN (INFORMED CONSENT) Judul Penelitian : Tingkat Pengetahuan Wanita Pekerja Seks Komersial Tentang Kesehatan Reproduksi di Lokasi Pantai Nirwana Wilayah Kecamatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Di Indonesia sangat kaya akan berbagai macam budaya baik itu bahasa,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Di Indonesia sangat kaya akan berbagai macam budaya baik itu bahasa, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di Indonesia sangat kaya akan berbagai macam budaya baik itu bahasa, tarian dan adat istiadat yang dimiliki oleh setiap suku bangsa juga sangat beragam. Keanekaragaman

Lebih terperinci

Jangan cuma Ragu? Ikut VCT, hidup lebih a p sti

Jangan cuma Ragu? Ikut VCT, hidup lebih a p sti Ragu? Jangan cuma Ikut VCT, hidup lebih pasti Sudahkah anda mengetahui manfaat VCT* atau Konseling dan Testing HIV Sukarela? *VCT: Voluntary Counselling and Testing 1 VCT atau Konseling dan testing HIV

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebudayaan dan tradisinya masing-masing. Syari at Islam tidak

BAB I PENDAHULUAN. kebudayaan dan tradisinya masing-masing. Syari at Islam tidak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang kaya akan budaya, adat istiadat serta tradisi. Jika dilihat, setiap daerah memiliki kebudayaan dan tradisinya masing-masing.

Lebih terperinci

BAB І PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB І PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB І PENDAHULUAN A. Latar Belakang Remaja memiliki peran yang cukup besar dalam menentukan proposi remaja yang diindikasikan dengan meningkatnya pertumbuhan penduduk (Indrawanti, 2002). Menurut WHO (1995)

Lebih terperinci

PILIHLAH JAWABAN YANG BENAR!

PILIHLAH JAWABAN YANG BENAR! PILIHLAH JAWABAN YANG BENAR! 1. Simbol perkawinan bahtera yang sedang berlayar mempunyai makna bahwa perkawinan... A. merupakan perjalanan yang menyenangkan B. ibarat mengarungi samudra luas yang penuh

Lebih terperinci

BAB IV. 1. Makna dan Nilai wariwaa dalam adat. Pada umumnya kehidupan manusia tidak terlepas dari adat istiadat,

BAB IV. 1. Makna dan Nilai wariwaa dalam adat. Pada umumnya kehidupan manusia tidak terlepas dari adat istiadat, BAB IV ANALISIS 1. Makna dan Nilai wariwaa dalam adat Pada umumnya kehidupan manusia tidak terlepas dari adat istiadat, yang secara sadar maupun tidak telah membentuk dan melegalkan aturan-aturan yang

Lebih terperinci

SKRIPSI. Proposal skripsi. Skripsi ini Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Ijazah S-1 Kesehatan Masyarakat

SKRIPSI. Proposal skripsi. Skripsi ini Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Ijazah S-1 Kesehatan Masyarakat SKRIPSI HUBUNGAN SUMBER INFORMASI DAN PENGETAHUAN TENTANG KESEHATAN REPRODUKSI DENGAN PERILAKU SEKS BEBAS PADA REMAJA DI SMP MUHAMMADIYAH 7 SURAKARTA TAHUN 2011 Proposal skripsi Skripsi ini Disusun untuk

Lebih terperinci

Ketagihan Onani. Kitab suci dengan sangat jelas menyatakan bahwa hanya mereka yang murni yang akan mewarisi kehidupan yang kekal:

Ketagihan Onani. Kitab suci dengan sangat jelas menyatakan bahwa hanya mereka yang murni yang akan mewarisi kehidupan yang kekal: Ketagihan Onani Rencana keselamatan memberikan pemulihan gambar ilahi di dalam jiwa manusia. Yahuwah adalah murni. Dia kudus dan sempurna. Barangsiapa yang ingin menjadi ahli waris bersama Yahushua di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang .

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang . BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kata pacaran sudah sangat biasa ditelinga masyarakat luas saat ini. Bahkan dari dulu pun pacaran sudah bisa dikatakan sebagai budaya mulai remaja sampai orang dewasa.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN HIV (Human Immunodeficiency Virus) virus ini adalah virus yang diketahui sebagai penyebab AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrome). HIV merusak sistem ketahanan tubuh,

Lebih terperinci

Pertemuan I Menyembuhkan Orang Busung Air (Lukas 14:1-6)

Pertemuan I Menyembuhkan Orang Busung Air (Lukas 14:1-6) Pertemuan I Menyembuhkan Orang Busung Air (Lukas 14:1-6) 13 Doa Pembuka Pemandu mengajak seluruh peserta berdoa memohon bimbingan Roh Kudus agar dapat memahami firman Allah yang hendak dibaca dan direnungkan.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada saat ini salah satu aspek kesehatan yang menjadi bencana bagi manusia adalah penyakit yang disebabkan oleh suatu virus yaitu HIV (Human Immunodeficiency Virus)

Lebih terperinci

PENJABAT BUPATI SEMARANG AMANAT PENJABAT BUPATI SEMARANG SELAKU KETUA KPA KABUPATEN SEMARANG DALAM RANGKA PERINGATAN HARI AIDS SEDUNIA TAHUN 2015

PENJABAT BUPATI SEMARANG AMANAT PENJABAT BUPATI SEMARANG SELAKU KETUA KPA KABUPATEN SEMARANG DALAM RANGKA PERINGATAN HARI AIDS SEDUNIA TAHUN 2015 PENJABAT BUPATI SEMARANG AMANAT PENJABAT BUPATI SEMARANG SELAKU KETUA KPA KABUPATEN SEMARANG DALAM RANGKA PERINGATAN HARI AIDS SEDUNIA TAHUN 2015 TANGGAL 1 DESEMBER 2015 Assalamu alaikum Wr. Wb. Salam

Lebih terperinci

PENJABAT BUPATI SEMARANG AMANAT PENJABAT BUPATI SEMARANG SELAKU KETUA KPA KABUPATEN SEMARANG DALAM RANGKA PERINGATAN HARI AIDS SEDUNIA TAHUN 2015

PENJABAT BUPATI SEMARANG AMANAT PENJABAT BUPATI SEMARANG SELAKU KETUA KPA KABUPATEN SEMARANG DALAM RANGKA PERINGATAN HARI AIDS SEDUNIA TAHUN 2015 1 PENJABAT BUPATI SEMARANG AMANAT PENJABAT BUPATI SEMARANG SELAKU KETUA KPA KABUPATEN SEMARANG DALAM RANGKA PERINGATAN HARI AIDS SEDUNIA TAHUN 2015 TANGGAL 1 DESEMBER 2015 HUMAS DAN PROTOKOL SETDA KABUPATEN

Lebih terperinci

Nomor : PETUNJUK PENGISIAN

Nomor : PETUNJUK PENGISIAN Nomor : PETUNJUK PENGISIAN 1. Bacalah pernyataan-pernyataan pada lembar berikut, kemudian jawablah dengan sungguh-sungguh sesuai dengan keadaan yang sebenarnya. 2. Jawablah semua nomor dan usahakan jangan

Lebih terperinci

BAB 27 Berdiam Diri dalam Pertemuan- Pertemuan Jemaat

BAB 27 Berdiam Diri dalam Pertemuan- Pertemuan Jemaat Dikutip dari buku: UCAPAN PAULUS YANG SULIT Oleh : Manfred T. Brauch Penerbit : Seminari Alkitab Asia Tenggara - Malang - 1997 Halaman 161-168 BAB 27 Berdiam Diri dalam Pertemuan- Pertemuan Jemaat Sama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Secara umum, terjadi peningkatan perilaku seksual pada remaja di Indonesia. Data yang telah didapat penulis, sejumlah remaja di Indonesia tidak lagi merasa

Lebih terperinci

Lampiran 1. Lembar Persetujuan Menjadi Informan (Inform Concent)

Lampiran 1. Lembar Persetujuan Menjadi Informan (Inform Concent) Lampiran 1. Lembar Persetujuan Menjadi Informan (Inform Concent) ANALISIS PERSEPSI PENYAKIT DAN NILAI SYARIAT ISLAMI TERHADAP MINAT MEMANFAATKAN PELAYANAN VOLUNTARY COUNSELING AND TESTING (VCT) DI KOTA

Lebih terperinci

b/c f/c Info Seputar AIDS HIV IMS Informasi di dalam buku saku ini dipersembahkan oleh: T A T

b/c f/c Info Seputar AIDS HIV IMS Informasi di dalam buku saku ini dipersembahkan oleh: T A T S A S D P L b/c f/c Info Seputar AIDS HIV Informasi di dalam buku saku ini dipersembahkan oleh: IMS N C Y F O R IN R N A I ON AG AL V D O I UN N M inside f/c inside b/c Apakah HIV itu? HIV, yang merupakan

Lebih terperinci

KUESIONER KESEHATAN REPRODUKSI REMAJA PONDOK PESANTREN GEDONGAN KABUPATEN CIREBON

KUESIONER KESEHATAN REPRODUKSI REMAJA PONDOK PESANTREN GEDONGAN KABUPATEN CIREBON KUESIONER KESEHATAN REPRODUKSI REMAJA PONDOK PESANTREN GEDONGAN KABUPATEN CIREBON Disusun oleh: Nama : NIP : LATAR BELAKANG Masa remaja merupakan satu periode dalam kehidupan manusia yang batasan usia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan pada hakikatnya secara sederhana merupakan bentuk

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan pada hakikatnya secara sederhana merupakan bentuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkawinan pada hakikatnya secara sederhana merupakan bentuk kerjasama kehidupan antara pria dan wanita di dalam masyarakat. Perkawinan betujuan untuk mengumumkan

Lebih terperinci

Pernikahan Kristen Sejati (2/6)

Pernikahan Kristen Sejati (2/6) Pernikahan Kristen Sejati (2/6) Nama Kursus   : Pernikahan Kristen yang Sejati Nama Pelajaran : Memilih Pasangan Kode Pelajaran : PKS-P02                    Pelajaran 02 - MEMILIH

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Indonesia merupakan suatu negara kepulauan yang terdiri dari beragam budaya dan ragam bahasa daerah yang berbeda antara satu dengan yang lainnya. Dengan adanya

Lebih terperinci

DOAKAN PARA WANITA DAN PARA GADIS AGAR MEREKA MEMILIH KESUCIAN

DOAKAN PARA WANITA DAN PARA GADIS AGAR MEREKA MEMILIH KESUCIAN KALENDER DOA PROYEK HANA FEBRUARI 2013 DOAKAN PARA WANITA DAN PARA GADIS AGAR MEREKA MEMILIH KESUCIAN Para wanita dan para gadis yang merindukan romantika, cinta, penerimaan, dan keamanan. Akibatnya, berkali-kali

Lebih terperinci

GAMBARAN KESEHATAN REPRODUKSI REMAJA PROPINSI BENGKULU TAHUN 2007 (HASIL SURVEI KESEHATAN REPRODUKSI REMAJA INDONESIA TAHUN 2007 DAN SURVER RPJM TAHUN

GAMBARAN KESEHATAN REPRODUKSI REMAJA PROPINSI BENGKULU TAHUN 2007 (HASIL SURVEI KESEHATAN REPRODUKSI REMAJA INDONESIA TAHUN 2007 DAN SURVER RPJM TAHUN GAMBARAN KESEHATAN REPRODUKSI REMAJA PROPINSI BENGKULU TAHUN 2007 (HASIL SURVEI KESEHATAN REPRODUKSI REMAJA INDONESIA TAHUN 2007 DAN SURVER RPJM TAHUN 2007) 1. Pendahuluan Isu strategis dalam pelaksanaan

Lebih terperinci

Menggunakan alat-alat tradisional yang tidak steril seperti alat tumpul. Makan nanas dan minum sprite secara berlebihan

Menggunakan alat-alat tradisional yang tidak steril seperti alat tumpul. Makan nanas dan minum sprite secara berlebihan Agar terhindar dari berbagai persoalan karena aborsi, maka remaja harus mampu menahan diri untuk tidak melakukan hubungan seks. Untuk itu diperlukan kemampuan berpikir kritis mengenai segala kemungkinan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kekebalan tubuh yang disebabkan oleh virus HIV (Human. Immunodeficiency Virus) (WHO, 2007) yang ditemukan dalam

BAB I PENDAHULUAN. kekebalan tubuh yang disebabkan oleh virus HIV (Human. Immunodeficiency Virus) (WHO, 2007) yang ditemukan dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrome) merupakan kumpulan gejala penyakit yang timbul akibat menurunnya sistem kekebalan tubuh yang disebabkan oleh virus HIV (Human

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. bisa sembuh, menimbulkan kecacatan dan juga bisa mengakibatkan kematian.

BAB 1 PENDAHULUAN. bisa sembuh, menimbulkan kecacatan dan juga bisa mengakibatkan kematian. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit Infeksi Menular Seksual (IMS) sudah diketahui sejak dari zaman dahulu kala dan tetap ada sampai zaman sekarang. Penyakit infeksi menular seksual ini penyebarannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanan menuju masa dewasa.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanan menuju masa dewasa. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia mengalami proses perkembangan secara bertahap, dan salah satu periode perkembangan yang harus dijalani manusia adalah masa remaja. Masa remaja merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melalui perubahan fisik dan psikologis, dari masa kanak-kanak ke masa

BAB I PENDAHULUAN. melalui perubahan fisik dan psikologis, dari masa kanak-kanak ke masa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan masa peralihan yang terjadi pada remaja melalui perubahan fisik dan psikologis, dari masa kanak-kanak ke masa dewasa dimana remaja menjadi labil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakang Human Immunodeficiency Virus (HIV)/Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) pertamakali ditemukan di propinsi Bali, Indonesia pada tahun 1987 (Pusat Data dan Informasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang HIV/AIDS merupakan masalah kesehatan masyarakat secara global. Pada tahun 2015, diperkirakan terdapat 36.700.000 orang hidup dengan HIV termasuk sebanyak 2,25 juta anak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. macam pekerjaan rumah tangga. Sedangkan HIV (Human Immuno Virus)

BAB I PENDAHULUAN. macam pekerjaan rumah tangga. Sedangkan HIV (Human Immuno Virus) 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ibu rumah tangga menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia dapat diartikan sebagai seorang wanita yang mengatur penyelenggaraan berbagai macam pekerjaan rumah tangga. Sedangkan

Lebih terperinci

KESEHATAN REPRODUKSI. Fatmalina Febry, SKM.,M.Si Gizi Masyarakat FKM Universitas Sriwijaya

KESEHATAN REPRODUKSI. Fatmalina Febry, SKM.,M.Si Gizi Masyarakat FKM Universitas Sriwijaya KESEHATAN REPRODUKSI Fatmalina Febry, SKM.,M.Si Gizi Masyarakat FKM Universitas Sriwijaya Definisi Kespro Suatu Keadaan sejahtera fisik, mental dan sosial secara utuh tidak sematamata bebas dari penyakit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sejarah kehidupan manusia, kebudayaan selalu ada sebagai upaya dan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sejarah kehidupan manusia, kebudayaan selalu ada sebagai upaya dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam sejarah kehidupan manusia, kebudayaan selalu ada sebagai upaya dan kegiatan manusia untuk menguasai alam dan mengolahnya bagi pemenuhan kebutuhan manusia. Kebudayaan

Lebih terperinci

Jurnal Keperawatan, Volume X, No. 2, Oktober 2014 ISSN KONSEP DIRI PADA WANITA PEKERJA SEKSUAL YANG MENGALAMI PENYAKIT MENULAR SEKSUAL

Jurnal Keperawatan, Volume X, No. 2, Oktober 2014 ISSN KONSEP DIRI PADA WANITA PEKERJA SEKSUAL YANG MENGALAMI PENYAKIT MENULAR SEKSUAL PENELITIAN KONSEP DIRI PADA WANITA PEKERJA SEKSUAL YANG MENGALAMI PENYAKIT MENULAR SEKSUAL Ade Septia Lumban Gaol*, Hernawilly**, Gustop Amatiria ** Penyakit menular seksual (PMS) adalah salah satu penyakit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara berkembang yang mayoritas penduduknya adalah muslim. Nilai - nilai yang ada di Indonesiapun sarat dengan nilai-nilai Islam. Perkembangan zaman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang Permasalahan 1 BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Permasalahan Seiring dengan perkembangan jaman yang semakin modern dan maju secara tidak langsung menuntut setiap orang untuk mampu bersaing dalam mewujudkan tujuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dampaknya terus berkembang (The Henry J. Kaiser Family Foundation, 2010).

BAB I PENDAHULUAN. dampaknya terus berkembang (The Henry J. Kaiser Family Foundation, 2010). BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perempuan telah terpengaruh oleh HIV sejak awal epidemi terjadi dan dampaknya terus berkembang (The Henry J. Kaiser Family Foundation, 2010). Secara global HIV dan

Lebih terperinci

Perkawinan Sesama Jenis Dalam Persfektif Hukum dan HAM Oleh: Yeni Handayani *

Perkawinan Sesama Jenis Dalam Persfektif Hukum dan HAM Oleh: Yeni Handayani * Perkawinan Sesama Jenis Dalam Persfektif Hukum dan HAM Oleh: Yeni Handayani * Naskah diterima: 24 Oktober 2015; disetujui: 29 Oktober 2015 Perilaku seks menyimpang hingga saat ini masih banyak terjadi

Lebih terperinci

UKDW BAB I : PENDAHULUAN. I. Latar Belakang

UKDW BAB I : PENDAHULUAN. I. Latar Belakang BAB I : PENDAHULUAN I. Latar Belakang Keberagaman merupakan sebuah realitas yang tidak dapat dipisahkan di dalam dunia. Terkadang keberagaman menghasilkan sesuatu yang indah, tetapi juga keberagaman dapat

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Angka morbiditas dan angka mortalitas yang disebabkan oleh infeksi Human

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Angka morbiditas dan angka mortalitas yang disebabkan oleh infeksi Human BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Angka morbiditas dan angka mortalitas yang disebabkan oleh infeksi Human Immunodeficiency Virus/Acquired Immune Deficiency Syndrome (HIV/AIDS) semakin meningkat dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada tahun Indonesia adalah negara berpenduduk terbesar keempat di dunia dari negara

BAB I PENDAHULUAN. pada tahun Indonesia adalah negara berpenduduk terbesar keempat di dunia dari negara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Republik Indonesia adalah negara di Asia Tenggara, yang dilintasi garis khatulistiwa dan berada di antara benua Asia dan Australia serta antara samudera pasifik dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut DR. Nana Mulyana selaku Kepala Bidang Advokasi dan. Kemitraan Kementerian Kesehatan hasil Riset Kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. Menurut DR. Nana Mulyana selaku Kepala Bidang Advokasi dan. Kemitraan Kementerian Kesehatan  hasil Riset Kesehatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut DR. Nana Mulyana selaku Kepala Bidang Advokasi dan Kemitraan Kementerian Kesehatan www.depkes.go.id hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2010 menunjukkan

Lebih terperinci

Kalender Doa Proyek Hanna Januari 2013

Kalender Doa Proyek Hanna Januari 2013 Kalender Doa Proyek Hanna Januari 2013 Kekerasan dalam rumah tangga terus meningkat secara drastis, baik dalam angka, frekuensi maupun tingkat kekejamannya. Beberapa berita mengejutkan antara lain: Seorang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian Masa remaja adalah masa peralihan dari anak-anak ke dewasa yang jangka

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian Masa remaja adalah masa peralihan dari anak-anak ke dewasa yang jangka BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Masa remaja adalah masa peralihan dari anak-anak ke dewasa yang jangka waktunya berbeda bagi setiap orang, tergantung faktor sosial dan budaya. Dengan terbentuknya

Lebih terperinci

BAB IV SISTEM PERNIKAHAN ADAT MASYARAKAT SAD SETELAH BERLAKUNYA UU NO. 1 TAHUN A. Pelaksanaan Pernikahan SAD Sebelum dan Sedudah UU NO.

BAB IV SISTEM PERNIKAHAN ADAT MASYARAKAT SAD SETELAH BERLAKUNYA UU NO. 1 TAHUN A. Pelaksanaan Pernikahan SAD Sebelum dan Sedudah UU NO. 42 BAB IV SISTEM PERNIKAHAN ADAT MASYARAKAT SAD SETELAH BERLAKUNYA UU NO. 1 TAHUN 1974 A. Pelaksanaan Pernikahan SAD Sebelum dan Sedudah UU NO.1/1974 Pelaksanaan Pernikahan Suku Anak Dalam merupakan tradisi

Lebih terperinci

2015 KAJIAN TENTANG SIKAP EMPATI WARGA PEDULI AIDS DALAM PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN HIV/AIDS SEBAGAI WARGA NEGARA YANG BAIK

2015 KAJIAN TENTANG SIKAP EMPATI WARGA PEDULI AIDS DALAM PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN HIV/AIDS SEBAGAI WARGA NEGARA YANG BAIK 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peran warga negara dalam terselenggaranya pemerintahan dalam suatu negara adalah penting hukumnya. Pemerintahan dalam suatu negara akan berjalan dengan baik dalam

Lebih terperinci

Bentuk Kekerasan Seksual

Bentuk Kekerasan Seksual Bentuk Kekerasan Seksual Sebuah Pengenalan 1 Desain oleh Thoeng Sabrina Universitas Bina Nusantara untuk Komnas Perempuan 2 Komnas Perempuan mencatat, selama 12 tahun (2001-2012), sedikitnya ada 35 perempuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan di dunia, baik negara maju maupun negara berkembang. Upaya

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan di dunia, baik negara maju maupun negara berkembang. Upaya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infeksi Menular Seksual (IMS) sampai saat ini masih merupakan masalah kesehatan di dunia, baik negara maju maupun negara berkembang. Upaya pencegahan IMS yang dilaksanakan

Lebih terperinci

1 Universitas Kristen Maranatha

1 Universitas Kristen Maranatha BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infeksi Human Immunodeficiency Virus / Acquired Immunodeficiency Syndrome atau yang kita kenal dengan HIV/AIDS saat ini merupakan global health issue. HIV/AIDS telah

Lebih terperinci

Seksualitas Remaja dan Kesehatan Reproduksi Rachmah Laksmi Ambardini Fakultas Ilmu Keolahragaan UNY

Seksualitas Remaja dan Kesehatan Reproduksi Rachmah Laksmi Ambardini Fakultas Ilmu Keolahragaan UNY Seksualitas Remaja dan Kesehatan Reproduksi Rachmah Laksmi Ambardini Fakultas Ilmu Keolahragaan UNY Pendahuluan Sampai saat ini masalah seksualitas selalu menjadi topik yang menarik untuk dibicarakan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perubahan, munculnya berbagai kesempatan, dan seringkali mengahadapi resikoresiko

BAB I PENDAHULUAN. perubahan, munculnya berbagai kesempatan, dan seringkali mengahadapi resikoresiko BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan reproduksi merupakan masalah yang penting untuk mendapatkan perhatian terutama dikalangan remaja. Masa remaja diwarnai oleh pertumbuhan, perubahan, munculnya

Lebih terperinci

No. Responden. I. Identitas Responden a. Nama : b. Umur : c. Pendidikan : SD SMP SMA Perguruan Tinggi. d. Pekerjaan :

No. Responden. I. Identitas Responden a. Nama : b. Umur : c. Pendidikan : SD SMP SMA Perguruan Tinggi. d. Pekerjaan : KUESIONER PENELITIAN FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PERILAKU DETEKSI DINI KANKER SERVIKS MENGGUNAKAN METODE IVA PADA PUS DI WILAYAH PUSKESMAS KELURAHAN KEMANGGISAN KECAMATAN PALMERAH JAKARTA BARAT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hak dan kewajiban yang baru atau ketika individu telah menikah, status yang

BAB I PENDAHULUAN. hak dan kewajiban yang baru atau ketika individu telah menikah, status yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di dalam masyarakat, perkawinan adalah ikatan sosial atau ikatan perjanjian hukum antar pribadi yang membentuk hubungan kekerabatan dan merupakan suatu pranata dalam

Lebih terperinci

BAB IV PARADIGMA SEKUFU DI DALAM KELUARGA MAS MENURUT ANALISIS HUKUM ISLAM

BAB IV PARADIGMA SEKUFU DI DALAM KELUARGA MAS MENURUT ANALISIS HUKUM ISLAM BAB IV PARADIGMA SEKUFU DI DALAM KELUARGA MAS MENURUT ANALISIS HUKUM ISLAM A. Hal-Hal Yang Melatarbelakangi Paradigma Sekufu di dalam Keluarga Mas Kata kufu atau kafa ah dalam perkawinan mengandung arti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. watak pada individu. Karena salah satu faktor yang mempengaruhi terbentuknya

BAB I PENDAHULUAN. watak pada individu. Karena salah satu faktor yang mempengaruhi terbentuknya BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebudayaan Indonesia mempunyai nilai yang tinggi karena merupakan suatu system yang dikembangkan oleh nenek moyang kita sejak berabad-abad lamanya, di dalam kebudayaan

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. a. Kurangnya perhatian orang tau terhadap anak. yang bergaul secara bebas karena tidak ada yang melarang-larang mereka

BAB V PENUTUP. a. Kurangnya perhatian orang tau terhadap anak. yang bergaul secara bebas karena tidak ada yang melarang-larang mereka 67 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Hasil penelitian tentang Faktor dan Dampak Maraknya Fenomena Hamil di Luar Nikah pada Masyarakat Desa wonokromo Kecamatan Alian Kabupaten Kebumen ini menunjukan bahwa: 1.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah I.1.1. Indonesia adalah Negara yang Memiliki Kekayaan Budaya

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah I.1.1. Indonesia adalah Negara yang Memiliki Kekayaan Budaya BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah I.1.1. Indonesia adalah Negara yang Memiliki Kekayaan Budaya Bangsa Indonesia adalah bangsa yang majemuk, dengan memiliki berbagai suku, bahasa, dan agama

Lebih terperinci

(e) Uang saku rata-rata perbulan kurang dari Rp ,- (64,8%) dan sisanya (35,3%) lebih dari Rp per bulan.

(e) Uang saku rata-rata perbulan kurang dari Rp ,- (64,8%) dan sisanya (35,3%) lebih dari Rp per bulan. Laporan Hasil Survey Tentang Kekerasan terhadap Perempuan dan Perilaku Seksual Terhadap Siswa SMA di Klaten Laporan Hasil Survey Tentang Kekerasan terhadap Perempuan dan Perilaku Seksual Terhadap Siswa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang beranekaragam. Menurut Sujarwa (1998:10-11), kebudayaan adalah seluruh

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang beranekaragam. Menurut Sujarwa (1998:10-11), kebudayaan adalah seluruh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang terdiri dari pulau kecil maupun besar. Wilayah Indonesia yang terdiri dari banyak pulau menjadikan Indonenesia dihuni oleh

Lebih terperinci

GAMBARAN PENGETAHUAN, SIKAP, PERILAKU, DAN LINGKUNGAN SISWI SMU SANTA ANGELA TERHADAP KESEHATAN REPRODUKSI

GAMBARAN PENGETAHUAN, SIKAP, PERILAKU, DAN LINGKUNGAN SISWI SMU SANTA ANGELA TERHADAP KESEHATAN REPRODUKSI LAMPIRAN 1 GAMBARAN PENGETAHUAN, SIKAP, PERILAKU, DAN LINGKUNGAN SISWI SMU SANTA ANGELA TERHADAP KESEHATAN REPRODUKSI Jawablah pertanyaan-pertanyaan di bawah ini dengan lingkari pada jawaban yang paling

Lebih terperinci

- SELAMAT MENGERJAKAN -

- SELAMAT MENGERJAKAN - Identitas subyek Usia : Angkatan : Jenis kelamin : PEDOMAN PENGISIAN 1. Isilah identitas di sudut kiri atas dengan jelas. 2. Bacalah dahulu Petunjuk Pengisian pada masing-masing bagian dengan cermat. 3.

Lebih terperinci

Bab V. Kepedulian Kesehatan Remaja Putri. Perubahan yang terjadi pada tubuh (pubertas) Perubahan yang membawa kehidupan lebih baik

Bab V. Kepedulian Kesehatan Remaja Putri. Perubahan yang terjadi pada tubuh (pubertas) Perubahan yang membawa kehidupan lebih baik Bab V Kepedulian Kesehatan Remaja Putri Perubahan yang terjadi pada tubuh (pubertas) Perubahan yang membawa kehidupan lebih baik Ketertarikan terhadap laki-laki dan seks Tekanan dan Pemaksaan seksual Pertolongan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. pengaturan-nya. Namun berbeda dengan mahluk Tuhan lainnya, demi menjaga

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. pengaturan-nya. Namun berbeda dengan mahluk Tuhan lainnya, demi menjaga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Perkawinan merupakan salah satu sunatullah yang berlaku pada semua mahluk Tuhan, baik pada manusia, hewan, maupun tumbuhan. Dengan naluri mahluk, dan masing-masing

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ini memungkinkan terjadinya peralihan lingkungan, dari lingkungan sekolah

BAB I PENDAHULUAN. ini memungkinkan terjadinya peralihan lingkungan, dari lingkungan sekolah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Remaja dan anak jalanan merupakan dua hal yang saling berkaitan. Dalam bidang pendidikan, anak jalanan pada usia remaja yang secara proporsional paling banyak mengalami

Lebih terperinci

Gereja Membaptis Orang Percaya

Gereja Membaptis Orang Percaya Gereja Membaptis Orang Percaya Beberapa tahun lalu di daratan Cina ada beberapa orang Kristen yang sedang membicarakan pandangan berbagai gereja tentang baptisan. Salah seorang pemimpin awam mengatakannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjadi kebanggaan dan nilai tersendiri bagi kelompok sukunya. Setiap suku

BAB I PENDAHULUAN. menjadi kebanggaan dan nilai tersendiri bagi kelompok sukunya. Setiap suku BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah Setiap suku biasanya memiliki tradisi yang menjadi keunikan tersendiri yang menjadi kebanggaan dan nilai tersendiri bagi kelompok sukunya. Setiap suku bangsa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebaliknya dengan yang negatif remaja dengan mudah terbawa ke hal yang

BAB I PENDAHULUAN. Sebaliknya dengan yang negatif remaja dengan mudah terbawa ke hal yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan masa dimana seorang anak mengalami pubertas dan mulai mencari jati diri mereka ingin menempuh jalan sendiri dan diperlakukan secara khusus. Disinilah

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Promiskuitas merupakan aktifitas seksual yang dilakukan dengan banyak atau lebih dari satu pasangan yang telah dikenal ataupun baru dikenal. Dampak perilaku promiskuitas

Lebih terperinci