OPTIMASI JARAK MAKSIMUM PENEMPATAN LIGHTNING ARRESTER SEBAGAI PROTEKSI TRANSFORMATOR PADA GARDU INDUK. Oleh : Togar Timoteus Gultom, S.

dokumen-dokumen yang mirip
BAB III PELINDUNG SALURAN TRANSMISI. keamanan sistem tenaga dan tak mungkin dihindari, sedangkan alat-alat

Vol.3 No1. Januari

KEMAMPUAN ARESTER UNTUK PENGAMAN TRANFORMATOR PADA GARDU INDUK SRONDOL 150 KV

TUGAS PAPER MATA KULIAH SISTEM PROTEKSI MENENTUKAN JARAK PEMASANGAN ARRESTER SEBAGAI PENGAMAN TRAFO TERHADAP SAMBARAN PETIR

BAB IV PERHITUNGAN DAN PETUNJUK UMUM UNTUK PEMILIHAN PENGENAL ARRESTER

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB II GANGGUAN TEGANGAN LEBIH PADA SISTEM TENAGA LISTRIK

BAB I PENDAHULUAN. gelombang berjalan juga dapat ditimbulkan dari proses switching atau proses

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

STUDI PENGARUH KONFIGURASI 1 PERALATAN PADA SALURAN DISTRIBUSI 20 KV TERHADAP PERFORMA PERLINDUNGAN PETIR MENGGUNAKAN SIMULASI ATP/EMTP

SISTEM PROTEKSI TERHADAP TEGANGAN LEBIH PADA GARDU TRAFO TIANG 20 kv

PEMAKAIAN DAN PEMELIHARAAN ARRESTER GARDU INDUK 150 KV UNGARAN PT. PLN (PERSERO) APP SEMARANG

PEMELIHARAAN DAN PERTIMBANGAN PENEMPATAN ARRESTER PADA GARDU INDUK 150 KV PT. PLN (PERSERO) P3B JB REGION JAWA TENGAH DAN DIY UPT SEMARANG

Abstrak. 1.2 Tujuan Mengetahui pemakaian dan pemeliharaan arrester yang terdapat di Gardu Induk 150 kv Srondol.

ANALISIS PENGARUH DIAMETER DAN PANJANG ELEKTRODA PENTANAHAN ARESTER TERHADAP PERLINDUNGAN TEGANGAN LEBIH

EVALUASI ARRESTER UNTUK PROTEKSI GI 150 KV JAJAR DARI SURJA PETIR MENGGUNAKAN SOFTWARE PSCAD

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia terletak di daerah khatulistiwa. Oleh karena itu Indonesia

ANALISIS PERLINDUNGAN TRANSFORMATOR DISTRIBUSI YANG EFEKTIF TERHADAP SURJA PETIR. Lory M. Parera *, Ari Permana ** Abstract

Analisa Rating Lightning Arrester Pada Jaringan Transmisi 70 kv Tomohon-Teling

BAB III TEORI DASAR DAN DATA

OPTIMASI PELETAKKAN ARESTER PADA SALURAN DISTRIBUSI KABEL CABANG TUNGGAL AKIBAT SURJA PETIR GELOMBANG PENUH

KOORDINASI ISOLASI. By : HASBULLAH, S.Pd., MT ELECTRICAL ENGINEERING DEPT. FPTK UPI 2009

BAB I PENDAHULUAN. Desain isolasi untuk tegangan tinggi (HV) dimaksudkan untuk

BAB II LANDASAN TEORI

ARESTER SEBAGAI SISTEM PENGAMAN TEGANGAN LEBIH PADA JARINGAN DISTRIBUSI TEGANGAN MENENGAH 20KV. Tri Cahyaningsih, Hamzah Berahim, Subiyanto ABSTRAK

Sela Batang Sela batang merupakan alat pelindung surja yang paling sederhana tetapi paling kuat dan kokoh. Sela batang ini jarang digunakan pad

PENENTUAN LETAK OPTIMUM ARRESTER PADA GARDU INDUK (GI) 150 kv SIANTAN MENGGUNAKAN METODE OPTIMASI

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PEMODELAN PERLINDUNGAN GARDU INDUK DARI SAMBARAN PETIR LANGSUNG DI PT. PLN (PERSERO) GARDU INDUK 150 KV NGIMBANG-LAMONGAN

BAB II TEORI DASAR. 2.1 Umum. Pada dasarnya suatu gangguan ialah setiap keadaan sistem yang menyimpang

BAB III LIGHTNING ARRESTER

ANALISA PROTEKSI PETIR PADA GARDU DISTRIBUSI 20 KV PT PLN (PERSERO) RAYON INDERALAYA

MAKALAH SEMINAR KERJA PRAKTEK

BAB II TEORI DASAR GANGGUAN PETIR

BAB I PENDAHULUAN. utama bagi setiap orang. Ketergantungan masyarakat terhadap listrik

1. BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. Energi listrik merupakan salah satu bentuk energi yang mudah dalam

BAB II TEGANGAN LEBIH SURYA PETIR. dibangkitkan dalam bagian awan petir yang disebut cells. Pelepasan muatan ini

II. TINJAUAN PUSTAKA. (updraft) membawa udara lembab. Semakin tinggi dari permukaan bumi, semakin

Proteksi Terhadap Petir. Distribusi Daya Dian Retno Sawitri

Studi Penempatan Titik Pentanahan Kawat Tanah pada Penyulang Serangan

EVALUASI PERLINDUNGAN GARDU INDUK 150 KV PANDEAN LAMPER DI TRAFO III 60 MVA TERHADAP GANGGUAN SURJA PETIR

Studi Pengaruh Lokasi Pemasangan Surge Arrester pada Saluran Udara 150 Kv terhadap Tegangan Lebih Switching

TUGAS AKHIR PROTEKSI TEGANGAN LEBIH PADA LIGHTNING ARRESTER 70 KV PULO GADUNG

Kata Kunci Proteksi, Arrester, Bonding Ekipotensial, LPZ.

ANALISIS KOORDINASI ISOLASI SALURAN UDARA TEGANGAN TINGGI 150 KV TERHADAP SAMBARAN PETIR DI GIS TANDES MENGGUNAKAN PERANGKAT LUNAK EMTP RV

Analisa Koordinasi Isolasi Peralatan di Gardu Induk Teling 70 kv

ANALISIS DISTRIBUSI TEGANGAN LEBIH AKIBAT SAMBARAN PETIR UNTUK PERTIMBANGAN PROTEKSI PERALATAN PADA JARINGAN TEGANGAN MENENGAH 20 kv di YOGYAKARTA

BAB III LANDASAN TEORI

Analisis Pengaruh Resistansi Pentanahan Menara Terhadap Terjadinya Back Flashover

Analisis Kinerja Lightning Arester Pada Jaringan Transmisi 150 kv Sistem Minahasa Khususnya Pada Penyulang Kawangkoan - Lopana

Hendri Kijoyo Jurusan Teknik Elektro Fakultas Teknologi Industri Insttut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB II LANDASAN TEORI. Suatu sistem tenaga listrik terdiri dari tiga bagian utama : pusat-pusat

BAB II PENANGKAL PETIR DAN ARUS PETIR. dan dari awan ke awan yang berbeda muatannya. Petir biasanya menyambar objek yang

1 BAB I PENDAHULUAN. menyalurkan daya listrik dari pembangkit ke konsumen yang letaknya dapat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Studi Pengaruh Konfigurasi Peralatan pada Saluran Distribusi 20 kv Terhadap Performa Perlindungan Petir Menggunakan Simulasi ATP/EMTP

PENGARUH PERISAI PELAT LOGAM TERHADAP INDUKSI TEGANGAN SURJA PETIR PADA INSTALASI TEGANGAN RENDAH

Dasman 1), Rudy Harman 2)

Simulasi Tegangan Lebih Akibat Sambaran Petir terhadap Penentuan Jarak Maksimum untuk Perlindungan Peralatan pada Gardu Induk

TUGAS AKHIR DISTRIBUSI TEGANGAN SURJA PETIR PADA TIAP MENARA TRANSMISI MINDO SIMBOLON NIM :

SISTEM PROTEKSI RELAY

Studi Analisis Gangguan Petir Terhadap Kinerja Arrester Pada Sistem Distribusi Tegangan Menengah 20 KV Menggunakan Alternative Transient Program (ATP)

BAB II KAJIAN PUSTAKA

I Gusti Ngurah Satriyadi Hernanda, ST. MT Dr. Eng. I Made Yulistya Negara, ST. M.Sc

Oleh: Dedy Setiawan IGN SatriyadiI H., ST., MT. 2. Dr. Eng. I Made Yulistya N., ST., M.Sc

Rancang Bangun Pemotong Surja Tegangan Pada kwh Meter Tiga Fasa Menggunakan PCB (Printed Circuit Board)

STUDI ANALISA SISTEM KOORDINASI ISOLASI PERALATAN DI GARDU INDUK 150 KV NEW-TUREN

GROUNDING SYSTEM HASBULLAH, MT. Electrical engineering Dept. Oktober 2008

BAB II PEMAHAMAN TENTANG PETIR

STUDY ON SURGE ARRESTER PERFORMANCE DUE TO LIGHTNING STROKE IN 20 KV DISTRIBUTION LINES. Agung Warsito, Abdul Syakur, Liliyana NS *)

Studi Pengaman Tegangan Lebih pada Saluran Kabel Tegangan Tinggi 150kV yang Dilindungi oleh Arester Surja

STUDI KARAKTERISTIK TRANSIEN LIGHTNING ARRESTER PADA TEGANGAN MENENGAH BERBASIS PENGUJIAN DAN SIMULASI

PENGUJIAN TEGANGAN TEMBUS KARPET INTERLOCKING PT. BASIS PANCAKARYA LAPORAN

BAB I LATAR BELAKANG. berlangsung secara aman dan efisien sepanjang waktu. Salah satu solusi yang dapat dilakukan untuk menyalurkan listrik secara

BAB 1 PENDAHULUAN. kualitas dan kehandalan yang tinggi. Akan tetapi pada kenyataanya terdapat

BAB IV MENENTUKAN KAPASITAS LIGHTNING ARRESTER

1 BAB I PENDAHULUAN. Petir adalah suatu gejala alam, yakni peluahan muatan listrik statis yang

L/O/G/O RINCIAN PERALATAN GARDU INDUK

BAB II LANDASAN TEORI. Dalam merencanakan suatu sistem pengaman (Proteksi) yang ada

Aplikasi Konsep Fisika Pada Proses Terjadinya Petir dan Pentingnya Penggunaan Penangkal Petir Pada Bangunan *) Nia Nopeliza **)

ANALISIS SAMBARAN PETIR PADA TIANG TRANSMISI DENGAN MENGGUNAKAN METODE LATTICE

KOORDINASI PROTEKSI ARESTER PCB DAN DIODA ZENER DENGAN ELEMEN DEKOPLING PADA PERALATAN LISTRIK JURNAL SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. Petir adalah suatu fenomena alam yang memiliki kekuatan sangat besar

Perbandingan Tegangan Residu Arester SiC dan ZnO Terhadap Variasi Front Time

PERBANDINGAN WATAK PERLINDUNGAN ARESTER ZnO DAN SiC PADA PERALATAN LISTRIK MENURUT LOKASI PENEMPATANNYA

KINERJA ARRESTER AKIBAT INDUKSI SAMBARAN PETIR PADA JARINGAN TEGANGAN MENENGAH 20 kv

SIMULASI DAN ANALISIS PENGARUH TEGANGAN LEBIH IMPULS PADA BELITAN TRANSFORMATOR DISTRIBUSI 20 KV

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Assalamu alaikum Wr. Wb. PROTEKSI TEGANGAN LEBIH (ARRESTER)

BAB III LIGHTNING ARRESTER

METODE PENELITIAN. Pengukuran Besaran Elektrik Laboratorium Teknik Elektro Terpadu Jurusan

1. BAB I PENDAHULUAN

SIMULASI INDUKSI SAMBARAN PETIR DAN KINERJA ARESTER PADA JARINGAN TEGANGAN MENENGAH

TUGAS AKHIR PENGARUH IMPEDANSI SURJA PEMBUMIAN MENARA TRANSMISI TERHADAP TEGANGAN LENGAN MENARA WINDY ROLAND TOBING NIM :

SISTEM PROTEKSI TERHADAP SAMBARAN PETIR LANGSUNG (DIRECT STRIKE) KE GARDU INDUK. Sudut Lindung. Menara Transmisi Dan Gardu Induk

Transkripsi:

OPTIMASI JARAK MAKSIMUM PENEMPATAN LIGHTNING ARRESTER SEBAGAI PROTEKSI TRANSFORMATOR PADA GARDU INDUK Oleh : Togar Timoteus Gultom, S.T, MT ABSTRAK Tegangan lebih adalah tegangan yang hanya dapat ditahan untuk waktu yang terbatas. Tegangan lebih petir merupakan tegangan lebih periodik yang disebabkan karena sebab luar ( External Over Voltage). Lightning Arester adalah peralatan pengaman instalasi dari gangguan tegangan lebih akibat sambaran petir (Lightning Surge) maupun oleh surja hubung (SwitchingSurge). Transformator/ trafo tenaga berfungsi untuk menyalurkan tenaga/ daya listrik dengan menaikkan atau menurunkan tegangan di Gardu Induk Penelitian ini fokus pada peralatan Gardu Induk yaitu Lightning Arester tipe EXCLIM R 162 AH 170. yang terhubung dengan transformator (trafo) Daya II merek PASTI Tipe ORF60/275. Perlindungan yang baik diperoleh bila arester ditempatkan sedekat mungkin pada jepitan trafo. Tetapi, dalam praktek arester itu harus ditempatkan dengan jarak S dari trafo yang dilindungi. Karena itu, jarak tersebut ditentukan agar perlindungan dapat berlangsung dengan baik. Kata Kunci : Tegangan Lebih, Arester, Transformator, Jarak Arester. 1. Pendahuluan Gangguan listrik pada Gardu Induk dapat disebabkan oleh faktor internal dan eksternal. Faktor internal dapat seperti kurang baiknya peralatan itu sendiri sedangkan faktor eksternal dapat berupa kesalahan manusia atau human eror dan dapat karena gangguan alam seperti petir, gempa, banjir, angin dan lain-lain. Ada beberapa macam gangguan pada saluran transmisi yang disebabkan oleh faktor alam maupun faktor lainnya. Faktor-faktor yang dapat menyebabkan terjadinya gangguan pada sistem transmisi salah satunya adalah surja petir atau surja hubung. Petir sering menyebabkan gangguan pada sistem tegangan tinggi dari 150 sampai 500 kv. Sedangkan pada sistem dibawah 20 kv, yang menjadi sebab utamanya adalah surja hubung. Karena letak Negara Indonesia di daerah tropis, gangguan yang sering dialami adalah gangguan yang disebabkan oleh alam yaitu petir yang menyebabkan tegangan berlebih dan untuk menggambarkan jumlah petir sering di sebutkan melalui Isokeraunic Level (IKL) yaitu angka yang menggambarkan jumlah hari guruh per tahun. Hampir semua gangguan pada saluran 187 kv keatas 41

disebabkan oleh petir, dan lebih dari 70% dari semua gangguan pada saluran 110-154 kv disebabkan karena gejala-gejala alamiah termasuk petir (Arismunandar,1993:69). Gardu Induk sebagai salah satu tempat terpenting karena sebagai penyalur energi listrik ke konsumen perlu dilindungi atau di proteksi dari gangguan yang disebabkan oleh petir. Dan beberapa jenis gangguan pada saluran tenaga listrik yang memang tidak semuanya bisa dihindarkan. Untuk itu perlu dicari upaya pencegahan agar bisa memperkecil kerusakan pada peralatan listrik. Lightning Arrester disingkat Arester atau sering disebut penangkal petir, adalah alat pelindung bagi peralatan sistem tenaga listrik terhadap surja petir 2. LANDASAN TEORI 2.1. Umum Tegangan lebih akibat sambaran petir sangat berbahaya bagi koordinasi isolasi. Tegangan lebih ini dapat merusak bahan isolasi atau merusak peralatan yang ada. Dalam sistem penyaluran tenaga listrik, penggunaan lightning arrester sebagai alat proteksi tegangan lebih pada aplikasi metode koordinasi isolasi banyak berorientasi pada perlindungan peralatan terhadap bahaya sambaran petir. 2.2. Petir Petir merupakan sebuah fenomena alam berupa kilatan cahaya disertai suara menggelegar yang sering dijumpai menjelang atau ketika hujan. Namun bukan berarti ketika hujan akan selalu disertai dengan petir. Petir hanya terjadi jika terdapat awan Cumulonimbus (Cb). Petir terjadi karena adanya perbedaan potensial antara dua medium. Dalam hal ini dua medium tersebut yaitu antara awan dan bumi atau awan dengan awan. 2.2.1. Mekanisme Surja Petir Faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan atau pengumpulan muatan diawan begitu banyak dan tak pasti. Tekanan atmosfer akan menentukan dengan makin bertambahnya ketinggian suatu tempat dari permukaan horizontal. Pergerakan udara (sering disebut angin) ini akan membawa udara lembab ke atas, kemudian udara lembab ini mengalami kondensasi menjadi uap air, lalu berkumpul menjadi titik-titik air yang pada akhirnya membentuk awan. Angin kencang yang meniup awan akan membuat awan mengalami pergeseran secara horizontal maupun vertikal. Ditambah dengan benturan antara titik-titik air yang dalam awan tersebut dengan partikel-partikel udara, yang dapat memungkinkan 42

terjadinya pemisahan muatan listrik didalam awan tersebut. Butiran air yang bermuatan positif, biasanya berada bagian atas dan yang bermuatan negatif dibagian bawah. Dengan adanya awan yang bermuatan maka akan timbul muatan induksi pada permukaan bumi sehingga menimbulkan medan listrik antara bumi dengan awan. Mengingat dimensinya, bumi dianggap rata terhadap awan sehingga bumi dengan awan dapat dianggap sebagai dua plat sejajar membentuk kapasitor. Jika medan listrik yang terjadi melebihi medan tembus udara, maka akan terjadi pelepasan muatan. Terjadinya pelepasan udara inilah yang disebut sebagai petir. Setelah adanya peluahan diudara sekitar awan bermuatan yang medan listriknya cukup tinggi, terbentuk peluahan awal yang biasa disebut pilot leader. Pilot leader ini menentukan arah perambatan muatan dari awan ke udara, diikuti dengan titik-titik cahaya. Setiap sambaran petir bermula dari suatu lidah petir ( leader) yang bergerak turun dari awan bermuatan dan disebut downward leader seperti yang di tunjukkan pada (Gambar 2.1) Downward leader ini bergerak menuju bumi dalam bentuk langkah-langkah yang disebut step leader. Gambar 2.1 Proses Terjadinya Petir 2.3. Lightning Arrester Lightning Arrester (LA) merupakan peralatan yang berfungsi untuk melindungi peralatan listrik lain dari tegangan surja (baik surja hubung maupun surja petir) (PLN, Buku Pedoman Pemeliharaan 2014:2) 2.4. Pemilihan Tingkat Isolasi Dasar (BIL) BIL ini menyatakan tingkat isolasi terhadap petir. Agar pemakaian arester dalam koordinasi isolasi dapat memberikan hasil yang maksimal perlu berpedoman pada asas-asas. Dan salah satu asasnya adalah Daerah perlindungan harus mempunyai jangkauan yang cukup untuk melindungi semua peralatan gardu induk yang mempunayi BIL ( Basic Insulation Level) atau lebih tinggi dari daerah perlindungan. Berikut ini adalah tabel (2.1) yang menunjukan perbandingan BIL dengan tegangan sistem maksimum: Tabel 2.1. Perbandingan BIL dengan tegangan sistem (Hermagasantos, 1994:131) Untuk menghitung dari margin perlindungan dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut: IM = (BIL/ KIA 1) x 100%...(2.1) Misalkan IM = (125 kv/ 133,3 1)x 100% = 94,5% 43

Keterangan: IM = Impuls Margin (%) KIA = Tegangan Pelepasan Maksimum Arester (kv) BIL = Tingkat Isolasi Dasar (kv) Berdasarkan rumus diatas ditentukan tingkat perlindungan untuk trafo daya. Kriteria yang berlaku untuk MP > 20% dianggap cukup untuk melindungi transformator. 2.5. Teori Penghitungan Jarak Maksimum 2.5.1. Jarak Maksimum Arester dan Trafo yang Dihubungkan dengan Saluran Udara Untuk menentukan jarak maksimum arester dan peralatan yang dilindungi yang dihubungkan langsung dengan saluran udara dianggap sebagai jepitan terbuka, seperti yang ada pada (g ambar 2.2) berikut ini: dalam praktek arester itu harus ditempatkan dengan jarak S dari trafo yang dilindungi. Karena itu, jarak tersebut ditentukan agar perlindungan dapat berlangsung dengan baik. Keterangan (Gambar 2.2) : Ea = Tegangan percik arester (arester sparkover voltage) Ep = Tegangan pada jepitan trafo A = de/ dt = kecuraman gel datang, dan dianggap kontan S = Jarak antara arester dengan trafo v = kecepatan merambat gelombang Apabila trafo dianggap jepitan terbuka, yaitu keadaan yang paling berbahaya, apabila gelombang mencapai trafo akan terjadi pantulan total, dan gelombang ini kembali kekawat saluran dengan polaritas yang sama, waktu yang dibutuhkan oleh gelombang untuk merambat kembali ke arester 2 S/v. Bila arester mulai memercik maka tegangan pada jepitan arester adalah: Ea = At + A(t 2 S/ v) = 2 At 2 A S/v (Hutauruk,1991:113) (2.2) Bila waktu percik arester t so, dihitung mulai gelombang itu pertama kali sampai pada arester, maka dari persamaan diatas menjadi: Gambar 2.2. Skema jarak transformator dan arester dengan jarak S (Hutauruk, 1991:112) Perlindungan yang baik diperoleh bila arester ditempatkan sedekat mungkin pada jepitan trafo. Tetapi, tso = (Hutauruk, 1991:113)...(2.3) Setelah terjadi percikan maka arester berlaku sebagai jepitan hubung singkat, dan menghasilkan gelombang sebesar: 44

- A(t - t so ) (Hutauruk, 1991:113) ( 2.4 ) Gelombang negatif ini akan merambat ke trafo, dan setelah pantulan pertama pada trafo terjadi, jumlah tegangan pada trafo menjadi: Ep = 2 At 2 A(t- t so ) = 2 A t so = 2A Atau Ep = Ea + 2 A S/v..( 2.5 ) Harga maksimum Ep = 2 Ea. Bila tegangan tembus isolator trafo = Ep, maka Ep harus lebih besar dari, (Ea + 2 AS/v) agar diperoleh perlindungan yang baik. Untuk mengubah harga Ep cukup dengan mengubah S, yaitu makin kecil S maka makin kecil pula Ep. Maka hasil perhitungan dari data lapangan yang kita dapat nantinya dapat di buat menjadi diagram tangga antara lightning arrester dan transformator yang dapat di lihat pada (gambar 2.3) : Gambar 2.3. Diagram tangga antara lightning arester dan transformator (Hutauruk, 1991:114) 3.1 Metode Penelitian 3.2 Flowchart Penelitian Gambar 3.1 Flowchart Penelitian. Penelitian ini dimulai dengan mengambil data lapangan dan data standart PLN. Setelah data terkumpul, maka peneliti melakukan analisa perhitungan berdasarkan teori dari literatur agar selanjutnya diketahui berapa jarak maksimum antara lightning arrester dengan trafo daya dan mendapatkan hasil analisis tegangan percik lightning arrester. 45

4.2. Pembahasan Dari hasil survey penelitian diketahui bahwa arester terpasang pada saluran guna untuk melindungi semua peralatan, dengan pembahasan: 4.1. Hasil Data yang di peroleh dari hasil penelitian terhadap peralatan Gardu Induk KIM 150 KV yang disajikan dalam bentuk diagram tangga adalah sebagai berikut: 4.2.1. Penghitungan jarak arester dengan trafo Diketahui bahwa tegangan sistem peralatan adalah sebagai berikut, tegangan transmisi 150 KV dengan BIL 715 KV. Trafo dilindungi oleh arester dengan tegangan percik 650 KV, dengan jarak perlindungan terhadap peralatan adalah sejauh 3 meter, misalkan surja yang datang sebagai variable percobaannya, merambat menuju peralatan yang dilindungi arester dengan kecepatan 300 m/µdt, berapakah jarak maksimum antara arester dan peralatan, sehingga semua peralatan itu terlindungi dari bahaya surja? Diketahui : Ep = 715 KV Ea = 650 KV A = 1000 dv/dt v = 300 m/µdt Ditanya : S (Jarak maksimum antara arester dengan trafo)? Surja petir sebesar 1.000 dv/dt, setelah dihitung secara matematis di peroleh jarak maksimum arrester adalah sebesar : Gambar 4.1. Konstruksi Diagram Tangga Ep = Ea + 2 715 = 650 + 2 ; S= 9,75 M 46

Padahal dalam kenyataan dilapangan dipasang sejauh 3 meter, sehingga pemasangannya masih di bawah harga maksimum. mengalami percikan. Misalkan dulu tidak ada arester, maka tegangannya: 4.2.2. Analisis tegangan percik arester Untuk nilai kecuraman gelombang di atas sebesar 1000 dv/dt merupakan harga tertinggi yang dapat terjadi dari kenaikan tegangan akibat surja petir, sehingga diambil nilai maksimal tegangan berlebih yang dapat terjadi pada trafo. Hasil penghitungan percik arester dan kenaikan tegangan pada trafo di perlihatkan pada analisis diagram tangga di bawah ini: Gambar 4.2. Analisis diagram tangga Pertama kita harus menentukan adalah waktu pada saat arester Kecuraman gelombang yang diperoleh dari masing-masing penghitungan berdasarkan waktu terjadinya yang disajikan dalam bentuk tabel adalah sebagai berikut: NO. Tabel 4.1. Kecuraman gelombang berdasarkan waktunya Waktu/ t (µdet) 1 0 0 2 25 111,1 3 50 111,1 4 75 259,2 5 100 259,2 6 125 308,5 7 150 308,5 8 175 621,1 9 200 621,1 10 225 1243,6 Kecuraman Gelombang/ e (dv/dt ) 11 250 1243,6 47

Naik tegangan pada trafo adalah sebagai berikut: t = 0 t = 25 t = 50 µdet ; e = 0 KV µdet ; e = 0 KV µdet ; e = 177,7 KV Gambar 4.3.Grafik kecuraman gelombang berdasarkan waktu Berdasarkan tabel 4.1. dapat diketahui bahwa kecuraman gelombang akan selalu meningkat sebanding dengan kenaikan waktu. Pada waktu tertentu dan kecuraman gelombang tertentu arester akan memercik ( spark over). Tegangan pada lokasi arester dan waktu untuk mencapainya dapat di peroleh dari analisis diagram tangga, Gambar 4.2. Naik tegangan pada lokasi arester diberikan dalam Gambar 4.3. Sesuai perhitungan waktu arester berikut : Analisis tegangan percik arrester: t = 75 µdet ; e = 177,7 KV t = 100 µdet ; e = 177,7 + 59,2 = 236,9 KV t = 125 µdet ; e = 236,9 KV t = 150 µdet ; e = 236,9 + 78,9 = 315,8 KV t = 175 µdet ; e = 315,8 KV t = 200 µdet ; e = 315,8 + 105,2 = 421 KV t = 225 µdet ; e = 421 KV t = 250 µdet ; e = 421 + 140,2 = 561,2 KV t = 275 µdet ; e = 561,2 KV t = 300 µdet ; e = 561,2 + 186,9 = 748,1 KV t = 0 µdet ; e = 0 KV t = 25 µdet ; e = 333,3 KV t = 50 µdet ; e = 333,3 KV t = 75 µdet ; e = 333,3 + 333,3 = 666,6 KV waktu percik arester (t s0 ): ts0 = 8 + t (Hutauruk, 1988: 115) = ts0 = 333,3+ 1,777 650 t 1300 = 666,6 + 657,3 t t = 0,96 Jadi t s0 = 8 + 0,96 = 8,96 µdet. Gambar 4.4. Grafik naik tegangan pada trafo 48

Berdasarkan Gambar 4.4. dapat diketahui bahwa besar tegangan pada trafo juga mengalami penambahan terus berbanding lurus dengan kenaikan atau bertambahnya waktu. Tegangan pelepasannya ditentukan dari perhitungan 4,55 x 138 KV = 627,9 KV, ditambah dengan toleransi 20 % menjadi 753,5 KV lebih tinggi dari BIL yang hendak dilindungi. Tegangan pada trafo akan mengalami penurunan setelah arester memercik pada waktu 10,21 µdet. Dan karena BIL transformator 715 KV, sedangkan tegangan yang timbul puncaknya sampai 748,1 KV pada 300 µdet, maka arester masih mampu melindungi trafo tersebut. 5.1. Kesimpulan Berdasarkan analisis dan pembahasan: Optimasi Jarak Maksimum Penempatan Lightning Arrester Sebagai Proteksi Trafo Pada Gardu Induk, dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Dari hasil analisis matematis, jarak pemasangan dari Arester tipe EXCLIM R 162 AH 170 masih mampu melindungi trafo dari gangguan surja petir dan surja hubung dengan tegangan sampai 1000 KV. 2. Berlangsungnya percikan arester masih berada dalam batas aman sesuai dengan analisis matematis. 3. Naik tegangan yang terjadi pada trafo masih berada pada toleransi yang di perbolehkan sebesar 20 % lebih tinggi dari BIL dari trafo, sehingga trafo masih terlindungi oleh arester. 5.2. Saran Dari penelitian yang telah dilakukan, maka dapat diambil beberapa saran antara lain: 1. Pemasangan arester berdasarkan jaraknya dengan trafo masih dalam batas aman yaitu antara jarak 3 m sampai 9, 75 m. 2. Perlu adanya pengujian atau penghitungan dengan teori lain seperti Witzke-Bliss untuk bisa membandingkan hasil penghitungan. DAFTAR PUSTAKA 1. Arismunandar, A. 1978. Teknik Tegangan Tinggi. PT. Pradnya Paramitha. Jakarta. 2. Tobing, L. Bonggas. 2001. Peralatan Tegangan Tinggi. Laboratorium Teknik Tegangan Tinggi, Jurusan Teknik Elektro- Fakultas Teknik Elektro Sumatera Utara, Medan. 3. T. S. Hutauruk. 1991. Gelombang Berjalan dan Proteksi Surja. Erlangga. Jakarta. 4. Hermagasantos. 1994. Teknik Tegangan Tinggi. PT. Rosda Jayaputra. Jakarta. 5. PLN (Persero). 2010. Buku Pedoman Pemeliharaan dan Asesmen Kondisi Peralatan Sistem Tenaga. Lightning Arrester, PT PLN (Persero) 6. PLN (Persero). 2014. Buku Pedoman Pemeliharaan. Lightning Arrester, PT PLN (Persero). Jakarta. 49