II. TINJAUAN PUSTAKA. cabang yang menyebar pada kedalaman lapisan tanah antara cm.

dokumen-dokumen yang mirip
TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) Spodoptera litura F. dapat diklasifikasikan

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) ulat grayak diklasifikasikan sebagai berikut:

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Asal dan kandungan gizi Tanaman Melon. menemukan benua Amerika pada tahun 1492 adalah seorang yang berjasa dalam

TINJAUAN PUSTAKA. Siklus hidup S. litura berkisar antara hari (lama stadium telur 2 4

TINJAUAN PUSTAKA. enam instar dan berlangsung selama hari (Prayogo et al., 2005). Gambar 1 : telur Spodoptera litura

Status Ulat Grayak (Spodoptera litura F.) Sebagai Hama

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) ulat grayak diklasifikasikan sebagai berikut :

Manfaat NPV Mengendalikan Ulat Grayak (Spodoptera litura F.)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA. energi pada kumunitasnya. Kedua, predator telah berulang-ulang dipilih sebagai

Ketertarikan Ngengat Spodoptera litura Fabricus terhadap Warna Hijau di Area Tanaman Melon.

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) Spodoptera litura F. Dapat diklasifikasikan

HAMA Cricula trifenestrata PADA JAMBU METE DAN TEKNIK PENGENDALIANNYA

TINJAUAN PUSTAKA. Biologi Phragmatoecia castaneae Hubner. (Lepidoptera : Cossidae)

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981), adapun sistematika dari hama ini adalah

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981), Setothosea asigna di klasifikasikan sebagai

II. TINJAUAN PUSTAKA

PENDAHULUAN. Eli Korlina PENDEKATAN PHT

TINJAUAN PUSTAKA. Adapun morfologi tanaman tembakau adalah: Tanaman tembakau mempunyai akar tunggang terdapat pula akar-akar serabut

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Deskripsi dan Klasifikasi Tanaman Mengkudu. ujung runcing, sisi atas berwarna hijau tua mengkilat (van Steenis et al.

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 17. Kandang Pemeliharaan A. atlas

I. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman sawi B. juncea (L.) menyerbuk sendiri, umumnya tahan terhadap suhu

TINJAUAN PUSTAKA. 1. Chilo sacchariphagus Boj. (Lepioptera: Crambidae) Bentuk telur jorong dan sangat pipih, diletakkan dalam 2-3 baris tersusun

V. SIMPULAN DAN SARAN. ekor/minggu. Warna hijau B dengan karakteristik L sebesar 19,6; nilai a sebesar -

II. TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA. antara telur dan tertutup dengan selaput. Telur mempunyai ukuran

AGROTEKNOLOGI TANAMAN LEGUM (AGR62) TEKNOLOGI PENGELOLAAN JASAD PENGGANGGU DALAM BUDIDAYA KEDELAI (LANJUTAN)

I. TINJAUAN PUSTAKA. Setothosea asigna, Setora nitens, Setothosea bisura, Darna diducta, dan, Darna

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 2.1 Taksonomi Tanaman Kedelai (Glycine max (L.) Merril) Klasifikasi Tanaman Kedelai (Glycine max (L.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kacang tunggak (Vigna unguiculata (L.)) merupakan salah satu anggota dari

Gambar 1. Gejala serangan penggerek batang padi pada stadium vegetatif (sundep)

HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) diterangkan bahwa klasifikasi hama Oryctes

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA. Species: Allium ascalonicum L. (Rahayu dan Berlian, 1999). Bawang merah memiliki batang sejati atau disebut discus yang bentuknya

TINJAUAN PUSTAKA. Telur berwarna putih, berbentuk bulat panjang, dan diletakkan

TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi hama penggerek batang berkilat menurut Soma and Ganeshan

untuk meneliti tingkat predasi cecopet terhadap larva dan imago Semoga penelitian ini nantinya dapat bermanfaat bagi pihak pihak yang

TINJAUAN PUSTAKA Ulat Sutra ( Bombyx mori L. Ras Ulat Sutera

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. Padi (Oryza sativa L.) tergolong ke dalam Famili Poaceae, Sub- family

Metamorfosis Kecoa. 1. Stadium Telur. 2. Stadium Nimfa

TINJAUAN PUSTAKA. Telur serangga ini berwarna putih, bentuknya mula-mula oval, kemudian

HASIL DAN PEMBAHASAN Gejala Parasitisasi

TINJAUAN PUSTAKA. Biologi Hama Conopomorpha cramerella (Lepidoptera: Gracillariidae)

TINJAUAN PUSTAKA. Siklus Hidup dan Morfologi

TINJAUAN PUSTAKA. miring. Sycanus betina meletakkan tiga kelompok telur selama masa hidupnya.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman mentimun papasan (Coccinia gandis) merupakan salah satu angggota

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) biologi hama ini adalah : Setelah telur diletakkan di dalam bekas gerekan, lalu ditutupi dengan suatu zat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA. buku pertama di atas pangkal batang. Akar seminal ini tumbuh pada saat biji

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kopi (coffea sp.) adalah tanaman yang berbentuk pohon termasuk dalam famili

TINJAUAN PUSTAKA. A. Karakteristik dan Klasifikasi Kupu-Kupu Klasifikasi kupu-kupu menurut Scobel (1995) adalah sebagai berikut :

HASIL DAN PEMBAHASAN. Ciri Morfologi Parasitoid B. lasus

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


Tetratichus brontispae, PARASITOID HAMA Brontispa longissima

1. Sklera Berfungsi untuk mempertahankan mata agar tetap lembab. 2. Kornea (selaput bening) Pada bagian depan sklera terdapat selaput yang transparan

TINJAUAN PUSTAKA. Biologi Hama Penggerek Buah Kopi (Hypothenemus hampei Ferr.) Menurut Kalshoven (1981) hama Penggerek Buah Kopi ini

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dalam suatu komunitas atau ekosistem tertentu (Indriyanto, 2006). Relung ekologi

TINJAUAN PUSTAKA. Chilo sacchariphagus Bojer (Lepidoptera: Crambidae) diletakkan secara berkelompok dalam 2-3 baris (Gambar 1). Bentuk telur jorong

HASIL DAN PEMBAHASAN

TAHAP TAHAP PERKEMBANGAN TAWON KEMIT (Ropalidia fasciata) YANG MELIBATKAN ULAT GRAYAK (Spodopteraa exigua)

BAB IV. Selama proses habituasi dan domestikasi Attacus atlas (F1-F2) dengan pemberian dua

BAB I PENDAHULUAN. ulat grayak merupakan hama penting pada tanaman tembakau (Nicotiana tabacum

TINJAUAN PUSTAKA. Chilo Sachhariphagus Boj. (Lepidoptera: Crambidae)

TINJAUAN PUSTAKA. Chilo saccharipaghus Bojer (Lepidoptera: Pyralidae) mengkilap. Telur berwarna putih dan akan berubah menjadi hitam sebelum

Gambar 1. Drosophila melanogaster. Tabel 1. Klasifikasi Drosophila

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA Tumbuhan Kembang Bulan (Tithonia diversifolia A. Gray)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENDAHULUAN. Tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) merupakan tumbuhan tropis

TINJAUAN PUSTAKA Serangga predator Bioekologi Menochilus sexmaculatus

Waspadai Kemunculan Pengorok Daun (Liriomyza sp) pada Tanaman Kopi

TINJAUAN PUSTAKA. kerusakan daun kelapa sawit. Namun demikian, penggunaan insektisida kimia

TINJAUAN PUSTAKA Sejarah Tanaman Cabai Botani Tanaman Cabai

Penggerek Pucuk Tebu dan Teknik Pengendaliannya

TINJAUAN PUSTAKA. berkelompok (Gambar 1). Kebanyakan telur ditemukan di bawah permukaan daun,

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981), klasifikasi S. inferens adalah sebagai berikut:

STUDI KERUSAKAN AKIBAT SERANGAN HAMA PADA TANAMAN PANGAN DI KECAMATAN BULA, KABUPATEN SERAM BAGIAN TIMUR, PROPINSI MALUKU

TINJAUAN PUSTAKA. (brassicaceae) olek karena itu sifat morfologis tanamannya hampir sama, terutama

TINJAUAN PUSTAKA. (Ostrinia furnacalis) diklasifikasikan sebagai berikut:

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi tanaman mentimun ( Cucumis sativus L.) (Cahyono, 2006) dalam tata nama tumbuhan, diklasifikasikan kedalam :

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pupuk dibedakan menjadi 2 macam yaitu pupuk organik dan pupuk anorganik

II. TINJAUAN PUSTAKA. Mentimun dapat diklasifikasikan kedalam Kingdom: Plantae; Divisio:

II. TINJAUAN PUSTAKA. Semangka merupakan tanaman semusim yang termasuk ke dalam famili

TINJAUAN PUSTAKA. A. Biologi dan Morfologi Rayap (Coptotermes curvignatus) Menurut (Nandika et, al.dalam Pratama 2013) C. curvignatus merupakan

TINJAUAN PUSTAKA. bulu-bulu atau sisik dari induknya. Tiap kelompok telur maksimum terdapat

HASIL DAN PEMBAHASAN

I. TINJAUAN PUSTAKA. Kopi (Coffea spp.) adalah spesies tanaman berbentuk pohon. Tanaman ini

TINJAUAN PUSTAKA. Serangga Hypothenemus hampei Ferr. (Coleoptera : Scolytidae). Penggerek buah kopi (PBKo, Hypothenemus hampei) merupakan serangga

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Klasifikasi dan Deskripsi Tanaman Cabai Merah (Capsicum annuum L.)

TINJAUAN PUSTAKA. Adapun klasifikasi Colletotrichum gloeosporioides Penz. Sacc. menurut. : Colletotrichum gloeosporioides Penz. Sacc.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sorgum (Sorghum bicolor (L.) Moench) banyak ditanam di daerah beriklim panas

TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Tanaman Kacang Panjang (Vigna sinensis L.)

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Klasifikasi dan Deskripsi Tanaman Cabai Rawit (Capsicum frutescensl.)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Transkripsi:

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tanaman Melon Melon termasuk tanaman semusim atau setahun (annual) yang bersifat menjalar atau merambat dengan perantaraan alat pemegang berbentuk pilin. Tentang sistem perakarannya, tanaman melon memiliki akar tunggang dan akar cabang yang menyebar pada kedalaman lapisan tanah antara 30 50 cm. Tanaman melon dapat berkembang baik dengan keadaan lingkungan bersuhu Warna kulit buah antara putih susu, putih-krem, hijau-krem, hijau kekuningkuningan, hijau muda, kuning, kuning-muda, kuning-jingga sampai kombinasi dari warna-warna tersebut (Rukmana, 2004). Untuk pertumbuhan, tanaman melon membutuhkan suhu 20 C 30 C, kelembaban udara ideal antara 70-80%, ph tanah antara 5,8 7,2, tanah liat berpasir yang kaya bahan organik, dan tanaman melon tidak menyukai tanah yang terlalu basah karena ada dasarnya membutuhkan air yang cukup banyak (Istiayarno, 2013). Menurut USDA (United States Department of Agriculture) Natural Resources Conservation Service (2012), taksonomi buah melon dengan nama latin Cucumis melo adalah sebagai berikut : Kerajaan : Plantae Subkerajaan : Tracheobionta Superdivisi : Spermatophyta Divisi : Magnoliophyta Kelas : Magnoliopsida Subkelas : Dilleniidae Bangsa : Violales Keluarga : Cucurbitaceae Marga : Cucumis L. Jenis : Cucumis melo L. 6

7 B. Warna Teori Brewster pertama kali dikemukakan pada tahun 1831. Teori ini menyederhanakan warna-warna yang ada di alam menjadi empat klasifikasi warna, yaitu warna primer, sekunder, tersier, dan warna netral. Warna yang diklasifikasikan adalah warna yang berasal dari pigmen. Untuk lebih memudahkan pemahaman, Brewster membuat suatu pola warna berbentuk lingkaran. Selanjutnya lingkaran warna ini dikenal sebagai lingkaran warna Brewster. Warna hijau adalah warna sekunder yang merupakan hasil pencampuran dua warna primer (warna biru dan warna kuning). Nilai warna (value) dipengaruhi oleh tingkat kecerahan warna. Tingkat ini digunakan untuk membedakan warna hijau dengan hijau tua atau hijau muda. Tingkatan ini ditunjukkan dengan menggunakan tingkatan hijau sebanyak 9 tingkat (Widiantoro, 2012). C. Kedudukan Taksonomi dan Karakteristik Spodoptera litura F. Menurut UniProt (2012), taksonomi Spodoptera litura F. Adalah sebagai berikut : Kerajaan : Metazoa Filum : Arthropoda Superkelas : Hexapoda Kelas : Insekta Subkelas : Neoptera Infrakelas : Endopterygota Ordo : Lepidoptera Subordo : Glossata Superkeluarga : Noctuoidea Keluarga : Noctuidae Subkeluarga : Amphipyrinae Marga : Spodoptera Jenis : Spodoptera litura Telur ngengat Spodoptera litura F. berbentuk hampir bulat dengan bagian dasar melekat pada daun (kadang-kadang tersusun dua lapis), berwarna

8 coklat kekuningan, diletakkan berkelompok masing-masing 25-100 butir. Telur diletakkan pada bagian daun atau bagian tanaman lainnya, baik pada tanaman inang maupun bukan inang. Kelompok telur tertutup bulu seperti beludru yang berasal dari bulu-bulu tubuh bagian ujung ngengat Spodoptera litura F. betina, berwarna kuning kecoklatan. Larva Spodoptera litura F. bersifat polifag atau mempunyai kisaran inang yang luas sehingga berpotensi menjadi hama pada berbagai jenis tanaman pangan, sayuran, buah, dan perkebunan. Penyebaran hama ini sampai di daerah subtropik dan tropik (Suharsono, 2011). Larva Spodoptera litura F. mempunyai warna yang bervariasi dan memiliki kalung (bulan sabit) berwarna hitam pada segmen abdomen keempat dan kesepuluh. Pada sisi lateral dorsal terdapat garis kuning. Larva Spodoptera litura F. yang baru menetas berwarna hijau muda, bagian sisi coklat tua atau hitam kecoklatan, dan hidup berkelompok. Beberapa hari setelah menetas, larva Spodoptera litura F. menyebar dengan menggunakan benang sutera dari mulutnya. Larva Spodoptera litura F. bersembunyi di dalam tanah atau tempat yang lembab saat siang hari. Larva Spodoptera litura F. menyerang tanaman saat malam hari atau saat intensitas cahaya matahari yang rendah. Biasanya larva Spodoptera litura F. berpindah ke tanaman lain secara bergerombol dalam jumlah besar. Pada umur 2 minggu, panjang larva Spodoptera litura F. sekitar 5 cm. Larva Spodoptera litura F. berkepompong di dalam tanah dan membentuk pupa tanpa rumah pupa (kokon). Pupa Spodoptera litura F. berwarna coklat kemerahan dengan panjang kurang lebih 1,60 cm.

9 Sayap ngengat Spodoptera litura F. bagian depan berwarna coklat atau keperakan, dan sayap belakang berwarna keputihan dengan bercak hitam. Kemampuan terbang ngengat Spodoptera litura F. pada malam hari mencapai jarak 5 km. Siklus hidup Spodoptera litura F. berkisar antara 30 60 hari yaitu stadium telur yang berlangsung selama 2 4 hari, stadium larva terdiri atas 5 instar yang berlangsung selama 20 45 hari, dan stadium pupa yang berlangsung selama 8 11 hari. Seekor ngengat Spodoptera litura F. betina dapat meletakkan 2.000 3.000 telur (Marwoto dan Suharsono, 2008). D. Penglihatan Serangga Gambar 1. Struktur Mata Serangga Keterangan : C, Irisan Vertikal Bagian Dari Mata Majemuk; D, Ommatidium Dari Mata Majemmuk. Cna, kornea; bm, selaput dasar; ret, retina; cc, kerucut kristal; pgc, sel-sel pigmen; rh, rhabdom (Borror dkk, 1996). Organ penglihatan utama pada serangga biasanya ada dua tipe, mata tunggal frontal dan mata majemuk yang berfaset. Mata tunggal mempunyai lensa kornea tunggal yaitu agak menonjol atau berbentuk kubah. Dibawah lensa-lensa kornea terdapat dua lapisan sel yaitu sel-sel korneagen dan sel-sel

10 retina. Sel-sel korneagen menyekresi kornea dan bentuknya tembus pandang (bening). Bagian yang peka cahaya dari fotoreseptor-fotoreseptor serangga terbuat dari mikrovilli yang terkemas berdekatan pada satu sisi sel-sel retina yang disebut rabdom. Pada mata tunggal, rabdom ada di luar retina. Bagianbagian dasar sel-sel retina seringkali berpigmen. Semua mata tunggal kelihatannya tidak membentuk bayangan-bayangan yang terpusat (cahaya difokuskan di bawah retina) dan rupa-rupanya sebagai organ-organ utama untuk membedakan intensitas cahaya (Borror dkk, 1996). Reseptor-reseptor cahaya yang paling kompleks pada serangga adalah mata majemuk atau mata faset, yang terdiri dari banyak (sampai ribuan) satuan-satuan individual yang disebut ommatidia. Setiap ommatidia adalah sekolompok sel-sel yang memanjang yang tertutup di bagian luar oleh suatu lensa kornea segi enam. Lensa-lensa kornea biasanya cembung di bagian luar, membentuk faset-faset mata. Di bawah lensa kornea ini biasanya terdapat sebuah kerucut kristal dari empat sel-sel Semper dan dikelilingi oleh dua sel korneagen yang berpigmen. Di bawah kerucut kristal terdapat sekelopok sel-sel sensorik, biasanya jumlahnya delapan dan dikelilingi oleh satu pembungkus sel-sel epidermis yang berpigmen. Bagian-bagian yang beralur dari sel-sel sensorik itu membentuk suatu pusat atau rabdom sumbu di dalam ommatidium (Borror dkk, 1996). Pada beberapa serangga yang terbang baik siang dan malam, seperti ngengat, bermigrasinya pigmen disekitar sebuah ommatidium agak seperti iris yang bekerja pada mata manusia. Pigmen bermigrasi ke dalam dalam cahaya

11 terang dan bermigrasi ke luar dalam gelap. Jadi cahaya dari ommatidia yang berdekatan dapat juga mencapai rabdom. Frekuensi fusi kelip yang tidak sama gelombangnya pada serangga lebih lebih tinggi dari pada manusia. Laju yang lebih tinggi ini berarti bahwa serangga dapat memandang bentuk, walaupun ketika serangga dalam penerbangan yang cepat dan karena itu mereka sangat peka terhadap gerakan. Kisaran pandangan serangga berubah ke panjang gelombang yang lebih pendek dibandingkan dengan vertebrata. Banyak serangga tampak buta warna, tetapi beberapa dapat membedakan warna-warna termasuk ultraviolet. Beberapa jenis serangga memiliki satu daerah yang hanya menyalurkan cahaya merah jauh dan inframerah dekat. Penyaringan jalan pintas luar mata ini ternyata bekerja dalam hubungannya dengan mata majemuk, yang memungkinkan serangga menggunakan tanda atau isyarat penglihatan dalam penentukan tempat dan mengenal induk semangnya (Borror dkk, 1996). E. Pengaruh Faktor Lingkungan Hama Spodoptera litura F. Serangga mempunyai tempat dengan suhu tertentu agar dia dapat hidup. Di luar suhu tertentu tersebut serangga dapat mengalami kematian karena kedinginan atau kepanasan. Pengaruh suhu terlihat jelas dalam proses fisiologi serangga. Suhu efektif yang dimiliki serangga adalah 15 C untuk suhu minimum, 25 C untuk suhu optimum, dan 45 C untuk suhu maksimum. Bila serangga berada pada lingkungan yang bersuhu optimum, maka kemampuan serangga untuk melahirkan keturunan sangat besar dan tingkat kematian sebelum batas umur sangat rendah(jumar, 2000).

12 Kelembaban tanah, udara, dan tempat hidup serangga dapat mempengaruhi distribusi, kegiatan, dan perkembangan serangga. Serangga dapat lebih tahan terhadap suhu ekstrem bila berada dalam kelembaban yang sesuai (Jumar, 2000). Menurut Kalshoven (1981) kelembaban sekitar 70% merupakan prasyarat untuk perkembangan kupu ulat grayak. Hujan deras dapat mematikan kupu-kupu yang beterbangan dan menghanyutkan larva atau nimfa serangga yang baru menetas (Jumar, 2000). F. Pengertian Populasi Populasi merupakan sekolompok organisme satu jenis yang menempati wilayah tertentu pada waktu tertentu. Kepadatan populasi merupakan jumlah individu di dalam stadium dan satuan tertentu (ukuran perangkap) pada petak tetap sesuai dengan metode yang telah ditetapkan (Suryanto, 1994). Kepadatan populasi dipengaruhi oleh faktor internal (kemampuan berkembangbiak, perbandingan kelamin, sifat mempertahankan diri, daur hidup, dan umur imago) sedangkan faktor eksternal meliputi faktor fisik (suhu, kelembaban udara, cahaya, warna, bau, dan angin), faktor makanan, dan faktor hayati (Natawigena, 1990). G. Konsep Pengendalian Hama Terpadu Pengendalian Hama Terpadu (PHT) sebagai paradigma dan teknologi di Indonesia telah memperoleh dukungan peraturan perundang-undangan nasional yang cukup kuat khususnya melalui Undang-Undang No. 12 Tahun 1992 tentang Budidaya Tanaman serta Peraturan Pemerintah No. 5 Tahun 1996 tentang Perlindungan Tanaman. PHT yang di dunia internasional dikenal

13 dengan istilah Integrated Pest Management (IPM) sejak semula telah disadari sebagai suatu konsep atau paradigma yang dinamis, tidak statis yang selalu menyesuaikan dengan dinamika ekosistem pertanian dan sistem sosial ekonomi budaya masyarakat setempat (Untung, 2005). Smith (1978 dalam Untung 2005) menyatakan PHT adalah pendekatan ekologi yang bersifat multidisiplin untuk pengelolaan populasi hama dengan memanfaatkan beraneka ragam taktik pengendalian secara kompatibel dalam suatu kesatuan koordinasi pengelolaan. Bottrell (1989 dalam Untung 2005) menekankan bahwa PHT adalah pemilihan, perpaduan, dan penerapan pengendalian hama yang didasarkan pada perhitungan dan penaksiran konsekuensi-konsekuensi ekonomi, ekologi, dan sosiologi. H. PHT dengan Perangkap Berwarna Menurut Oka (1996, dalam Salikin 2003) konsep Pengelolaan Hama Terpadu (PHT) merupakan suatu teknologi pengendalian hama yang menggunakan pendekatan komprehensif, menggunakan prinsip-prinsip ekologi, dan mengintegrasikan berbagai teknik pengendalian yang kompatibel sehingga kondisi populasi hama selalu berada dalam tingkat yang tidak merugikan secara ekonomis, sekaligus dapat mempertahankan kelestarian lingkungan hidup serta menguntungkan bagi petani. I. Hipotesis Hama Spodoptera litura F. lebih tertarik pada papan berwarna hijau B karena nilai kecerahan dan nilai kehijauan mendekati nilai kecerahan dan nilai kehijauan daun dewasa pada tanaman melon.