BAB 1 : PENDAHULUAN. Filariasis adalah penyakit yang disebabkan oleh cacing filaria yang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 1 PENDAHULUAN. Deklarasi Milenium yang merupakan kesepakatan para kepala negara dan

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan yang disebabkan oleh berjangkitnya penyakit-penyakit tropis. Salah satu

BAB 1 PENDAHULUAN. disebabkan oleh infeksi cacing filaria dan ditularkan oleh berbagai jenis nyamuk.

BAB I PENDAHULUAN. yang disebabkan infeksi cacing filaria yang ditularkan melalui gigitan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Filariasis (penyakit kaki gajah) adalah penyakit menular yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Filariasis atau yang dikenal juga dengan sebutan elephantiasis atau yang

BAB I PENDAHULUAN.

Bab I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

Prevalensi pre_treatment

BAB 1 PENDAHULUAN. kaki gajah, dan di beberapa daerah menyebutnya untut adalah penyakit yang

FAKTOR DOMINAN YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN FILARIASIS DI KOTA PADANG TAHUN

BAB 1 : PENDAHULUAN. yang akan memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial ekonomis.

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh cacing filaria dan ditularkan oleh nyamuk Mansonia, Anopheles,

BAB I PENDAHULUAN. menular (emerging infection diseases) dengan munculnya kembali penyakit menular

BAB I PENDAHULUAN. 1

BAB I PENDAHULUAN. menetap dan berjangka lama terbesar kedua di dunia setelah kecacatan mental (WHO,

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penyakit Filariasis Limfatik atau penyakit Kaki Gajah merupakan salah

BAB 4 HASIL PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Prioritas pembangunan kesehatan dalam rencana strategis kementerian

BAB I PENDAHULUAN. Akibat yang paling fatal bagi penderita yaitu kecacatan permanen yang sangat. mengganggu produktivitas (Widoyono, 2008).

ALOKASI PUPUK UREA UNTUK KOMODITI HORTIKULTURA TAHUN 2015 Satuan: Ton

Proses Penularan Penyakit

BAB I PENDAHULUAN. penyakit yang disebabkan oleh infeksi cacing filaria yang penularannya melalui

BAB I PENDAHULUAN. distribusinya kosmopolit, jumlahnya lebih dari spesies, stadium larva

BAB 1 : PENDAHULUAN. Rabies merupakan suatu penyakit zoonosis yaitu penyakit hewan berdarah panas yang

DESCRIPTION OF KNOWLEDGE, ATTITUDE AND BEHAVIOR OF THE PEOPLE AT NANJUNG VILLAGE RW 1 MARGAASIH DISTRICT BANDUNG REGENCY WEST JAVA ABOUT FILARIASIS

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pada tahun 2013 jumlah kasus baru filariasis ditemukan sebanyak 24 kasus,

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Tujuan pembangunan berkelanjutan 2030/Suistainable Development Goals (SDGs)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Filariasis merupakan penyakit zoonosis menular yang banyak

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah negara berkembang yang berada pada periode triple

BAB 1 RANGKUMAN Judul Penelitian yang Diusulkan Penelitian yang akan diusulkan ini berjudul Model Penyebaran Penyakit Kaki Gajah.

BAB 1 : PENDAHULUAN. ditularkan melalui gigitan nyamuk yang banyak ditemukan di daerah tropis dan subtropis di

Gambaran Pengobatan Massal Filariasis ( Studi Di Desa Sababilah Kabupaten Barito Selatan Kalimantan Tengah )

BAB 1 : PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat yang utama di Indonesia, salah satunya penyakit Demam

Filariasis cases In Tanta Subdistrict, Tabalong District on 2009 After 5 Years Of Treatment

BAB I : PENDAHULUAN. menular yang disebabkan oleh virus dengue, virus ini ditularkan melalui

Rencana Nasional Program Akselerasi Eliminasi Filariasis di Indonesia. No ISBN :

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Filariasis limfatik merupakan penyakit tular vektor dengan manifestasi

BAB 1 : PENDAHULUAN. kesehatan yang bermutu dan terjangkau oleh masyarakat. (1)

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang

GAMBARAN PEMBERIAN OBAT MASAL PENCEGAHAN KAKI GAJAH DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS WELAMOSA KECAMATAN WEWARIA KABUPATEN ENDE TAHUN ABSTRAK

Analisis Spasial Distribusi Kasus Filariasis di Provinsi Nusa Tenggara Timur Tahun

BAB I. Pendahuluan. A. latar belakang. Di indonesia yang memiliki iklim tropis. memungkinkan nyamuk untuk berkembang biak dengan baik

BAB 1 PENDAHULUAN. agar peningkatan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya dapat

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Haemorrhage Fever (DHF) banyak

BAB 1 PENDAHULUAN. menyebabkan kematian (Peraturan Menteri Kesehatan RI, 2013). Lima ratus juta

UPAYA KELUARGA DALAM PENCEGAHAN PRIMER FILARIASIS DI DESA NANJUNG KECAMATAN MARGAASIH KABUPATEN BANDUNG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN UKDW. sebagai vektor penyakit seperti West Nile Virus, Filariasis, Japanese

BAB I PENDAHULUAN. Dalam proses terjadinya penyakit terdapat tiga elemen yang saling berperan

BAB I PENDAHULUAN. oleh virus dan ditularkan melalui perantara nyamuk Aedes aegypti dan Aedes

BAB 1 PENDAHULUAN. (Harijanto, 2014). Menurut World Malaria Report 2015, terdapat 212 juta kasus

BAB I PENDAHULUAN. I.1.Latar Belakang. Filariasis limfatik atau Elephantiasis adalah. penyakit tropis yang disebabkan oleh parasit di mana

BAB I PENDAHULUAN. harus dipenuhi oleh setiap bangsa dan negara. Termasuk kewajiban negara untuk

BAB I PENDAHULUAN. dan ditularkan oleh gigitan nyamuk Ae. aegypti ini menjadi penyakit tular virus

BAB 1 : PENDAHULUAN. fenomena penyakit yang terjadi pada sebuah kelompok masyarakat, yang berhubungan,

BAB 1 PENDAHULUAN. secara sosial dan ekonomis. Dalam rangka mewujudkan tujuan tersebut maka dituangkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. penyakit menular menahun yang disebabkan oleh infeksi cacing filaria dan ditularkan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

SKRIPSI. Oleh Thimotius Tarra Behy NIM

BAB I PENDAHULUAN. Malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh protozoa parasit yang

BAB 1 PENDAHULUAN. relatif tinggi yaitu 63,5% sedangkan di Amerika 6%. Kekurangan gizi dan

SOP POMP FILARIASIS. Diposting pada Oktober 7th 2014 pukul oleh kesehatan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) dalam beberapa tahun terakhir

RISIKO KEJADIAN FILARIASIS PADA MASYARAKAT DENGAN AKSES PELAYANAN KESEHATAN YANG SULIT

BAB I PENDAHULUAN. miliar atau 42% penduduk bumi memiliki risiko terkena malaria. WHO mencatat setiap tahunnya

PENGOBATAN FILARIASIS DI DESA BURU KAGHU KECAMATAN WEWEWA SELATAN KABUPATEN SUMBA BARAT DAYA

Cakupan Pemberian Obat Pencegahan Massal Filariasis di Kabupaten Sumba Barat Daya Tahun

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Sustainable Development Goals (SDGs) merupakan program kelanjutan dari

PRODUKSI PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI 2015

TUGAS PERENCANAAN PUSKESMAS UNTUK MENURUNKAN ANGKA KESAKITAN FILARIASIS KELOMPOK 6

BAB 1 : PENDAHULUAN. Berdarah Dengue (DBD). Jumlah penderita dan luas daerah penyebarannya

BAB 1 PENDAHULUAN. dari genus Plasmodium dan mudah dikenali dari gejala meriang (panas dingin

PENYAKIT-PENYAKIT DITULARKAN VEKTOR

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

Kata kunci: filariasis; IgG4, antifilaria; status kependudukan; status ekonomi; status pendidikan; pekerjaan

PENDAHULUAN. Latar Belakang

FAKTO-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN FILARIASIS DI PUSKESMAS TIRTO I KABUPATEN PEKALONGAN

CAKUPAN PENGOBATAN MASSAL FILARIASIS DI KABUPATEN SUMBA BARAT DAYA TAHUN 2011 FILARIASIS MASS TREATMENT COVERAGE IN DISTRICT SOUTHWEST SUMBA 2011

BAB I PENDAHULUAN. saat ini terlihat betapa rendahnya derajat kesehatan masyarakat. Kondisi ini

ABSTRAK PREVALENSI FILARIASIS DI KOTA BEKASI PERIODE

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Hemorrhagic Fever

BAB 4 HASIL PENELITIAN

BAB 1 PENDAHULUAN. salah satu penyakit menular yang masih menjadi masalah kesehatan bagi

Sumatera Barat. Jam Gadang

Juli Desember Abstract

IDENTIFIKASI FILARIASIS YANG DISEBABKAN OLEH CACING NEMATODA WHECERERIA

BAB I PENDAHULUAN. Malaria merupakan salah satu penyakit menular yang menjadi masalah

Yahya* *Loka Penelitian dan Pengembangan Pemberantasan Penyakit Bersumber Binatang, Baturaja Jl. A.Yani KM. 7 Kemelak Baturaja Sumatera Selatan 32111

BAB 1 PENDAHULUAN. kesepakatan global ( Millenium Development Goals/MDG s) pada tahun 2015,

KERANGKA ACUAN KERJA ( KAK ) KEGIATAN POMP FILARIASIS PUSKESMAS KAWUA

BAB 1 :PENDAHULUAN. masih merupakan masalah kesehatan utama yang banyak ditemukan di. hubungan status gizi dengan frekuensi ISPA (1).

PERILAKU MINUM OBAT ANTI FILARIASIS DI KELURAHAN RAWA MAMBOK Anti-filariasis Medicine Drinking Behavior in Rawa Mambok Village

SITUASI FILARIASIS DI KABUPATEN SUMBA TENGAH PROPINSI NUSA TENGGARA TIMUR TAHUN 2009

BAB I PENDAHULUAN. klasifikasinya nyamuk dibagi dalam dua subfamili yaitu Culicinae yang terbagi

Kondisi Filariasis Pasca Pengobatan Massal di Kelurahan Pabean Kecamatan Pekalongan Utara Kota Pekalongan

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat yang setinggi-tingginya sebagai investasi bagi pembangunan sumber daya

Transkripsi:

BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit menular merupakan penyakit yang ditularkan melalui berbagai media. Penyakit menular menjadi masalah kesehatan yang besar hampir di semua negara berkembang karena angka kesakitan dan kematiannya relative tinggi dalam waktu relative yang singkat. Penyakit menular umumnya bersifat akut (mendadak) dan menyerang semua lapisan masyarakat. Penyakit menular masih diprioritaskan karena mengingat sifat menularnya yang bisa menyebabkan wabah dan menimbulkan (1, 2) kerugian yang besar. Filariasis adalah penyakit yang disebabkan oleh cacing filaria yang merupakan nematoda dan tinggal di jaringan subkutan dan pembuluh limfatik manusia. Siklus hidupnya melibatkan serangga yang membawa larva infektif. Filariasis sebagai penyakit yang disebabkan oleh infeksi parasit nematode dapat menurunkan produktivitas penderitanya karena timbulnya gangguan fisik. Manifestasi klinisnya timbul bertahun-tahun kemudian setelah infeksi. Gejala pembengkakan kaki muncul karena sumbatan mikrofilaria pada pembuluh limfe yang biasanya terjadi pada usia 30 tahun setelah terpapar parasit selama bertahun-tahun. Akibat paling fatal bagi penderita adalah kecacatan permanen yang mengganggu produktivitas. (1) Tahun 2000, WHO mendeklarasikan The Global Goal of Elimination of Lymphatic Filariasis as a Public Health Problem by the Year 2020. Sejalan dengan itu, Indonesia menetapkan eliminasi Filariasis sebagai salah satu prioritas nasional pemberantasan penyakit menular sesuai dengan Peraturan Presiden Republik Indonesia nomor 7 tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah 1

2 Nasional tahun 2004-2009. Berdasarkan program Eliminasi Filariasis, untuk daerah endemis yang mempunyai angka microfilaria 1% dilakukan pengobatan massal. Pengobatan massal merupakan suatu program untuk mengeliminasi penyakit Filariasis dengan cara memutus mata rantai penularan dengan Pemberian Obat Massal Pencegahan Filariasis (POMP Filariasis) yang menggunakan DEC dan Albendazol yang dilakukan setiap tahun sekali minimal selama 5 tahun berturutturut. (3) Berdasarkan data WHO menunjukkan bahwa di dunia terdapat 1,3 miliar penduduk yang berada di lebih dari 83 negara beresiko tertular Filariasis, dan lebih dari 60%. Negara-negara tersebut berada di Asia Tenggara. Perkiraan lebih dari 120 juta orang diantaranya sudah terinfeksi dengan 43 juta orang sudah menunjukkan gejala klinis. (3) Filariasis merupakan salah satu penyakit menular yang berada di Indonesia yang penyebarannya hampir merata di seluruh wilayah. Terdapat lebih dari 23 jenis nyamuk yang dapat menularkan filariasis yang terdiri dari genus anopheles, aedes, culex, dan mansonia. Cacing filaria tersebut hidup di kelenjer getah bening sehingga menyebabkan kerusakan pada sistem limfatik. (4) Berdasarkan data dari Departemen Kesehatan dari tahun 2001 sampai dengan tahun 2004 jumlah kasus filariasis yang terjadi di Indonesia mengalami peningkatan, yaitu sebanyak 6.181 orang, 6.217 orang, 6.635 orang, dan 6.430 orang. Tahun 2005 peningkatan kasus filariasis menjadi sebanyak, 10.239 orang, bahkan dari data 2009 terjadi peningkatan kasus menjadi sebanyak 11.914 kasus. (4) Distribusi penyebaran kejadian filariasis di Indonesia mencakup hampir seluruh provinsi, termasuk provinsi Sumatera Barat. Provinsi Sumatera Barat merupakan daerah endemik filariasis dan memiliki peringkat ke sebelas kasus

3 filariasis terbanyak pada tahun 2013 yaitu 225 kasus yang tersebar di berbagai kabupaten dan kota. Adapun distribusi dan prevalensi masing masing kabupaten dan kota di Sumatera Barat dapat dilihat pada tabel 1.1. Tabel 1.1 Kejadian Filariasis di Sumatera Barat Tahun 2013 No Kabupaten/ Kota Jumlah Kasus Jumlah Penduduk Prevalensi /100.000 1 Kab. Pasaman 1 279.932 0,36 2 Kab. Agam 58 514.432 11,27 3 Kab. Lima Puluh Kota 14 330.083 4,24 4 Kab. Padang Pariaman 14 309.526 4,52 5 Kab. Pes Selatan 38 521.175 7,29 6 Kab. Tanah Datar 1 371.846 0,27 7 Kab. Solok 0 374.849 0 8 Kab. Sijunjung 1 217.306 0,46 9 Kota Padang 35 846.377 4,14 10 Kota Bukittinggi 11 108.861 10,10 11 Kota Payakumbuh 0 118.109 0 12 Kota Solok 0 65.862 0 13 Kota Pd. Panjang 0 51.542 0 14 Kota Sawahlunto 0 69.531 0 15 Kab. Kep. Mentawai 0 65.442 0 16 Kota Pariaman 0 85.121 0 17 Kab. Pasaman Barat 49 395.098 12,40 18 Kab. Dharmasraya 3 234.401 1,28 19 Kab. Solok Selatan 0 173.206 0 Jumlah 225 5.132.699 4,38 Sumber : Laporan Tahunan P2PL Dinas Kesehatan Propinsi Sumatera Barat 2014 Kabupaten Pasaman Barat merupakan daerah endemis filariasis yang memiliki jumlah kasus filariasis sebanyak 49 kasus dengan angka prevalensi penyakit filariasis tertinggi di Propinsi Sumatera Barat yaitu 12,40 pada tahun 2013 dan kemudian disusul oleh Kabupaten Agam yaitu 11,27. Kejadian filariasis di Kabupaten Pasaman Barat tersebar di sembilan kecamatan. Adapun distribusi dan prevalensi penyakit filariasis per kecamatan di Kabupaten Pasaman Barat dapat (5, 6) dilihat pada tabel 1.2

4 Tabel 1.2 Distribusi Kejadian Filariasis di Kabupaten Pasaman Barat No Kecamatan Jumlah Kasus Jumlah Penduduk Prevalensi / 10.000 1 Ranah Batahan 6 23.952 2.5 2 Sungai Beremas 5 22.477 2.2 3 Koto Balingka 6 27.104 2.2 4 Lembah Melintang 7 42.898 1.6 5 Sungai Aua 9 31.750 2.8 6 Sasak Ranah Pesisir 3 13.475 2.2 7 Pasaman 1 64.813 0.2 8 Talamau 1 26.056 0.4 9 Kinali 2 62.589 0.3 Jumlah 40 315.114 1.3 Sumber : Dinas Kesehatan Kabupaten Pasaman Barat 2014. Berdasarkan Laporan Kejadian Filariasis Dinas Kesehatan Pasaman Barat Tahun 2013, kecamatan yang memiliki prevalensi paling tinggi adalah Kecamatan Sungai Aua yaitu 2,8 dengan jumlah penderita sebanyak sembilan orang dan kemudian disusul oleh Kecamatan Ranah Batahan yaitu 2,5 dengan jumlah penderita sebanyak enam orang. Dinas Kesehatan Pasaman Barat melakukan pengobatan massal filariasis dari tahun 2007-2012 selama 5 tahun berturut-turut. Namun setelah dievaluasi pengobatan massal yang dilakukan tenyata tidak berhasil dengan baik. Hal ini dapat dibuktikan dengan hasil evalusi pengobatan massal filariasis yang dilakukan terhadap 15 SD yang dipilih secara acak pada tahun 2013. Pemeriksaan darah yang dilakukan kepada 500 orang anak SD di Kabupaten Pasaman Barat terdapat 63 orang diantaranya positif mikrofilaria. Dari hasil evaluasi ini didapatkanlah angka Mf-Rate di Kabupaten Pasaman Barat sebesar 12,6%. Angka ini tentu melebihi standar Mf- Rate yang telah ditetapkan oleh WHO untuk menetukan suatu daerah endemik filariasis yaitu > 1%. Ketidakberhasilan pengobatan massal ini dapat disebabkan karena kebiasaan dan perilaku penduduk yang masih berisiko untuk tertular penyakit filariasis. (1)

5 Ada beberapa perilaku masyarakat yang dapat dijumpai antara lain, beberapa pengambil keputusan di daerah belum menyadari kerugian ekonomi akibat filariasis sehingga belum memprioritaskan kegiatan pengobatan massal yang mengakibatkan biaya operasional tidak atau kurang mencukupi, adanya anggapan sebagian penduduk bahwa penyakit ini disebabkan oleh guna guna atau kutukan sehingga tidak perlu diobati oleh petugas kesehatan tetapi masyarakat beralih ke dukun, kurangnya partisipasi masyarakat dalam pemeriksaan dan pengambilan darah pada malam hari, adanya efek samping pengobatan menyebabkan masyarakat tidak mau melanjutkan pengobatan sampai tuntas, kurangnya peran serta masyarakat dalam mencegah filariasis misalnya dengan cara menghindari diri dari gigitan nyamuk, menghilangkan tempat tempat perkembangbiakkan nyamuk dan memeriksakan diri ke puskesmas bila ada tanda tanda filariasis, jarak tempat tinggal masyarakat jauh dari puskesmas sehingga untuk mendatangi masyarakat memerlukan biaya (4, 5) transportasi yang cukup mahal. Sesuai dengan konsep perilaku L.Green, maka perilaku minum obat anti filariasis dipengaruhi oleh faktor predisposisi yaitu faktor dalam diri seseorang seperti pendidikan, pengetahuan, kedua faktor pendukung yaitu ketersediaan fasilitas kesehatan, sumber daya kesehatan dan media massa serta faktor pendorong yaitu pihak yang mampu memberikan motivasi kepada seseorang seperti dukungan keluarga, peran petugas kesehatan dan lingkungan di sekitarnya. (7) Penelitian yang dilakukan oleh Sugiyanto (2010) menujukkan adanya hubungan bermakna antara pengetahuan, sikap, keyakinan, takut reaksi/efek obat, sosialisasi, pelayanan petugas dengan ketidakpatuhan minum obat filariasis. Takut reaksi/efek obat adalah variabel dengan hubungan paling kuat dengan r=0,64. (8)

6 Ketidakpatuhan masyarakat untuk minum obat Filariasis akan berdampak kepada keberhasilan tujuan program pengobatan massal Filariasis yaitu untuk memutuskan mata rantai penularan penyakit Filariasis. Hal ini juga dipengaruhi oleh semua pihak yang terlibat di dalamnya, diperlukan pengorganisasian dari lintas program di jajaran Dinas Kesehatan maupun lintas sektor dengan pejabat lainnya yang mendukung pelaksanaan program. Menurut Anorital (2005), ada berbagai kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan eliminasi filariasis, seperti rendahnya pengetahuan masyarakat tentang filariasis, perilaku masyarakat tidak meminum obat yang diberikan sehingga angka drop out tinggi, keaktifan petugas dalam melaksanakan program eliminasi, kurangnya kerja sama lintas sektor dengan pejabat yang berwenang dan kondisi lingkungan dengan sanitasi tidak baik yang memungkinkan vektor filariasis berkembangbiak dengan cepat. (9) Dari uraian di atas peneliti tertarik untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kepatuhan masyarakat dalam menjalani pengobatan massal Filariasis di wilayah kerja Dinas Kesehatan Kabupaten Pasaman Barat tahun 2014. 1.2 Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan, maka rumusan masalah penelitian adalah faktor-faktor apa saja yang berhubungan dengan kepatuhan masyarakat dalam menjalani pengobatan massal Filariasis di wilayah kerja Dinas Kesehatan Kabupaten Pasaman Barat tahun 2014?

7 1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum Mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kepatuhan masyarakat dalam menjalani pengobatan massal Filariasis di Kabupaten Pasaman Barat tahun 2014. 1.3.2 Tujuan Khusus 1. Diketahuinya distribusi frekuensi kepatuhan responden, tingkat pendidikan, tingkat pengetahuan, sikap, keyakinan dan kepatuhan responden serta peran petugas kesehatan dalam pengobatan massal Filariasis di wilayah kerja Dinas Kesehatan Kabupaten Pasaman Barat tahun 2014. 2. Diketahuinya hubungan tingkat pendidikan, pengetahuan, sikap, keyakinan dengan kepatuhan responden dalam menjalani pengobatan serta peran petugas kesehatan dalam melaksanakan program pengobatan massal Filariasis di wilayah kerja Dinas Kesehatan Kabupaten Pasaman Barat tahun 2014. 3. Diketahuinya faktor paling dominan yang berhubungan dengan kepatuhan responden dalam menjalani pengobatan massal filariasis di wilayah kerja Dinas Kesehatan Kabupaten Pasaman Barat tahun 2014. 1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Manfaat Teoritis 1. Sebagai sumber informasi yang berkaitan dengan faktor-faktor yang berhubungan dengan kepatuhan masyarakat dalam menjalani pengobatan massal Filariasis di Kabupaten Pasaman Barat 2. Menambah wawasan dan pengetahuan tentang Faktor-faktor yang berhubungan dengan kepatuhan masyarakat dalam menjalani pengobatan massal Filariasis di Kabupaten Pasaman Barat

8 1.4.2 Manfaat Praktis 1. Bagi Dinas Kesehatan Kabupaten Pasaman Barat, dapat dijadikan masukan informasi serta bahan pertimbangan dalam rangka menentukan kebijakan dan perencanaan dalam eliminasi penyakit Filariasis di Kabupaten Pasaman Barat. 2. Bagi institusi pendidikan dapat memberikan informasi mengenai pengobatan massal Filariasis di Kabupaten Pasaman Barat serta dapat menjadi acuan untuk penelitian yang lebih lanjut tentang pengobatan massal Filariasis. 3. Bagi peneliti dapat menambah pengetahuan dan wawasan peneliti dalam penelitian di bidang kesehatan masyarakat sehingga dapat menerapkan ilmu pengetahuan yang didapat selama di bangku perkuliahan. 1.5 Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini merupakan suatu penelitian tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan kepatuhan masyarakat dalam menjalani pengobatan massal Filariasis di Kabupaten Pasaman Barat tahun 2014. Desain studi penelitian ini adalah Cross sectional. Pengumpulan data dilakukan secara primer melalui wawancara dan kuisioner, sedangkan data sekunder dari Dinkes Provinsi dan Kabupaten Pasaman Barat.