ROMANTISME CINTA PADA PASANGAN SUAMI ATAU ISTERI YANG MENYANDANG TUNADAKSA

dokumen-dokumen yang mirip
KONSEP DIRI DAN RELIGIUSITAS PADA TUNA DAKSA SEBAB KECELAKAAN SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. yang kaya, miskin, tua, muda, besar, kecil, laki-laki, maupun perempuan, mereka

KEPUASAN PERNIKAHAN DITINJAU DARI KEMATANGAN PRIBADI DAN KUALITAS KOMUNIKASI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. yang lain untuk dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhannya, baik kebutuhan secara

PENYESUAIAN DIRI REMAJA PUTRI YANG MENIKAH DI USIA MUDA

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Tubuh manusia mengalami berbagai perubahan dari waktu kewaktu

BAB I PENDAHULUAN. keterbatasan fisik dan juga kelainan fisik yang sering disebut tunadaksa.

ROMANTISME PADA WANITA KORBAN KEKERASAN SEKSUAL PADA MASA KANAK- KANAK

KEBAHAGIAAN SAUDARA KANDUNG ANAK AUTIS. Skripsi

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. terdapat dalam Undang-Undang No. 1 Tahun Dalam pasal 1 ayat 1

BAB I PENDAHULUAN. Pada tahun-tahun pertama kehidupan, mendengar adalah bagian. terpenting dari perkembangan sosial, emosional dan kognitif anak.

BAB 1 PENDAHULUAN. (Santrock,2003). Hall menyebut masa ini sebagai periode Storm and Stress atau

BAB I PENDAHULUAN. Manusia memerlukan mitra untuk mengembangkan kehidupan yang layak bagi

BAB I PENDAHULUAN. penting. Keputusan yang dibuat individu untuk menikah dan berada dalam

BAB I PENDAHULUAN. Berpacaran sebagai proses dua manusia lawan jenis untuk mengenal dan

Perilaku Koping pada Penyandang Epilepsi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I LATAR BELAKANG. dari anak kebanyakan lainnya. Setiap anak yang lahir di dunia dilengkapi dengan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Manusia sebagai makhluk sosial tidak terlepas dari individu lain,

PENDAHULUAN Latar Belakang

Bab I Pendahuluan. Mahasiswa masuk pada tahapan perkembangan remaja akhir karena berada pada usia 17-

COPING REMAJA AKHIR TERHADAP PERILAKU SELINGKUH AYAH

BAB I PENDAHULUAN. orang disepanjang hidup mereka pasti mempunyai tujuan untuk. harmonis mengarah pada kesatuan yang stabil (Hall, Lindzey dan

Ani Yunita, S.H.M.H. Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

BAB I PENDAHULUAN. matang dari segi fisik, kognitif, sosial, dan juga psikologis. Menurut Hurlock

BAB I PENDAHULUAN. pemenuhan hasrat seksual, dan menjadi lebih matang. Pernikahan juga

BAB I PENDAHULUAN. Pencapaian utama masa dewasa awal berkaitan dengan pemenuhan. intimasi tampak dalam suatu komitmen terhadap hubungan yang mungkin

HUBUNGAN ANTARA KUALITAS CINTA DAN KETERBUKAAN DIRI DENGAN KOMITMEN PERKAWINAN PADA PASANGAN SUAMI ISTRI

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai makhluk hidup mempunyai kebutuhan demi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang datang dari dirinya maupun dari luar. Pada masa anak-anak proses

HUBUNGAN ANTARA PENERIMAAN DIRI DENGAN KESTABILAN EMOSI PADA REMAJA PASCA PUTUS CINTA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. pancaindra menurun, dan pengapuran pada tulang rawan (Maramis, 2016).

BAB I PENDAHULUAN. penduduk besar. Jumlah penduduk yang besar ini telah membawa Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berpasang-pasangan. Allah SWT telah menentukan dan memilih jodoh untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. kecerdasan yang rendah di bawah rata-rata orang pada umumnya (Amrin,

BAB I PENDAHULUAN. kompleks. Semakin maju peradaban manusia, maka masalah-masalah yang

HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN KELUARGA TERHADAP INTERAKSI SOSIAL PADA PENDERITA EPILEPSI DI KECAMATAN MANYARAN DAN KECAMATAN JATIPURNO KABUPATEN WONOGIRI

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pada masa remaja, salah satunya adalah problematika seksual. Sebagian besar

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Hasil survei yang dilakukan Hotline Pendidikan dan Yayasan Embun

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang. Autis merupakan suatu gangguan perkembangan yang kompleks yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Ensiklopedia indonesia, perkataan perkawinan adalah nikah;

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia merupakan makhluk hidup yang lebih sempurna dari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menikmati masa remajanya dengan baik dan membahagiakan, sebab tidak jarang

PENERIMAAN DIRI PADA WANITA BEKERJA USIA DEWASA DINI DITINJAU DARI STATUS PERNIKAHAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pernikahan sebagai jalan bagi wanita dan laki-laki untuk mewujudkan

HUBUNGAN KEMATANGAN EMOSI DENGAN PENYESUAIAN DIRI PADA MASA PERNIKAHAN AWAL

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja menunjukkan masa transisi dari masa kanak-kanak ke masa

BAB I PENDAHULUAN. bagi setiap kalangan masyarakat di indonesia, tidak terkecuali remaja.

BAB I PENDAHULUAN. cinta, seiring dengan perkembangan dan pertumbuhan individu dewasa.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menempuh berbagai tahapan, antara lain pendekatan dengan seseorang atau

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia pada dasarnya mempunyai kodrat, yaitu memiliki hasrat untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. Fenomena kaum perempuan korban kekerasan dalam rumah tangga di

HUBUNGAN ANTARA HARGA DIRI DAN DUKUNGAN SOSIAL DENGAN INTENSI PERILAKU ONANI PADA REMAJA LAKI-LAKI. Skripsi

2015 STUD I D ESKRIPTIF PELAKSANAAN PEMBELAJARAN PEND IDIKAN JASMANI D I SLB-A CITEREUP

BAB 1 PENDAHULUAN. menimbulkan akibat lahir maupun batin baik terhadap keluarga masing-masing

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Mahasiswa sebagai bagian dari kelompok remaja akhir terlibat dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Setiap manusia selama hidupnya pasti mengalami perubahan.

STRATEGI COPING UNTUK MEMPERTAHANKAN PERKAWINAN PADA WANITA YANG SUAMINYA MENGALAMI DISFUNGSI SEKSUAL

BAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakang Ilma Kapindan Muji,2013

BAB I PENDAHULUAN. jangka waktunya berbeda bagi setiap orang tergantung faktor sosial dan budaya.

KONFLIK INTERPERSONAL ANTAR ANGGOTA KELUARGA BESAR

BAB 1 PENDAHULUAN. (usia tahun) berjumlah sekitar 43 juta jiwa atau 19,61 persen dari jumlah

BAB I PENDAHULUAN. Kelahiran, perkawinan serta kematian merupakan suatu estafet kehidupan

FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2008

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. ditandai dengan adanya perkembangan yang pesat pada individu dari segi fisik, psikis

BAB I PENDAHULUAN. Manusia diciptakan Tuhan dalam dua bentuk yang berbeda, baik. secara fisik maupun psikis, yang kemudian diberi sebutan sebagai

BAB I PENDAHULUAN. 104).Secara historis keluarga terbentuk paling tidak dari satuan yang merupakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dilihat dari fisik, tetapi juga dilihat dari kelebihan yang dimiliki.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dihindari. Penderitaan yang terjadi pada individu akan mengakibatkan stres dan

BAB I PENDAHULUAN. atau di kota. Namun banyak manusia yang sudah mempunyai kemampuan baik

Perkembangan Sepanjang Hayat

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Dukungan sosial merupakan keberadaan, kesediaan, keperdulian dari

BAB I PENDAHULUAN. berketetapan untuk tidak menjalankan tugas dan kewajiban sebagai suami-istri. Pasangan

BAB I PENDAHULUAN. dapat hidup sendiri tanpa berhubungan dengan lingkungannya atau dengan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian Masa remaja adalah masa peralihan dari anak-anak ke dewasa yang jangka

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dimasyarakat pada saat ini melalui media-media seperti televisi, koran, radio dan

HUBUNGAN ANTARA ASERTIFITAS DENGAN KECENDERUNGAN MENGALAMI KEKERASAN EMOSIONAL PADA PEREMPUAN YANG BERPACARAN SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. Manusia dalam melaksanakan fungsi-fungsi kehidupan tidak lepas dan

BAB II LANDASAN TEORI

B. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana karakteristik komunikasi interpersonal orang tua tunggal dalam mendidik

Hubungan antara Persepsi Anak Terhadap Perhatian Orang Tua dan Intensitas Komunikasi Interpersonal dengan Kepercayaan Diri pada Remaja Difabel

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. komunikasi menjadi lebih mudah untuk dilakukan. Teknologi yang semakin

BAB I PENDAHULUAN. khusus (ABK) adalah anak yang dalam proses pertumbuhan atau. sosial dan emosional dibanding dengan anak-anak lain seusianya.

HUBUNGAN ANTARA INTENSITAS KOMUNIKASI SUAMI ISTRI DENGAN KECENDERUNGAN BERSELINGKUH PADA ISTRI

BAB I PENDAHULUAN. awal membuat komitmen dengan orang lain atau menghadapi. kemungkinan rasa terisolasi dan keterpurukan pada kegiatan dan

PENYESUAIAN DIRI DAN POLA ASUH ORANG TUA YANG MEMILIKI ANAK RETARDASI MENTAL

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam proses kehidupan manusia mengalami tahap-tahap perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia adalah makhluk yang tidak bisa hidup tanpa manusia lain dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. mendapatkan kesempurnaan yang diinginkan karena adanya keterbatasan fisik

BAB I PENDAHULUAN. Abraham Maslow (1970) dalam Hergenhanh (1980) mengatakan bahwa. tinggi. Abraham Maslow (1970) dalam Hergenhanh (1980) menyatakan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Manusia adalah salah satu individu yang menjadi bagian dari ciptaan-

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Yuyun Yuniarsih, 2014 Perilaku sosial remaja tunadaksa yang menggunakan jejaring sosial

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. keluarga yang bahagia dan kekal sesuai dengan Undang-undang Perkawinan. Sudah

BAB V KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. A.Latar Belakang. Remaja adalah mereka yang berusia diantara tahun dan merupakan

BAB I PENDAHULULUAN. di masyarakat terhambat. Seseorang dikatakan mengalami ketunadaksaan apabila

Transkripsi:

ROMANTISME CINTA PADA PASANGAN SUAMI ATAU ISTERI YANG MENYANDANG TUNADAKSA SKRIPSI Untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam mencapai derajat Sarjana S-1 Diajukan Oleh : NOPINDRA BUDI NUGROHO F 100 060 077 FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2010

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Selama hidup, manusia tidak pernah statis, manusia selalu mengalami perubahan. Perubahan yang dialami manusia merupakan integrasi dari perubahan struktur dan fungsi, karena itu perubahan ini tergantung pada hal-hal yang dialami sebelumnya dan mempengaruhi hal-hal yang terjadi sesudahnya. Perubahan tersebut menunjukkan bahwa manusia akan selalu berkembang. Perkembangan manusia merupakan proses pematangan dan proses belajar dari usaha dan latihan yang dilakukannya. Perkembangan tersebut meliputi perkembangan fisik, kognitif, emosi, sosial dan tingkah laku sosial dan kepribadian dimana keseluruhan perkembangan itu juga dipengaruhi oleh diri pribadi, orang tua dan lingkungan yang ada disekitarnya (Poerwanti, 2002). Perkembangan manusia sayangnya prosesnya tidak selalu seperti yang diharapkan, sehingga membutuhkan pengarahan dan bimbingan untuk membantu dalam pembentukan diri yang positif, kematangan, proses perkembangan pribadi, intelektual, proses dan tingkah laku sosial, dan lain sebagainya. Salah satu hambatan dalam proses perkembangan adalah adanya keterbatasan fisik atau cacat tubuh, yang biasa dikenal dengan sebutan tunadaksa. Secara definitif pengertian kelainan fungsi anggota tubuh (tunadaksa) adalah ketidakmampuan anggota tubuh untuk melaksanakan fungsinya yang disebabkan oleh berkurangnya kemampuan anggota tubuh untuk melaksanakan fungsi secara normal akibat luka, penyakit atau pertumbuhan yang tidak sempurna (Suroyo, 1

2 1977) sehingga untuk kepentingan pembelajarannya perlu layanan secara khusus, Kneedler (Efendi, 2006). Mangunsong (Fatihatulzulfa, 2004) mendefinisikan tunadaksa sebagai ketidakmampuan tubuh seperti keadaan normal. Sedangkan Soemantri (2006) menjelaskan tunadaksa disebabkan anak menderita polio, kecelakaan, keturunan, tuna sejak lahir, kelainan otot-otot, peradangan otak, dan kelainan motorik yang disebabkan kerusakan fungsi syaraf. Penyandang tunadaksa juga sebagai makhluk Tuhan, warga negara, dan anggota masyarakat yang mempunyai hak dan kewajiban serta derajat yang sama (Fuad, 2007). Hak penyandang ketunaan adalah Hak Asasi Manusia, oleh karena itu para penyandang tunadaksa perlu menyadari akan haknya agar tidak lagi hidup dari belas kasihan dan bantuan orang lain dan bantuan dari pihak lain yang membuat mudah dikendalikan orang lain, tetapi mempunyai kebebasan untuk menentukan kehendak sendiri. Penyandang tunadaksa juga memerlukan pacaran untuk mengenal pasangannya lebih dekat, kemudian menikah dan hidup berrumah tangga. Perubahan fisik yang salah satunya disebabkan karena kecelakaan, tentunya sangat mengguncang jiwa seseorang. Keguncangan jiwa ini sering pula menimbulkan penilaian diri yang negatif, sering orang tidak menyadari bahwa julukan yang diberikan kepada penyandang tunadaksa yang merupakan penilaian terhadap keadaan fisik misalnya memberi panggilan si pincang, mungkin bagi sebagian orang menganggap hal ini sebagai sesuatu hal yang lucu dan menyenangkan, namun bagi yang mengalami tentu sangat menyakitkan (Collins, 1998).

3 Badan Kesehatan Dunia (WHO) menyebutkan jumlah penyandang ketunaan di negara-negara berkembang termasuk di Indonesia, berkisar antara 7% sampai 10% dari total populasi. Dengan jumlah penduduk yang telah mencapai 220 juta jiwa, jumlah penyandang ketunaan di Indonesia diperkirakan bisa mencapai 22 juta jiwa. Penyandang ketunaan di Sukoharjo, yang tercatat di Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Bina Akses yang ada di Sukoharjo berjumlah lebih dari 12.000 orang. Jumlah penyandang tunadaksa di sukoharjo berjumlah sekitar 30% dari jumlah keseluruhan penyandang ketunaan, yaitu sekitar 3.600 orang, dan diperkirakan masih bertambah karena masih banyak yang belum terdaftar. Sementara itu penyandang tunadaksa di wilayah kabupaten Karanganyar ada sekitar 5.173 orang, (Suara Merdeka, 2004). Individu-individu yang mengalami tunadaksa biasanya harus dapat mencapai penyesuaian-penyesuaian mental yang tidak pernah dihadapi oleh mereka yang normal. Anak-anak kecil melihat mereka dengan pandangan yang penuh perhatian, sedangkan orang-orang dewasa mengekspresikannya secara lebih tersembunyi dengan menghindarkan diri dari keterlibatan dengan mereka. Seperti halnya dengan orang-orang yang lain, para penderita tunadaksa ingin diperlakukan dengan baik, merasakan dirinya berharga. Hal ini merupakan sasaran yang sulit dicapai dalam pelayanan bagi mereka, (Collins, 1998). Pada dasarnya orang yang menyandang tunadaksa mempunyai kebutuhan yang sama dengan orang normal, akan tetapi karena kekurangan pada fisiknya membuat mereka menemukan banyak kesulitan. Pada saat mereka beranjak dewasa, sama seperti halnya dengan orang normal lainnya, penyandang tunadaksa

4 juga ingin memiliki seorang kekasih sebelum mereka menginginkan untuk menikah, yaitu dengan menjalin hubungan kasih sayang dengan lawan jenis (belum menikah) atau yang biasa kita kenal dengan istilah pacaran. Kehidupan keluarga juga banyak tantangannya, bagaimana seorang suami harus menyenangkan seorang isteri, seorang istri juga harus bisa menyenangkan suaminya, menyenangkan dalam berhubungan seksual ataupun dalam berbagi dan bercanda dengan anak-anaknya dalam kehidupan sehari-hari. Setiap pasangan menginginkan kehidupan seksnya menyenangkan. Kebosanan dan kehambaran dalam seks tentunya sangat tidak diinginkan oleh setiap pasangan. Jika ditelusuri lebih jauh, banyak hal atau faktor yang menyebabkan masalah itu. Salah satunya adalah, karena terlalu cuek dan masa bodoh dengan urusan seksual, yang akhirnya membuat hubungan seks menjadi hambar. (http://www.rileks.com/) Romantisme merupakan bagian dari masa muda yang penuh gairah. Serentak setelah kedua pasangan tumbuh dan bertambah usia, maka iklim emosional dalam diri kedua pasangan akan ditandai oleh apa yang mereka inginkan, apa yang mereka harapkan, hasrat apa yang ada pada diri mereka, serta bagaimana mereka menghayati diri mereka secara emosional (Supardi, 2007). Jalinan hubungan kasih sayang diekspresikan melalui suatu romantisme, romantisme, menurut psikolog Zahrasari Lukita Dewi, Psi., MS., sebenarnya tidaklah monopoli kebutuhan perempuan. Artinya, dari sudut pandang psikologi, romantisme biasanya dihubungkan dengan perasaan emosi cinta, emosi yang menyenangkan dan yang membahagiakan, berkaitan dengan hubungan antarmanusia. Tapi, konotasi romantisme lantas selalu dihubungan dengan pria

5 dan wanita. Hal ini berkaitan dengan kisah klasik, bahwa laki-laki harus romantis dalam mendekati wanita. Karena wanita butuh pria romantis. Tapi, kalau dilihat lebih mendalam, keduanya memerlukan romantisme. (http://www.indoforum.org) Gambaran romantisme cinta pasangan tunadaksa dapat di gambarkan oleh Zulfan Dewantara dan Irma, pasangan ini menikah meskipun mendapat tantangan dari orang tua yang perempuannya. Namun pasangan ini bisa menunjukkan bahwa meskipun Zulfan adalah penyandang tunadaksa dan Irma adalah perempuan normal, mereka bisa hidup dengan bahagia dan membina rumah tangga bahkan bisa melebihi pasangan yang normal, karena walaupun secara fisik tidak sempurna, namun perlakuan yang diberikan itu sangat sempurna. Pada pasangan lain yang hampir serupa yaitu pasangan Marwati Biswan dan Jajang, yang menikah dengan tidak mendapat restu dari orang tua Marwati karena Jajang adalah orang yang menyandang tunadaksa. Namun akhirnya mereka bisa menunjukkan pada orang tua mereka bahwa mereka bisa membina rumah tangga yang bahagia, berkat keteguhan dan cinta mereka, Jajang pun juga ingin membuktikan bahwa bisa bersikap mandiri dalam keterbatasannya (Sihite, 2010). Menurut Dr. Andreas Barteis (Kissanti, 2007), ketua tim peneliti cinta romantis di University College London, jenis cinta romantis sangat disukai oleh otak karena bisa menimbulkan efek positif yang disebut bahagia. Rasa bahagia begitu dominan, sehingga orang sering mengatakan kalau cinta romantis sedang melanda seseorang, maka segala tampak di mata hanyalah keindahan dan kesenangan.

6 Cinta sering kali diandaikan sebagai reaksi emosional yang spontan atau hasil keterpikatan secara tiba-tiba oleh suatu perasaan yang tak tertahankan dalam kebudayaan kita. Sebaliknya, perasaan cinta bisa timbul setiap saat dan bisa lenyap pula setiap saat. Keterpikatan yang spontan yang merupakan pengalaman jatuh cinta ini, selalu terasa romantis. Pengalaman ini membuat seseorang berilusi, agar pengalaman romantis yang mengiringi jatuh cinta bisa berlangsung selamanya. Dengan kata lain cinta romantis yang ideal sering disertai pengalaman imajinasi yang serba indah yang membuat sepasang kekasih selalu ingin dekat, saling memeluk, menatap, mendengar suaranya, dan lain-lain (Kissanti, 2007). Berdasarkan uraian-uraian diatas, peneliti ingin mengajukan suatu permasalahan, yaitu bagaimana menciptakan romantisme cinta pada penyandang tunadaksa. Berdasarkan permasalahan tersebut, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul Romantisme Cinta pada Pasangan Suami atau Isteri yang Menyandang Tunadaksa B. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pola dan cara-cara menjaga hubungan romantisme cinta pada pasangan suami atau isteri yang menyandang tunadaksa. C. Manfaat Penelitian 1. Bagi penyandang tunadaksa, diharapkan dapat memberikan informasi dan sumbangan ilmu pengetahuan tentang romantisme cinta pada pasangan suami atau isteri yang menyandang tunadaksa.

7 2. Bagi masyarakat yang hidup dengan penyandang tunadaksa, diharapkan dapat memberikan sumbangan informasi dan pengetahuan tentang romantisme cinta pada pasangan suami atau isteri yang menyandang tunadaksa. 3. Bagi ilmuan psikologi, diharapkan penelitian ini dapat memberikan informasi dan sumbangan ilmu pengetahuan kepada psikologi untuk mengembangkan pengetahuan yang berkaitan dengan romantisme cinta dan kehidupan keluarga. 4. Bagi peneliti dengan tema sejenis, diharapkan penelitian ini bisa memberikan informasi dan sumbangan ilmu pengetahuan sebagai kajian teoritis kepada para peneliti lain yang ingin melakukan penelitian sejenis khususnya bidang psikologi perkembangan yang berkaitan dengan romantisme cinta pada pasangan suami atau isteri yang menyandang tunadaksa.