BAB II KAJIAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori Pembelajaran Teams Games Tournament (TGT) Matematika harus dekat dengan anak dan relevan dengan

BAB I PENDAHULUAN. yang merupakan sub sistem pendidikan nasional yang memegang peranan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kondisi Awal

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

II. KAJIAN PUSTAKA. 2.1 Hakikat Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial. konsep, dan generalisasi yang berkaitan dengan isu sosial.

BAB II KAJIAN PUSTAKA. STAD (Student Teams Achievement Division) merupakan satu sistem

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. belajar dan proses pembelajaran agar siswa secara aktif mengembangkan potensi

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. penyatuan materi, media, guru, siswa, dan konteks belajar. Proses belajar

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA. aktivitas merupakan prinsip yang sangat penting di dalam interaksi belajar. aktivitas tersebut. Beberapa diantaranya ialah:

BAB II KAJIAN TEORI. mendalam pada bidang ilmu yang berkaitan.

I. PENDAHULUAN. Setiap negara menganggap penting pendidikan. Pendidikan berperan penting bagi

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Dalam pembukaan UUD 1945 dijelaskan bahwa salah satu tujuan dari

47. Mata Pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial untuk Sekolah Dasar (SD)/Madrasah Ibtidaiyah (MI)

BAB II KAJIAN PUSTAKA

Oleh: Ani Ratnawati SDN 1 Sumberingin, Karangan, Trenggalek

II. TINJAUAN PUSTAKA. Keterampilan proses sains dapat diartikan sebagai keterampilan intelektual,

BAB 1 PENDAHULUAN. standar kompetensi Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) merupakan salah satu mata

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Marilah kita kaji sejenak arti kata belajar menurut Wikipedia Bahasa

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

Jurnal Kreatif Tadulako Online Vol. 4 No. 9 ISSN X

PENINGKATAN KETERLIBATAN DAN MINAT BELAJAR MELALUI PEMBELAJARAN STAD TERMODIFIKASI PERMAINAN ULAR TANGGA

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah dasar sebagai jenjang pendidikan formal pertama sistem pendidikan di

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB II KAJIAN TEORI. 2.1 Kajian Teori Model Pembelajaran Kooperatif

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

UPAYA PENINGKATAN HASIL BELAJAR IPA PADA MATERI PEMBENTUKAN TANAH MELALUI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STAD

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. diberikan mulai dari SD/MI/SDLB sampai SMP/MTS/SMPLB. IPS mengkaji

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. kritis, kreatif dan mampu bersaing menghadapi tantangan di era globalisasi nantinya.

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. dalam bahasa Inggris yaitu natural science, artinya Ilmu Pengetahuan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. tertentu, yaitu saling pengaruh antara pendidik dan peserta didik. Pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah suatu hal yang harus dipenuhi dalam upaya meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tiara Dara Lugina, 2013

10. Mata Pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS. kearah yang lebih baik. Menurut Hamalik (2004:37) belajar merupakan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Pengalaman dan latihan terjadi melalui interaksi antara individual dan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STUDENT TEAM ACHIEVEMENT DIVISION (STAD)

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. Menurut UU Nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional. belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif

tanya jawab, pemberian tugas, atau diskusi kelompok) dan kemudian siswa merespon/memberi tanggapan terhadap stimulus tersebut. Pembelajaran harus

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Menurut UU No.20 tahun 2003 tentang sistem Pendidikan Nasional menyatakan. bahwa:

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dalam proses belajar disiplin belajar sangat penting dalam menunjang

BAB I PENDAHULUAN. berkaitan dengan aspek-aspek politik, ekonomi, budaya dan lingkungan dari

MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF STAD UNTUK MENINGKATKAN AKTIFITAS DAN HASIL BELAJAR SISWA MATERI TUMBUHAN HIJAU. Etmini

BAB I PENDAHULUAN. bangsa. Keberhasilan proses belajar mengajar disekolah tidak terlepas dari peran serta guru

BAB I PENDAHULUAN. yang diberikan mulai dari tingkat sekolah dasar. Pendidikan Ilmu

BAB II KAJIAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. berbangsa, dan bernegara di Indonesia tidak terlepas dari pengaruh perubahan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

Ikmila Mak ruf, Yusuf Kendek, dan Kamaluddin. Mahasiswa Program Guru Dalam Jabatan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Tadulako ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

MODEL KOOPERATIF TIPE TGT (TEAM GAMES TOURNAMENT) UNTUK MENINGKATKAN MINAT BELAJAR SISWA PADA MATA PELAJARAN IPS

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. Bagian pertama ini membahas beberapa hal mengenai latar belakang masalah,

BAB I PENDAHULUAN. menciptakan atau mewujudkan pendidikan nasional yaitu menurut Undangundang

BAB II KAJIAN TEORI Pengertian Belajar Menurut Beberapa Ahli. memperoleh pengetahuan, ketrampilan, dan nilai-nilai positif dengan

BAB I PENDAHULUAN. menghasilkan peserta didik yang berkualitas, baik dilihat dari prestasi bidang

I. PENDAHULUAN. mendorong terjadinya belajar. Pembelajaran dikatakan berhasil apabila tujuantujuan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam proses penyampaian pelajaran dibutuhkan pendekatan-pendekatan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

Transkripsi:

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) IPS merupakan salah satu mata pelajaran yang diberikan mulai dari jenjang SD hingga menengah. IPS mengkaji seperangkat peristiwa, fakta, konsep dan generalisasi yang berkaitan dengan isu sosial. Pada jenjang SD mata pelajaran IPS memuat materi Geografi, Sejarah, Sosiologi, dan Ekonomi. Melalui mata pelajaran IPS, siswa diarahkan untuk dapat menjadi warga Negara Indonesia yang demokratis dan bertanggung jawab, serta warga dunia yang cinta damai. IPS merupakan bidang pengetahuan yang digali dari kehidupan praktis sehari-hari di masyarakat. Masyarakat merupakan sumber serta objek kajian materi pendidikan IPS, yaitu berpijak pada kenyataan hidup yang riil (nyata). Pada hakekatnya sisiwa sekolah dasar merupakan bagian dari masyarakat dan sebagai anggota masyarakat sejak dini, anak sudah dilatih untuk belajar bagaimana cara berhubungan dengan sesama anggota keluarga, mengetahui aturan-aturan yang berlaku dalam keluarga, sehingga memahami hak dan kewajibannya sebagai warga negara. Di masa yang akan datang siswa akan menghadapi tantangan karena kehidupan masyarakat global selalu mengalami perubahan setiap saat. Oleh karena itu mata pelajaran IPS dirancang untuk mengembangkan pengetahuan, pemahaman dan kemampuan analisis terhadap kondisi sosial masyarakat dalam memasuki kehidupan bermasyarakat yang dinamis. Mata pelajaran IPS disusun secara sistematis, komprehensif dan terpadu dalam proses pembelajaran menuju kedewasaan dan keberhasilan dalam kehidupan di masyarakat. Dengan demikian siswa diharapkan akan memperoleh pemahaman yang lebih luas dan mendalam pada bidang ilmu yang berkaitan. Pembelajaran IPS di SD tidak bersifat keilmuan tetapi bersifat pengetahuan, bahan yang diajarkan pada siswa bukan teori-teori sosial atau ilmu sosial melainkan hal praktis yang berguna bagi dirinya dan lingkungannya. Dalam pengembangan 6

7 pemahamannya tentang mata pelajaran IPS, bagi siswa sekolah dasar belajar akan lebih bermakna jika apa yang dipelajarinya berkaitan dengan pengalaman dalam hidupnya. Pendidikan IPS di SD meliputi dua kajian pokok yaitu pengetahuan sosial dan sejarah. Kajian pengetahuan sosial meliputi lingkungan sosial, ilmu bumi, ekonomi, dan pemerintahan termasuk perkembangan masyarakat Indonesia sejak lampau hingga sekarang. Karakteristik IPS di SD mempelajari kehidupan sehari-hari yang langsung dapat diamati dan dipahami siswa, dan dalam pengorganisasian materi yang dilakukan adalah mulai dari lingkungan yang terdekat terlebih dahulu sampai pada lingkungan yang jauh yaitu mulai dari lingkungan keluarga, sekolah, tetangga, masyarakat sekitar, kabupaten, propinsi, Indonesia dan dunia. Fungsi mata pelajaran IPS SD adalah untuk mengembangkan sikap rasional tentang gejala-gejal sosial, serta wawasan tentang perkembangan masyarkaat Indonesia dan masyarakat dunia di masa lampau dan di masa kini, sedangkan tujuan mata pelajaran IPS SD adalah untuk mengembangkan pengetahuan dan keterampilan dasar yang bagi dirinya dalam kehidupan sehari-hari, serta mampu mengembangkan pemahaman tentang perkembangan masyarkat Indonesia sejak masa lalu hingga masa kini, sehingga siswa memiliki kebanggan sebagai bangsa Indonesaia dan cinta tanah air. Permendiknas RI Nomor 22 tahun 2006 menegaskan bahwa IPS merupakan salah satu mata pelajaran yang diberikan mulai dari SD/MI/SDLB sampai SMP/MTs/SMPLB. IPS mengkaji seperangkat peristiwa, fakta, konsep, dan generalisasi yang berkaitan dengan isu sosial. Pada jenjang SD/MI mata pelajaran IPS memuat materi Geografi, Sejarah, Sosiologi, dan Ekonomi. Melalui mata pelajaran IPS, peserta didik diarahkan untuk dapat menjadi warga negara Indonesia yang demokratis, dan bertanggung jawab, serta warga dunia yang cinta damai. Mata pelajaran IPS disusun secara sistematis, komprehensif, dan terpadu dalam proses pembelajaran menuju kedewasaan dan keberhasilan dalam kehidupan di masyarakat. Dengan pendekatan tersebut diharapkan peserta didik akan memperoleh pemahaman yang lebih luas dan mendalam pada bidang ilmu yang berkaitan. Di tingkat SD/MI, mata pelajaran IPS bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan:

8 1. Mengenal konsep-konsep yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat dan lingkungannya. 2. Memiliki kemampuan dasar untuk berpikir logis dan kritis, rasa ingin tahu, inkuiri, memecahkan masalah, dan keterampilan dalam kehidupan sosial. 3. Memiliki komitmen dan kesadaran terhadap nilai-nilai sosial dan kemanusiaan, dan memiliki kemampuan berkomunikasi, bekerjasama dan berkompetisi dalam masyarakat yang majemuk, di tingkat lokal, nasional, dan global. Dilihat dari pengertian, fungsi dan tujuan IPS serta kaitannya dengan IPS yang dikembangkan di sekolah dasar, diharapkan siswa dapat mengenal konsep-konsep yang berkaitan dengan kehidupan serta dapat menerapkannnya dalam kehidupan sehari-hari. Selain itu juga diharapkan siswa dapat berpikir kritis dalam menghadapi masalah-masalah sosial serta dapat menemukan solusinya hingga dapat mengatasi masalah itu, baik masalah pribadi maupun masalah sosial. Dalam lampiran Permendiknas Nomor 23 Tahun 2006 tentang Standar Isi Untuk Satuan Pendidikan Dasar Dan Menengah bahwa Subtansi pembelajaran IPS di SD merupakan IPS terpadu dan pembelajaran pada Kelas I s/d III dilaksanakan melalui pendekatan tematik, sedangkan pada Kelas IV s/d VI dilaksanakan melalui pendekatan mata pelajaran. Terpadu maksudnya adalah pengelolaan pembelajaran dilakukan secara terpadu, dan pembelajaran bermuara pada kompetensi. Demikian pula Depdikbud (dalam Trianto, 2007: 123) menjelaskan bahwa Model pembelajaran terpadu pada hakikatnya merupakan suatu pendekatan pembelajaran yang memungkinkan peserta didik baik secara individual maupun kelompok aktif mencari, menggali, dan menemukan konsep serta prinsip secara holistik dan otentik. Pada dasarnya manusia adalah makhluk sosial, ia dapat menjadi anggota beberapa kelompok sekaligus dan tidak dipisahkan dari lingkungan hidup sekitarnya (Alma, 2010: 22). Dari penjelasan tersebut dapat kita mengerti bahwa pembelajaran IPS memberikan pemahaman akan segala bentuk kegiatan dan aktivitas hidup manusia yang senantiasa selalu berkaitan dengan interaksi sosial dengan lingkungannya, maka mata pelajaran yang diberikan isinya adalah meng-kaji seperangkat peristiwa, fakta, konsep, dan generalisasi yang berkaitan dengan masalah sosial. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Sardiman, dkk (2004: 11) bahwa Karakteristik materi pengetahuan sosial memiliki

9 struktur ilmu pengetahuan yang tersusun paling tidak terdiri dari : fakta; konsep dan generalisasi. Dalam mata pelajaran IPS siswa diajarkan tentang nilai-nilai, moral, cita-cita, saling menghargai dan rasa tanggung jawab, baik disekolah maupun di dalam masyarakat. Hal ini penting karena belajar pengetahuan sosial merupakan usaha membentuk jaringan pengetahuan sosial yang bermanfaat bagi kehidupan peserta didik (Yulaelawati, 2004: 115). Kompetensi yang akan dicapai dalam pembelajaran IPS, telah dituangkan dalam standar kompetensi (SK) dan kompetensi dasar (KD) IPS SD Kelas 5 Semester 1 disajikan dalam tabel 2.1 Tabel 2.1 Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Kelas 5 Semester 1 Standard Kompetensi 1. Menghargai berbagai peninggalan dan tokoh sejarah yang berskala nasional pada masa Hindu Budha dan Islam, keragaman kenampakan alam dan suku bangsa, serta kegiatan ekonomi di Indonesia Kompetensi Dasar 1.1 Mengenal makna peninggalan-peninggalan sejarah yang berskala nasional dari masa Hindu-Budha dan Islam di Indonesia 1.2 Menceriterakan tokoh-tokoh sejarah pada masa Hindu-Budha dan Islam di Indonesia 1.3 Mengenal keragaman kenampakan alam dan buatan serta pembagian wilayah waktu di Indonesia dengan menggunakan peta/atlas/globe dan media lainnya 1.4 Menghargai keragaman suku bangsa dan budaya di Indonesia 1.5 Mengenal jenis-jenis usaha dan kegiatan ekonomi di Indonesia 2.1.2. Hasil Belajar Menurut Dimyati dan Mudjiono (2006: 3) hasil belajar merupakan hasil dari suatu interaksi tindak belajar dan tindak mengajar. Senada dengan pendapat Dimyati dan Mudjiono diatas, Purwanto (2011:46) menyatakan bahwa hasil belajar adalah perubahan perilaku peserta didik akibat belajar. Perubahan perilaku disebabkan karena dia mencapai penguasaan atas sejumlah bahan yang diberikan dalam proses belajar mengajar. Lebih lanjut lagi Purwanto mengatakan bahwa hasil belajar dapat berupa perubahan dalam aspek kognitif, afektif dan psikomotorik. Purwanto menekankan hasil belajar lebih kepada

10 tindak belajar (siswa), bukan tindak mengajar (guru). Dengan demikian hasil belajar itu termasuk tindak atau aktivitas yang dilakukan dalam belajar. Tindak belajar siswa yang berupa pengetahuan, sikap dan keterampilan dapat di amati dan di ukur (Hamalik :2003;155). Hasil belajar yang diamati dan diukur merupakan pengukuran. Pengukuran adalah kegiatan atau upaya yang dilakukan untuk memberikan angka-angka pada suatu gejala atau peristiwa, atau benda (Wardani Naniek Sulistya, dkk: 2012: 47). Penetapan angka dalam pengukuran memerlukan alat ukur atau instrumen. Bentuk-bentuk instrumen adalah tes, lembar observasi, wawancara, skala sikap dan angket. Dalam melaksanakan pengukuran dapat digunakan butir-butir soal apabila cara pengukuran dilakukan dengan menggunakan tes, dan apabila pengukuran dilakukan dengan cara mengamati atau mengobservasi dapat menggunakan instrumen lembar pengamatan atau observasi, pengukuran dengan teknik skala sikap dapat menggunakan instrumen butir-butir pernyataan. Instrumen sebagai alat yang digunakan untuk mengukur ketercapaian tujuan pembelajaran maupun kompetensi yang dimiliki peserta didik haruslah valid, maksudnya adalah instrumen tersebut dapat mengukur apa yang seharusnya diukur. Penggunaan bentuk instrumen ditentukan oleh teknik pengukuran yang digunakan. Menurut Wardani Naniek Sulistya (2012:53) teknik pengukuran ada dua yakni teknik tes dan non tes. 1. Tes Secara sederhana tes dapat diartikan sebagai himpunan pertanyaan yang harus dijawab, pernyataan-pernyataan yang harus dipilih/ditanggapi, atau tugas-tugas yang harus dilakukan oleh peserta tes dengan tujuan untuk mengukur suatu aspek tertentu dari peserta tes. Suryanto Adi, dkk (2009) tes adalah seperangkat pertanyaan atau tugas yang direncanakan untuk memperoleh informasi tentang sifat (trait) atau atribut pendidikan yang setiap butir pertanyaan tersebut mempunyai jawaban atau ketentuan yang dianggap benar. Berikut ini adalah teknik tes yang dikemukakan oleh Poerwanti Endang (2008:4-9) sebagai berikut: a. Jenis tes berdasarkan cara mengerjakan 1) Tes tertulis. Tes tertulis adalah tes yang dilakukan secara tertulis baik dalam hal

11 soal maupun jawabannya. 2) Tes lisan. Pada tes lisan, baik pertanyaan maupun jawaban (response) semuanya dalam bentuk lisan. Karenanya, tes lisan relatif tidak memiliki rambu-rambu penyelenggaraan tes yang baku, karena itu, hasil dari tes lisan biasanya tidak menjadi informasi pokok tetapi pelengkap dari instrumen asesmen yang lain. 3) Tes unjuk kerja. Pada tes ini peserta didik diminta untuk melakukan sesuatu sebagai indikator pencapaian kompetensi yang berupa kemampuan psikomotor. b. Jenis tes berdasarkan bentuk jawabannya 1) Tes esei (essay-type test). Tes bentuk uraian adalah tes yang menuntut siswa mengorganisasikan gagasan-gagasan tentang apa yang telah dipelajarinya dengan cara mengemukakannya dalam bentuk tulisan. 2) Tes jawaban pendek. Tes dapat digolongkan menjadi tes jawaban pendek jika peserta tes diminta menuangkan jawabannya bukan dalam bentuk esei, tetapi memberikan jawaban-jawaban pendek, dalam bentuk rangkaian kata-kata pendek, kata-kata lepas maupun angka-angka. 3) Tes objektif. Tes objektif adalah tes yang keseluruhan informasi diperlukan untuk menjawab tes yang telah tersedia. Oleh karenanya sering pula disebut dengan istilah tes pilihan jawaban (selected response test). 1. Non Tes Teknik non tes sangat penting dalam mengakses siswa pada ranah afektif dan psikomotor, berbeda dengan teknik tes yang lebih menekankan pada aspek kognitif. Ada beberapa macam teknik non tes. Menurut Poerwanti Endang (2008:3-19 3-31) teknik non tes dibedakan menjadi: a. Observasi terkait dengan kegiatan evaluasi proses dan hasil belajar dapat dilakukan secara formal yaitu observasi dengan menggunakan instrumen yang sengaja dirancang untuk mengamati unjuk kerja dan kemajuan belajar peserta didik, maupun observasi informal yang dapat dilakukan oleh pendidik tanpa menggunakan instrumen. b. Wawancara adalah cara untuk memperoleh informasi mendalam yang diberikan secara lisan dan spontan, tentang wawasan, pandangan atau aspek kepribadian peserta didik. c. Angket merupakan suatu teknik yang dipergunakan untuk memperoleh informasi yang berupa data deskriptif. Teknik ini biasanya berupa angket sikap (attitude

12 questionnaires). d. Work sample analysis (analisa sampel kerja) digunakan untuk mengkaji respon yang benar dan tidak benar yang dibuat siswa dalam pekerjaannya dan hasilnya berupa informasi mengenai kesalahan atau jawaban benar yang sering dibuat siswa berdasarkan jumlah, tipe, pola, dan lain sebagainya. e. Task analysis (analisis tugas) dipergunakan untuk menentukan komponen utama dari suatu tugas dan menyusun skills dengan urutan yang sesuai dan hasilnya berupa daftar komponen tugas dan daftar skills yang diperlukan. f. Checklists dan rating scales dilakukan untuk mengumpulkan informasi dalam bentuk semi terstruktur, yang sulit dilakukan dengan teknik lain dan data yang dihasilkan bisa kuantitatif ataupun kualitatif, tergantung format yang dipergunakan. g. Portofolio adalah kumpulan dokumen dan karya-karya peserta didik dalam karya tertentu yang diorganisasikan untuk mengetahui minat, perkembangan belajar dan prestasi siswa. h. Komposisi dan presentasi, peserta didik menulis dan menyajikan karyanya. i. Proyek individu dan kelompok, peserta didik mengintegrasikan pengetahuan dan keterampilan serta dapat digunakan untuk individu maupun kelompok. Dasar pembuatan alat ukur adalah membuat kisi-kisi. Kisi-kisi (test blue-print atau table of specification) adalah format atau matriks pemetaan soal yang menggambarkan distribusi item untuk berbagai topik berdasarkan kompetensi dasar, indikator dan jenjang kemampuan tertentu. Penyusunan kisi-kisi ini digunakan untuk pedoman menyusun atau menulis soal menjadi perangkat tes. Dari tes menghasilkan skor pengukuran yang dipergunakan sebagai dasar penilaian atau evaluasi. Wardani Naniek Sulistya dkk, (2010:2.8) menjelaskan bahwa evaluasi itu merupakan proses untuk memberi makna atau menetapkan kualitas hasil pengukuran, dengan cara membandingkan angka hasil pengukuran tersebut dengan kriteria tertentu. Kriteria sebagai pembanding dari proses dan hasil pembelajaran tersebut dapat ditentukan sebelum proses pengukuran atau ditetapkan setelah pelaksanaan pengukuran. Kriteria tersebut dapat berupa proses atau kemampuan minimal yang dipersyaratkan seperti KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal) atau batas keberhasilan, kriteria tersebut juga dapat pula berupa kemampuan rata-rata unjuk kerja

13 kelompok, atau berbagai patokan yang lain. Kriteria yang berupa batas kriteria minimal yang telah ditetapkan sebelum pengukuran dan bersifat mutlak disebut dengan Penilaian Acuan Patokan atau Penilaian Acuan Kriteria (PAP/PAK), sedang kriteria yang ditentukan setelah kegiatan pengukuran dilakukan dan didasarkan pada keadaan kelompok dan bersifat relatif disebut dengan Penilaian Acuan Norma atau Penilaian Acuan Relatif (PAN/PAR). Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2007 tentang Standar Penilaian Pendidikan menyatakan bahwa KKM adalah Kriteria Ketuntasan Belajar (KKB) yang ditentukan oleh satuan pendidikan. KKM pada akhir jenjang satuan pendidikan untuk kelompok mata pelajaran selain ilmu pengetahuan dan teknologi merupakan nilai batas ambang kompetensi. Tujuan utama dari penilaian adalah untuk membantu guru atau pendidik dalam mengambil keputusan dalam memperbaiki pembelajaran (Wardani Naniek Sulistya, dkk., 2012). Penilaian hasil belajar pada hakekatnya merupakan suatu kegiatan untuk mengukur perubahan perilaku yang telah terjadi pada diri peserta didik. Pada umumnya hasil belajar akan memberikan pengaruh dalam dua bentuk yaitu peserta didik akan mempunyai perspektif terhadap kekuatan dan kelemahannya atas perilaku yang diinginkan dan perilaku yang diinginkan itu telah meningkat baik setahap atau dua tahap sehingga timbul lagi kesenjangan antara penampilan prilaku yang sekarang dengan yang diinginkan. Penilaian hasil bertujuan untuk mengetahui hasil belajar atau pembentukan kompetensi peserta didik. Standar nasional pendidikan mengungkapkan bahwa penilaian hasil belajar oleh pendidik dilakukan secara berkesinambungan untuk memantau proses, kemajuan, dan perbaikan hasil dalam bentuk penilaian harian, penilaian tengah semester, penilaian akhir semester, dan penilaian kenaikan kelas. Hasil belajar juga dapat diperoleh ketika tes evaluasi diberikan dan kemudian dapat diketahui dari skor perolehan siswa yang berupa aspek kognitif dengan menggunakan alat penilaian yaitu tes evaluasi dengan hasil yang dinyatakan dalam bentuk skor, aspek afektif yang menunjukkan sikap siswa dalam mengikuti pembelajaran berupa tanya jawab, diskusi, presentasi dan aspek psikomotorik yang menunjukkan siswa dalam menyimak kompetensi yang diberikan guru dalam kegiatan pembelajaran berlangsung.

14 Jadi hasil belajar adalah perolehan skor dari pengukuran tes (aspek kognitif) dan non tes (aspek sikap dan aspek ketrampilan). 1.1.3. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Student Teams Achievement Division (STAD) Model pembelajaran kooperatif tipe STAD merupakan model pembelajaran kooperatif yang paling sederhana Pada model pembelajaran kooperatif, diberikan beberapa jenis model pembelajaran yang salah satunya STAD. Pembelajaran kooperatif tipe STAD merupakan pendekatan yang dikembangkan untuk melibatkan siswa dalam menelaah materi yang tercakup dalam suatu pelajaran (Rachmadiarti, 2001). Dalam model STAD siswa dalam kelas dibagi menjadi kelompok dengan 4-5 orang, dan setiap kelompok haruslah heterogen yang terdiri dua laki-laki dan perempuan, berasal dan berbagai suku, memiliki kemampuan tinggi, sedang dan anggota tim menggunakan lembar kegiatan atau perangkat pembelajaran yang lain untuk menuntaskan materi pelajarannya, dan kemudian saling membantu satu sama lain untuk memahami bahan pelajaran melalui tutorial, kuis, satu sama lain dan melakukan diskusi (Rachmadiarti, 2001). Guru menyajikan pelajaran, dan kemudian siswa bekerja di dalam tim mereka untuk memastikan bahwa seluruh anggota tim telah menguasai pelajaran tersebut. Akhirnya, seluruh siswa dikenai kuis tentang materi itu, pada waktu kuis ini mereka tidak dapat saling membantu. (Nur, 2000:26). Menurut Slavin (dalam Ratumanan, 2002 : 115 ), STAD terdiri dari siklus kegiatan pembelajaran sebagai berikut : 1. Mengajar. Guru menyajikan materi pengajaran. Penyajian materi ini meliputi 3 komponen yakni : pendahuluan, pengembangan dan praktek terbimbing 2. Kegiatan kelompok. Siswa bekerja sama dalam kelompok masing-masing untuk menguasai materi pelajaran 3. Test. Setelah satu atau dua periode guru menyajikan materi dan satu atau dua periode kerja kelompok, siswa diberikan kuis individual. Siswa tidak boleh saling bantu dalam test

15 4. Penghargaan kelompokpenghargaan kelompok dihitung berdasarkan pada nilai peningkatan rata-rata setiap kelompok. Adapaun perhitungan nilai peningkatan dan kriteria penghargaan kelompok diberikan Slavin ( dalam Ratumanan, 2004 : 137). Langkah langkah dalam pembelajaran kooperatif tipe STAD sebagai berikut: 1. Langkah 1: Persiapan. Dalam tahap ini guru mempersiapkan rancangan pembelajaran dengan membuat RPP, LKS ( Lembar Kerja siswa), bahan ajar tentang materi bangun ruang sisi lengkung 2. Langkah 2: Pelaksanaan. Guru membagikan siswa dalam kelompok kecil yang beranggotakan 5 orang siswa, kelompok-kelompok ini terdiri dari siswa yang berkemampuan heterogen. 3. Langkah 3: Diskusi Kelompok. Dalam kerja kelompok guru membagikan LKS pada masing-masing kelompok dan siswa dituntut untuk bekerjasama saling membantu dan menyelesaikan persoalan yang diberikan, guru berusaha membantu kelompok yang bermasalah. 4. Langkah 4: Presentasi kelompok. Masing-masing kelompok mempresentasikan hasil kerja kelompok didepan kelas, dan kelompok lain menanggapi sehingga terjadi diskusi kelas. 5. Langkah 5: Penghargaan. Guru memberikan penghargaan kepada masing-masing kelompok yang memperoleh nilai baik setelah mengikuti test Menurut Mohamad Nur (2005:20) STAD terdiri dari lima (5) komponen utama antara lain sebagai berikut. 1. Presentasi kelas. Presentasi kelas dalam STAD berbeda dari pengajaran biasa hanya pada presentasi tersebut harus jelas-jelas memfokuskan pada unit STAD tersebut. Dengan cara ini, siswa menyadari bahwa mereka harus sungguh-sungguh memperhatikan presentasi kelas tersebut, karena dengan begitu akan membantu mereka mengerjakan kuis dengan baik, dan skor kuis mereka menentukan skor timnya. 2. Kerja tim. Tim atau kelompok tersusun dari 4-5 siswa yang mewakili heterogenitas dalam kinerja akademik, jenis kelamin, dan suku. Fungsi utama tim adalah menyiapkan anggotanya agar berhasil menghadapi kuis. Kerja tim tersebut merupakan ciri terpenting STAD. Tim tersebut menyediakan dukungan teman sebaya untuk kinerja akademik yang memiliki pengaruh berarti pada pembelajaran, dan tim menunjukkan

16 saling peduli dan hormat, hal itulah yang memiliki pengaruh berarti pada hasil-hasil belajar. 3. Kuis. Dalam mengerjakan kuis siswa tidak dibenarkan saling membantu selama kuis berlangsung. Hal ini menjamin agar siswa secara individual bertanggung jawab untuk memahami bahan ajar tersebut. 4. Skor perbaikan individual. Setiap siswa dapat menyumbang poin maksimum kepada timnya dalam sistem penskoran, namun tidak seorang siswa pun dapat melakukan seperti itu tanpa menunjukkan perbaikan atas kinerja masa lalu. Setiap siswa diberikan sebuah skor dasar, yang dihitung dari kinerja rata-rata siswa pada kuis serupa sebelumnya. Kemudian siswa memperoleh poin untuk timnya didasarkan pada berapa banyak skor kuis mereka melampaui skor dasar mereka. 5. Penghargaan tim. Tim dapat memperoleh penghargaan apabila skor rata-rata mereka melampaui kriteria tertentu. Skor tim dihitung berdasarkan presentase nilai tes mereka melebihi nilai tes sebelumnya. Kriteria perhitungan skor tersebut seperti disajikan dalam tabel 2.2 sebagai berikut. Tabel 2.2 Distribusi Perolehan skor dan Sumbangan Skor Kelompok Skor Tes (Kuis) Sumbangan Skor Kelompok (Poin Perbaikan) Lebih dari 10 poin di bawah skor awal (perbaikan) 5 10 hingga 1 poin di bawah skor awal (dasar) 10 Skor dasar sampai 10 poin di atas skor awal (dasar) 20 Lebih dari 10 poin di atas skor awal (dasar) 30 Nilai sempurna (tidak berdasarkan skor awal) 30 Menurut Mohamad Nur (2005:36) ada tiga (3) tingkat atau kriteria untuk penghargaan yang diberikan berdasarkan skor tim rata-rata seperti disajikan dalam tabel 2.3. berikut ini.

17 Tabel 2.3. Kriteria Skor Penghargaan Kriteria (Rata-rata Tim) Penghargaan 15 Tim baik (Good Teams) 20 Tim hebat (Great Teams) 25 Tim Super (Super Teams) Model pembelajaran kooperatif ini mempunyai keunggulan dan kekurangan. Demikian pula dengan pembelajaran kooperatif tipe STAD. Pembelajaran kooperatif tipe STAD mempunyai beberapa keunggulan (Slavin, 1995:17) diantaranya sebagai berikut: 1. Siswa bekerja sama dalam mencapai tujuan dengan menjunjung tinggi norma-norma kelompok. 2. Siswa aktif membantu dan memotivasi semangat untuk berhasil bersama. 3. Aktif berperan sebagai tutor sebaya untuk lebih meningkatkan keberhasilan kelompok. 4. Interaksi antar siswa seiring dengan peningkatan kemampuan mereka dalam berpendapat. Selain keunggulan tersebut pembelajaran kooperatif tipe STAD juga memiliki kekurangan-kekurangan, menurut Dess (1991:411) diantaranya sebagai berikut: 1. Membutuhkan waktu yang lebih lama untuk siswa sehingga sulit mencapai target kurikulum. 2. Membutuhkan waktu yang lebih lama untuk guru sehingga pada umumnya guru tidak mau menggunakan pembelajaran kooperatif. 3. Membutuhkan kemampuan khusus guru sehingga tidak semua guru dapat melakukan pembelajaran kooperatif. 4. Menuntut sifat tertentu dari siswa, misalnya sifat suka bekerja sama 1.2. Kajian Hasil-hasil Penelitian yang Relevan Mey Syaroh Lies Wurtanti dalam penelitian yang berjudul Peningkatan Hasil Belajar Matematika dengan Menerapkan Model STAD dengan Media Manikmanik Pada Siswa Kelas II SDN Sumur 03 Semester I/2011-2012 membuktikan bahwa persentase hasil belajar dalam pembelajaran meningkat. Peningkatan ini dapat dilihat dari hasil

18 evaluasi rata-rata kelas 58,5 pada pra siklus menjadi 70,5 pada siklus I dan 83 pada siklus II. Ketuntasan belajar klasikal dari 35% pada pra siklus menjadi 80% pada siklus I dan 90% pada siklus II. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penerapan model pembelajaran STAD di SDN Sumur 03 kelas II dapat ditingkatkan. Hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa pembelajaran dengan menggunakan model STAD dengan media manik-manik dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada mata pelajaran matematika tentang penjumlahan bilangan sampai 500 di SD Sumur 03 kelas II semester 1 tahun ajaran 2011/2012. Kelebihan dari penelitian ini adalah penggunaan media sederhana yaitu manik-manik yang tidak membutuhkan biaya yang mahal dan barang mudah didapat. disamping itu penggunaan media manik-manik dapat menarik minat siswa dalam melakukan pembelajaran. Kelemahan dari penelitian ini adalah penggunaan media manikmanik hendaknya dapat diganti dengan media lain untuk menyesuaikan dengan tingkatan kelas sehingga dapat diaplikasikan ke semua tingkatan kelas. Senada dengan hasil penelitian Mey Syaroh, Firmansyah (2011) dalam penelitian yang berjudul Meningkatkan hasil belajar matematika melalui pendekatan pembelajaran kooperatif tipe STAD Siswa Kelas III SDN 02 Ngombak Kecamatan Kedungjati Kabupaten Grobogan Tahun 2010/2011 menunjukkan bahwa melalui pendekatan model pembelajaran kooperatif tipe STAD ini dapat meningkatkan hasil belajar matematika. Peningkatan ini dapat ditunjukkan pada siklus I ketuntasan belajar sebesar 61,9%, dan belum mencapai keberhasilan penelitian yang ditetapkan 75%. Pada siklus II persentase ketuntasan belajar naik menjadi 95,23%, dan siklus II ini telah mencapai ketuntasan belajar 75%. Jadi kinerja penelitian sukses. Kelebihan dari penelitian ini adalah dapat meningkatkan hasil belajar siswa dan semangat belajar siswa pada pelajaran matematika. Kelemahan dari penelitian ini yaitu harus melakukan percobaan berulang kali sehingga membutuhkan waktu lama untuk dapat meningkatkan hasil belajar. Hal ini dapat terlihat sedikit peningkatan yang diperoleh dalam penelitian ini, khususnya pada siklus 1 belum memenuhi KKM yang ditentukan. Mendasar pada kelemahan penelitian tersebut, maka dalam penelitian ini siswa harus mampu mencapai ketuntasan di atas 80% dari jumlah siswa. Hariyuwati dalam penelitiannya pada tahun 2011 Peningkatan Hasil Belajar Matematika Melalui Model Pembelajaran STAD, Siswa Kelas IV SD Negeri 3 Mrisi

19 Kecamatan Tanggungharjo Kabupaten Grobogan pada Semester I Tahun Pelajaran 2011/2012 mendapatkan hasil penelitian yang menunjukkan adanya peningkatan hasil belajar matematika. Prosentase ketuntasan siswa pada kondisi awal hanya 18,2% pada siklus 1 meningkat menjadi 45% dan meningkat lagi pada siklus 2 menjadi 95%. Pencapaian hasil belajar yang signifikan membuktikan bahwa pembelajaran kooperatif model STAD cocok digunakan dalam pembelajaran matematika pada kelas IV SD Negeri 3 Mrisi kecamatan Tanggungharjo kabupaten Grobogan, dan perlu disosialisasikan serta menjadi alternatif dalam pembelajaran matematika. Kelemahan yang ada dalam penelitian ini adalah dibutuhkannya waktu yang cukup lama untuk meningkatkan hasil belajar siswa dimana hanya terjadi sedikit kenaikan pada siklus I dari kondisi awal siswa. Dalam pelaksanaan siklus II agar mencapai hasil yang diharapkan dalam pembelajaran ini guru dituntut untuk benar-benar kreatif dalam pengelolaan kelas. Mendasar pada kelemahan penelitian tersebut, maka dalam penelitian ini guru harus memiliki kreativitas yang tinggi untuk dapat mengelola kelas dengan baik. Kelebihan dari penelitian ini adalah tercapainya peningkatan yang cukup banyak dari kondisi awal ke siklus I yaitu dari 18,2% menjadi 45% dan dari siklus I ke siklus II juga terjadi peningkatan 50%. 1.3. Kerangka Berpikir Pengembangan pendidikan IPS tidak hanya diarahkan pada pengembangan kompetensi yang berkaitan dengan aspek intelektual saja. Keterampilan sosial menjadi salah satu faktor yang dikembangkan sebagai kompetensi yang harus dikuasai oleh siswa dalam pendidikan IPS. Keterampilan mencari, memilih, mengolah dan menggunakan informasi untuk memberdayakan diri serta keterampilan bekerjasama dengan kelompok yang majemuk nampaknya merupakan aspek yang sangat penting dimiliki oleh peserta didik yang kelak akan menjadi warga negara dewasa dan berpartisipasi aktif di era global. Masalah yang sangat menonjol yang dihadapi oleh pendidikan IPS adalah pada umumnya hasil belajar para siswa yang belum memuaskan. Hal itu disebabkan karena selama ini proses pembelajaran IPS yang ditemui masih secara konvensional seperti ekspositori, drill, atau bahkan ceramah. Proses ini hanya menekankan pada penyampaian tekstual semata dari pada mengembangkan kemampuan belajar dan membangun individu, sehingga sering

20 kali dijumpai kecenderungan siswa yang kurang berminat untuk belajar. Akibatnya siswa lebih banyak pasif dan kurang terlibat dalam proses belajar mengajar. Pembelajaran dengan metode konvensional yang pada umumnya dilaksanakan oleh guru masih kurang memperhatikan ketercapaian kompetensi siswa. Metode konvensional yang digunakan oleh guru adalah ceramah. Siswa dituntut untuk mendengarkan penjelasan dari guru, bahkan catatan siswa juga didiktekan oleh guru. Catatan yang dimiliki oleh siswa dalam kelas tersebut pun sama, karena berasal dari satu sumber saja, yaitu guru. Dalam pembelajaran konvensional ini, terlihat guru yang aktif dalam menjelaskan, sedangkan siswa hanya mendengarkan yang disampaikan oleh guru saja, bahkan tidak ada siswa yang aktif bertanya kepada guru tentang materi yang dijelaskan oleh guru yaitu Mengenal keragaman kenampakan alam dan buatan serta pembagian wilayah waktu di Indonesia dengan menggunakan peta/atlas/globe dan media lainnya. Setelah semua materi selesai diajarkan, siswa diberi tes oleh guru yang dikerjakan secara individu. Hasil tes yang diperoleh siswa berada dibawah KKM 80. Hal ini terjadi karena siswa tidak dilatih untuk berfikir aktif dalam menguasai materi pelajaran. Semua kegiatan belajar mengajar dikuasai oleh guru kelas. Sedangkan pada kelas eksperimen, guru melakukan pembelajaran menggunakan model pembelajaran STAD. Alasan guru menggunakan model pembelajaran ini karena STAD merupakan pembelajaran kooperatif yang paling sederhana yang menekankan pada aktivitas dan interaksi diantara siswa untuk saling memotivasi dan membantu dalam memahami suatu materi pelajaran (Salvin, 1995). Sebelum pembelajaran dimulai, peserta didik dibagi menjadi 5 kelompok, setiap kelompok terdiri dari 5 siswa yang dipilih secara heterogen. Hal ini dilakukan agar siswa belajar untuk saling menerima kekurangan maupun kelebihan orang lain, disamping itu juga agar kelompok-kelompok yang ada dalam kelas tersebut menjadi homogen sehingga tidak ada rasa iri antar kelompok. Setelah pembagian selesai, langkah selanjutnya yang dilakukan yaitu membagikan materi ajar kepada tiap-tiap kelompok. Setiap anggota kelompok melakukan belajar bersama tentang materi yang diberikan oleh guru yaitu tentang Mengenal peninggalan-peninggalan sejarah yang berskala nasional dan masa Hindu-Budha, dan Islam di Indonesia anggota kelompok masing-masing. Setiap siswa mempunyai tanggung jawab masing-masing untuk menguasai materi ajar, jadi kerja sama dalam kelompok sangat dibutuhkan. Siswa yang sudah menguasai materi, menjelaskan

21 kepada teman anggota kelompoknya yang belum paham, sehingga semua anggota kelompok menguasai materi tersebut. Setelah semua anggota kelompok sudah paham, guru memberikan tugas kelompok yang harus dikerjakan secara berkelompok. Setiap kelompok diberikan dua lembar soal dan dua lembar jawab, dengan tujuan agar semua anggota kelompok bekerja dan tidak ada siswa yang tidak bekerja dalam kelompok tersebut. Namun, jawaban yang didapat harus sama dalam kelompok tersebut. Jadi, kerja sama dan penguasaan materi sangat dibutuhkan. Hasil dari kerja kelompok dibahas bersama-sama dengan dibimbing guru. Untuk mengukur sejauh mana tingkat pemahaman tiap siswa, guru memerikan tes/kuis yang harus dikerjakan secara individu. Anggota kelompok tidak beleh membantu. Hasil dari perolehan tes/kuis individual dijumlahkan dengan siswa satu kelompok. Kelompok yang memperoleh nilai tertinggi mendapatkan penghargaan dari guru. Berdasarkan pembelajaran seperti langkah-langkah tersebut nampak jika siswa juga berperan aktif diantaranya aktif dalam menyimak materi, bertanya tentang materi jika ada kesulitan dan saling bekerja sama dalam kelompok untuk mengerjakan lembar kerja kelompok. Kegiatan pembelajaran tersebut membuat hasil belajar siswa menjadi meningkat yaitu berada diatas KKM 80.

22 Pembelajaran IPS: KD Menghargai berbagai peninggalan dan tokoh sejarah yang berskala nasional pada masa Hindu Budha dan Islam, keragaman kenampakan alam dan suku bangsa, serta kegiatan ekonomi di Indonesia Model Pembelajaran STAD Pembelajaran Konvensional Penilaian Hasil Belajar Membentuk Kelompok 5 orang Terbentuk kelompok Hasil belajar < KKM menyimak materi makna peninggalan sejarah Rubrik menyimak mengerjakan LKS Membuat kesimpulan Rubrik kinerja Rubrik mk Skor Penilaian Proses Belajar Kuis Rubrik kuis Penghargaan Presentasi Tes Formatif Rubrik penghargaan Rubrik presentasi Hasil belajar > KKM 80 Skor Penilaian Hasil Gambar 2.1 Peningkatan Hasil Belajar IPS melalui Model Pembelajaran STAD

23 1.4. Hipotesis Penelitian Berdasarkan kerangka berpikir di atas, maka rumusan hipotesis dalam penelitian ini adalah peningkatan hasil belajar IPS diduga dapat diupayakan melalui model pembelajaran tipe STAD siswa kelas V SD Negeri Kutoharjo 01 Pati semester 1 tahun pelajaran 2013/2014.