HUBUNGAN ANTARA PERILAKU GENITAL HYGIENE DENGAN KEJADIAN FLUOR ALBUS PADA REMAJA PUTRI

dokumen-dokumen yang mirip
Kata kunci: kontrasepsi hormonal, pengetahuan perawatan organ reproduksi, keputihan. Cairan tersebut bervariasi dalam PENDAHULUAN

HUBUNGAN PENGETAHUAN REMAJA PUTRI KELAS 2 TENTANG VULVA HYGIENE DENGAN KEPUTIHAN DI MTs MASHLAHIYAH KRECEK BADAS

GAMBARAN TINGKAT PENGETAHUAN REMAJA PUTRI TENTANG FLOUR ALBUS FISIOLOGI DAN FLOUR ALBUS PATOLOGI DI SMK NEGERI 2 ADIWERNA KABUPATEN TEGAL

Hubungan Personal Hygiene Organ Reproduksi dengan Kejadian Keputihan pada Remaja Siswi Smk N 1 Sumber Kecamatan Sumber Kabupaten Rembang

BAB I PENDAHULUAN. World Health Organization (WHO) mendefinisikan kesehatan adalah suatu

PENGARUH DUKUNGAN KELUARGA TERHADAP PERILAKU IBU DALAM BERSALIN KE BIDAN

BAB I PENDAHULUAN. kelamin) (Manuaba Ida Bagus Gde, 2009: 61). Wanita yang mengalami

HUBUNGAN PERAWATAN GENETALIA DENGAN KEJADIAN KEPUTIHAN PADA SANTRIWATI PONDOK PESANTREN AL IMAN SUMOWONO KABUPATEN SEMARANG

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Heni Hirawati P, Masruroh, Yeni Okta Triwijayanti ABSTRAK

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN REMAJA TENTANG KEPUTIHAN DENGAN KEJADIAN KEPUTIHAN DI SMK NEGERI 3 KABUPATEN PURWOREJO. Asih Setyorini, Deni Pratma Sari

BAB I PENDAHULUAN. Keputihan (leukorhea, white discharge atau flouralbus) merupakan

BAB I PENDAHULUAN. sosial secara utuh, yang tidak semata-mata bebas dari penyakit atau kecacatan

Jurnal Keperawatan, Volume XI, No. 1, April 2015 ISSN

Jurnal Kesehatan Masyarakat dan Lingkungan Hidup, 21/11 (2016), 69-78

Atnesia Ajeng, Asridini Annisatya Universitas Muhammadiyah Tangerang ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. dari kesehatan secara umum, sehingga upaya untuk mempertahankan. kondisi sehat dalam hal kesehatan reproduksi harus didukung oleh

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP REMAJA PUTRI KELAS XI TENTANG PERSONAL HYGIENE PADA SAAT MENSTRUASI DI SMAS CUT NYAK DHIEN ABSTRAK

BAB 1 PENDAHULUAN. mengenal usia. Keputihan juga dapat menimbulkan rasa tidak nyaman yang dapat

HUBUNGAN PEKERJAAN DAN VULVA HYGIENE DENGAN KEJADIAN KEPUTIHAN PADA IBU HAMIL DI PUSKESMAS SUNGAI BILU BANJARMASIN

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PERILAKU REMAJA TERHADAP PERSONAL HYGIENE (GENETALIA) SAAT MENSTRUASI DI SMAN 2 CIKARANG UTARA TAHUN 2015

HUBUNGAN ANTARA TINDAKAN VULVA HYGIENE DENGAN PENYEMBUHAN LUKA PERINEUM IBU NIFAS DI BPS TMM DJAMINI DAMUN

Dinamika Kesehatan, Vol. 2 No. 2 Desember 2016 Herawati, et. al., Hubungan Pekerjaan & Vulva...

Hubungan Pengetahuan Remaja Putri Kelas X Tentang Flour Albus Dengan

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN REMAJA PUTRI TENTANG PERSONAL HYGIENE DENGAN TINDAKAN PENCEGAHAN KEPUTIHAN DI SMA NEGERI 9 SEMARANG TAHUN 2012

BAB 1 PENDAHULUAN. hormone yang dikendalikan oleh kelenjar hipofisis anterior yang

BAB I PENDAHULUAN. berupa lendir jernih, tidak berwarna dan tidak berbau busuk (Putu, 2009).

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DENGAN CARA PENCEGAHAN FLOUR ALBUS

BAB 1 PENDAHULUAN. secara utuh, tidak semata-mata bebas dari penyakit atau kecacatan dalam semua hal

Risna Triyani dan Ardiani S. Akademi Kebidanan Estu Utomo Boyolali ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. kondisi inilah akan mudah terkena infeksi jamur. Keputihan yang terjadi

HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN TENTANG VULVA HYGIENE DENGAN KEJADIAN LEUKOREA PADA REMAJA PUTRI

BAB 1 PENDAHULUAN. lingkungan, remaja adalah masa transisi dari kanan-kanak menuju dewasa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pada masa remaja bisa meningkat terutama dalam bidang repoduksi dikarenakan

HUBUNGAN PENGETAHUAN REMAJA PUTRI KELAS X TENTANG MENSTRUASI DENGAN PERILAKU PERSONAL HYGIENE SAAT MEANTRUASI DI SMKN 02 BANGKALAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. artinya berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa. Masa. menjalani proses terjadi pertumbuhan dan perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Kesehatan merupakan hal yang penting dan patut. bagi kehidupan seorang pria maupun wanita.

HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN PRILAKU REMAJA PUTRI DENGAN KEJADIAN KEPUTIHAN DI KELAS XII SMA NEGERI I SEUNUDDON KABUPATEN ACEH UTARA TAHUN 2012

BAB 1 PENDAHULUAN. kognitif, moral, maupun sosial (Mahfiana&Yuliani,2009:1). Pada masa ini

BAB IV HASIL PENELITAN DAN PEMBAHASAN Gambaran Partisipan Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. periode transisi dari masa anak menuju masa dewasa. Dalam masa remaja ini

HUBUNGAN ANTARA PENDAMPINGAN PERSALINAN OLEH KELUARGA DENGAN LAMANYA PERSALINAN KALA II DI BPS HJ. YUSFA F. ZUHDI GEMPOL PADING PUCUK

BAB I PENDAHULUAN. Keputihan (Leukore/fluor albus) merupakan cairan yang keluar dari vagina.

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan sistem reproduksi termasuk kebersihan daerah genetalia, khususnya

BAB 1 PENDAHULUAN. Fluor albus (leukorea, vaginal discharge, keputihan) adalah salah satu

HUBUNGAN PERILAKU HYGIENE ORGAN REPRODUKSI DENGAN KEJADIAN ABNORMAL FLUOR ALBUS PADA REMAJA PUTRI DI SMP N 17 SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. menghadapi resiko resiko kesehatan reproduksi. Kegiatan kegiatan seksual

HUBUNGAN PENGETAHUAN TENTANG PERAWATAN GENITALIA EKSTERNA DENGAN KEJADIAN FLUOR ALBUS

BAB I PENDAHULUAN. terutama kesehatan reproduksi (Wulandari, 2012). 2003). Remaja dalam menghadapi kehidupan sehari-hari tidak lepas dari

Kata kunci : Pengetahuan, remaja puteri, kebersihan, genetalia eksterna PENDAHULUAN

HUBUNGAN PERILAKU VULVA HYGIENE DENGAN KEJADIAN KEPUTIHAN PADA REMAJA PUTRI DI DUSUN MIRI PENDOWOHARJO SEWON BANTUL. Eka Sari Pramastuti 1, Karjiyem 2

HUBUNGAN LAMA PENGGUNAAN KONTRASEPSI SUNTIK 3 BULAN DENGAN KEJADIAN KEPUTIHAN DI BIDAN PRAKTEK SWASTA FITRI HANDAYANI CEMANI SUKOHARJO

HUBUNGAN MASALAH KEBERSIHAN VULVA DENGAN KEJADIAN KEPUTIHAN (FLOUR ALBUS) PADA SISWI SMA NEGERI 2 BANGKINANG TAHUN 2014

BAB V PEMBAHASAN. A. Lama Penggunaan KB IUD dan Kejadian Keputihan. 1 tahun masing-masing adalah sebanyak 15 responden (50%), sehingga total

DAFTAR PUSTAKA. Arikunto, S Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Edisi : Revisi VI. Jakarta : Rineka Cipta

HUBUNGAN ANTARA TINGKAT PENGETAHUAN, SIKAP DAN KETERSEDIAAN SUMBER ATAU FASILITAS DENGAN

SURAT PERNYATAAN EDITOR BAHASA INDONESIA. Judul : Tingkat Pengetahuan Remaja Putri Kelas X SMA AL AZHAR Medan

BAB I PENDAHULUAN. berperilaku sehat, salah satunya adalah perilaku perineal hygiene. Perilaku

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Remaja didefinisikan sebagai masa peralihan dari masa kanakkanak

HUBUNGAN ANTARA PERAWATAN LUKA JAHITAN PERINEUM DENGAN PROSES KESEMBUHAN LUKA PERINEUM DI RSUD SIDOARJO. Abdul Muhith *) ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. sosial secara utuh yang tidak semata-mata bebas dari penyakit atau kecacatan,

Kata Kunci : Pengetahuan,Kesehatan Reproduksi, Perilaku, Personal Hygiene

2016 GAMBARAN PENGETAHUAN REMAJA MADYA (13-15 TAHUN) KELAS VII DAN VIII TENTANG PERSONAL HYGIENE PADA SAAT MENSTRUASI DI SMPN 29 BANDUNG

BAB 1 PENDAHULUAN. proses) yang dimiliki oleh remaja baik secara fisik, mental, emosional dan

Eka Puspa Janurviningsih 1, Rina Suparyanti 2, Syaifuddin 3

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI CAKUPAN K4 DI KABUPATEN BANYUWANGI TAHUN 2014

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN IBU TENTANG KESEHATAN REPRODUKSI REMAJA DENGAN KESIAPAN ANAK MENGHADAPI MASA PUBERTAS

HUBUNGAN TINGKAT STRES DENGAN KETIDAKTERATURAN SIKLUS HAID PADA MAHASISWI PRODI D III KEBIDANAN TINGKAT II STIKES MUHAMMADIYAH KLATEN

HUBUNGAN PENGETAHUAN REMAJA PUTRI DENGAN USAHA PREVENTIF TERJADINYA KEPUTIHAN

I. PENDAHULUAN. manusia, dan sering disebut masa peralihan. Tanda - tanda remaja pada

HUBUNGAN ANTARA MOTIVASI DAN KETERATURANANTENATAL CAREPADA IBU HAMIL DI PUSKESMAS KECAMATAN TURI KABUPATEN LAMONGAN

PERBEDAAN TINGKAT PENGETAHUAN PERAWATAN KEPUTIHAN PRA TRAINING DAN POST TRAINING PADA SISWI SMP NEGERI 2 JAKEN KABUPATEN PATI.

PERSEPSI DAN UPAYA PENCEGAHAN KEPUTIHAN PADA REMAJA PUTRI DI SMA MUHAMMADIYAH 1 SEMARANG

BAB III METODE PENELITIAN. dalam bentuk observasional atau survey analitik (Setiadi, antara pengetahuan dan sikap mengenai vulva hygiene

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar belakang. Bagi seorang wanita menjaga kebersihan dan keindahan tubuh

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN REMAJA PUTRI TENTANG VULVA HYGIENE DENGAN KEJADIAN KEPUTIHAN DI SMP MUHAMMADIYAH 1 YOGYAKARTA

Perilaku Vulva Hygiene Berhubungan dengan Kejadian Keputihan pada Remaja Putri Kelas XII SMA GAMA 3 Maret Yogyakarta

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan. Pertumbuhan merupakan perubahan secara fisiologis sebagai

Jurnal Keperawatan, Volume XI, No. 1, April 2015 ISSN HUBUNGAN PERUBAHAN FISIK USIA REMAJA DENGAN RASA PERCAYA DIRI PADA SISWI KELAS 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. segala hal yang berkaitan dengan fungsi, peran dan proses reproduksi yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Remaja adalah masa peralihan dari anak-anak ke dewasa yang ditandai

BAB I PENDAHULUAN. selaput dinding perut atau peritonitis ( Manuaba, 2009). salah satunya adalah Keputihan Leukorea (Manuaba, 2009).

PENGETAHUAN DAN KECEMASAN IBU PENGGUNA KONTRASEPSI AKDR. Vera Virgia

BAB I PENDAHULUAN. biak dan ekosistem di vagina terganggu sehingga menimbulkan bau tidak sedap

PERILAKU IBU DALAM MENGASUH BALITA DENGAN KEJADIAN DIARE

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN TENTANG KEPUTIHAN DENGAN PERILAKU PENCEGAHAN KEPUTIHAN PADA REMAJA PUTRI

BAB V PEMBAHASAN. uji statistik hubungan antara pengetahuan tentang hygiene organ reproduksi

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENGETAHUAN REMAJA TENTANG MANDI BESAR PADA SISWI SMA 7 MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Masalah kesehatan reproduksi telah menjadi perhatian bersama

HUBUNGAN ANTARA TINGKAT PENGETAHUAN IBU TENTANG ASI EKSLUSIF DENGAN PEMBERIAN ASI EKSLUSIF DI POSYANDU WILAYAH KERJA PUSKESMAS SEMANDING

BAB 1 PENDAHULUAN. Remaja berasal dari kata latin adolensence yang berarti tumbuh menjadi

HUBUNGAN PERILAKU EKSTERNAL DOUCHING DENGAN KEJADIAN KEPUTIHAN PADA IBU RUMAH TANGGA DI DESA CATUR TUNGGAL DEPOK SLEMAN YOGYAKARTA

Yulisetyaningrum ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN TENTANG PEMERIKSAAN PAYUDARA SENDIRI (SADARI) DENGAN PRAKTIK PEMERIKSAAN PAYUDARA SENDIRI (SADARI) PADA REMAJA PUTRI

umur tahun berjumlah 2.9 juta jiwa (Susenas, 2006).

HUBUNGAN PENGETAHUAN SISWI KELAS VIII TENTANG DISMINORE DENGAN PERILAKU DALAM UPAYA PENANGANAN DISMINORE DI SMPN 12 KOTA BATAM

Transkripsi:

HUBUNGAN ANTARA PERILAKU GENITAL HYGIENE DENGAN KEJADIAN FLUOR ALBUS PADA REMAJA PUTRI Dwi Wahyu Wulan S, SST., M.Keb Ira Rahayu Tiyar Sari, SST Prodi Kebidanan Bangkalan Poltekkes Kemenkes Surabaya ABSTRAK Perilaku genital hygiene yang baik dan benar merupakan upaya yang sangat penting untuk merubah perilaku hidup sehat, sehingga kejadian fluor albus menurun. Tapi pada kenyataannya banyak wanita yang memiliki perilaku yang kurang dalam menjaga genital hygiene.tujuan penelitian ini untuk mengetahui hubungan antara perilaku genital hygiene dengan kejadian fluor albus.desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah analitik secara cross sectional, populasi yang diambil adalah remaja putri SMPN 1Bangkalan. Jumlah populasi adalah 170 orang sedangkan sampel yang digunakan adalah 34 orang. Teknik pengambilan data dengan cara probability sampling dengan teknik cluster random sampling untuk mengetahui hubungan antara variabel. Cara pengambilan data menggunakan pedoman wawancara, checklist dan uji statistik yang digunakan adalah uji chi-square.hasil dari uji chisquare didapatkan P 0,04 >α 0,05 sehingga H 1 diterima, maka dapat diartikan terdapat hubungan antara perilaku genital hygiene dengan kejadian fluor albus pada remaja putri di SMPN I Bangkalan.Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini adalah semakin tinggi perilaku genital hygiene remaja putri, maka semakin rendah infeksi genitalia yang terjadi. Sehingga saran untuk setiap remaja putri agar selalu menjaga kebersihan daerah kelamin dengan perilaku yang baik dan benar. Kata kunci : perilaku genital hygiene, fluor albus. PENDAHULUAN Remaja adalah masa transisi antara masa kanak-kanak dan dewasa,dimana terjadi pacu tumbuh, timbul ciri-ciri seksual sekunder, tercapainya fertilitas, dan terjadi perubahan- perubahan psikologi dan kognitif. Untuk tercapainya tumbuh kembang yang optimal tergantung pada potensi biologiknya (Soetjioningsih, 2007, p.1). Di Indonesia sekitar 90% wanita berpotensi mengalami keputihan karena Negara Indonesia adalah daerah yang beriklim tropis,sehingga jamur mudah berkembang yang mengakibatkan banyaknya kasus keputihan. Gejala keputihan juga dialami oleh wanita yang belum kawin atau remaja puteri yang berumur15-24 tahun yaitu sekitar31,8%.hal ini menunjukkan remaja lebihberisiko terjadi keputihan. Sacara umum hygiene pribadi manusia Indonesia, terutama di daerah yang terletak di kawasan pedesaan cenderung sangat rendah. Mulai dari hal yang paling sederhana seperti kebiasaan cebok sehabis buang air dan mencuci tangan, cara cebok yang salah antara lain dengan air kotor seperti air sungai atau kebiasaan lamanya mengganti pakaian dalam menjadi faktor predisposisi penyakit yang menyerang kalamin. Sehingga mengakibatkan penyakit keputihan. Di Indonesia lebih dari 70% wanita di Indonesia pernah mengalami 2

keputihan minimal satu kali dalam hidupnya, dan 60% - 80% keputihan disebabkan oleh jamur candida albicans ( Kisanti, A. 2007) Dari hasil studi pendahuluan pada tanggal 29 November 2015 di SMPN 1 Bangkalan pada 10 remaja putri yang pernah mengalami keputihan abnormal 80% dengan genital hygiene yang buruk, 20% dengan genital hygiene yang baik. Upaya yang dilakukan untuk meningkatkan mutu dan kualitas pelayanan agar dapat membuat wanita khususnya remaja yang mempunyai masalah kesehatan memiliki kemauan bekerjasama dalam mengatasi masalah kesehatan reproduksinya adalah dengan upaya terus memberikan upaya KIE atau penyuluhan. METODE PENELITIAN. Desain penelitian adalah keseluruhan dari perencanaan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan dan mengantisipasi beberapa kesulitan yang mungkin timbul selama proses penelitian (Nursalam, 2008). Adapun desain penelitian menurut jenis penelitiannya merupakan penelitian analitik yaitu penelitian yang mencoba menggali bagaimana dan mengapa fenomena kesehatan ini terjadi kemudian melakukan analisis (Notoatmodjo S, 2005). Sedangkan berdasarkan waktunya desain penelitian yang digunakan adalah Cross Sectional, dimana peneliti melakukan pendekatan, observasi atau pengumpulan data sekaligus pada suatu saat (point time approach). Artinya tiap subyek penelitian hanya diobservasi sekali saja dan pengukuran variabel independen dan dependen dilakukan pada saat pemeriksaan atau pengkajian data. Populasi dalam penelitian adalah subyek yang memenuhi kriteria yang telah ditetapkan (Nursalam, 2008). Pada penelitian ini populasinya adalah semua remaja putri SMPN 1 Bangkalan sebanyak 170 orang. Sedangkan sampel dari penelitian ini adalah 34 orang. Cara pemilihan sampel adalah merupakan cara-cara yang ditempuh dalam pengambilan sampel agar memperoleh sampel yang benar-benar sesuai dengan keseluruhan subjek penelitian (Nursalam, 2008). Cara pemilihan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah cluster random sampling. HASIL 1. Karakteristik Responden a. Usia Berdasarkan data yang didapatkan pada bulan Juni Juli 2016 karakteristik responden menurut usia terdiri dari usia 12-15 tahun. Distribusi responden berdasarkan usia di SMP Negeri 1 Bangkalan 2016 No Usia Frek % 1. 2. 12-13 thn 14 15 thn 18 16 52,9 47,1 Jumlah 34 100% Sumber : data primer 2016 Dari Tabel diatas 34 responden sebagian besar berusia antara 12-13 tahun yaitu sebanyak 52,9%. 2. Identifikasi perilaku Genital Hygiene Distribusi perilaku genital hygiene di SMP Negeri 1 Bangkalan tahun 2016 No Perilaku Frek % genital hygiene 1. 2. Mendukung Tidak 12 22 35,3% 64,7% mendukung Jumlah 34 100% Sumber data primer 2016 iii

N o 1. 2. Berdasarkan tabel di atas menunjukkan bahwa dari 34 responden sebagian besar tidak mendukung perilaku genital hygiene sebanyak 64,7%. 3. Identifikasi kejadian Fluor Albus Distribusi kejadian fluor albus di SMP Negeri 1 Bangkalan Tahun 2016 No Fluor Frek % Albus 1. 2. Fisiologis Patologis 16 18 47,1% 53,9% Jumlah 34 100% Sumber : data primer 2016 Dari tabel di atas menunjukkan bahwa dari 34 responden sebagian besar mengalami fluor albus patologis sebanyak 53,9%. 4. Analisis Hubungan Perilaku Genital Hygiene dengan Kejadian Fluor Albus Berdasarkan data yang didapatkan pada bulan Juni 2016 terdiri dari perilaku genital hygiene yang mendukung dan tidak mendukung serta kejadian fluor albus fisiologis dan patologis. Tabulasi silang hubungan perilaku genital hygiene dengan kejadian fluor albus di SMPN 1 Bangkalan tahun 2016 Perilaku genital hygiene Mendukung Tidak mendukung Kejadian fluor albus Jumlah Fisiologis Patologis n % n % n % 9 75 3 25 12 100 7 31,8 15 68,2 22 100 Jumlah 16 47,1 18 52,9 34 100 Sumber data primer 2016 Dari tabel 5.4 tabulasi silang di atas dapat disimpulkan bahwa sebagian besar responden yang tidak mendukung perilaku genital hygiene mengalami fluor albus patologis. Setelah dilakukan uji statistik dengan menggunakan chi-square dengan menggunakan perhitungan SPSS 11,0 for Windows menunjukkan nilai probabilitas P = 0,04 sedangkan α = 0,05, sehingga P <α maka H 1 diterima yang berarti ada hubungan antara perilaku genital hygiene dengan kejadian fluor albus. PEMBAHASAN 1. Identifikasi Perilaku Genital Dari 34 responden yang mendukung perilaku genital hygiene sebanyak 35,3%, dan yang tidak mendukung perilaku genital hygiene sebanyak 64,7%. Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa masih banyak remaja putri di SMP Negeri 1 Bangkalan yang tidak mendukung perilaku genital hygiene. Hal ini dipengaruhi karena faktor perilaku sebagai akibat kurangnya pengetahuan. Menurut Notoatmodjo (2003) perilaku seseorang tentang kesehatan ditentukan oleh pengetahuan, sikap, kepercayaan dan perilaku para petugas kesehatan terhadap kesehatan juga akan mendukung dan memperkuat terbentuknya perilaku. Dengan kata lain, kesehatan seseorang tergantung pada bagaimana seseorang mengelola lingkungannya sehingga tidak mengganggu kesehatannya sendiri seperti cara menjaga kebersihan daerah genitalia yang baik dan benar. Frekuensi melakukan vulva hygiene dalam sehari, kebiasaan memakai celana dalam dan celana panjang yang ketat, mengganti pembalut saat menstruasi, kebiasaan memakain carian pembersih vagina. Menghindari makanan yang banyak mengandung gula (gula akan menumbuhkan jamur sehingga wanita yang sedang melakukan pengobatan iv

harus mengubah pola makannya), ganti pakaian segera setelah berolah raga. Menurut Kissanti A (2008) yang menyatakan bahwa cara terbaik untuk mencegah terjadinya infeksi adalah menjaga agar vagina tetap bersih dan kering setelah terkena air. 2. Identifikasi Kejadian Flour Albus Responden yang mengalami kejadian Flour Albus sebesar 52,9% responden mengalami fluor albus patologis. Dari data yang di atas banyak remaja mengalami fluor albus patologis akibat dari kurangnya menjaga kebersihan genetalia. Hal ini sesuai teori yang dikemukakan Widyandana (2005) bahwa keputihan dapat disebabkan oleh karena kebiasaan atau perilaku menjaga kebersihan vagina yang kurang, sehingga banyak kuman berkembang dengan baik. Akibatnya timbul gejalagejala yang sangat mengganggu, seperti berubahnya warna cairan menjadi kekuningan, jumlah berlebih, kental, lengket, berbau tidak sedap atau busuk, terasa gatal atau panas dan kadangkadang menimbulkan luka di daerah vagina. Responden mengalami fluor albus fisiologis sebesar 47,1%. Keputihan dapat dikatakan fisiologis bila cairan yang keluar encer, berwarna bening / jernih / krem, tidak berbau, tidak gatal dan sedikit keputihan ini sering terjadi pada keadaan ovulasi, sebelum atau sesudah haid, badan salah atau akibat rangsangan seksual. Hal ini bisa disebabkan oleh gangguan keseimbangan hormon. Menurut Nugroho (2004) semua wanita yang sudah mengalami menarche akan mengalami keputihan. Cairan keputihan ini yang akan membantu membasahi, membersihkan dan melindungi vagina dari bakteri-bakteri tertentu. Jenis cairan keputihan tersebut dapat menjadi patologis apabila tidak didukung dengan perilaku genital hygiene yang baik dan benar. 3. Analisis Hubungan Antara Perilaku Genital Hygiene Dengan Kejadian Fluor Albus Pada Remaja Putri Hasil uji chi-square melalui perhitungan SPSS 11,0 for Windows didapatkan P = 0,04 sedangkan nilai α = 0,05, sehingga P <α maka H 1 diterima yang berarti ada hubungan antara perilaku genital hygiene dengan kejadian fluor albus pada remaja putri. Dari data tabulasi silang didapatkan bahwa sebanyak 68,2% responden dengan perilaku genital hygiene yang tidak mendukung mengalami fluor albus patologis. Hal ini dipengaruhi oleh faktor perilaku yang kurang dalam menjaga kebersihan genetalia. Sedangkan sebanyak 31,8% responden dengan perilaku yang tidak mendukung genital hygiene mengalami fluor albus fisiologis. Hal ini dapat terjadi sebagai akibat dari faktor usia dan lingkungan atau kebudayaan. Hal ini sesuai dengan opini Nugroho (2005) yang menyatakan bahwa kejadian fluor albus dapat terjadi pada semua usia baik bayi, anak-anak, remaja wanita dalam masa menopause. Dari hasil penelitian tersebut juga didapatkan bahwa sebanyak 75% responden yang mendukung perilaku genital hygiene mengalami kejadian fluor albus fisiologis. Hal ini disebabkan oleh perilakunya yang baik dalam menjaga kebersihan genetalia. Sedangkan yang mengalami fluor albus patologis sebanyak 25%, ini terjadi akibat dari faktor lingkungan. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Notoatmodjo (2007) bahwa lingkungan v

dapat berpengaruh terhadap kesehatan seseorang. Hal tersebut menunjukkan bahwa perilaku atau kebiasaan remaja putri sangat berpengaruh dalam menjaga kebersihan genetalia. Seperti misalnya mencuci vulva minimal 2 kali sehari dengan benar dan kebiasaan mengganti pembalut saat menstruasi. Keputihan banyak dialami oleh remaja putri pada saat ovulasi atau menjelang haid. Hal ini terjadi akibat ketidakseimbangan hormon esterogen dan progesteron, sehingga jumlah dan konsistensi vagina meningkat. Bakteri lactobacill doderlein yang dalam keadaan normal hidup di vagina, telah menyesuaikan diri dengan perubahanperubahan ini, dan membentuk barier terhadap infeksi bakteri. Lactobacilli mengubah glikogen dalam cairan vagina menjadi asam laktat. Asam laktat ini mempertahankan keasaman ph vagina. Pernyataan tersebut didukung oleh opini yang dikemukakan oleh Nugroho (2000), bahwa wanita yang mengalami keputihan abnormal tergantung dengan cara seseorang merawat organ genetalia. Misalnya dengan merawat organ genetalia tanpa menggunakan cairan pembersih vagina dan segera datang ke dokter jika mengalami keputihan yang abnormal. KESIMPULAN DAN SARAN 1. Kesimpulan. Berdasarkan uraian dari pembahasan yang telah dikemukakan dapat ditarik simpulan sebagai berikut : 1. Dari hasil penelitian rata-rata responden memiliki perilaku yang tidak mendukung perilaku genital hygiene sebesar 64,7%. 2. Dari seluruh responden sebagian besar mengalami fluor albus patologis sebanyak 53,9%. 3. Hasil uji statistik chi-square yang didapatkan dari perhitungan menggunakan SPSS 11,0 for Windows menunjukkan ada hubungan antara perilaku genital hygiene dengan kejadian fluor albus pada remaja putri. 2. Saran Bagi profesi dapat menambah pengetahuan tentang KIE terutama yang berhubungan dengan fluor albus dan dapat memberikan penyuluhan pada masyarakat khususnya remaja putri tentang genital hygiene.bagi institusi pendidikanpendidikan diharapkan dapat dijadikan evaluasi tentang keadaan kesehatannya dan juga dapat menyediakan lingkungan (kamar mandi) yang bersih. Bagi Peneliti laindiharapkan menjadikan masukan sehingga peneliti berikutnya lebih sempurna dan mencari faktor lain penyebab terjadinya fluor albus. Dan Bagi Masyarakat Agar lebih memperhatikan kebiasaan atau perilaku tentang kebersihan genetalia dengan baik dan benar supaya dapat mencegah terjadinya fluor albus yang patologis. DAFTAR PUSTAKA Arikunto, Suharsini (2006). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Edisi revisi VI, Rineka Cipta : Jakarta Clayton, Caroline (1986). Keputihan. Arcan : Jakarta. Depkes RI. (1990). Dasar-dasar Perilaku. Depkes RI : Jakarta Depkes RI. (2002). Kesehatan Reproduksi Remaja. Depkes RI : Jakarta 44 vi

Llewellyn, Derek (2001). Dasar-dasar Obstetri dan Ginekologi. Jakarta : Hipokrates Macfoedz, Irham (2001). Metodologi Penelitian. Fitramaya. Yogyakarta Maria Sri Saltati, Dra atharina (1994). Perilaku. Alademi Keperawatan Sint carolus. jakarta Manuaba, IBG (1999). Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan Keluarga Berencana untuk Pendidikan Bidan. Jakarta : EGC Mochtar, Rustam (1998). Sinopsis Obstetri, Obstetri Fisiologi dan Obstetri Patologi. Jakarta : EGC Mighwar (2001). Remaja Dalam Masa Reproduksi. EGC: Jakarta Notoatmodjo, Soekidjo (2003). Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta Notoatmodjo, Soekidjo (2003). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta Nugroho, Boyke (2004). Pengobatan Keputihan. www.reksa.com. Akses 13 Mei 2008 Nursalam (2003). Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika Prawirohardjo, Sarwono (2005). Ilmu Kebidanan.Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta Sheldon H. Cherry (1999). Perawatan Modern Untuk Kesehatan Wanita. Bandung. CV. Pioner. Soetjiningsih (2002). Tumbuh Kembang Anak dan Remaja. CV. Sagung Seto. Jakarta. Soetjiningsih (2004). Perilaku Remaja. CV. Sagung Seto. Jakarta. Sunaryo (2004). Psikologi Untuk Keperawatan. EGC. Jakarta Widayatun, Tri Utami (1999). Ilmu Perilaku. CV. Segung Seto Wisnu Wardhana (2005). Si Putih Yang Meresahkan. www.kompas.com. Akses 13 Mei 2008. vii