I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max (L.) Merrill) merupakan tanaman sumber protein yang

dokumen-dokumen yang mirip
I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max (L) Meriill) merupakan salah satu komoditi tanaman yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kedelai (Glycine max L. Merril) merupakan salah satu komoditas pangan bergizi

I. PENDAHULUAN. Kedelai adalah salah satu bahan pangan yang sangat penting bagi masyarakat

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut pengamatan para ahli, kedelai (Gycines max L. Merril) merupakan tanaman

I. PENDAHULUAN. luas areal kakao yang cenderung mengalami peningkatan. Berdasarkan data dari

I. PENDAHULUAN. Kedelai adalah salah satu tanaman polong-polongan yang menjadi bahan dasar

I. PENDAHULUAN. Kepik hijau (Nezara viridula L.) merupakan salah satu hama penting pengisap

Ambang Ekonomi. Dr. Akhmad Rizali. Strategi pengendalian hama: keuntungan dan resiko Resiko aplikasi pestisida

II. TINJAUAN PUSTAKA. Patogen serangga adalah mikroorganisme infeksius yang membuat luka atau

Pengelolaan Agroekosistem dalam Pengendalian OPT. Status Pengendalian

I. PENDAHULUAN. Indonesia dikenal sebagai negara produsen kopi ke-empat terbesar di dunia. Data

PENGENDALIAN OPT PADI RAMAH LINGKUNGAN. Rahmawasiah dan Eka Sudartik Universitas Cokroaminoto Palopo ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. merupakan sumber protein, lemak, vitamin, mineral, dan serat yang paling baik

Suplemen Majalah SAINS Indonesia

TINJAUAN PUSTAKA Permasalahan Hama Kedelai Cara Pengendalian

Keanekaragaman Serangga Hama dan Musuh Alami pada Lahan Pertanaman Kedelai di Kecamatan Balong-Ponorogo

I. PENDAHULUAN. memikat perhatian banyak mata. Pemuliaan anggrek dari tahun ke tahun,

Waspada Serangan Hama Tanaman Padi Di Musim Hujan Oleh : Bambang Nuryanto/Suharna (BB Padi-Balitbangtan)

BAB I PENDAHULUAN. polifagus. Pada fase larva, serangga ini menjadi hama yang menyerang lebih dari

I. PENDAHULUAN. negeri maupun untuk ekspor. Komoditas sayuran dapat tumbuh dan berproduksi di

BAB I PENDAHULUAN. Semua ilmu pengetahuan sesungguhnya bersumber dari Al Qur an, karena

Seminar Nasional : Menggagas Kebangkitan Komoditas Unggulan Lokal Pertanian dan Kelautan Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura

BAB 1 PENDAHULUAN. tempe, tahu, tauco, kecap dan lain-lain (Ginting dkk, 2009)

MENGIDENTIFIKASI dan MENGENDALIAN HAMA WERENG PADA PADI. Oleh : M Mundir BP3KK Nglegok

Keanekaragaman Serangga Hama dan Musuh Alami pada Pertanaman Kedelai di Kebun Percobaan Natar dan Tegineneng

TINJAUAN PUSTAKA Permasalahan Hama kedelai Kutudaun Kedelai Aphis glycines

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Tanaman akan tumbuh subur dengan seizin Allah SWT. Jika Allah tidak

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Isolat M. anisopliae pada Berbagai Konsentrasi terhadap

Ilmu Tanah dan Tanaman

BAB I PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max L.Mer) merupakan salah satu komoditi pangan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pertanian organik adalah sistem manajemen produksi terpadu yang

I. PENDAHULUAN. memilih bahan pangan yang aman bagi kesehatan dan ramah lingkungan. Gaya

Identifikasi dan Klasifikasi Hama Aphid (Kutu Daun) pada tanaman Kentang

I. PENDAHULUAN. Di Indonesia kopi merupakan salah satu komiditi ekspor yang mempunyai arti

PENGELOLAAN HAMA SECARA HAYATI Oleh : Awaluddin (Widyaiswara)

I. PENDAHULUAN. Usaha produksi pertanian tidak terlepas kaitannya dengan organisme pengganggu

HASIL DAN PEMBAHASAN Perkembangan Populasi Kepinding Tanah ( S. coarctata

BAB I PENDAHULUAN. pengolahan seperti tempe, tahu, tauco, kecap dan lain-lain (Ginting, dkk., 2009).

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1995 TENTANG PERLINDUNGAN TANAMAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

b) Kepik Mirid (Cyrtorhinus lividipennis ) c) Kumbang Stacfilinea (Paederus fuscipes)/tomcat d) Kumbang Carabid (Ophionea nigrofasciata)

BAB I PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan pokok manusia yang harus dipenuhi. Di

1. I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Hama Kedelai dan Kacang Hijau

PENDAHULUAN. senilai US$ 588,329,553.00, walaupun ada catatan impor juga senilai US$ masyarakat (Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan, 2010).

BAB I PENDAHULUAN. memiliki dua musim yaitu musim penghujan dan musim kemarau. paling terasa perubahannya akibat anomali (penyimpangan) adalah curah

APLIKASI EKSTRAK BIJI JARAK

Peraturan Pemerintah No. 6 Tahun 1995 Tentang : Perlindungan Tanaman

II. TINJAUAN PUSTAKA. Saat ini Indonesia menjadi negara produsen kopi keempat terbesar dunia setelah

Peran Varietas Tahan dalam PHT. Stabilitas Agroekosistem

PENDAHULUAN. Eli Korlina PENDEKATAN PHT

HASIL DAN PEMBAHASAN Keragaman Hama pada Pertanaman Edamame Hama Edamame pada Fase Vegetatif dan Generatif

CARA CARA PENGENDALIAN OPT DAN APLIKASI PHESTISIDA YANG AMAN BAGI KESEHATAN 1) SUHARNO 2) 1) Judul karya ilmiah di Website 2)

PENGELOLAAN HAMA TERPADU (PHT)

KELEBIHAN DAN KEKURANGAN BEBERAPA TEKNIK PENGENDALIAN HAMA TERPADU

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kedelai (Glycine max L. Merrill) adalah komoditas yang

PENGENDALIAN TANAMAN TERPADU KEDELAI

EFEKTIVITAS ISOLAT DAN METODE PAPARAN Beauveria bassiana (Balsamo) Vuillemin TERHADAP MORTALITAS DAN MIKOSIS Spodoptera litura Fabricius

BAB I PENDAHULUAN. di Indonesia, termasuk ke dalam jenis tanaman polong-polongan. Saat ini tanaman

BAB I PENDAHULUAN. ulat grayak merupakan hama penting pada tanaman tembakau (Nicotiana tabacum

TINJAUAN PUSTAKA. kerusakan daun kelapa sawit. Namun demikian, penggunaan insektisida kimia

TINJAUAN PUSTAKA. Siklus hidup S. litura berkisar antara hari (lama stadium telur 2 4

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kedelai (Glycine max L.) merupakan salah satu tanaman yang banyak

Geografi KEARIFAN DALAM PEMANFAATAN SUMBER DAYA ALAM I. K e l a s. Kurikulum 2013

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Jumlah Infestasi terhadap Populasi B. tabaci pada Umur Kedelai yang Berbeda

PENGENDAUAN TERPADU HAMA TANAMAN JARAK PAGAR (Jatropha curcas Unn.) Dr. Ir. Dadang, MSc. Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, IPS

PENGELOLAAN ORGANISME PENGGANGGU TANAMAN SECARA TERPADU

STATUS HAMA PENGISAP POLONG KEDELAI Riptortus linearis DAN CARA PENGENDALIANNYA

BAB I PENDAHULUAN. 2009). Kedelai dapat dikonsumsi langsung atau dalam bentuk olahan seperti

I. PENDAHULUAN. Masyarakat luas telah menyadari bahwa pestisida merupakan senyawa yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L] Merr.) merupakan tanaman komoditas pangan

Teknologi Budidaya Kedelai

BAB VII SINTESIS Strategi Pengendalian Hayati Kepik Pengisap Buah Lada

BAB I PENDAHULUAN. mudah ditembus oleh alat-alat pertanian dan hama atau penyakit tanaman

II. TINJAUAN PUSTAKA. mestinya sudah mengarah pada pertanian yang mempertahankan keseimbangan

III. BAHAN DAN METODE. Tanaman, serta Laboratorium Lapang Terpadu, Fakultas Pertanian, Universitas

BAB I PENDAHULUAN. masih tergantung pada penggunaan pestisida sintetis yang dianggap

I. PENDAHULUAN. Kentang (Solanum tuberosum L.) adalah tanaman pangan utama keempat dunia setelah

Pendahuluan menyediakan dan mendiseminasikan rekomendasi teknologi spesifik lokasi

JENIS DAN PADAT POPULASI HAMA PADA TANAMAN PERANGKAP Collard DI SAYURAN KUBIS

Mengenal Hama Wereng Batang Coklat Nilaparvata lugens Stal. Oleh : Budi Budiman

Memahami Konsep Perkembangan OPT

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine Max [L.] Merrill) merupakan tanaman pangan yang memiliki

tanam, tanamlah apa saja maumu aku akan tetap datang mengganggu karena kau telah merusak habitatku maka aku akan selalu menjadi pesaingmu

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L.] Merr.) merupakan tanaman pangan dan sumber protein

BAB I PENDAHULUAN. yang hasilnya dapat kita gunakan sebagai bahan makanan pokok. Salah satu ayat di

Kedelai merupakan salah satu bahan pangan yang penting setelah beras,

PENGENDALIAN PENGGEREK BATANG PADI

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Blackman dan Eastop (2000), adapun klasifikasi kutu daun

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tanaman cabai merah (Capsicum annuum L.) merupakan salah satu

II. TINJAUAN PUSTAKA. Padi (Oryza sativa L.) tergolong ke dalam Famili Poaceae, Sub- family

Kebun Indah, Musuh Alami Datang Karena Ada Refugia

MODUL PTT FILOSOFI DAN DINAMIKA PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU KEDELAI

BABI PENDAHULUAN. kehidupannya sangat dekat dengan aktifitas manusia. Kita dapat menemukannya

1 Menerapkan pola tanam yang teratur dan waktu tanam yang serempak (tidak lebih dari 2 minggu)

I. PENDAHULUAN. Kopi merupakan salah satu komoditas penting di dalam perdagangan dunia.

PENGENDALIAN HAMA PENGGEREK BUAH KOPI (PBKo) SECARA PHT UPTD-BPTP DINAS PERKEBUNAN ACEH 2016

SEMINAR NASIONAL MASYARAKAT BIODIVERSITAS INDONESIA UNAND PADANG, 23 APRIL Biodiversitas dan Pemanfaatannya untuk Pengendalian Hama

PENDAHULUAN. Glycine ururiencis, merupakan kedelai yang menurunkan berbagai kedelai yang

Transkripsi:

1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Kedelai (Glycine max (L.) Merrill) merupakan tanaman sumber protein yang mempunyai peran dan sumbangan besar bagi penduduk dunia. Di Indonesia, tanaman kedelai merupakan salah satu komoditas tanaman pangan penting setelah padi dan jagung. Kebutuhan kedelai dari tahun ke tahun semakin meningkat karena banyaknya produk makanan yang berbahan kedelai, seperti tempe, kecap, tauco, dan susu kedelai. Kebutuhan rata-rata kedelai di Indonesia mencapai 2 juta ton per tahun, namun kebutuhan tersebut tidak sejalan dengan produksi dalam negeri yang hanya 0,8 juta ton per tahun. Oleh karena itu, Indonesia harus mengimpor kedelai dari negara lain agar dapat mencukupi kebutuhan tersebut (Fatahuddin dan Bumbungan, 2011). Kemampuan produksi kedelai di Indonesia cukup rendah. Pada tahun 2010 kedelai yang diproduksi mencapai 907,29 ribu ton biji kering, sedangkan pada tahun 2011 hanya mencapai 851,29 ribu ton biji kering. Hal tersebut menunjukkan produksi kedelai Indonesia mengalami penurunan sebanyak 55,74 ribu ton atau sekitar 6,15% (Badan Pusat Statistik, 2012). Salah satu penyebab rendahnya rata-rata produksi di lapangan adalah adanya serangan hama.

2 Salah satu hama yang menyerang pertanaman kedelai adalah kutudaun. Kutudaun Aphis glycines Matsumura (Hemiptera : Aphididae) termasuk hama yang memiliki kemampuan bereproduksi yang tinggi. Di Indonesia, kutudaun berkembang biak secara parthenogenesis. Populasi kutudaun pada umumnya mulai meningkat pada akhir musim hujan dan mencapai puncak pada musim kemarau. Selain berperan sebagai hama, kutudaun juga berperan sebagai vektor pada berbagai komoditas tanaman. Berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan menunjukkan bahwa pada pertanaman kacang-kacangan terinfeksi penyakit virus dengan tingkat penularan yang lebih tinggi pada populasi kutudaun yang semakin meningkat (Saleh, 2007). Selama ini penggunaan pestisida untuk pengendalian OPT oleh banyak petani seringkali tidak ekonomis karena digunakan secara berlebihan dan tidak teratur sehingga menyebabkan terjadinya pencemaran lingkungan, keracunan pada manusia, resurjensi, resistensi hama dan matinya musuh alami. Oleh karena itu, diperlukan suatu konsep pengendalian hama dan penyakit yang berkelanjutan dan terpadu yang berpangkal pada prinsip-prinsip ekologi. Pemerintah menganjurkan agar dalam upaya pelaksanaan pengendalian hama berdasarkan atas konsep PHT (pengendalian hama terpadu). Program PHT merupakan teknologi berwawasan lingkungan yang berprinsip pada pendekatan ekologis, ekonomis dan sosial budaya (Adolpina dan Rugaya, 2008). Salah satu teknik pengendalian hama terpadu adalah pemanfaatan dan pelestarian agen hayati. Agen hayati merupakan faktor pengendali hama penting yang perlu

3 dilestarikan dan dikelola agar mampu berperan secara maksimum dalam pengaturan populasi hama di lapang. Secara alamiah, agen hayati menjadi komponen utama dalam pengendalian alami yang dapat mempertahankan semua organisme pada ekosistem tersebut berada dalam keadaan seimbang. Agen hayati yang berada di alam terdiri atas : predator, parasitoid, dan patogen (Marwoto, 2007). Jamur Beauveria bassiana merupakan salah satu jenis jamur entomopatogen yang merupakan agen pengendali hayati untuk hama berbagai komoditas tanaman. Jamur B. bassiana memiliki kisaran inang sangat luas sehingga kurang selektif terhadap inang sasaran. Hal tersebut memungkinkan B. bassiana dapat menginfeksi serangga bukan sasaran atau serangga berguna seperti musuh alami hama (Soetopo dan Indrayani, 2007). Perbedaan tingkat patogenisitas antarjamur entomopatogen dapat disebabkan oleh perbedaan sifat dasar internal (genetik) dan perbedaan sumber inang asal isolat. Selain itu, tingkat patogenisitas dapat juga disebabkan oleh pengaruh lingkungan sebagai faktor eksternal yang dapat berpengaruh terhadap kemampuan jamur tumbuh dan berkembang serta melumpuhkan mekanisme pertahanan serangga inang (Ladja, 2010). Adanya pengaruh faktor internal dan eksternal yang dapat membatasi pertumbuhan jamur mengakibatkan perlunya pengaplikasian jamur B. bassiana secara berulang agar jamur tumbuh dan tetap tersedia di lahan pertanaman. Oleh karena itu, dalam upaya meningkatkan keefektifan penggunaan B. bassiana sebagai agen pengendali hayati, maka informasi tentang frekuensi

4 aplikasi B. bassiana terhadap hama Aphis glycines dan organisme nontarget sangat diperlukan. 1.2 Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui : 1. Pengaruh frekuensi aplikasi jamur B. bassiana terhadap populasi dan mortalitas hama kutudaun (Aphis glycines Matsumura) 2. Pengaruh frekuensi aplikasi jamur B. bassiana terhadap populasi musuh alami dan organisme non-target lainnya pada pertanaman kedelai 1.3 Kerangka Pemikiran Tanaman kedelai sejak tumbuh ke permukaan tanah sampai panen tidak luput dari serangan hama. Salah satu hama penting yang menyerang tanaman kedelai adalah Aphis glycines Matsumura (Hemiptera : Aphididae). Menurut Radiyanto dkk. (2010), A. glycines memiliki populasi tertinggi pada pertanaman kedelai bila dibandingkan populasi hama lain, seperti Phaedonia inclusa, Riptortus linearis, Nezara viridula dan Ophiomya phaseoli. Besar kecilnya pengaruh kerusakan tanaman dan kehilangan hasil akibat serangan hama ditentukan beberapa faktor, seperti : a) tinggi rendahnya populasi hama yang hadir di pertanaman, b) bagian tanaman yang dirusak, c) tanggap tanaman terhadap serangan hama, dan d) fase pertumbuhan tanaman (umur tanaman).

5 Serangan hama dapat menurunkan hasil kedelai sampai 80%, bahkan puso apabila tidak ada tindakan pengendalian. Hingga saat ini petani masih mengandalkan insektisida sebagai pengendali hama di lapangan, namun teknik aplikasinya masih sering tidak memenuhi rekomendasi sehingga berakibat timbulnya resistensi, resurjensi, terbunuhnya musuh alami, dan keracunan pada ternak dan bahkan manusia. Oleh karena itu, Pengendalian Hama Terpadu (PHT) sangat diperlukan. PHT adalah suatu pendekatan atau cara pengendalian hama yang didasarkan pada pertimbangan ekologi dan efisiensi ekonomi dalam rangka pengelolaan ekosistem yang berwawasan lingkungan. PHT mendukung secara kompatibel semua teknik atau metode pengendalian hama dan penyakit berdasarkan asas ekologi dan ekonomi (Marwoto, 2007). Salah satu komponen pengendalian secara terpadu yaitu dengan memanfaatkan jamur entomopatogen B. bassiana. Jamur B. bassiana dapat mengendalikan berbagai jenis hama pada berbagai komoditas tanaman. Kemampuan penetrasi B. bassiana yang tinggi pada tubuh serangga menyebabkan jamur tersebut dapat dengan mudah menginfeksi serangga hama pengisap, seperti kutudaun (Aphis sp.) dan kutu putih Bemisia spp. Namun jamur B. bassiana memiliki kisaran inang sangat luas, sehingga terdapat kemungkinan B. bassiana dapat menginfeksi organisme nontarget atau serangga yang bermanfaat, seperti serangga yang berperan sebagai musuh alami hama (Soetopo dan Indrayani, 2007). Menurut Prayogo (2006), keefektifan jamur entomopatogen dalam pengendalian hama ditentukan oleh frekuensi aplikasi. Hal tersebut karena konidia yang

6 diaplikasikan pada tahap awal (yang belum mampu menginfeksi hama sasaran) perlu digantikan oleh konidia yang diaplikasikan pada tahap selanjutnya. Frekuensi aplikasi dipengaruhi oleh kondisi cuaca, seperti curah hujan, angin, dan sinar matahari. Aplikasi juga perlu memperhatikan stadia serangga hama di lapangan yang saling tumpang tindih (tidak seragam). Perubahan stadia instar (nimfa) akan mengakibatkan perubahan perilaku serangga yang akhirnya berpengaruh pada frekuensi aplikasi. Pengaplikasian jamur B. bassiana dapat dilakukan berulang kali untuk mengindari kegagalan spora tumbuh. Informasi tentang frekuensi aplikasi entomopatogen B. bassiana yang tepat perlu diketahui agar populasi hama Aphis glycimes di bawah nilai ambang kendali. 1.4 Hipotesis Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah 1. Frekuensi aplikasi jamur B. bassiana berpengaruh terhadap populasi dan mortalitas hama kutudaun (Aphis glycines Matsumura) 2. Frekuensi aplikasi jamur B. bassiana berpengaruh terhadap populasi musuh alami dan organisme non-target.