BAB V PENUTUP. rahim kedaulatan internal sebuah negara pantai / kepulauan atas territorial laut dan

dokumen-dokumen yang mirip
Industri Galangan. Jajang Yanuar Habib Abstrak. Kata Kunci: Perkapalan, Industri, Kebijakan LATAR BELAKANG

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2005 TENTANG PEMBERDAYAAN INDUSTRI PELAYARAN NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Oleh. Capt. Purnama S. Meliala, MM

AKSELERASI INDUSTRIALISASI TAHUN Disampaikan oleh : Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. tidak boleh menyimpang dari konfigurasi umum kepulauan. 1 Pengecualian

Bab I. Pendahuluan. Globalisasi mencerminkan hubungan tanpa batas antara negara satu

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PENYELENGGARAAN ANGKUTAN LAUT DALAM NEGERI BERDASARKAN SISTEM TRANSPORTASI NASIONAL

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB 4: PELAKSANAAN DAN TATA KELOLA MP3EI

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA TENTANG NOMOR 17 TAHUN 1988 TENTANG PENYELENGGARAAN DAN PENGUSAHAAN ANGKUTAN LAUT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 1988 TENTANG PENYELENGGARAAN DAN PENGUSAHAAN ANGKUTAN LAUT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LATAR BELAKANG KEMENTERIAN PERDAGANGAN KEBIJAKAN PERDAGANGAN ANTARPULAU (PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN NOMOR 29 TAHUN 2017)

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. transportasi dan komunikasi yang sangat diandalkan dalam mewujudkan

Laporan Hasil Penelitian Kelompok Bidang Ekonomi dan Kebijakan Publik Tahun Anggaran 2015

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2000 TENTANG KAWASAN PERDAGANGAN BEBAS DAN PELABUHAN BEBAS PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,


PEMBERDAYAAN JASA MARITIM BERBASIS PERKAPALAN DI SELAT MALAKA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2000 TANGGAL 21 DESEMBER 2000 TENTANG PENETAPAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NO

2017, No c. bahwa untuk mempercepat penyelenggaraan kewajiban pelayanan publik untuk angkutan barang di laut, darat, dan udara diperlukan progr

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 20 TAHUN 2010

VISI DAN MISI DINAS PERHUBUNGAN KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA KABUPATEN TANAH DATAR

BAB IV LANDASAN PEMBERDAYAAN KOPERASI DAN UMKM

BAB III PERLAKUAN PERPAJAKAN ATAS PENGADAAN KAPAL LAUT (VESSEL) yang terbagi atas beberapa Direktorat, antara lain Dirjen Perhubungan laut.

KEPPRES 55/1999, PENGESAHAN PERJANJIAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH REPUBLIK FEDERAL JERMAN DI BIDANG PELAYARAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

PENYELENGGARAAN DAN PENGUSAHAAN ANGKUTAN LAUT Peraturan Pemerintah (Pp) Nomor : 17 Tahun 1988 Tanggal: 21 Nopember Presiden Republik Indonesia,

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian. Laporan Perkembangan Deregulasi 2015

UNDANG-UNDANG NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PERINDUSTRIAN DAN LANGKAH-LANGKAH PENYUSUNAN PERATURAN PELAKSANAANNYA

KAJIAN JARINGAN TRAYEK ANGKUTAN LAUT NASIONAL UNTUK MUATAN PETIKEMAS DALAM MENUNJANG KONEKTIVITAS NASIONAL

Paparan Walikota Bengkulu

I. PENDAHULUAN. bernegara dan bermasyarakat yang lebih baik dari kondisi sekarang. Oleh karena

Paket Kebijakan Ekonomi (Tahap XV)

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 82 TAHUN 1999 TENTANG ANGKUTAN DI PERAIRAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB-6 BAB VI ARAH PENGEMBANGAN JARINGAN TRANSPORTASI

PENGELOLAAN KAWASAN ANDALAN YANG MENDUKUNG PENGEMBANGAN INVESTASI DUNIA USAHA DI KTI

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 1983 TENTANG PEMBINAAN KEPELABUHANAN

Yth. Bapak Jusuf Kalla Wakil Presiden RI; Hadirin sekalian peserta Forum Saudagar Bugis Makassar ke XV

SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA NOMOR 3 TAHUN 2005 KAWASAN INDUSTRI JELITIK SUNGAILIAT B U P A T I B A N G K A,

No. Program Sasaran Program Instansi Penanggung Jawab Pagu (Juta Rupiah)

1 BAB I PENDAHULUAN. pelabuhan pelabuhan hub disertai feeder dari Sumatera hingga ke Papua dengan

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

2016, No Republik Indonesia Nomor 4152); 2. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008

IMPLEMENTASI ASAS CABOTAGE

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 82 TAHUN 1999 TENTANG ANGKUTAN DI PERAIRAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Tahun 1945 dinyatakan bahwa

I. Permasalahan yang Dihadapi

LAPORAN KEMAJUAN M PROGRAM PENINGKATAN PRODUKTIVITAS LITBANG IPTEK (PROLIPTEK) TAHUN 2012 (KORIDOR-I)

RUU SISTEM TRANSPORTASI NASIONAL DAN HARAPAN SISTEM TRANSPORTASI YANG TERINTEGRASI, AMAN, EFEKTIF, DAN EFISIEN

Kebijakan Fiskal untuk Mendukung Akselerasi Sektor Industri yang Berdaya Saing

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Industri pelayaran merupakan salah satu industri padat modal (capital

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. merupakan kekayaan yang luar biasa bagi bangsa Indonesia. 1

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Secara geografis Indonesia adalah negara kepulauan yang terdiri atas

- 1 - BAB I PENGUATAN REFORMASI BIROKRASI

PERDA KABUPATEN KAYONG UTARA NO.1, LD.2011/NO.1 SETDA KABUPATEN KAYONG UTARA : 22 HLM

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. merangsang perkembangan kegiatan ekonomi (pertumbuhan ekonomi) dalam

KEPPRES 10/1997, PENGESAHAN PERSETUJUAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH KERAJAAN YORDANIA HASHIMIAH MENGENAI PELAYARAN

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 17/3/PBI/2015 TENTANG KEWAJIBAN PENGGUNAAN RUPIAH DI WILAYAH NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA

RANCANGAN UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG MINYAK DAN GAS BUMI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG

Peningkatan Investasi Sektor Industri Ke Seluruh Wilayah Provinsi Dalam Rangka Penyebaran Dan Pemerataan Pembangunan Industri

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TIMUR NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI DAERAH

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2016 TANGGAL 1 JULI 2016 TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara maritim dengan luas wilayah laut terbesar di

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2007 TENTANG ENERGI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 7 Tahun : 2013

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KABUPATEN PEMALANG RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEMALANG NOMOR 14 TAHUN 2009 TENTANG PENANAMAN MODAL

BAB I PENDAHULUAN. kepada orang yang mampu membayar serta tidak demokratis, telah

Pesawat Polonia

-32- RANCANGAN PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR. TAHUN 2014 TENTANG IZIN USAHA INDUSTRI DAN IZIN USAHA KAWASAN INDUSTRI

I. PENDAHULUAN. amanat Undang-Undang No.17 Tahun 2008 menjadi suatu yang sangat strategis

-2- Mengingat : Pasal 20 dan Pasal 21 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REP

BAB I PENDAHULUAN. Kehadiran pelabuhan yang memadai berperan besar dalam menunjang mobilitas barang dan

No. 109, 2007(Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4759)

RANCANGAN (disempurnakan) PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUNINGAN NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENGANGKUTAN MULTIMODA. pengangkutan barang dari tempat asal ke tempat tujuan dengan lebih efektif dan

PENUNJUK UNDANG-UNDANG PENANAMAN MODAL

KEBIJAKAN PEMBANGUNAN JALAN DI INDONESIA TAHUN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Presiden Republik Indonesia,

BAB I PENDAHULUAN. Dalam era perdagangan bebas saat ini, telah terjadi perubahan secara

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Transkripsi:

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Implementasi asas Cabotage merupakan sebuah prinsip yang lahir dari rahim kedaulatan internal sebuah negara pantai / kepulauan atas territorial laut dan udaranya. Dalam konteks penerapannya, mungkin kita lebih sering mendengar asas Cabotage dalam pemberdayaan industri pelayaran nasional di seluruh dunia. Dimana Industri pelayaran nasional harus dapat mampu dan berguna untuk meningkatkan daya saing Indonesia di pasar global, karena hampir seluruh komoditi untuk perdagangan internasional diangkut dengan menggunakan sarana dan prasarana jasa transportasi maritim. Selain itu, industri pelayaran juga sebagai penyeimbang pembangunan kawasan (antara kawasan Timur Indonesia dan Barat) demi pemerataan pembanguna dan kesatuan Negara Kepulauan Republik Indonesia. dimana suatu kebijakan pengangkutan barang dalam perairan Indonesia, antar pelabuhan di Indonesia yang harus diangkut oleh kapal berbendera Indonesia dan awak kapalnya juga warga Negara Indonesia. Asas ini telah diundangkan tahun 2008 yaitu UU No. 17 Tahun 2008 Tentang Pelayaran, tindak lanjut dari Inpres No. 5 Tahun 2005, sehingga penerapan asas ini tentunya akan memacu industri pelayaran nasional dan mengharuskan penambahan /pembangunan armada yang berbendera Indonesia. Agar Indonesia mampu melaksanakan asas Cabotage karena keterpurukan industri perkapalan dan pelayaran nasional selama sekian tahun tentunya membutuhkan energi yang besar 92

untuk bisa bangkit dengan menjalankannya pemerintah harus konsekuen serius dengan dukungan kemudahan kemudahan secara nyata melaksanakan penerapan asas ini dengan memperhatikan ketersedian armada pelayaran nasional yang cukup sehingga tidak menimbulkan dampak yang dapat mengakibatkan terlantarnya barang/komoditi yang akan diangkut dan dapat mengakibatkan biaya tinggi/ mahal. Dan perlu dipahami walaupun tanggung jawab terbesar pemenuhan pembangunan dan modernisasi armada nasional berada di tangan pemerintah namun partisipasi pihak swasta atau sektor privat menjadi mitra kerja strategis tentu akan mempercepat terjembataninya kesenjangan yang dihadapi selama ini. Lambannya penerapan asas Cabotage untuk mencapai seratus persen (100%) dapat disebabkan dengan dikeluarkanya PP Nomor 22 Tahun 2011 Tentang Perubahan atas peraturan pemerintah Nomor 20 Tahun 2010 Tentang Angkutan di perairan dan dikuatkan dengan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 48 Tahun 2011 Tentang Tata cara dan persyaratan pemberian izin penggunaan kapal asing untuk kegiatan lain yang tidak termasuk kegiatan mengangkut penumpang dan/atau barang dalam angkutan laut dalam negeri, dimana disatu sisi peraturan tersebut telah bertentangan dengan Hirarki Perundangn-undangan dan disisi lain dapat mengganggu ketahanan berhubugan dengan objek vital. Pemerintah dapat mencontoh negara negara yang telah sukses dalam mengimplentasikan asas Cabotage, seperti di China karena siapa pun dan dari negara mana pun yang ingin berdagang dengan China wajib memakai kapal berbendera China Tidak hanya itu, kapal yang digunakan pun harus dibangun di 93

China, dan didanai oleh bank negara di sana, juga harus dominan diawaki oleh pelaut mereka, dan wajib direparasi di galangan kapal di China Akan tetapi selama tujuh tahun itu pula perusahaan-perusahaan nasional pembuat kapal malah makin mandul melahirkan produk-produk barunya. Keberhasilan efek multiplier dari penerapan asas Cabotage ini makin terlihat semu manakala dibenturkan dengan banyaknya perusahaan pelayaran nasional yang mengandalkan kegiatannya lebih sebagai fungsi keagenan kapal. Dalam nilai keekonomiannya, kebijakan ini mampu membuat usaha keagenan pelayaran nasional yang berstatus badan hukum Indonesia mengalami pertumbuhan dan sedikitnya mampu menciptakan keteraturan dalam transportasi perairan Indonesia. Namun, sangat disayangkan ketika menilik lebih ke dalam lagi, kapal-kapal yang berlayar nyatanya sebagian besar masih merupakan produk-produk kapal luar negeri. Oleh sebab itu, andil kebijakan lanjutan dari penerapan asas Cabotage sangat diperlukan dan sudah saatnya masuk dalam kebijakan yang mendorong penggunaan kapal produk dalam negeri. Salah satu strategi percepatan dan perluasan pembangunan ekonomi nasional adalah dengan mengedepankan penguatan konektifitas antar pulau terutama pulau-pulau terluar. Konektifitas ini hanya bisa terwujud apabila transportasi laut di negara kepulauan terus diperankan secara signifikan. Angkutan laut yang mempunyai karakteristik pengangkutan secara nasional dan menjangkau seluruh wilayah melalui perairan perlu dikembangkan potensi dan ditingkatkan peranannya sebagai penghubung antar wilayah, baik nasional maupun internasional termasuk lintas batas, karena digunakan sebagai sarana 94

untuk menunjang, mendorong, dan menggerakkan pembangunan nasional dalam upaya meningkatkan kesejahteraan rakyat serta menjadi perekat Negara Kesatuan Republik Indonesia. Mengingat penting dan strategisnya peranan angkutan laut yang menguasai hajat hidup orang banyak, maka keberadaannya dikuasai oleh negara yang pembinaannya dilakukan oleh Pemerintah. Beberapa hal penting terkait tantangan yang dihadapi dalam upaya menuntaskan pelaksanaan cabotage di Indonesia perlunya konsistensi penerapan amanat dari landasan hukum terkait penerapan asas Cabotage di Indonesia hanya tersisa pada satu sektor saja yaitu pendukung kegiatan offshore dan sejenisnya yang sejatinya bisa segera dituntaskan oleh ketersediaan kapal berbendera merah putih yang dimiliki oleh perusahaan pelayaran nasional indonesia serta didukung sepenuhnya oleh konsolidasi semua pihak guna mengakselerasi kinerja yang lambat serta merevisi kebijakan yang cenderung menghambat jalannya penerapan amanat INPRES 5 tahun 2005 serta UU 17 tahun 2008 sesuai semangat Indonesian National Summit (debottlenecking, acceleration, enhancement). Pertaruhan konsistensi tersebut berupa dukungan penuh yang berkelanjutan untuk pemberdayaan industri angkutan perairan nasional khususnya dalam hal pengadaan angkutan pendukung kegiatan offshore berupa memberikan fasilitas pembiayaan dan perpajakan memfasilitasi kemitraan kontrak jangka panjang antara pemilik barang dan pemilik kapal. Kemitraan antara pemilik barang dengan pengusaha pelayaran yang diwujudkan dalam bentuk penyediaan kontrak jangka panjang inilah yang kemudian menjadi dasar bagi pengembangan 95

armada nasional, karena dengan kontrak yang dimiliki tersebut akan bisa dijaminkan kepada lembaga keuangan nasional dan internasional untuk mendapatkan kredit pengadaan armada kapal. Dukungan lembaga keuangan nasional pada sektor pelayaran nasional yang dirasakan oleh pengusaha pelayaran nasional yang mensyaratkan adanya jaminan tambahan dalam hal pemerolehan kredit untuk pengadaan kapal atau yang sering disebut sebagai high equity, dan sisi lain pemerintah melalui kementerian teknis memberikan bimbingan teknis yang berkelanjutan kepada lembaga keuangan sehingga persepsi resiko yang tinggi dalam berinvestasi pada sektor pelayaran nasional bisa diturunkan. Pada sektor pelabuhan merupakan infrastruktur sangat mempengaruhi lancarnya proses pendistribusian muatan antar pulau di dalam negeri, kelemahan pelabuhan di Indonesia terutama pada kualitas infrastuktur dan suprastruktur, produktifitas bongkar muat yang rendah terutama di daerah terpencil, kondisi kongesti yang tinggi, serta birokrasi pengurusan dokumen kepabeanan yang panjang. Kondisi galangan kapal dalam negeri milik pemerintah hampir semuanya sedang mengalami keterpurukan maka perlu segera dilakukan pembenahan sektor industri galangan kapal nasional guna mendukung terselanggaranya angkutan laut dengan armada yang kuat dan tangguh. Industri galangan kapal nasional kini tengah naik turun. karena banyak kapal yang berlayar di perairan Indonesia, membeli langsung kapal buatan negara lain makin besar karena produksi luar memiliki selisih harga hingga 30% dari produksi kapal domestik, perusahaan 96

pengguna cenderung lebih percaya pada kemampuan luar negeri dalam menghasilkan kapal. Karena banyak faktor yang menjadi penghambat perkembangan galkapnas, antara lain faktor kebijakan moneter / fiscal, bunga bank yang masih sangat tinggi, fasilitas yang dimiliki sebagian besar sudah out of date. Kelonggaran penggunaan kapal selambat-lambatnya tanggal 7 mei 2011 sesuai amanat Undang-Undang no. 17 tahun 2008 tentang pelayaran, akan tetapi telah dibatalkan oleh Peraturan Pemerintah RI NO. 22 Tahun 2011 Tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2010 Tentang Angkutan di Perairan, dapat diartikan tidak mendukung Implementasi asas Cabotage dan yang timbulnya suatu kebijakan dalam pengoperasian kapalnya dari pemegang Otoritas. B. Saran 1. Bahwa penerapan asas Cabotage pada INPRES RI Nomor 5 Tahun 2005 Tentang Pemberdayaan industri pelayaran nasioinal dan amanat dalam Undang-Undang Nomor 17 tahun 2008 Tentang Pelayaran haruslah dijalankan lebih efektif dan diperlukan ketegasan dan menolak rencana merevisi Undang-Undang yang hanya untuk menfasilitasi dan memberikan kelonggaran kembali untuk pengoperasian kapal asing di Republik Indonesia, kecuali untuk memperkuat dan mempercepat terselenggara asas Cabotage. 97

2. Pemerintah harus mengupayakan fasilitas pembiayaan dan perpajakan dari sektor keuangan atau perbankan untuk industri pelayaran nasional, dengan berkoordinasi instansi-instansi terkait sehingga pembangunan kapal yang bersifat khusus dari sifat pekerjaannya dimana kalangan pengusaha butuh kepastian kontrak jangka panjang mengingat investasi kapal berteknologi tinggi itu membutuhkan dana besar sehingga dapat tersedia dan cukup jumlah kapal penunjang offshore. 98