BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gempa bumi, tsunami dan letusan gunung api merupakan refleksi fenomena alam yang secara geografis sangat khas untuk wilayah tanah air Indonensia. Indonesia merupakan negara kepulauan tempat dimana tiga lempeng besar dunia bertemu, yaitu Lempeng Indo-Australia, Lempeng Eurasia dan Lempeng Pasifik. Interaksi lempeng-lempeng tersebut menempatkan Indonesia sebagai wilayah yang memiliki aktivitas kegunungapian dan gempa bumi yang cukup tinggi. Lebih dari itu proses dinamika lempeng yang cukup intensif, juga telah membentuk relief permukaan bumi yang khas dan sangat bervariasi, membentuk pegunungan dengan lereng-lerengnya yang curam dengan potensialnya longsor, banjir dan penurunan tanah. Berdasarkan kondisi tersebut, muncul pertanyaan sudahkah masyarakat Indonesia mengenal dengan baik berbagai jenis karakter bahaya alam dan sejauhmana kesiapsiagaannya. Potensi bencana alam ini telah diperparah oleh beberapa permasalahan lain yang muncul di Indonesia sehingga memicu kerentanan seperti kepadatan penduduk dan penyebaran penduduk di daerah marginal membutuhkan kawasan hunian, sehingga akan mencapai wilayah yang tidak aman. 1
Kota Meulaboh termasuk salah satu wilayah administratif Kabupaten Aceh Barat yang mempunyai luas wilayah keseluruhan 2.442,00 Km 2. Wilayah ini terletak pada 04 0 06-04 0 47 Lintang Utara dan 95 0 52 96 0 30 Bujur Timur. Wilayah Aceh Barat merupakan bagian pantai barat dan selatan Pulau Sumatera yang membentang 1 dari Barat ke Timur dengan panjang garis pantai sejauh ±73 km. Secara administrasi Kabupaten Aceh Barat berbatasan dengan Kabupaten Aceh Jaya, Pidie, Aceh Tengah dan Nagan Raya Pada tanggal 26 Desember 2004, terjadi gempa bumi dahsyat di Samudra Hindia, lepas pantai barat Aceh. Gempa terjadi pada waktu 7:58:53 WIB. Pusat gempa terletak pada bujur 3.316 N 95.854 EKoordinat: 3.316 N 95.854 E kurang lebih 160 km sebelah barat Aceh sedalam 10 kilometer. Gempa ini berkekuatan 9,3 menurut skala Richter dan merupakan gempa bumi terdahsyat dalam kurun waktu 40 tahun terakhir yang menghantam Aceh, Sumatera Utara, Pantai Barat Semenanjung Malaysia, Thailand, Pantai Timur India, Srilangka, bahkan sampai Pantai Timur Afrika. Gempa yang mengakibatkan tsunami menyebabkan sekitar 230.000 orang tewas di 8 negara. Ombak tsunami setinggi 30 meter. Bencana ini merupakan kematian terbesar sepanjang sejarah. Indonesia, Sri Langka, India, dan Thailand merupakan negara dengan jumlah kematian terbesar. Menurut U.S. Geological Survey korban meninggal mencapai 283.100 jiwa, korban hilang 14.000 dan korban yang kehilangan tempat tinggal 1.126.900. 2
Menurut PBB, korban hilang 229.826 orang dan korban meninggal 186.983 orang. Tsunami Samudra Hindia menjadi gempa dan Tsunami terburuk 10 tahun terakhir. Data mengenai korban gempa bumi dan tsunami dapat diihat pada tabel 1.1. Negara Dipastikan Tabel 1.1 Jumlah Korban Bencana Gempa Bumi Dan Tsunami Pada Tahun 2004 Meninggal dunia Perkiraan Luka luka Hilang Kehilangan tempat tinggal Indonesia 126.915 126.915+ ~100.000 37.063 ~517.000 Sri Lanka 30.718 Tak diketahui 15.686 23.000+ 1 ~573.000 India 10.012 15.636 Tak diketahui 5.624 1.029.692 Thailand 5.305 2 11.000 8.457 4.499 Tak diketahui Somalia 150+ 298 Tak diketahui Tak diketahui 5.000 Myanmar 90 290 600 45 200 mencapai 30.000 Malaysia 68-74 Tak diketahui 299 Tak diketahui Tak diketahui Maladewa 82 Tak diketahui Tak diketahui 26 12-22.000 Seychelles 1-3 10 Tak diketahui Tak diketahui Tak diketahui Tak diketahui Tanzania 10 10+ Tak diketahui Tak diketahui Tak diketahui Bangladesh 2 Tak diketahui Tak diketahui Tak diketahui Tak diketahui Afrika Selatan 2 Tak diketahui Tak diketahui Tak diketahui Tak diketahui Kenya 1 Tak diketahui Tak diketahui Tak diketahui Tak diketahui Madagaskar Tak diketahui Tak diketahui Tak diketahui Tak diketahui 1.000+ Total 151.976+ 162.000+ 125.000+ 43.000+ 3-5 juta Sumber : U.S. Geological Survey Menurut U.S Geological Survey di Indonesia, gempa dan tsunami menyebabkan lebih dari 126.000 korban jiwa meninggal dunia, puluhan gedung hancur oleh gempa utama, terutama di Meulaboh dan Banda Aceh di ujung Sumatra. Di Banda Aceh, sekitar 50% dari semua bangunan rusak terkena tsunami. Tsunami 3
menghantam pantai barat Aceh dan Sumatra Utara, sehingga banyak menimbulkan korban jiwa dan bangunan. Gempa Bumi dan Tsunami tidak hanya menimbulkan korban jiwa dan bangunan saja, tetapi juga menyebabkan kerusakan lingkungan. Nilai kerusakan akibat bencana gempa bumi dan tsunami dapat dilihat pada tabel 1.2. Tabel 1.2 Nilai kerusakan Lingkungan Akibat Gempa Bumi dan Tsunami Pada tahun 2004 No Jenis Kerusakan Nilai Kerusakan( US $) 1 Pencemaran Air Tanah 4 Juta 2 Pencemaran dan kerusakan terumbu Karang 245 Juta 3 Kerusakan Daerah Aliran Sungai 3 juta 4 Kerusakan dan kehilangan potensi lahan 47,1 Juta 5 Kerusakan pertanian, hutan dan ekosistem darat 172,68 Juta 6 Kerusakan Udara dan kontaminasi industry --------- Sumber : U.S. Geological Survey 2005 Rachmat (2005: 5) menjelaskan bahwa tingkat kerusakan dibagi dalam tiga zona yakni zona merah (0-2 km dari pantai) yang rusak total, zona kuning (2-3 km dari pantai) mengalami kerusakan sedang sampai berat dan zona hijau (lebih dari 3 km dari garis pantai) dengan kerusakan ringan. Zonasi ini dapat digunakan sebagai acuan dalam memetakan potensi rawan bencana tsunami. Bencana Tsunami Aceh ini menimbulkan luka yang mendalam bagi seluruh rakyat Nanggroe Aceh Darussalam. Kota Meulaboh yang sebagian besar kotanya merupakan pesisir luluh lantak akibat gempa bumi dan Tsunami. Untuk mencegah terjadinya kerusakan akibat bencana yang serupa, maka penelitian ini bertujuan untuk 4
menghitung tingkat kesiapsiagaan masyarakat dalam menghadapi bencana yang serupa. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, perumusan masalah dalam penelitian ini adalah : 1. Bagaimanakah tingkat kesiapsiagaan masyarakat kota Meulaboh dalam menghadapi bencana tsunami? 2. Bagaimanakah tingkat kesiapsiagaan pemerintah kota Meulaboh dalam menghadapi bencana tsunami? 3. Bagaimanakah peranan kelembagaan lokal dalam upaya penanggulangan bencana tsunami di Kota Meulaboh? 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian yang ingin dicapai pada penelitian ini adalah: 1. Mengidentifikasi peranan kelembagaan lokal dalam upaya penanggulangan bencana tsunami di Kota Meulaboh Kabupaten Aceh Barat 2. Mengindentifikasi tingkat kesiapsiagaan masyarakat dalam menghadapi bencana tsunami di Kota Meulaboh Kabupaten Aceh Barat 3. Mengindentifikasi tingkat kesiapsiagaan pemerintah dalam menghadapi bencana tsunami di Kota Meulaboh Kabupaten Aceh Barat 5
1.4 Manfaat Penelitian Manfaat yang ingin diperoleh dari pelaksanaan penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Memberikan informasi dan rangkuman tentang peranan kelembagaan lokal dalam upaya penanggulangan bencana Tsunami 2. Memberikan informasi tentang kesiapsiagaan masayarakat dalam menghadapi bencana Tsunami dikemudian hari 3. Memberikan informasi tentang kesiapsiagaan pemerintah Kota Meulaboh dalam menghadapi bencana tsunami 4. Dapat dijadikan bahan rujukan bagi pemerintah dalam mengembangkan sebuah sistem penanggulangan bencana. 5. Dapat dijadikan sebagai salah satu referensi bagi penelitian berikutnya, baik yang dilakukan mahasiswa atau umum, secara perseorangan atau kelompok 6. Dapat dijadikan sebagai salah satu referensi bagi lembaga kependidikan dalam penyusunan dan pengembangan sekolah yang berbasis kebencanaan. 6
1.5 Definisi Operasional Judul penelitian ini adalah Kesiapsiagaan Masyarakat Dalam Menghadapi Bencana Tsunami Di Kota Meulaboh Kabupaten Aceh Barat Nanggroe Aceh Darussalam.Berikut ini akan dijabarkan definisi operasional yang berkaitan dengan topik penelitian ini, yaitu: 1.5.1 Kesiapsiagaan Kesiapsiagaan menurut Carter (1991: 29) adalah tindakan-tindakan yang memungkinkan pemerintahan, organisasi-organisasi, masyarakat, komunitas dan individu untuk mampu menanggapi suatu situasi bencana secara cepat dan tepat guna. Termasuk kedalam tindakan kesiapsiagaan adalah penyusunan rencana penanggulangan bencana, pemeliharaan sumberdaya dan pelatihan personil. Untuk mengetahui tingkat kesiapsiagaan dalam menghadapi bencana, maka diperlukan parameter sebagai tolak ukur untuk mengetahui tingkatan tersebut. Parameter adalah tolak ukur dalam menentukan tingkatan dari sebuah kondisi. Menurut tim peneliti LIPI-UNESCO/ISDR (2006:46), kesiapsiagaan memiliki beberapa parameter yang dapat diukur yaitu: knowledge and attitude (KA); emergency planning (EP), Warning Sistem (WS), dan Resource Mobilization Capacity (RMC). Kesiapsiagaan masayarakat dalam menghadapi bencana, tergantung dari indeks per parameter yang dimiliki oleh anggota/komponen yang ada pada komunitas/masyarakat tersebut. 1.5.2 Tingkatan Kesiapsiagaan 7
Menurut LIPI UNESCO/ISDR (2006:46-47) Semakin tinggi angka indeks berarti semakin tinggi pula tingkatan kesiapsiagaannya dari subjek yang diteliti. Tingkat kesiapsiagaan masyarakat dalam kajian ini dikategorikan menjadi lima, yaitu; sangat siap, siap, hampir siap, kurang siap, belum siap. Ukuran kuantitas dari kesiapsiagaan akan dijelaskan lebih lajut pada bab II dan III. 1.5.3 Masyarakat Masyarakat menurut W.J.S. Poerwadarminta (1986) mengartikan masyarakat sebagai pergaulan hidup manusia atau sehimpunan orang yang hidup bersama dalam sesuatu dengan ikatan-ikatan aturan yang tentu, sedangkan menurut Koentjaraningrat (1984) masyarakat adalah kolektif manusia dalam arti yang seluasluasnya yang terikat oleh suatu kebudayaan yang mereka pandang sama. Masayarakat yang dimaksud pada penelitian ini adalah penduduk Kota Meulaboh Kabupaten Aceh Barat yang terkena bencana tsunami. 1.5.4 Tsunami Tsunami menurut Robert Pasaribu ( 2005:1) diartikan sebagai gelombang laut yang terjadi secara mendadak yang disebabkan karena terganggunya kestabilan air laut yang diakibatkan oleh gempa bumi dan adanya gangguan impulsif terhadap air laut akibat terjadinya perubahan bentuk dasar laut. Berdasarkan definisi operasional tersebut, dapat diketahui bahwa tingkat kesiapsiagaan masyarakat dalam menghadapi bencana dapat dihitung besarnya. Masayarakat dalam kajian penelitian ini, dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu rumah 8
tangga, komunitas sekolah dan pemerintah. Pembagian tiga kelompok tersebut didasari pada pengukuran kesiapsiagaan yang dilakukan oleh Lipi/UNESCO. Penelitian ini akan mencari sejumlah data yang terkait dengan kesiapsiagaan menghadapi bencana, sehingga dapat dijadikan sebagai salah satu acuan bagi stakeholder,terkait dengan pengembangan dan pengurangan terhadap resiko bencana. 9