BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sumber daya yang kita miliki terkait dengan kepentingan masyarakat

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. ekosistemnya. Pada Undang-Undang No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.19/Menhut-II/2004 TENTANG KOLABORASI PENGELOLAAN KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.378, 2010 KEMENTERIAN KEHUTANAN. Kawasan Hutan. Fungsi. Perubahan.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: P. 34/Menhut-II/2010 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN FUNGSI KAWASAN HUTAN

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat dilakukan secara tradisional untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.

VISI ACEH YANG BERMARTABAT, SEJAHTERA, BERKEADILAN, DAN MANDIRI BERLANDASKAN UNDANG-UNDANG PEMERINTAHAN ACEH SEBAGAI WUJUD MoU HELSINKI MISI

BAB I PENDAHULUAN. perubahan iklim (Dudley, 2008). International Union for Conservation of Nature

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB 2 Perencanaan Kinerja

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 1998 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN EKOSISTEM LEUSER PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.70/Menhut-II/2009 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.14/Menhut-II/2007 TENTANG TATACARA EVALUASI FUNGSI KAWASAN SUAKA ALAM, KAWASAN PELESTARIAN ALAM DAN TAMAN BURU

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 1998 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN EKOSISTEM LEUSER PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PEMERINTAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA RANCANGAN PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR. TAHUN. TENTANG PENGELOLAAN TAMAN HUTAN RAYA BUNDER

BAB I PENDAHULUAN. hidup Indonesia terdapat dalam Pembukaan UUD 1945 alinea keempat. Kaedah

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 108 TAHUN 2015 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.19/Menhut-II/2004 TENTANG KOLABORASI PENGELOLAAN KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM

Hutan di Indonesia memiliki peran terhadap aspek ekonomi, sosial maupun. (Reksohadiprodjo dan Brodjonegoro 2000).

PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN IV

BAB I PENDAHULUAN. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia tentang. sumber daya alam. Pasal 2 TAP MPR No.IX Tahun 2001 menjelaskan

REVITALISASI KEHUTANAN

KAWASAN KONSERVASI UNTUK PELESTARIAN PRIMATA JURUSAN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

PEDOMAN UMUM PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI KEHUTANAN BAB I PENDAHULUAN

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Undang-Undang Kehutanan Nomor 41 tahun 1999, hutan adalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Bagi manusia, lahan sangat dibutuhkan dalam menjamin kelangsungan hidup

I PENDAHULUAN. masyarakat serta desakan otonomi daerah, menjadikan tuntutan dan akses masyarakat

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA


GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 97 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA STRATEGIS WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL TAHUN

PENDAHULUAN Latar Belakang

DAFTAR PUSTAKA. Aninomus, Modul Konservasi Sumber Daya Alam, Pusat Pendidikan

BAB VI PROSPEK DAN TANTANGAN KEHUTANAN SULAWESI UTARA ( KEDEPAN)

PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN III

Ekologi Hidupan Liar HUTAN. Mengapa Mempelajari Hidupan Liar? PENGERTIAN 3/25/2014. Hidupan liar?

ALAM. Kawasan Suaka Alam: Kawasan Pelestarian Alam : 1. Cagar Alam. 2. Suaka Margasatwa

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB II PERENCANAAN STRATEGIS

BAB I PENDAHULUAN. merupakan modal dasar bagi pembangunan berkelanjutan untuk kesejahteraan

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

ARAHAN PENGEMBANGAN KAWASAN TAMAN HUTAN RAYA NGARGOYOSO SEBAGAI OBYEK WISATA ALAM BERDASARKAN POTENSI DAN PRIORITAS PENGEMBANGANNYA TUGAS AKHIR

2016, No Kepada 34 Gubernur Pemerintah Provinsi Selaku Wakil Pemerintah; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Su

DISAMPAIKAN OLEH Ir. BEN POLO MAING (Kepala Dinas Kehutanan Provinsi NTT)

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I

STUDI EVALUASI PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH (TNBT) KABUPATEN INDRAGIRI HULU - RIAU TUGAS AKHIR

Pelayanan Terbaik Menuju Hutan Lestari untuk Kemakmuran Rakyat.

BAB I PENDAHULUAN. penunjang budidaya, pariwisata, dan rekreasi. Taman Nasional Kerinci Seblat

BAB I PENDAHULUAN. positif yang cukup tinggi terhadap pendapatan negara dan daerah (Taslim. 2013).

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.49/Menhut-II/2014 TENTANG

Lampiran 3. Interpretasi dari Korelasi Peraturan Perundangan dengan Nilai Konservasi Tinggi

BAB I PENDAHULUAN. menjanjikan memiliki prospek baik, potensi hutan alam yang menarik. memiliki potensi yang baik apabila digarap dan sungguh-sungguh

KRITERIA KAWASAN KONSERVASI. Fredinan Yulianda, 2010

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki tanah air yang kaya dengan sumber daya alam dan

RENCANA PENELITIAN INTEGRATIF PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI TAHUN

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

tertuang dalam Rencana Strategis (RENSTRA) Kementerian Kehutanan Tahun , implementasi kebijakan prioritas pembangunan yang

I. PENDAHULUAN. individual tourism/small group tourism, dari tren sebelumnya tahun 1980-an yang

Konservasi Lingkungan. Lely Riawati

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

II. TINJAUAN PUSTAKA. Berdasarkan paduserasi TGHK RTRWP, luas hutan Indonesia saat ini

PENDAHULUAN. No. 48 Tahun 1988 tanggal 19 November Pembangunan Taman Hutan. Raya Bukit Barisan ini sebagai upaya konservasi sumber daya alam dan

NOMOR 27 TAHUN 1999 TENTANG ANALISIS MENGENAI DAMPAK LINGKUNGAN

Dinas Kehutanan Provinsi Jawa Timur

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 1998 TENTANG KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. Kawasan suaka alam sesuai Undang Undang Nomor 5 Tahun 1990 adalah sebuah

BAB III METODE PENELITIAN

PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.22, 2008 DEPARTEMEN KEHUTANAN. KAWASAN. Pelestarian.Suaka Alam. Pengelolaan. Pedoman.

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN

VII PRIORITAS STRATEGI PENGEMBANGAN EKOWISATA TN KARIMUNJAWA

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dengan keadaan aslinya (Hairiah, 2003). Hutan menjadi sangat penting

6 PERTIMBANGAN KAWASAN KARST DALAM PENYUSUNAN ZONASI TNMT

TINJAUAN PUSTAKA. Ecotouris, dalam bahasa Indonesia diterjemahkan menjadi ekowisata. Ada

KEWENANGAN PENGELOLAAN TAMAN HUTAN RAYA.

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1990 TENTANG KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM HAYATI DAN EKOSISTEMNYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PENGELOLAAN TAMAN NASIONAL LAUT DAN REKLAMASI TELUK BENOA KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN

19 Oktober Ema Umilia

BAB X PEMBANGUNAN SUMBER DAYA ALAM DAN LINGKUNGAN HIDUP

NOMOR 68 TAHUN 1998 TENTANG KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM

PENDAHULUAN. didarat masih dipengaruhi oleh proses-proses yang terjadi dilaut seperti

BAB I PENDAHULUAN. fungsi lindung dan fungsi konservasi semakin berkurang luasnya. Saat ini

PENDAHULUAN. lebih pulau dan memiliki panjang garis pantai km yang merupakan

I. PENDAHULUAN. Kawasan Pelestarian Alam (KPA). KSA adalah kawasan dengan ciri khas

-1- PENJELASAN ATAS QANUN ACEH NOMOR... TAHUN 2015 TENTANG KEHUTANAN ACEH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN

Suhartini Jurusan Pendidikan Biologi FMIPA UNY

TINJAUAN PUSTAKA. Hutan memiliki defenisi yang bervariasi, menurut Undang-Undang Nomor

BAB I PENDAHULUAN. sumberdaya alam juga semakin besar, salah satunya kekayaan alam yang ada

I. PENDAHULUAN. Kawasan Gunung Merapi adalah sebuah kawasan yang sangat unik karena

I. PENDAHULUAN. kabupaten/kota dapat menata kembali perencanaan pembangunan yang

hakikatnya adalah bagian integral dari pembangunan nasional yang berkelanjutan sebagai pengamalan Pancasila;

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori Pengelolaan sumber daya alam, khususnya hutan yang berkelanjutan dimasa kini telah menjadi keharusan, dimana keberadaan serta keberlangsungan fungsi sumber daya yang kita miliki terkait dengan kepentingan masyarakat internasional, yang berarti kendati kedaulatan mengelola sumber daya hutan berada di tanga kita, kemanfaatannya tidaklah secara mutlak menjadi hak kita akan tetapi masyarakat dunia juga memiliki hak pula untuk memperoleh manfaatnya, terutama yang berkait dengan fungsi-fungsi lingkungan. Pemanfaatan hutan selama ini cenderung mengeksploitasi hasil hutan kayu yang ternyata membawa implikasi ekologi terhadap tingginya pemanfaatan hasil hutan secara besar-besaran (deforestasi) dan kerugian nilai ekonomi yang kurang memberikan keuntungan secara optimal. Dalam rangka pengelolaan hutan secara lestari dan turunnya laju deforestasi di perlukan strategi dan upaya untuk melancarkan arus informasi dalam proses pengambilan keputusan yang efektif serta pengendalian pelaksanaan kegiatan pembangunan kehutanan (Farida,Siti.2004). Dalam usaha melestarikan sumber daya alam atau kawasan konservasi darat maupun lautan adalah sangat besar dalam menunjang kehidupan manusia karena kawasan Konservasi hutan dapat memberikan manfaat secara langsung maupun tidak langsung. Manfaat langsung hutan adalah sebagai sumber produksi. Hutan dapat menyediakan berbagai hasil kayu dan non kayu seperti rotan, getahgetahan, miyak kayu dan margasatwa lainnya. Sedang manfaat tidak langsung antara lain pengatur tata air, memberikan udara bersih, menyediakan lapangan 5

kerja, kesehatan masyarakat, pertahanan nasional dan yang paling penting sebagai sumber ilmu pengetahuan baik mengenai flora maupun fauna, juga sebagai hutan wisata untuk rekreasi, karena hutan merupakan kawasan yang indah. Keindahan hutan inilah yang menimbulkan ispirasi pada Virgilius, seorang penyair kenamaan, dan menulis : Nobis placent ante omnia sylvae yang berarti kurang lebih : tidak ada taman yang indah melebihi keindahan hutan (Aninomus,1986). 2.2 Konsep Hutan Konservasi Hutan konservasi adalah kawasan hutan dengan ciri khas tertentu yang mempunyai fungsi pokok pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya. Hutan konservasi terdiri dari kawasan suaka alam, kawasan pelestarian alam, dan taman buru. (UU No. 41 tahun 1999 tentang Kehutanan). Kawasan suaka alam adalah kawasan dengan ciri khusus tertentu baik di darat maupun di perairan yang mempunyai fungsi pokok sebagai kawasan pengawetan keanekaragaman tumbuhan, satwa serta ekosistemnya yang juga berfungsi sebagai wilayah system penyangga kehidupan. Kawasan pelestarian alam adalah kawasan dengan ciri khusus tertentu baik di darat maupun di perairan yang mempunyai fungsi perlindungan system penyangga kehidupan, pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa serta pemanfaatan secara lestari sumber daya alam hayati dan ekosistemnya. (UU No.5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosisitemnya). Pengertian Hutan konservasi adalah kawasan hutan dengan ciri khas tertentu yang mempunyai fungsi pokok pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa 6

serta ekosistemnya. Hutan konservasi terdiri dari kawasan suaka alam, kawasan pelestarian alam dan taman buru. (UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan). Pengelolaan kawasan suaka dalam dan kawasan pelestarian alam bertujuan mengusahakan terwujudnya kelestarian sumber daya alam hayati serta keseimbangan ekosisitemnya sehingga dapat lebih mendukung Upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat dan mutu kehidupan. (PP No. 68 tahun 1998 tentang Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam) Taman Wisata Alam adalah Kawasan hutan yang diperuntukkan secara khusus untuk dibina dan dipelihara guna kepentingan pariwisata dan atau wisata buru (UU No.5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosisitemnya). 2.3 Kebijakan Kehutanan Sesuai dengan pasal 3 Undang-Undang Nomor 41 tahun 1999 tentang Kehutanan, kondisi hutan dan kehutanan Indonesia serta persetujuan DPR-RI periode 2004-2009, visi pembangunan Kehutanan telah ditetapkan sebagai berikut : Terwujudnya Penyelenggaraan Kehutanan untuk Menjamin Kelestarian Hutan dan Peningkatan Kemakmuran Rakyat" Berdasarkan visi tersebut, Depatemen Kehutanan menyelenggarakan pengurusan hutan untuk memperoleh manfaat yang optimal dan lestari serta untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat yang berkeadilan dan berkelanjutan. Departemen Kehutanan melalui Permenhut No.70/Menhut-II/2009 tanggal 7 Desember 2009, menetapkan delapan kebijakan Prioritas Bidang Kehutanan 7

dalam Program Pembangunan Nasional Kabinet Indonesia Bersatu II. Delapan kebijakan prioritas tersebut meliputi : 1. Pemantapan Kawasan, 2. Rehabilitasi Hutan dan Peningkatan Daya Dukung Daerah Aliran Sungai (DAS), 3. Pengamanan Hutan dan Pengendalian Kebakaran Hutan, 4. Konservasi Keanekaragaman Hayati, 5. Revitalisasi Pemanfaatan Hutan dan Industri Kehutanan, 6. Pemberdayaan Masyarakat Hutan dan Industri Kehutanan, 7. Mitigasi dan Adaptasi Perubahan Iklim Sektor Kehutanan, 8. Penguatan Kelembagaan Kehutanan. Berdasarkan UU No. 41 tahun 1999 tentang Kehutanan dan UU No. 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya serta persetujuan DPR-RI periode 2004-2009 tanggal 1 Desember 2004 misi Depatemen Kehutanan dalam pembangunan kehutanan sebagai berikut : 1. Menjamin keberadaaan hutan dengan luasan yang cukup dari sebaran yang proposional. 2. Mengoptimalkan aneka Fungsi hutan dan ekosistem perairan yang meliputi fungsi konservasi, lindung dan produksi kayu, non kayu dan jasa lingkungan untuk mencapai manfaat lingkungan, sosial, budaya dan ekonomi yang seimbang dan lestari. 3. Meningkatkan daya dukung Daerah Aliran Sungai (DAS). 4. Mendorong peran serta masyarakat. 5. Menjamin distribusi manfaat yang berkeadilan dan berkelanjutan. 8

6. Memantapkan koordinasi antar pusat dan daerah. Pembangunan kehutanan kedepan ditujukan untuk mewujudkan pengelolaan hutan lestari yang dapat memberikan kesejahteraan masyarakat yang secara umum tercermin pada kondisi ekologi, sosial ekonomi dan kelembagaan. Dengan mempertahankan kondisi sumberdaya hutan saat ini, kondisi umum yang diinginkan dari sisi ekologi adalah : 1. Sumberdaya hutan dikelola secara optimal sesuai dengan daya dukungnya. 2. Ekonomi masyrakat terutama pada masyarakat yang terlibat dalam pengelolaan sumberdaya hutan meningkat sampai dengan taraf sejahtera. 3. Produk hukum dibidang kehutanan yang berkeadilan didelegasikan secara bertahap kepada pemerintah daerah untuk meningkatkan pelayanan dibidang kehutanan. 4. Pengelolaan sumberdaya hutan yang optimal didukung dengan pengembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Sumber daya manusia yang profesional dan sarana prasarana yang memadai. Sedangkan kondisi social dalam jangka menengah yang diinginkan sebagai berikut: 1. Manfaat hutan meningkat dan terdistribusi secara adil dan merata terutama terhadap masyarakat yang kehidupannya bergantung kepada sumber daya hutan. 2. Peran serta masyarakat dalam pengelolaan sumber daya hutan meningkat secara proposional sesuai dengan kemampuan dan sumberdaya yang dimiliki. 3. Keberadaan masyarakat adat dan hak ulayat di dalam dan sekitar hutan diakui sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan taraf kehidupan meningkat. 9

4. Kualitas kesejahteraan masyarakat, pendidikan dan kebudayaan, kesehatan, perumahan dan lingkungan yang bergantung pada sumber daya hutan terutama yang berada didalam dan sekitar hutan meningkat. Kondisi ekonomi dalam jangka menengah yang diinginkan sebagai berikut : 1. Kontribusi sector Kehutanan terhadap Pendapatan Domestik Bruto (PDB) baik dari kayu, bukan kayu dan jasa lingkungan meningkat secara proposional dan bertahap. 2. Penyerapan tenaga kerja di bidang pemanfaatan hutan, pembangunan HTI, pengelolaan hasil hutan, konservasi dan jasa lingkungan meningkat. 3. Pendapatan riil masyarakat yang bergantung pada sumberdaya hutan terutama yang berada di dalam dan sekitar kawasan hutan meningkat. 4. Sektor kehutanan berperan nyata dalam pembangunan dan pengembangan wilayah. 5. Aneka usaha kehutanan berskala kecil dan menengah dapat berjalan dan terjamin berlanjutnya mulai dari pemenuhan bahan baku sampai pemasaran. 6. Industri kehutanan berskala besar, mulai dari pemanfaatan sampai dengan pngolahan hasil hutan berkembang secara efesien, berkelanjutan dan berdaya saing tinggi yang didorong iklim usaha yang kondusif. 2.4 Faktor Sosial Terhadap Keberadaan TWA Lau Debuk Debuk Faktor sosial yang akan diamati meliputi: a. Pendidikan 10

Berdasarkan penelitian Sandi, R dengan judul Persepsi Masyarakat Sekitar Hutan Tentang Keberadaan HPHTI Toba Pulp Lestari (2006) diperoleh kesimpulan yaitu pendidikan berpengaruh positif terhadap persepsi. b. Umur Umur berkaitan dengan pengalaman dan tindakan, baik dalam melaksanakan pekerjaan maupun mengambil suatu keputusan untuk mencapai suatu tujuan serta merupakan gambaran dari suatu kematangan mental. Diharapkan dengan banyaknya responden berusia produktif nantinya akan diperoleh hasil pandangan yang baik terhadap keberadaan taman wisata alam Lau Debuk Debuk. c. Lama Tinggal Adanya pengaruh negatif antara keberadaan kawasan hutan dengan faktor lama tinggal disebabkan karena masyarakat yang telah lama tinggal dilokasi sekitar kawasan hutan merasa memiliki andil dalam pemanfaatan hasil hutan untuk kepentingan pribadi dan sebagai sumber mata pencaharian keluarga, kesimpulan ini didapatkan dari hasil penelitian Tiorita, H dengan judul Persepsi Masyarakat Sekitar Kawasan Terhadap Keberadaan Cagar Alam Martelu Purba (2008). d. Kelembagaan Kelembagaan merupakan himpunan norma-norma dari segala tingkatan yang berkisar pada suatu kebutuhan pokok di dalam kehidupan masyarakat. Kelembagaan atau pranata sosial sebagai sistem tata kelakuan dan hubungan yang berpusat pada aktivitas-aktivitas untuk memenuhi kompeksitas kebutuhan khusus dalam kehidupan masyarakat. 11

Kelembagaan adalah suatu aturan yang dikenal dan diikuti secara baik oleh anggota masyarakat, yang memberi naungan dan hambatan bagi individu atau masyarakat dalam kelompok. Kelembagaan kadang ditulis secara format dan ditegakkan oleh aparat pemerintah tetapi kelembagaan juga dapat tidak ditulis secara formal seperti aturan adat dan norma yang dianut masyarakat. Kelembagaan umumnya dapat diprediksi dan cukup stabil serta dapat diaplikasikan pada kondisi yang berulang. Kelembagaan adalah kerangka acuan atau hak-hak yang dimiliki individuindividu untuk berperan dalam pranata kehidupan dan juga berarti perilaku dari pranata tersebut. 2.5 Faktor Ekonomi Terhadap Keberadaan TWA Lau Debuk Debuk Tingkat penghasilan responden merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap keberadaan Taman Wisata Alam Lau Debuk Debuk. Apabila masyarakat sudah mempunyai tingkat pendapatan yang memadai, tentunya mereka tidak akan menggantungkan dirinya pada alam. Menurut Barlian (2000) tingkat pendapatan masyarakat merupakan salah satu faktor untuk melihat kemampuan suatu keluarga terutama kemampuan dibidang sosial ekonomi apabila keluarga tersebut sudah berada pada tingkat sejahtera maka sudah barang tentu mereka memilih kemampuan untuk berpartisipasi dalam setiap kegiatan khususnya menjaga kelestarian. Kusumo (1995), juga menambahkan bahwa pendapatan sebagai ukuran kemiskinan. Berdasarkan hal tersebut tingkat pendapatan terhadap keberadaan Taman Wisata Alam Lau Debuk Debuk diuraikan menjadi beberapa bagian yang 12

diharapkan dapat memberikan data yang akurat dalam penentuan pengaruh faktor ekonomi masyarakat terhadap keberadaan Taman Wisata Alam Lau Debuk Debuk, uraian dari tingkat pendapatan tersebut antara lain: a. Pendapatan b. Pengeluaran Rumah Tangga 2.6 Kerangka Pemikiran Daerah pedesaan yang berada di sekitar kawasan hutan merupakan daerah (zone) interaksi yang dapat dikelola sebagai sicial capital oleh pihak pengelola kawasan hutan dan stakeholders terkait. Dengan demikian masyarakat merupakan bagian dari permasalahan itu sendiri. Program kegiatan pengelolaan dan pengembangan daerah sekitar kawasan hutan diarahkan pada upaya pemberdayaan masyarakat yang secara garis besar mencakup : a. program pengembangan kesejahteraan masyarakat b. program pengembangan kesadaran dan kepedulian masyarakat Kegiatan-kegiatan pemberdayaan masyarakat di daerah sekitar kawasan hutan selajutnya dapat dikelompokkan kedalam bentuk-bentuk kegiatan, antara lain meliputi : a. pengembangan ekowisata dan jasa lingkungan b. budidaya dan penangkaran flora dan fauna c. pelestarian sumber daya alam hayati dan ekosistemnya d. pengembangan industri rumah tangga (home industri) e. peningkatan kesadaran, kepedulian dan partisipasi masyarakat 13

f. perlindungan dan pengamanan hutan g. pengembangan usaha tani Pengelolaan dan pengembangan daerah sekitar kawasan hutan harus dilakukan secara terpadu dan merupakan bagian dari pembangunan daerah/wilayah, serta merupakan upaya yang dilakukan pemerintah bersama masyarakat untuk menciptakan sumber penghidupan baru bagi peningkatan kesejahteraannya. Dengan meningkatnya kesejahteraan masyarakat di sekitar kawasan hutan, diharapkan tekanan dan gangguan terhadap potensi kawasan hutan akan semakin berkurang, sehingga kawasan hutan akan dapat berfungsi secara optimal sesuai peruntukannya serta masyarakat yang akan merasakan manfaat fungsi kawasan hutan. Pemilihan jenis kegiatan yang akan dilaksanakan di daerah sekitar hutan merupakan kunci keberhasilan pengelolaan hutan secara lestari. Oleh karena itu kegiatan yang betul-betul sesuai keinginan dan diperlukan oleh masyarakat akan dapat mendorong tumbuhnya partisipasi masyarakat untuk ikut menjaga dan mengamankan kawasan hutan 14

Secara skematis, kerangka pemikiran tentang pengaruh faktor sosial ekonomi masyarakat terhadap keberadaan kawasan hutan Taman Wisata Alam Lau Debuk - Debuk. MASYARAKAT FAKTOR SOSIAL : PENDIDIKAN UMUR LAMA TINGGAL KELEMBAGAAN FAKTOR EKONOMI : PENDAPATAN PENGELUARAN RUMAH TANGGA KEBERADAAN HUTAN TWA 15

2.7 Hipotesis Penelitian Dari landasan teori dan tujuan penelitian maka dapat dirumuskan hipotesa yang akan diuji adalah ada pengaruh faktor sosial ekonomi masyarakat terhadap keberadaan kawasan hutan TWA Lau Debuk - Debuk. yaitu : 1. Ada pengaruh faktor sosial (pendidikan, umur, lama tinggal, kelembagan) masyarakat terhadap keberadaan kawasan hutan TWA Lau Debuk - Debuk 2. Ada pengaruh faktor ekonomi (pendapatan, pengeluaran rumah tangga) masyarakat terhadap keberadaan kawasan hutan TWA Lau Debuk - Debuk 16