BAB II DASAR TEORI. II.1. Dapur Pemanas Pada Kilang Minyak

dokumen-dokumen yang mirip
TUGAS KOROSI FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI LAJU KOROSI

II. TINJAUAN PUSTAKA

ELEKTROKIMIA DAN KOROSI (Continued) Ramadoni Syahputra

Pertemuan <<22>> <<PENCEGAHAN KOROSI>>

BAB II KAJIAN PUSTAKA. yang tersusun dalam prosentase yang sangat kecil. Dan unsur-unsur tersebut

BAB I PEDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pipa merupakan salah satu kebutuhan yang di gunakan untuk

Handout. Bahan Ajar Korosi

BAB I PENDAHULUAN. juga menjadi bisnis yang cukup bersaing dalam perusahaan perbajaan.

BAB I PENDAHULUAN. terjadinya perubahan metalurgi yaitu pada struktur mikro, sehingga. ketahanan terhadap laju korosi dari hasil pengelasan tersebut.

HEAT TREATMENT. Pembentukan struktur martensit terjadi melalui proses pendinginan cepat (quench) dari fasa austenit (struktur FCC Face Centered Cubic)

Moch. Novian Dermantoro NRP Dosen Pembimbing Ir. Muchtar Karokaro, M.Sc. NIP

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kata korosi berasal dari bahasa latin Corrodere yang artinya perusakan

BAB IV PEMBAHASAN. -X52 sedangkan laju -X52. korosi tertinggi dimiliki oleh jaringan pipa 16 OD-Y 5

Perlindungan Lambung Kapal Laut Terhadap Korosi Dengan Sacrificial Anode. Oleh : Fahmi Endariyadi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (C), serta unsur-unsur lain, seperti : Mn, Si, Ni, Cr, V dan lain sebagainya yang

ANALISA PERBANDINGAN LAJU KOROSI MATERIAL STAINLESS STEEL SS 316 DENGAN CARBON STEEL A 516 TERHADAP PENGARUH AMONIAK

Bab II Tinjauan Pustaka

BAB II KOROSI dan MICHAELIS MENTEN

Korosi adalah kerusakan atau degradasi logam akibat reaksi redoks antara suatu. yang tidak dikehendaki. Dalam bahasa sehari-hari, korosi disebut

Gambar 2.1. Proses pengelasan Plug weld (Martin, 2007)

MATERIAL TEKNIK DIAGRAM FASE

I. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki lahan tambang yang cukup luas di beberapa wilayahnya.

Korosi Retak Tegang (SCC) Baja Karbon AISI 1010 dalam Lingkungan NaCl- H 2 O-H 2 S

LAPORAN PRAKTIKUM ILMU LOGAM DAN KOROSI

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

STUDI KINERJA BEBERAPA RUST REMOVER

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu material yang sangat penting bagi kebutuhan manusia adalah

07: DIAGRAM BESI BESI KARBIDA

STRESS CORROSION CRACKING (SCC) A. PENGERTIAN KOROSI RETAK TEGANG (SCC)

II. LATAR BELAKANG PENGOLAHAN AIR

BAB 1 PENDAHULUAN. dibandingkan jenis martensitik, dan feritik, di beberapa lingkungan korosif seperti air

KOROSI. B. Jenis-jenis Korosi 1. Uniform/General Corrosion (Korosi Menyeluruh)

Sidang TUGAS AKHIR. Dosen Pembimbing : Prof. Dr.Ir.Sulistijono,DEA

Pengaruh Polutan Terhadap Karakteristik dan Laju Korosi Baja AISI 1045 dan Stainless Steel 304 di Lingkungan Muara Sungai

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

PROSES PENGERASAN (HARDENNING)

BAHAN BAKAR KIMIA. Ramadoni Syahputra

BAB II LANDASAN TEORI. panas. Karena panas yang diperlukan untuk membuat uap air ini didapat dari hasil

Heat Treatment Pada Logam. Posted on 13 Januari 2013 by Andar Kusuma. Proses Perlakuan Panas Pada Baja

BAB IV HASIL PENELITIAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Korosi Baja Karbon dalam Lingkungan Elektrolit Jenuh Udara

Korosi Retak Tegang (SCC) Baja Karbon AISI 1010 dalam Lingkungan NaCl- H 2 O-H 2 S

HASIL DAN PEMBAHASAN

KERANGKA KONSEP PENELITIAN PENGARUH NITROCARBURIZING TERHADAP LAJU KOROSI, KEKERASAN DAN STRUKTUR MIKRO PADA MATERIAL DUPLEX STAINLESS STEEL

PENGARUH PERLAKUAN PANAS PADA ANODA KORBAN ALUMINIUM GALVALUM III TERHADAP LAJU KOROSI PELAT BAJA KARBON ASTM A380 GRADE C

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Kategori unsur paduan baja. Tabel periodik unsur PENGARUH UNSUR PADUAN PADA BAJA PADUAN DAN SUPER ALLOY

TINJAUAN PUSTAKA. logam dengan lingkungannya [Jones, 1996]. Korosi menjadikan logam kembali

Analisis Perbandingan Laju Korosi Pelat ASTM A36 antara Pengelasan di Udara Terbuka dan Pengelasan Basah Bawah Air dengan Variasi Tebal Pelat

PERCOBAAN LOGAM KOROSI BASAH DAN KOROSI ATMOSFERIK

BAB I. PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

REAKSI REDUKSI DAN OKSIDASI

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Deskripsi Data

MODUL I SIFAT KOLIGATIF LARUTAN Penurunan Titik Beku Larutan

BAB I PENDAHULUAN. mekanik, listrik, kimia dan konstruksi, dan bahkan kehidupan sehari-hari dapat

Elektrokimia. Sel Volta

1 BAB IV DATA PENELITIAN

MATERIAL TEKNIK 5 IWAN PONGO,ST,MT

UNIVERSITAS MERCU BUANA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengaruh Perlakuan Panas Pada Anoda Korban Aluminium Galvalum Iii terhadap Laju Korosi Pelat Baja Karbon Astm A380 Grade C

II. TINJAUAN PUSTAKA. Hujan merupakan unsur iklim yang paling penting di Indonesia karena

Sudaryatno Sudirham ing Utari. Mengenal. Sudaryatno S & Ning Utari, Mengenal Sifat-Sifat Material (1)

Oleh : Didi Masda Riandri Pembimbing : Dr. Ir. H. C. Kis Agustin, DEA.

13 14 : PERLAKUAN PERMUKAAN

Proses Annealing terdiri dari beberapa tipe yang diterapkan untuk mencapai sifat-sifat tertentu sebagai berikut :

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. yang paling berbahaya., karena tidak ada tanda-tanda sebelumnya. Biasanya

PENGARUH VARIASI ph DAN ASAM ASETAT TERHADAP KARAKTERISTIK KOROSI CO 2 BAJA BS 970

PENGARUH LAJU KOROSI PELAT BAJA LUNAK PADA LINGKUNGAN AIR LAUT TERHADAP PERUBAHAN BERAT.

METODE PENINGKATAN TEGANGAN TARIK DAN KEKERASAN PADA BAJA KARBON RENDAH MELALUI BAJA FASA GANDA

Pengaruh Unsur-unsur Paduan Pada Proses Temper:

KIMIA. Sesi POLIMER. A. LOGAM ALKALI a. Keberadaan dan Kelimpahan Logam Alkali. b. Sifat-Sifat Umum Logam Alkali. c. Sifat Keperiodikan Logam Alkali

STUDI EKONOMIS PENGARUH POST WELD HEAT TREATMENT TERHADAP UMUR PIPA

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Berdasarkan definisi dari Deutche Industrie Normen (DIN), las adalah ikatan

FERIT, PERLIT, SEMENTIT, MARTENSIT, DAN BAINIT

LOGO ANALISIS KUALITATIF KATION DAN ANION

BAB II TEORI DASAR. 2.1 Korosi

BAB IV DATA DAN HASIL PENELITIAN

Penentuan Laju Korosi pada Suatu Material

UJIAN NASIONAL TAHUN PELAJARAN 2007/2008

BAB V DIAGRAM FASE ISTILAH-ISTILAH

PENGARUH VARIASI TEMPERATUR PADA PROSES PERLAKUAN PANAS BAJA AISI 304 TERHADAP LAJU KOROSI

BAB II DASAR TEORI. Gambar 2.1 Klasifikasi Baja [7]

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Pengaruh pengelasan..., RR. Reni Indraswari, FT UI, 2010.

SIFAT FISIK DAN MINERAL BAJA

JURNAL SAINS DAN SENI POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-5 1

BUKU PRAKTIS KOROSI DAN LOGAM UNTUK MAHASISWA

2.1 DEFINISI DAN MEKANISME KOROSI

Baja adalah sebuah paduan dari besi karbon dan unsur lainnya dimana kadar karbonnya jarang melebihi 2%(menurut euronom)

Sistem Besi-Karbon. Sistem Besi-Karbon 19/03/2015. Sistem Besi-Karbon. Nurun Nayiroh, M.Si. DIAGRAM FASA BESI BESI CARBIDA (Fe Fe 3 C)

PENGENDALIAN KOROSI. STT Dr.KHEZ MUTTAQIEN PURWAKARTA IWAN PONGO,ST, MT

KIMIA DASAR TEKNIK INDUSTRI UPNVYK C H R I S N A O C V A T I K A ( ) R I N I T H E R E S I A ( )

STT Dr.KHEZ MUTTAQIEN PURWAKARTA IWAN PONGO,ST, MT

BAB I PENDAHULUAN. Peristiwa korosi sering dijumpai dalam kehidupan sehari-hari dan tanpa

Sel Volta KIM 2 A. PENDAHULUAN B. SEL VOLTA ELEKTROKIMIA. materi78.co.nr

Gambar 4.1 Penampang luar pipa elbow

Transkripsi:

BAB II DASAR TEORI II.1. Dapur Pemanas Pada Kilang Minyak Industri pengolahan kilang minyak merupakan industri yang banyak menggunakan peralatan dari baja dan paduannya. Peralatan-peralatan tersebut di gunakan pada proses pengolahan minyak mentah hingga menjadi minyak jadi (BBM) dan hasil hasil sampingannya (NBM). Berbagai macam zat kimia yang korosif akan bersentuhan langsung dengan peralatan. Permasalahan kegagalan material akibat korosi maupun beban mekanik yang lain banyak sekali di jumpai di dalam industri mengolahan minyak Dapur pemanas adalah suatu tempat untuk pengolahan dimana didalamnya terdapat penyekat untuk pemisah antar sel. Ada beberapa bagian yang terdapat di dalam dapur pemanas, diantaranya adalah : batu tahan api (refractory), nyala api (flare/burner) dan pipa berjajar dari atas (inlet) hingga ke bawah (outlet) Gambar 2.1. Posisi pipa didalam dapur pemanas terletak pada dinding (wall) dimana posisinya adalah horisontal yang disangga oleh penyangga (hanger) Gambar 2.3 Teknik Material Dan Metalurgi FTI-ITS 5

Gambar 2.1. Bentuk dapur pemanas secara umum 6 Teknik Material Dan Metalurgi FTI-ITS

Pass 1 2 7 8 1 2 7 8 3 4 5 6 Radian section Radian section 025F101 Cell B (Barat) Cell A (Timur) 3 4 5 6 burner burner Gambar 2.2. Tata letak dapur pemanas pemanas 025F101 Teknik Material Dan Metalurgi FTI-ITS 7

Gambar 2.3 Penyangga (hanger) pada pipa furnace II.2 Teori Dasar Korosi Definisi dari korosi adalah perusakan atau penurunan mutu dari material akibat bereaksi dengan lingkungan (MARS G. FONTANA,1987), dalam hal ini adalah interaksi secara kimiawi. Sedangkan penurunan mutu yang diakibatkan interaksi secara fisik bukan disebut korosi, namun biasa dikenal sebagai erosi dan keausan. Contoh korosi antara lain: karat besi dan paduannya pada temperatur kamar, kerak baja pada temperatur tinggi, noda pada perak, dan lain sebagainya. Menurut jenis reaksinya korosi dibagi menjadi dua yaitu korosi kimia atau biasa disebut korosi kering (Dry Corrosion) dan korosi elektrokimia biasa disebut koros basah (Aqueous Corrosion). Teknik Material Dan Metalurgi FTI-ITS 9

Korosi kimia atau korosi kering atau korosi temperature tinggi atau adalah proses korosi yang terjadi melalui reaksi kimia secara murni yang terjadi tanpa adanya elektrolit atau bisa dikatakan tidak melibatkan air dengan segala bentuknya. Korosi kimia biasanya terjadi pada kondisi temperatur tinggi atau dalam keadaan kering yang melibatkan logam (M) dengan oksigen, nitrogen, sulfida. Proses oksidasinya adalah sebagai berikut : M M ² + 2e ½O 2 + 2e O 2 M +½O 2 MO Pertumbuhan Oksida : 1. Awal proses oksida adalah pembentukan oksida dimana terjadi penarikan oksigen ke permukaan logam. 2. Reaksi antara oksigen dengan logam. 3. Oksidasi terbentuk di permukaan logam 4. Proses berikutnya adalah pertumbuhan oksida yang telah terbentuk. Vm M+ O2- Vo O2 Metal Oxide Oxygen Gambar 2.4. Mekanisme pertumbuhan oksida Teknik Material Dan Metalurgi FTI-ITS 11

1. Oksidasi Penyebab korosi temperatur tinggi adalah : Reaksi yang paling penting pada korosi temperatur tinggi, membentuk lapisan oksida yang dapat menahan serangan dari peristiwa korosi yang lain bila jumlah oksigen dilingkungannya cukup (jumlah oksigen dalam lingkungan disebut oksigen potensial). Tetapi harus terkontrol dan oksidasinya terbentuk dari senyawa dengan unsur unsur yang menguntungkan. 2. Karburasi dan metal dusting Terjadi dalam lingkungan yang mengandung CO, CH4 dan gas hidrokarbon lainnya. Penguraian C kepermukaan logam mengakibatkan penggetasan dan degradasi sifat mekanik lainnya. 3. Nitridasi Terjadi pada lingkungan yang mengandung ammonia, terutama pada potensial oksigen yang rendah. Penyerapan nitrogen yang berlebihan akan membentuk presipitat nitrida di batas butir dan menyebabkan penggetasan. 4. Korosi oleh Halogen Senyawa halida akibat penyerapan halogen oleh logam, dapat bersifat mudah menguap atau mencair pada temperatur rendah. Kenyataan ini mengakibatkan perusakan yang sangat parah. 5. Sulfidasi Terjadi dalam lingkungan yang mengandung bahan bakar atau hasil pembakaran yang mengandung sulfur. Dengan oksigen membentuk SO2 dan SO3 yang bersifat 12 Teknik Material Dan Metalurgi FTI-ITS

pengoksidasi yang kurang agresif dibandingkan H2S yang bersifat pereduksi, tetapi dapat terjadi efek penguatan dengan adanya Na dan K yang akan membentuk uap yang kemudian akan mengendap kepermukaan logam pada temperatur yang lebih rendah dan merudak permukaan 6. Korosi deposit abu dan garam Deposit dapat mengakibatkan turunnya aktifitas oksigen dan menaikkan aktifitas sulfur, sehingga merusak lapisan pasif dan mempersulit pembentukannya kembali. Deposit biasanya mengandung S, Cl, Zn, Pb dan K 7. Korosi karena logam cair Terjadi pada proses yang mempergunakan logam cair, misalnya heat treatment dan refining process. Korosi terjadi dalam bentuk pelarutan logam dan oksidanya akan semakin hebat dengan adanya uap air dan oksigen Sedangkan korosi elektrokimia atau korosi basah terjadi bila reaksinya berlangsung dalam suatu elektrolit dan terjadi perpindahan elektron antara bahan-bahan yang bersangkutan. Reaksi inilah yang banyak terjadi pada proses korosi. II.2.1 Bentuk-bentuk korosi Berdasarkan penyebabnya, korosi dapat dibedakan menjadi : a) Korosi Merata (uniform corrosion), yaitu korosi yang terjadi pada seluruh permukaan logam atau paduan yang bersentuhan dengan elektrolit pada intensitas sama. b) Korosi Galvanic (galvanic corrosion), yaitu korosi yang terjadi bila dua logam yang berbeda berada dalam satu elektrolit, dalam keadaan ini logam yang kurang mulia (anodic) akan terkorosi, bahkan lebih hebat bila paduan tersebut tidak bersenyawa dengan logam lain. Teknik Material Dan Metalurgi FTI-ITS 13

Gambar 2.5 Skema korosi galvanik dari dua logam yang berbeda c) Korosi Celah (crevice corrosion), yaitu korosi lokal yang biasanya terjadi pada sela-sela sambungan logam yang sejenis atau pada retakan di permukaan logam. Hal ini disebabkan perbedaan konsentrasi ion logam atau konsentrasi oksigen antara celah dan lingkungannya. Untuk menerangkan prinsip dasar korosi celah diumpamakan dua buah logam yang direndam dalan air laut, pada mulanya reaksi terjadi diseluruh permukaan meliputi permukaan dalam celah dan permukaan luar celah. Dengan reaksi sebagai berikut : Oksidasi : M M + + e Reduksi : O 2 + 2H 2 O + 4e 4OH - Karena oksigen didalam larutan hanya terdapat dalam jumlah sedikit maka akibatnya oksigen ini akan habis. Sementara itu reduksi oksigen terus terjadi, Sebagai akibat kondisi ini maka didalam celah logam akan terdapat ion logam M + yang diseimbangkan muatannya dengan adanya migrasi ion Cl - MCl ini akan mengalami hidrolisis : M + + Cl - + H 2 O = MOH + H + Cl - Ion H + dan Cl - ini mempercepat laju korosi pada hampir semua jenis logam. 14 Teknik Material Dan Metalurgi FTI-ITS

Gambar 2.6 Mekanisme korosi celah Pada Gambar 2.6 dapat menjelaskan fenomena korosi celah dimana (a) kondisi awal: Korosi terjadi diseluruh permukaan logam (b). Kondisi akhir pelarutan logam hanya terjadi disebelah dalam celah karena keasaman meningkat, konsentrasi ion klorida meningkat, dan reaksi selanjutnya mampu berjalan sendiri d) Korosi sumuran (pitting corrosion), korosi ini terjadi akibat adanya sistem anoda pada logam, dimana daerah tersebut terdapat konsentrasi ion Cl - yang tinggi. Korosi jenis ini sangat berbahaya karena pada bagian permukaan hanya lubang kecil, sedangkan pada bagian dalamnya terjadi proses korosi membentuk sumur yang tidak tampak. Mekanisme korosi ini dapat dijelaskan dari Gambar 2.3 dibawah ini. Karena suatu pengaruh fisik maupun metalurgis (adanya presipitasi karbida maupun inklusi) maka pada permukaan logam terdapat daerah yang terkorosi lebih cepat dibandingkan lainnya. Kondisi ini menimbulkan pit yang kecil, pelarutan logam yang cepat terjadi dalam pit, saat reduksi oksigen terjadi pada permukaan yang rata. Pelarutan logam yang cepat akan mengakibatkan pindahnya ion Cl -. Kemudian didalam pit terjadi proses hidrolisis (seperti pada Crevice Corrosion) yang menghasilkan ion H + dan Cl -. Kedua jenis ion ini Teknik Material Dan Metalurgi FTI-ITS 15

secara bersama sama mempercepat terjadinya pelarutan logam sehingga mempercepat terjadinya korosi. Gambar 2.7 Mekanisme korosi sumuran Mekanisme reaksi yang terjadi yaitu: Pada mulut Pit Terjadi oksidasi FeOH + dan Fe 2+ oleh oksigen terlarut 2FeOH + + 1/2 O 2 + 2H + 2FeOH 2+ + H 2 O 2Fe 2+ + 1/2O + 2H + 2Fe 3+ + H 2 O Diikuti dengan hidrolisis dari produk reaksi diatas FeOH 2+ + H 2 O Fe (OH) + + H + Fe 3+ + H 2 O FeOH 2+ + H + Lalu terjadi presipitasi magnetite (Fe3O4) dan karat 2FeOH 2+ + Fe 2+ + 2H 2 O Fe 3 O 4 + 6H + Fe(OH) 2+ + OH - FeOOH + H 2 O Diluar Pit; terjadi reduksi dari oksigen terlarut O 2 + 2H 2 O + 4e 4OH - Dan reduksi karat menjadi magnetit 3FeOOH + e - Fe 3 O 4 + H 2 O + OH - Dengan adanya reaksi diatas pada daerah sekitar sumuran cenderung untuk menekan laju korosi karena daerah tersebut terpasifasi dengan naiknya ph akibat timbulnya 16 Teknik Material Dan Metalurgi FTI-ITS

ion OH -. Dengan kata lain sumuran secara katodik melindungi bagian lain dari permukaan baja. Terkadang pada dasar sumuran, terdapat larutan terlarut dari garamnya seperti kristal FeCl 2.4H 2 O. Oleh karena korosi sumuran memiliki kecenderungan untuk terjadi dibawah permukaan sehingga mengakibatkan kerusakan yang lebih hebat dibandingkan dengan dipermukaan, sehingga dapat dikatakan korosi sumuran sebagai perioda perantara terjadinya korosi merata. Macam-macam bentuk pitting Berikut ini adalah macam-macam bentuk dari korosi sumuran: Gambar 2.8 Macam-macam bentuk korosi sumuran e) Korosi Batas Butir (intergranular corrosion), yaitu korosi yang terjadi pada batas butir, dimana batas butir sering kali merupakan tempat mengumpulnya impurity atau suatu presipitat dan lebih tegang. Adanya batas butir (grain boundary) banyak memberikan efek didalam aplikasi atau penggunaan suatu material. Jika suatu logam terkorosi secara merata maka batas butir akan terlihat jelas lebih reaktif dibandingkan pada butir material tersebut. Pada beberapa kondisi, pertemuan butir sangat reaktif dan menyebabkan terjadinya korosi pada Teknik Material Dan Metalurgi FTI-ITS 17

batas butir lebih cepat dibandingkan dengan korosi pada butir. Intergranular corrosion akan mengurangi atau menghilangkan kekuatan dari material. f) Selective Leacing, yaitu larutnya salah satu komponen dari suatu paduan, dan ini mengakibatkan paduan yang tersisa akan menjadi berpori sehingga ketahanan korosinya akan berkurang. g) Korosi Erosi (erosion corrosion), yaitu korosi yang diakibatkan gerakan air atau fluida. h) Korosi Tegangan (stress corrosion), yaitu korosi yang terladi sebagai akibat bekerjanya tegangan pada suatu benda yang berada pada media korosif. II.2.2 Pengendalian korosi Secara teoritis proses korosi tidak mungkin dicegah sepenuhnya, karena proses tersebut lebih bersifat alamiah. Namun, bagaimanapun juga usaha untuk menekan atau mencegah proses korosi semaksimal mungkin perlu dilakukan. Pengendalian korosi didasarkan pada beberapa metode, diantaranya metode yang prinsipal adalah pengendalian korosi melalui: Desain dan pemilihan bahan Penggunaan inhibitor(chemistry treatment) Pelapisan(coating) Proteksi Anodik Proteksi Katodik II.3 Korosi pitting pada pipa migas Korosi piting banyak ditemukan pada pipa bertekanan tinggi. Korosi segera terjadi ketika pipa migas beroperasi. Korosi jenis ini banyak teramati pada pipa dengan kadar air yang rendah (0.1%). Korosi piting jarang teramati pada aliran fluida yang 18 Teknik Material Dan Metalurgi FTI-ITS

mengandung air diatas 5%,. Laju korosi meningkat dengan peningkatan konsentrasi CO 2, kadar CO 2 0.5 samapai 1.2 % volume akan membuat laju korosi sangat cepat. Selain itu konsentrasi asam organik akan menimbulkan efek yang sama dengan CO 2 yaitu mempercepat laju korosi. Sifat korosif H 2 S terjadi di dalam fluida asam. Perpaduan H 2 S dan CO 2 akan memberikan efek yang besar tehadap laju korosi. Sebagai catatan penambahan sedikit H 2 S pada larutan asam karbonat akan menurunklan laju korosi merata. Hal ini terjadi karena terbentuknya sulfida besi sebagai produk korosi. Sulfida pada permukaan ini merupakan perpaduan FeS dan FeS 2, pada P SO2 yang rendah terbentuk sulfida besi pada permukaan, sulfida besi ini keras dan sulit untuk hilang, tetapi sulfida besi ini akan tersapu jika P H2S tinggi. Dari aspek metalurgis Ringworm Corrosion dapat terjadi pada pipa yang banyak terdapat CO 2. Bahaya dari korosi tipe ini adalah terbentuknya butiran karbida di dekat ujung bagian yang rusak. Pada area ini terjadi korosi lokal dan mengurangi umur pipa dengan sangat cepat. Korosi jenis ini dapat di kurangi dengan menggunakan pipa over normalized pada seluruh bagian pipa. Beberapa pipa yang telah tua tidak dilakukan normalized karena anggapan fluida yang kurang korosif sehingga akibatnya sering di jumpai Ringworm Corrosion. Kasus ini sering dijumpai pada fluida yang menjadi korosif karena adanya injeksi gas CO 2. II.4 Pipa Baja Karbon Rendah Secara umum pipa yang digunakan dalam suhu tinggi dikelompokkan menjadi tiga kelompok yaitu bejana tekan (pressel vessel), reaktor nuklir dan dapur pemanas. Penelitian ini dikhususkan pada pipa baja karbon rendah yang digunakan pada dapur pemanas dengan spesimen A106B (kadar karbon 0,3%C). Teknik Material Dan Metalurgi FTI-ITS 19

Pada suhu kamar struktur mikro baja karbon rendah terdiri dari ferit dan pearlit seperti yang ditunjukkan dalam grafik Fe-Fe 3 C berikut ini : Gambar 2.9 Diagram Fe Fe3C pada kadar karbon 0,3% 20 Teknik Material Dan Metalurgi FTI-ITS

II.5 Struktur Dan Sifat Material Pada Suhu Tinggi Kondisi penurunan kekuatan akibat mobilitas atom bertambah dengan cepat dialami material pada suhu tinggi. Suhu tinggi juga mengakibatkan mobilitas dislokasi yang lebih besar, melalui mekanisme panjat (climb) dan konsentrasi tempat kosong (vakansi) dalam keadaan seimbang juga bertambah besar jika suhu naik. Dengan naiknya suhu pada material kemungkinan deformasi pada batas butir dapat terjadi. Karakteristik material pada suhu tinggi, khususnya mengenai kekuatan merupakan suatu keharusan untukdiyatakan dalam skala waktu tertentu, sebab pada suhu tinggi kekuatan material sangat tergantung pada laju perubahan regangan dan waktu keberadaannya. Pada suhu ruang, efek anelastik material sangat kecil, namun cukup besar untuk material polimer. Perlu diketahui regangan elastis hanya tergantung pada regangan. Ini merupakan asumsi yang berlaku untuk analisis material berdasarkan teori elastisitas. Namun dalam keadaan khusus, dijumpai ketergantungan regangan elastis material pada waktu, hal inilah yang disebut anelastisitas. Mekanisme lain yang menimbulkan efek anelastis dalam struktur butiran material adalah akibat pengaturan atom interstiti dan substitusi oleh tegangan, sedangkan pergelinciran batas butir, pergerakan dislokasi dan arus thermal interkristalin dan transkristalin adalah akibat anisotropi elastik kristal. Pada suhu tinggi umumnya material yang digunakan adalah baja paduan yang terdiri dari baja paduan rendah (unsur paduannya dibawah 8 %) dan baja paduan tinggi (unsur paduannya diatas 8 %). Baja seperti halnya material yang lain, terdiri dari susunan atom. Untuk lebih memudahkan pengertian, maka dapat dikatakan bahwa atom atom dalam kristal logam tersusun secara teratur dan susunan tersebut menentukan struktur kristal logam. Teknik Material Dan Metalurgi FTI-ITS 21

Susunan atom merupakan tumpukan terkecil dari atom atom yang disebut sel satuan (Cell Unit). Pengertian kristal sering pula disebut sebagai butiran. Penggabungan dari satu atau lebih struktur kristal logam lazim disebut struktur mikro. Pada umumnya logam baja terdiri dari banyak kristal (kristal majemuk), walaupun demikian ada diantaranya (untuk keperluan khusus) hanya terdiri dari satu kristal (kristal tunggal). Tetapi logam dengan kristal majemuk memungkinkan pengembangan berbagai sifat yang dapat memperluas ruang lingkup pemakain baja. Batas pemisah antara dua buah kristal disebut batas butir (grain boundary). Struktur logam murni biasanya terdiri dari kristal dengan sel satuan yang sama dan ini yang sering disebut sebagai logam fasa tunggal, sedangkan untuk logam paduan disamping memiliki kristal majemuk seringkali terdiri dari kristal dengan sel satuan yang berbeda. Tergantung dari jumlahnya, logam tersebut sering disebut sebagai logam fasa majemuk. Bentuk strukturmikro baja paduan sangan tergantung dari jumlah paduan dan prosentase paduan yang ada. Pada suhu kamar umumnya bentuk strukturmikro yang ditemukan adalah bentuk ferit atau perlit, akan tetapi dengan proses perlakuan panas bentuk struktur mikro adalah : Ferit, mempunyai sel satuan bcc, menunjukkan titik mulur yang jelas dan menjadi getas pada suhu rendah. Perlit, merupakan struktur berlapis lapis antara Fe 3 C dan ferit mempunyai sifat yang tangguh, ulet dan kuat, akan tetapi mudah terserang korosi. Austenit, mempunyai sel satuan fcc menunjukkan titik mulur yang jelas tanpa kegetasan pada keadaan dingin, sifatnya lunak, cukup kuat dan tidak bersifat magnet. Martensit, adalah fasa larutan padat lewat jenuh dari karbon dalam sel satuan body centered tetragonal (bct). 22 Teknik Material Dan Metalurgi FTI-ITS

Makin tinggi derajat kejenuhan karbon, makin besar perbandingan satuan sumbu sel satuannya dan makin keras serta makin getas. Bainit, mempunyai sifat antara martensit dan ferit. Cementit, merupakan senyawa antara logam Fe dan C membentuk Fe 3 C, sifatnya keras dan rapuh Teknik Material Dan Metalurgi FTI-ITS 23