BAB I PENDAHULUAN. seperti ini sering terjadi dalam berbagai aspek kehidupan di masyarakat, baik itu

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Tidak bisa dipungkiri bahwa saat ini setiap individu pasti pernah mengalami

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Berbagai definisi serta konsep mengenai bullying telah banyak

1. PENDAHULUAN. Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

INTENSITAS TERKENA BULLYING DITINJAU DARI TIPE KEPRIBADIAN EKSTROVERT DAN INTROVERT

BAB I PENDAHULUAN. ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang

BAB I PENDAHULUAN. Hubungan Kontrol..., Agam, Fakultas Psikologi 2016

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. merupakan penelitian yang menekankan analisisnya pada data-data numerical

BAB I PENDAHULUAN. individu dengan individu yang lain. Untuk mewujudkannya digunakanlah media

BAB I PENDAHULUAN. Bullying atau ijime adalah masalah umum di setiap generasi dan setiap

BAB I PENDAHULUAN. Salah satunya adalah krisis multidimensi yang diderita oleh siswa sebagai sumber

BAB 1 PENDAHULUAN. lingkungan sekolah, banyak siswa yang melakukan bullying kepada siswa lainnya

BULLYING. I. Pendahuluan

BAB I PENDAHULUAN. diharapkan mampu melanjutkan estafet pembangunan bangsa ini. Namun,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. untuk berpikir, kemampuan afektif merupakan respon syaraf simpatetik atau

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dewasa ini sering kita dengar tentang banyaknya kasus kekerasan yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha 1

BAB I PENDAHULUAN. ketika menggunakan teknologi informasi ini (Flourensia, 2012: 22). Pada

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan periode baru didalam kehidupan seseorang, yang

BAB I PENDAHULUAN. yang menunjukkan kebaikan dan perilaku yang terpuji. Akan tetapi, banyak kita

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kegiatan belajar dengan aman dan nyaman. Hal tersebut dapat terjadi, karena adanya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2016 HUBUNGAN ANTARA CYBERBULLYING DENGAN STRATEGI REGULASI EMOSI PADA REMAJA

I. PENDAHULUAN. bullying. Prinsipnya fenomena ini merujuk pada perilaku agresi berulang yang

BAB I RENCANA PENELITIAN. formal, pendidikan dilakukan oleh sebuah lembaga yang dinamakan sekolah,.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Remaja merupakan generasi penerus bangsa di masa depan, harapanya

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. yang kompleks yang merupakan hasil interaksi berbagai penyebab dari keadaan

BAB I PENDAHULUAN. aspek kehidupan terutama dalam bidang pendidikan. Terselenggaranya layanan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kekerasan dalam pacaran bukan hal yang baru lagi, sudah banyak

BAB II KEKERASAN YANG DI LAKUKAN OLEH GURU TERHADAP ANAK DI LINGKUNGAN SEKOLAH. A. Bentuk-Bentuk Tindak Pidana Kekerasan di lingkungan Sekolah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini menyajikan hal-hal yang menjadi latar belakang penelitian,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. membentak, dan berbicara kasar. Hal tersebut mengindikasikan bahwa agresivitas

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sebagai makhluk sosial, manusia tidak akan dapat bertahan hidup sendiri.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sekolah merupakan lembaga formal yang dirancang untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. LatarBelakang. individu khususnya dibidang pendidikan. Bentuk kekerasan yang sering dilakukan

H, 2016 HUBUNGAN ANTARA REGULASI EMOSI DAN KONTROL DIRI DENGAN PERILAKU BULLYING

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. A. LatarBelakangMasalah. dalam mengantarkan peserta didik sehingga dapat tercapai tujuan yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Hasil proyeksi sensus penduduk 2011, jumlah penduduk Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. peserta didik. Banyak yang beranggapan bahwa masa-masa sekolah adalah masa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Perilaku Bullying. ketidaknyamanan fisik maupun psikologis terhadap orang lain. Olweus

BAB I PENDAHULUAN. Internet memberikan banyak manfaat bagi penggunanya, meskipun

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Perubahan zaman yang semakin pesat ini membawa dampak ke berbagai

BAB I PENDAHULUAN. kognitif, dan sosio-emosional (Santrock, 2007). Masa remaja (adolescence)

HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH ORANG TUA DENGAN KECEMASAN KOMUNIKASI PADA REMAJA DI JAKARTA BAB 1 PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sekolah merupakan sebuah lembaga atau tempat yang dirancang untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

Pengembangan Agresi o Sejak usia prasekolah beberapa anak menunjukkan tingkat abnormalitas yang tinggi terhadap permusuhan atau perlawanan. o Anak mel

I. PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa manusia menemukan jati diri. Pencarian. memiliki kecenderungan untuk melakukan hal-hal diluar dugaan yang

Pengertian tersebut didukung oleh Coloroso (2006: 44-45) yang mengemukakan bahwa bullying akan selalu melibatkan ketiga unsur berikut;

BAB I PENDAHULUAN. suatu bangsa, apabila rakyat cerdas maka majulah bangsa tersebut. Hal ini senada

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Masa remaja merupakan suatu fase perkembangan antara masa kanakkanak

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan ideologi, dimana orangtua berperan banyak dalam

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nurlaela Damayanti, 2013

BAB II LANDASAN TEORITIS

UKDW. Bab 1 Pendahuluan. 1. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Feist (2010:134) kajian mengenai sifat manusia pertama kali

BAB I PENDAHULUAN. terselenggara apabila dipengaruhi oleh suasana kondusif yang diciptakan oleh

BAB I PENDAHULUAN. minat, sikap, perilaku, maupun dalam hal emosi. Tingkat perubahan dalam sikap

BAB I PENDAHULUAN. tindak kekerasan di dalam rumah tangga khususnya yang berkaitan dengan anak.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Maraknya perilaku agresif saat ini yang terjadi di Indonesia,

DAMPAK PSIKOLOGIS BULLYING

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Bullying. itu, menurut Olweus (Widayanti, 2009) bullying adalah perilaku tidak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kebutuhan, menempatkan kebutuhan individu akan harga diri sebagai kebutuhan pada level

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. yang menyangkut remaja kian hari kian bertambah, baik itu dari sosial

BAB I PENDAHULUAN. berperilaku dan segala sifat yang membedakan antara individu satu dengan individu

PENYUSUNAN SKALA PSIKOLOGIS KORBAN CYBER BULLYING. Dosen Pengampu: Prof. Dr. Edi Purwanta, M.Pd Dr. Ali Muhtadi, M.Pd

BAB I PENDAHULUAN. masalah yang ringan seperti mencontek saat ujian, sampai pada perkelahian

BAB 1 PENDAHULUAN. Masa remaja adalah periode perkembangan disaat individu mengalami

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. batas kewajaran. Kekerasan yang mereka lakukan cukup mengerikan, baik di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Saat ini berbagai masalah tengah melingkupi dunia pendidikan di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kesehatan mental adalah keadaan dimana seseorang mampu menyadari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menjadikannya sebagai insal kamil, manusia utuh atau kaffah. Hal ini dapat terwujud

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Iceu Rochayatiningsih, 2013

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. jejaring sosial. Direktur Pelayanan Informasi Internasional Ditjen Informasi dan

BAB I PENDAHULUAN. mengatakan mereka telah dilukai dengan senjata. Guru-guru banyak mengatakan

BAB I PENDAHULUAN. Anak usia sekolah (6-12 tahun) disebut juga sebagai masa anak-anak

BAB I PENDAHULUAN. siswa atau murid di lingkungan sekolahnya. Masalah yang sering muncul

BAB I PENDAHULUAN. dengan Internet dalam segala bidang seperti e-banking, e-commerce, e-government,eeducation

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Diah Rosmayanti, 2014

BAB I PENDAHULUAN. baik dari faktor luar dan dalam diri setiap individu. Bentuk-bentuk dari emosi yang

BAB I PENDAHULUAN. meneruskan perjuangan dan cita-cita suatu negara (Mukhlis R, 2013). Oleh karena

Pedologi. Penganiayaan Anak dan Kekerasan dalam Rumah Tangga. Yenny, M.Psi. Psikolog. Modul ke: Fakultas Psikologi. Program Studi Psikologi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latarbelakang. mengalami krisis moral para pelajar. Problematika siswa saat ini mencoreng dunia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menimbulkan konflik, frustasi dan tekanan-tekanan, sehingga kemungkinan besar

BAB 1 PENDAHULUAN. perilaku agresi, terutama di kota-kota besar khususnya Jakarta. Fenomena agresi

BAB I PENDAHULUAN. pengaruh antara pendidik dengan yang di didik (Sukmadinata, 2011).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. pesat di seluruh belahan dunia, yakni salah satunya termasuk di Indonesia. Media

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. adalah bahwa aksi-aksi kekerasan baik individual maupun massal sudah

BAB I PENDAHULUAN. dewasa madya, dan dewasa akhir. Masa dewasa awal dimulai pada umur 18

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. 2010). Hal tersebut sejalan dengan Undang-Undang No.20 Tahun 2003 tentang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan negara yang tiap elemen bangsanya sulit

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Yuyun Yuniarsih, 2014 Perilaku sosial remaja tunadaksa yang menggunakan jejaring sosial

METODE PENELITIAN Desain, Tempat dan Waktu Cara Pemilihan Contoh

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia merupakan makhluk sosial yang selalu berinteraksi dengan lingkungannya. Tidak jarang dalam bersosialisasi tersebut banyak menimbulkn perbedaan yang sering kali dapat memicu terjadinya konflik antar sesama. Hal seperti ini sering terjadi dalam berbagai aspek kehidupan di masyarakat, baik itu lingkungan pendidikan, dunia kerja dan bahkan lingkungan masyarakat yang lebih luas lagi. Konflik tersebut sering kali mengandung tindakan negatif, perilaku agresif secara fisik atau lisan, terjadi secara berulang-ulang dan dilakukan secara sengaja terhadap individu yang tidak berdaya. Hal tersebut biasanya disebut dengan bullying Olweus (dalam Kowalski, 2008 ). Praktik bullying ataupun kekerasan di sekolah, merupakan salah satu dari isu-isu pendidikan yang tak kunjung reda penanganan masalahnya. Sekolah yang semestinya memberikan rasa aman dan nyaman bagi anak-anak untuk menimba ilmu serta membantu dalam pembentukan karakter pribadi yang positif ternyata malah menjadi tempat tumbuhnya praktik-praktik kekerasan. Kekerasan dalam pendidikan merupakan perilaku yang melampaui batas kode etik dan aturan dalam pendidikan, baik dalam bentuk fisik maupun pelecehan atas hak seseorang. Maraknya pemberitaan-pemberitaan di media cetak maupun elektronik mengenai aksi kekerasan di sekolah menjadi bukti bahwa telah tercerabutnya nilai-nilai kemanusiaan. Tentunya kasus-kasus kekerasan tersebut tidak saja 1

2 mencoreng citra pendidikan yang selama ini dipercaya oleh banyak kalangan sebagai sebuah tempat di mana proses humanisasi berlangsung, tetapi juga menimbulkan sejumlah pertanyaan, bahkan gugatan dari berbagai pihak yang semakin kritis mempertanyakan esensi pendidikan di sekolah dewasa ini. Permasalahan bullying sendiri terjadi tidak hanya di Indonesia saja, tetapi juga di negara-negara maju seperti Amerika Serikat, Israel dan Eropa pun sering sekali terjadi bullying. Dari data National Mental Health and Education Center tahun 2004 di Amerika diperoleh data bahwa bullying merupakan bentuk kekerasan yang umumnya terjadi dalam lingkungan sosial antara 15% dan 30% siswa adalah pelaku bullying dan korban bullying. Fenomena bullying di Indonesia sudah lama muncul. Akan tetapi belum mendapatkan perhatian yang serius dari pemerintah. Sebagian besar sekolah maupun perguruan tinggi serta perusahaan-perusahaan pun belum menerapkan kebijakan pencegahan dan prosedur mengatasi kasus bullying. Rendahnya kesadaran masyarakat dan lembaga pendidikan terhadap bullying berakibat kasus bullying yang terjadi di lembaga pendidikan cenderung ditutup-tutupi dan tidak jarang oknum-oknum di lembaga pendidikan malah mengancam pihak pelapor. Fenomena tersebut setidaknya pernah terjadi dalam kasus IPDN/STPDN yang dibongkar oleh Inu kencana Syafe i.terakhir Inu Kencana Syafe i membongkar kasus bullying yang dialami oleh praja IPDN yang bernama Cliff Muntu. Praja muda tersebut tewas setelah disiksa para seniornya. Awalnya Cliff tidak berniat untuk melanjutkan pendidikan di IPDN. Apalagi dia juga sudah mendengar kasus

3 kematian Wahyu Hidayat seorang taruna yang menemui ajalnya pada tahun 2003 setelah sejumlah senior menyiksanya melampaui batas kewajaran (Okezone, 2010). Fenomena bullying lainnya juga pernah terjadi di Sekolah Dasar Santa Maria di Purwokerto, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, seorang guru tega menganiaya belasan siswanya. Hingga membuat beberapa kepala siswanya terluka dan memar (Detik, 2010). Kasus lain terjadi di Yogya, kasus hinaan Florence yang berujung bui. Florence mengungkapkan kekesalannya di akun media sosial path yang berisi hinaan kepada warga Yogya. Status tersebut kemudian di sebar di media jejaring sosial dan mendapat reaksi negatif (Merdeka, 2014). Ada banyak sekali jenis bullying. Menurut Coloroso (2007) membagi jenisjenis bullying ke dalam empat jenis. Yaitu bullying secara verbal, fisik, relasional, dan elektronik. Bullying verbal biasanya dengan memberikan panggilan yang bersifat mengejek, memarahi, menghina, atau bahkan mencela. Fenomena bullying secara verbal itu sendiri yaitu biasanya yang sering terjadi di sekolah. Seorang anak yang saling mengejek di sekolahan. Bullying secara fisik biasanya dengan memukul, menampar, mencekik, menggigit atau menendang. Kasus seperti ini seperti yang terjadi di Sekolah Dasar Santa Maria di Purwokerto, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, seorang guru tega menganiaya belasan siswanya. Hingga membuat beberapa kepala siswanya terluka dan memar. Bullying secara relasional ini termasuk bullying dalam kategori pelemahan harga

4 diri korban secara sistematis melaui pengabaian. Bullying bentuk ini biasanya meliputi pengucilan, pengabaian bahkan penghindaran. Pesatnya perkembangan teknologi saat ini membuat aksi bullying tidak hanya dilakukan di dunia nyata saja, namun juga di dunia maya. Bully yang seperti ini bisa disebut juga dengan cyberbullying. Contoh cyberbullying yang paling marak saat ini bully lewat sosial media. Kejahatan yang terjadi dalam konteks sosial media ini pada awalnya memang terbatas pada bullying secara verbal seperti perang kata-kata, mengirim pesan berupa hinaan atau ancaman, menyebarkan gosip, membuat akun palsu target dan melakukan aktivitas seperti update status, mengirim pesan atau komentar yang merusak nama baik target, mengunggah informasi pribadi target tanpa ijin dan masih banyak lagi aksi lainnya. Namun, ternyata hal ini bisa berujung pada kriminalitas, seperti percobaan pembunuhan, bahkan tidak sedikit korban bullying lewat sosial media berakhir bunuh diri. Bullying elektronik atau biasanya disebut sebagai cyberbullying biasanya terjadi melalui sarana elektronik seperti komputer, handphone, internet, website, dan sebagainya. Kasus bullying tersebut seperti yang terjadi terjadi di Yogya pada tahun 2014, kasus hinaan Florence yang berujung bui. Florence mengungkapkan kekesalannya di akun media sosial path yang berisi hinaan kepada warga Yogya. Status tersebut kemudian di sebar di media jejaring sosial dan mendapat reaksi negatif. Tidak ada tingkah laku yang terjadi begitu saja tanpa alasan, pasti ada latar belakang atau faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya bullying pada individu.

5 Olwes (1993) mengemukakan beberapa sumber psikologis munculnya perilaku bullying. Pertama, pelaku bullying memiliki keinginan yang kuat untuk kekuasaan dan dominansi. Mereka terlihat sangat menikmati dalam mengontrol orang lain dan adanya keinginan untuk menguasai orang lain dalam maksud yang tidak baik. Kedua, pelaku bullying dibesarkan di dalam keluarga yang otoriter dengan tingkat kepaduan yang rendah dan menunjukkan sikap bermusuhan. Orang tua beranggapan bahwa pendapat orang tualah yang benar dan tidak menghargai pendapat anak. Ketiga, ada komponen keuntungan atas perilaku mereka. Pelaku bullying terkadang suka memakan korban. Pelaku bullying menginginkan korban untuk memberikan apa yang dia inginkan dari korban. Entah itu berupa rokok, uang atau sesuatu yang dianggap berharga bagi pelaku bullying. Dari beberapa faktor di atas, diduga pola asuh orang tua sangat berpengaruh penting terhadap perilaku bullying. Dari pola asuh orang tua tersebut lambat laun dapat membentuk suatu kepribadian pada anak. Pratiwi (2011) dalam penelitiannya mengungkapkan tiga hal yang menjadi dorongan internal individu dalam melakukan tindakan cyberbullying, yaitu emosi yang dirasakan, karakteristik kepribadian, serta persepsi terhadap korban. Dari penelitian tersebut menunjukkan bahwa kepribadian mempengaruhi kecenderungan seseorang dalam mengekspresikan dirinya di media sosial. Remaja dengan kepribadian ekstrovert cenderung lebih terbuka dan lebih emosional dalam mengekspresikan perasaannya. Sedangkan remaja dengan kepribadian introvert cenderung lebih tertutup. Walaupun tidak dipungkiri juga remaja dengan kepribadian introvert

6 justru cenderung lebih terbuka dalam mengeksplor dirinya secara anonim melalui online. Dalam penelitian lainnya yang dilakukan oleh Romeo dkk (2013), menyatakan bahwa profil kepribadian menentukan individu untuk menjadi korban bullying. Serta dijelaskan bahwa individu yang menjadi korban bullying pasti mempunyai ciri khas dalam profil kepribadian. Pada penelitian yang dilakukan oleh Romeo dkk, 48 korban di evaluasi dengan cara medis dan penilaian psikologis menggunakan MMPI-2 menunjukkan peningkatan abnormalitas pada skala Hs (Hypochondria), D (Depression), Hy (Hysteria) dan Pa (Paranoia). Menurut Lewis (Alwisol, 2009) menyatakan bahwa manusia dibedakan kepada karakter-karakter serta kepribadian yang dipunyai oleh setiap individu. Masing-masing memiliki ciri-ciri tersendiri, sikap, dan pola berfikir sendiri yang banyak dipengaruhi oleh keadaan lingkungan mereka dibesarkan dan bentuk pendidikan yang diperoleh. Jadi kepribadian seseorang tersebut dipengaruhi oleh lingkungan keluarga serta pendidikan yang diperoleh. Kepribadian (personality) itu sendiri adalah suatu pola pikir, emosi, dan perilaku yang bertahan dan berbeda yang menjelaskan cara seseorang beradaptasi dengan dunia. Kepribadian merupakan aspek psikologi yang penting dalam menentukan perilaku individu. Jika perkembangan kepribadian berjalan normal sepanjang masa kanak-kanak dan remaja, di dalamnya tersirat potensi laten dalam bentuk sikap, tanggung jawab, penghayatan nilai-nilai, penghargaan diri dan

7 lingkungan, serta karakteristik lainnya menuju pembentukan kepribadian dewasa. Namun sebaliknya jika kepribadian mengalami penyimpangan, semua unsurunsur penting yang mendasari realisasi diri akan terhambat. Sehingga bisa mengganggu kehidupan sosial yang normal dan baik. Terdapat beberapa pendekatan yang dikemukakan oleh para ahli untuk memahami kepribadian individu. Salah satunya adalah Five Factor Model atau yang lebih sering disebut dengan Big Five Personality. Big Five Personality adalah teori faktor trait dengan lima kategori sifat secara umum meliputi emosi, tindakan, dan faktor sosial (Pervin, 2005). Feist (2008) menuliskan di dalam bukunya bahwa pendekatan trait ini menunjukkan sejumlah permanensi dalam usia yang berarti bahwa orang dewasa cenderung mempertahankan struktur kepribadian yang sama ketika usia mereka semakin bertambah. Selanjutnya kepribadian adalah sebuah karakteristik di dalam diri individu yang relatif menetap, bertahan, memiliki pengaruh terhadap cara individu berpikir dan berperilaku terhadap lingkungan. Pervin (2005) menyatakan bahwa big five adalah teori faktor trait dengan lima kategori sifat secara umum meliputi emosi, tindakan, dan faktor sosial. Lima trait kepribadian tersebut yakni trait conscientiousness (kenuranian), extraversion (keterbukaan), agreableness, neurotisisme (ketidakstabilan emosional), openness to experience (terbuka pada pengalaman). Pada dasarnya tingkah laku yang dimiliki individu dalam hal ini perilaku bullying tidak bisa dipisahkan dari kepribadian yang mereka miliki. Apa yang menyebabkan pelaku atau korban

8 bullying melakukan hal tersebut pada orang lain tentu salah satunya didasari oleh sifat, karakter, maupun kepribadian yang dimiliki pada masing-masing individu. Berdasarkan uraian di atas maka peneliti ingin meneliti hubungan antara big five personality dengan bullying (tradisional bullying dan cyberbullying). B. Pertanyaan Penelitian Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas, maka peneliti merumuskan masalah penelitian Apakah ada hubungan antara big five personality dengan perilaku bullying (bullying tradisional dan cyberbullying) pada siswa SMP Darul Muttaqien Jakarta Selatan. C. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara big five personality dengan perilaku bullying (bullying tradisional dan cyberbullying) pada siswa SMP Darul Muttaqien Jakarta Selatan. D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan dan menambah literatur yang bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan, khususnya psikologi sosial dan psikologi pendidikan yang berkaitan dengan big five personality dan hubungannya dengan perilaku bullying (bullying tradisional dan cyberbullying) pada siswa SMP Darul Muttaqien Jakarta Selatan.

9 2. Manfaat Praktis Memberikan informasi khususnya bagi siswa dan lembaga pendidikan yang terkait mengenai big five personality dengan perilaku bullying (bullying tradisional dan cyberbullying) pada siswa SMP Darul Muttaqien Jakarta Selatan.