BAB I PENDAHULUAN. Sebanyak 18% kebutaan di dunia disebabkan oleh kelainan refraksi. Di Asia,

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. hampir 25% populasi atau sekitar 55 juta jiwa (Anma, 2014). Hasil Riset

Hubungan Gaya Hidup dengan Miopia Pada Mahasiswa Fakultas. Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

BAB I PENDAHULUAN. Miopia dapat terjadi karena ukuran aksis bola mata relatif panjang dan disebut

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Hubungan Kebiasaan Melihat Dekat dengan Miopia pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara. Sahara Miranda* Elman Boy**

BAB I PENDAHULUAN. Sebagian besar miopia berkembang pada anak usia sekolah 1 dan akan stabil

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. panjang, sehingga fokus akan terletak di depan retina (Saw et al., 1996). Miopia

BAB I PENDAHULUAN. Penglihatan adalah salah satu indera yang sangat penting bagi manusia

BAB 1 PENDAHULUAN. dapat diatasi (American Academy of Ophthalmology, 2010).

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Penglihatan merupakan indra yang sangat penting dalam menentukan

Pengaruh Aktivitas Luar Ruangan Terhadap Prevalensi Myopia. di Desa dan di Kota Usia 9-12 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. 2 dekade terakhir ini. Perdebatan semakin meningkat pada abad ini tentang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Mata merupakan organ penting dalam tubuh kita. Sebagian besar

HUBUNGAN ANTARA FAKTOR KETURUNAN, AKTIVITAS MELIHAT DEKAT DAN SIKAP PENCEGAHAN MAHASISWA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS RIAU TERHADAP KEJADIAN MIOPIA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. bayangan benda yang jauh jatuh di depan retina (Schmid, 2015). Menurut survei

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Selama 20 tahun terakhir, telah terjadi kemajuan besar dalam bidang teknologi

BAB I PENDAHULUAN. berdampak pada kehidupan sehari-hari. Pekerjaan dan segala hal yang sedang. saatnya untuk memperhatikan kesehatan mata.

KARYA TULIS ILMIAH. Disusun oleh MUHAMMAD IRFAN RIZALDY PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 : PENDAHULUAN. berbagai informasi visual yang digunakan untuk melaksanakan berbagai kegiatan,

KARYA TULIS ILMIAH HUBUNGAN GAYA HIDUP DENGAN MIOPIA PADA MAHASISWA FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. kriteria sebanyak 77 orang. Sampel diuji menggunakan tes Saphiro-Wilk dan. Tabel 1. Karakteristik subjek penelitian

HANG TUAH MEDICAL JOURNAL

BAB I PENDAHULUAN. Mata adalah salah satu indera yang penting bagi manusia. Melalui mata

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Mata adalah panca indera penting yang perlu. pemeriksaan dan perawatan secara teratur.

PERBANDINGAN KADAR VITAMIN D DARAH PENDERITA MIOPIA DAN NON MIOPIA

BAB I PENDAHULUAN. sejajar yang berasal dari jarak tak terhingga masuk ke mata tanpa akomodasi dan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. prestasi belajar pada mahasiswa. Penelitian ini dilakukan di Fakultas

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. ditandai dengan berat badan diatas rata-rata dari indeks massa tubuh (IMT) yang di

BAB I PENDAHULUAN. Overweight dan obesitas adalah dua istilah yang berbeda. Overweight

BAB 1 PENDAHULUAN. Kebutaan merupakan suatu masalah kesehatan di dunia, dilaporkan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. Miopia adalah suatu kelainan refraksi karena kemampuan refratif mata

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Nyeri kepala merupakan keluhan yang sering dijumpai di tempat

BAB I PENDAHULUAN. Miopia adalah suatu kelainan refraksi dimana sinar-sinar sejajar yang

BAB I PENDAHULUAN. adanya permainan audiovisual yang sering disebut dengan video game.

BAB I PENDAHULUAN. dengan satu mata. Ruang pandang penglihatan yang lebih luas, visus mata yang

The Correlation of Heredity Factors with Myopia Among Students of Faculty of Medicine and Health Science Muhammadiyah University of Yogyakarta

BAB 1 PENDAHULUAN. titik yang tajam. Kelainan refraksi dikenal dalam bentuk miopia, hipermetropia dan

BAB IV METODE PENELITIAN. Ruang lingkup penelitian adalah bidang oftalmologi. Penelitian dilakukan pada bulan Maret 2015 sampai bulan April 2015.

BAB I PENDAHULUAN. Pesatnya perkembangan teknologi dewasa ini menjadikan seseorang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

TINJAUAN PUSTAKA. tepat di retina (Mansjoer, 2002). sudah menyatu sebelum sampai ke retina (Schmid, 2010). Titik fokus

Prevalensi Kelainan Tajam Penglihatan pada Pelajar SD X Jatinegara Jakarta Timur

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEJADIAN MIOPI PADA MURID SMA NEGERI 3 BANDA ACEH

BAB I PENDAHULUAN.

FAKTOR RISIKO MIOPIA PADA MAHASISWA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS DIPONEGORO ANGKATAN

BAB I PENDAHULUAN. dokter (Harsono, 2005). Nyeri kepala dideskripsikan sebagai rasa sakit atau rasa

BAB I PENDAHULUAN. diterapkan untuk memproses dan mengirimkan informasi dalam bentuk. memasyarakat dikalangan anak-anak. Hal ini mungkin menjadi suatu

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dimana-mana, baik instansi pemerintah, tempat umum, seperti ; pasar, rumah

Cross sectional Case control Kohort

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Penyakit diare merupakan salah satu penyebab. mortalitas dan morbiditas anak di dunia.

BAB I PENDAHULUAN. Sindroma metabolik merupakan kumpulan kelainan metabolik komplek

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. tidak terletak pada satu titik yang tajam (Ilyas, 2006), kelainan refraksi merupakan

BAB I PENDAHULUAN. yang harus di perhatikan. Video game yang memiliki unsur kekerasan kini

BAB I PENDAHULUAN. aliran darah dalam vena mengalami arah aliran retrograde atau aliran balik

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Metode. Sampel yang diuji adalah 76 anak astigmatisma positif dengan derajat dan jenis astigmatisma yang tidak ditentukan secara khusus.

BAB III METODE PENELITIAN. paparan masing masing subjek kasus dan kontrol. Penelitian ini merupakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. populasi masyarakat yang menderita alergi. Suatu survei yang dilakukan oleh World

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Bola mata terletak di dalam kavum orbitae yang cukup terlindung (Mashudi,

BAB I PENDAHULUAN. WHO menyatakan bahwa obesitas sudah merupakan suatu epidemi global,

BAB 1 : PENDAHULUAN. kapasitas kerja fisik pekerja, serta melindungi pekerja dari efek buruk pajanan hazard di

FAKTOR RISIKO MIOPIA PADA MAHASISWA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS DIPONEGORO ANGKATAN

Keluhan Mata Silau pada Penderita Astigmatisma Dibandingkan dengan Miopia. Ambient Lighting on Astigmatisma Compared by Miopia Sufferer

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. sebagai salah satu penyakit mematikan di dunia. Sampai saat ini, kanker

BAB I PENDAHULUAN. mengalirkan darah ke otot jantung. Saat ini, PJK merupakan salah satu bentuk

SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Mencapai Derajat Sarjana S-1 Keperawatan

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. berpenghasilan rendah dan menengah. Urbanisasi masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Hipertensi merupakan suatu keadaan terjadinya peningkatan tekanan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kesejahteraan penduduk saat ini diketahui menyebabkan peningkatan usia harapan

BAB I PENDAHULUAN. penyakit gula. DM memang tidak dapat didefinisikan secara tepat, DM lebih

BAB I. dan loffler dengan bentuk basil tuberculosis (Soesanti et al., 2006).

BAB I PENDAHULUAN. Obesitas merupakan suatu kondisi dimana terjadi penumpukan lemak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dibandingkan populasi anak sehat (Witt et al., 2003). Pasien dengan penyakit

BAB 1 PENDAHULUAN. secara rasional mudah menyebabkan kelebihan masukan yang akan. menimbulkan berat badan meningkat (Sismoyo, 2006).

BAB I PENDAHULUAN. penderita kebutaan dari 285 juta penderita gangguan penglihatan di dunia. Sepertiga

KARYA TULIS ILMIAH HUBUNGAN MIOPIA TERHADAP PRESTASI BELAJAR PADA ANAK USIA SEKOLAH DASAR. Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Obesitas merupakan keadaan yang menunjukkan ketidakseimbangan

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. lahir adalah Angka Kematian Bayi (AKB). Angka tersebut merupakan indikator

BAB I PENDAHULUAN. sebelum dan selama menstruasi bahkan disertai sensasi mual. 1 Dalam istilah

BAB I PENDAHULUAN. Preeklamsia dan eklamsia merupakan masalah kesehatan yang. memerlukan perhatian khusus karena preeklamsia adalah penyebab kematian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dimana terjadi penurunan hemoglobin (Hb) atau sel darah merah <11 gr/dl selama

BAB I PENDAHULUAN. dalam darah dengan bantuan lipoprotein juga merupakan hasil konvert kelebihan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Akne vulgaris (jerawat) merupakan penyakit. peradangan kronis pada unit pilosebaseus yang sering

Hubungan Perilaku dan Status Refraksi Keluarga dengan Kejadian Miopia pada Anak Usia Sekolah di Rumah Sakit Mata Solo. Abstrak

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. selanjutnya. Bayi berat lahir nornal mempunyai potensi tumbuh kembang yang. lebih baik dibandingkan dengan berat lahir rendah.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 : PENDAHULUAN. konflik batin serta kondisi sakit yang diderita oleh tenaga kerja. (1)

BAB I PENDAHULUAN. World Health Organization mengidentifikasikan masa remaja

PREVALENSI KELAINAN REFRAKSI DI POLIKLINIK MATA RSUP H. ADAM MALIK MEDAN TAHUN Oleh: ZAMILAH ASRUL

BAB I PENDAHULUAN. hidrasi (penambahan cairan) lensa, denaturasi protein lensa atau akibat keduaduanya

BAB I. PENDAHULUAN A.

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Kelainan refraksi merupakan salah satu penyebab kebutaan di dunia. Sebanyak 18% kebutaan di dunia disebabkan oleh kelainan refraksi. Di Asia, prevalensi kelainan refraksi sebesar 44% (Ariestanti, 2012). Myopia merupakan salah satu gangguan penglihatan berupa kelainan refraksi yang memiliki prevalensi tinggi di dunia. Kejadian myopia semakin lama semakin meningkat dan diperkirakan pada tahun 2020 sekitar 2,5 milyar orang atau sekitar sepertiga penduduk dunia akan menderita myopia (Wojciechowski, 2011). Myopia jarang terjadi pada bayi, tetapi prevalensi meningkat sekitar 25-50% pada orang dewasa muda di negara Barat, dan sampai 80% pada orang dewasa muda di bagian Asia Tenggara (Guggenheim, dkk., 2012). Menurut Pan, (2011), prevalensi myopia pada anak di Australia usia 6-12 tahun sebesar 1,4% - 11,9%. Prevalensi tersebut lebih rendah dibandingan dengan myopia pada anak di Amerika usia 6-12 tahun, yaitu sebesar 4,5%-28%. Di Singapore, berdasarkan Singapore Cohort Study of Risk factors for Myopia (SCORM) didapatkan prevalensi myopia pada anak sekolah dasar usia 9 tahun sebesar 53,1%, prevalensi ini sama dengan prevalensi myopia pada anak usia lebih dari 11 tahun di Hongkong (Pan, 2011). Arianti (2013) mengemukakan beberapa faktor risiko yang berhubungan dengan terjadinya myopia berupa lifestyle atau aktivitas sehari-hari yang 1

2 memerlukan penglihatan jarak dekat seperti membaca, menulis, menggunakan komputer, maupun bermain video games. Terjadinya myopia juga berhubungan dengan faktor genetik. Orang tua yang mengalami myopia cenderung memiliki anak myopia. Terjadinya myopia karena faktor genetik membuat orang tua yang mengalami myopia menjadi lebih waspada terhadap proses penurunan myopia. Terjadinya myopia karena kebiasaan melihat dengan jarak dekat akan menyebabkan meningkatnya tonus siliaris sehingga terjadi peningkatan akomodasi. Akomodasi adalah kemampuan lensa mata menjadi lebih cembung. Semakin dekat benda yang dilihat, maka semakin kuat mata berakomodasi. Lensa yang menjadi lebih cembung mengakibatkan bayangan benda jatuh di depan retina sehingga menimbulkan myopia. Semakin tinggi aktivitas melihat dengan jarak dekat maka akan semakin tinggi pertambahan derajat myopia (Arianti, 2013). Aktivitas di luar ruangan dengan intensitas tinggi memiliki pengaruh baik terhadap penurunan kejadian myopia. Menurut penelitian Chang Wu, dkk (2013), onset terjadinya myopia pada anak di daerah pinggiran kota di Taiwan dengan perlakuan program aktivitas di luar ruangan selama 1 tahun didapatkan hasil yang lebih rendah yaitu sebesar 8,41% dibandingkan dengan anak tanpa perlakuan program aktivitas di luar ruangan sebesar 17,65%. Hasil tersebut membuktikan aktivitas di luar ruangan efektif dalam mencegah myopia di kalangan siswa sekolah dasar di daerah pinggiran kota di Taiwan. Myopia yang diakibatkan karena faktor genetik menunjukan orang tua yang mengalami myopia cenderung memiliki anak myopia. Prevalensi myopia

3 sebesar 33-60% pada anak dengan kedua orang tua yang mengalami myopia. Pada anak yang memiliki salah satu orang tua myopia prevalensinya sebesar 23-40%, dan hanya 6-15% anak mengalami myopia yang tidak memiliki orang tua myopia (Arianti, 2013). Menurut hasil penelitian Hasibuan (2009), faktor keturunan atau genetik lebih berpengaruh terhadap kejadian myopia pada mahasiswa kedokteran dibandingkan dengan faktor kebiasaan melakukan aktivitas jarak dekat. Pengaruh faktor keturunan tersebut mengikuti pola dose respons pattern, dimana anak yang memiliki kedua orang tua yang mengalami myopia mempunyai risiko besar mengalami myopia. Namun menurut hasil penelitian Nindya (2013), faktor lifestyle lebih berpengaruh terhadap kejadian myopia daripada faktor genetik. Berdasarkan informasi di atas mengenai besarnya prevalensi terjadinya myopia pada anak karena berbagai faktor, dan pengaruh faktor genetik dan lifestyle terhadap kejadian myopia belum dapat dibuktikan sepenuhnya, maka peneliti tertarik untuk meneliti pengaruh faktor genetik dan lifestyle terhadap kejadian myopia pada anak. Dalam surat An-Nahl ayat 78 yang berbunyi : Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatupun, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur

4 Ayat tersebut menunjukkan bahwa Allah SWT telah mengeluarkan manusia dari perut ibunya, dan memberi karunia berupa pendengaran, penglihatan, akal, dan hati. Manusia harus bersyukur kepada Allah SWT atas segala karunia yang telah diberikan kepadanya. Sebagai salah satu bentuk syukur manusia kepada Allah SWT yaitu dengan menjaga penglihatannya. Dengan demikian, manusia harus memelihara mata dari segala gangguan mata, salah satunya seperti gangguan refraksi berupa myopia. B. RUMUSAN MASALAH Berdasarkan latar belakang di atas, penulis mengajukan rumusan masalah sebagai berikut : 1. Bagaimana pengaruh faktor genetik dan lifestyle terhadap kejadian myopia pada anak usia 9-12 tahun? 2. Apakah faktor genetik lebih berpengaruh dibandingkan dengan lifestyle terhadap kejadian myopia pada anak usia 9-12 tahun? C. TUJUAN PENELITIAN 1. Tujuan Umum : Untuk mengetahui pengaruh faktor genetik dan lifestyle terhadap kejadian myopia pada anak usia 9-12 tahun. 2. Tujuan Khusus : Untuk mengetahui faktor penyebab yang lebih berpengaruh terhadap kejadian myopia, berupa faktor genetik atau lifestyle.

5 D. MANFAAT PENELITIAN 1. Bagi Peneliti : Menambah pengetahuan dalam penerapan ilmu yang diperoleh dalam masa perkuliahan dan menambah pengalaman dalam melakukan kegiatan ilmiah. 2. Bagi Masyarakat : Memberikan informasi mengenai faktor risiko terjadinya myopia karena faktor genetik dan lifestyle pada anak sehingga dapat menurunkan prevalensi terjadinya myopia pada anak. 3. Bagi Ilmu Pengetahuan : Dihasilkan sebuah artikel ilmiah sebagai referensi ilmiah tentang pengaruh faktor genetik dan lifestyle terhadap kejadian myopia pada anak. 4. Bagi Peneliti Lain : Sebagai bahan referensi untuk melakukan penelitian selanjutnya yang berhubungan dengan penelitian yang telah dilakukan oleh penulis. E. KEASLIAN PENELITIAN Sejauh ini berdasarkan pengetahuan peneliti, penelitian tentang pengaruh genetik dan lifestyle terhadap kejadian myopia pada anak usia 9-12 tahun belum pernah dilakukan. Namun, peneliti menemukan beberapa artikel penelitian yang berhubungan dengan penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti sehingga dapat dijadikan sebagai acuan pustaka. Beberapa penelitian tersebut antara lain : 1. Kusumawardhani Nindya, 2013, meneliti tentang pengaruh faktor genetik dan lifestyle terhadap myopia. Persamaannya yaitu meneliti tentang

6 pengaruh faktor genetik dan lifestyle terhadap myopia, dan instrumen penelitian menggunakan kuesioner. Perbedaannya yaitu subjek penelitian adalah mahasiswa dengan lokasi di Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Yogyakarta dengan menggunakan metode penelitian analitik observasional dengan studi cross sectional, sedangkan penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti menggunakan subjek anak usia 9-12 tahun di SDN Serayu Yogyakarta dengan metode penelitian analitik observasional jenis case control. Hasil dari penelitan menunjukkan faktor lifestyle lebih berpengaruh terhadap kejadian myopia dibandingkan dengan faktor genetik. 2. Melita Perty Arianti, 2013, meneliti tentang hubungan antara riwayat myopia di keluarga dan lama aktivitas jarak dekat dengan myopia pada mahasiswa Program Studi Pendidikan Dokter (PSPD) Universitas Tanjungpura angkatan 2010-2012. Persamaannya yaitu meneliti hubungan riwayat myopia di keluarga atau faktor genetik dan aktivitas jarak dekat dengan kejadian myopia, dan instrumen penelitian menggunakan kuesioner. Perbedaannya yaitu subjek penelitian adalah mahasiswa PSPD angkatan 2010-2012 dengan metode penelitian yang digunakan yaitu studi analitik observasional jenis cross sectional, sedangkan penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti menggunakan subjek anak usia 9-12 tahun dan metode penelitian yang digunakan adalah studi analitik observasional jenis case control. Hasil penelitian didapatkan hubungan yang bermakna antara riwayat myopia di keluarga dengan kejadian myopia dan tidak terdapat

7 hubungan bermakna antara lama aktivitas jarak dekat dengan kejadian myopia pada mahasiswa PSPD angkatan 2010-2012. 3. Lu, B., Congdon, N., Liu, X., Choi, K., Lam, D. S. C., Zhang, M., et al, 2009, melakukan penelitian yang berjudul Associations Between Near Work, Outdoor Activity, and Myopia Among Adolescent Students in Rural China. Persamaannya yaitu dalam penelitian tersebut meneliti hubungan kegiatan jarak dekat dengan terjadinya myopia. Perbedaannya yaitu penelitian tersebut tidak menilai hubungan myopia dengan faktor genetik atau keturunan, subjek yang digunakan pada penelitian tersebut adalah anak SMP kelas 1,2 dan 3 dengan rata-rata usia 14,6 tahun, dan metode penelitian yang digunakan yaitu dengan studi cohort. Hasil dari penelitian tersebut yaitu tidak terdapat hubungan antara waktu yang digunakan untuk melakukan kegiatan jarak dekat pada anak dengan myopia dan tanpa myopia. 4. Fatika Sari Hasibuan, 2009, meneliti tentang hubungan faktor keturunan, lamanya bekerja jarak dekat dengan myopia pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatra Utara. Persamaannya yaitu dalam penelitian tersebut dilakukan penilaian mengenai faktor keturunan atau genetik dan lamanya aktivitas jarak dekat terhadap kejadian myopia. Perbedaannya yaitu subjek penelitian adalah mahasiswa Fakultas Kedokteran di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatra Utara dengan metode penelitian yang digunakan yaitu studi analitik observasional jenis cross sectional, sedangkan penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti

8 menggunakan subjek anak usia 9-12 tahun dan metode penelitian yang digunakan adalah studi analitik observasional jenis case control. Hasilnya didapatkan mahasiswa yang mengalami myopia cenderung mempunyai ayah dan ibu yang mengalami myopia. Namun, waktu yang dihabiskan untuk melakukan pekerjaan jarak dekat antara mahasiswa yang mengalami myopia dan tidak myopia tidak terlalu signifikan. Keturunan adalah faktor yang berhubungan dengan terjadinya myopia sedangkan lamanya bekerja jarak dekat tidak memiliki hubungan dengan terjadinya myopia.