BAB I PENDAHULUAN. Seiring perkembangan Akuntansi Sektor Publik di Indonesia, maka wujud

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan yang baik (good governance government). Good governance. yang sejalan dengan prinsip demokrasi dan pasar yang efisien.

BAB I PENDAHULUAN. menguatnya tuntutan akuntabilitas atas organisasi-organisasi publik tersebut,

BAB I PENDAHULUAN. tuntutan akuntabilitas atas lembaga-lembaga publik baik di pusat maupun di

BAB I PENDAHULUAN. atau memproduksi barang-barang publik. Organisasi sektor publik di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. keuangan pemerintah masih menemukan fenomena penyimpangan informasi laporan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka mewujudkan tata kelola yang baik (good governance),

BAB I PENDAHULUAN. dalam satu periode. Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan (PSAP) No.1

BAB I PENDAHULUAN. berupa laporan keuangan. Fenomena yang terjadi di Indonesia adalah

BAB I PENDAHULUAN. menjadi isu yang sangat penting di pemerintahan Indonesia. Salah satu kunci

BAB I PENDAHULUAN. Mardiasmo (2004) mengatakan, instansi pemerintah wajib melakukan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. menjalankan tugas dan fungsi yang sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Dalam

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan yang baik (good government governance), telah mendorong

BAB I PENDAHULUAN. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah yang

BAB I PENDAHULUAN. dilakukan sejak adanya amandemen terhadap Undang-Undang Dasar 1945.

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi di Indonesia setidaknya telah mengeluarkan dua undangundang

BAB I PENDAHULUAN. Dinamika perkembangan sektor publik di Indonesia saat ini adalah semakin

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dewasa ini masyarakat Indonesia semakin menuntut pemerintahan untuk

BAB I PENDAHULUAN. telah mendorong pemerintah untuk menerapkan akuntabilitas publik.

BAB I PENDAHULUAN. sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pertimbangan yang

BAB I PENDAHULUAN. Pada sistem pemerintahan yang ada di Indonesia, setiap pemerintah daerah

BAB I PENDAHULUAN. pengelolaan dan pertanggungjawaban, maka dalam era otonomi daerah sekarang ini

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ghia Giovani, 2015

BAB I PENDAHULUAN. dilaksanakan secara periodik (Mardiasmo, 2006, hal 17). Pemerintah harus mampu untuk

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah mengeluarkan Undang Undang No.32 tahun 2004 tentang Pemerintah

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintahan yang baik (good government governance), telah mendorong

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia mulai menerapkan otonomi daerah setelah berlakunya Undang-

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan yang baik (good governance). Untuk mewujudkan tata. kelola tersebut perlunya sistem pengelolaan keuangan yang lebih

BAB I PENDAHULUAN. Sejak diberlakukannya Otonomi Daerah di Indonesia, Pemerintah Daerah

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang No. 17 Tahun 2003 pasal 32 ayat 1 dan 2 tentang keuangan

BAB I PENDAHULUAN. Frilia Dera Waliah, 2015 ANALISIS KESIAPAN PEMERINTAH KOTA BANDUNG DALAM MENERAPKAN STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN BERBASIS AKRUAL

BAB I PENDAHULUAN. sebagai dasar pengambilan keputusan. Oleh karena itu pemerintah diharuskan

BAB I PENDAHULUAN. Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah, dan seiring

BAB I PENDAHULUAN. agar menghasilkan laporan keuangan yang berkualitas. Laporan keuangan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Laporan keuangan sektor publik merupakan posisi keuangan penting

BAB I PENDAHULUAN. awalnya hanya didasarkan pada Undang-Undang Dasar Tahun 1945 Pasal 23.

BAB I PENDAHULUAN. Tata kelola pemerintahan yang baik (Good Government Governance)

BAB I PENDAHULUAN. Peraturan Pemerintah No.105 Tahun 2000 tentang Pengelolaan Keuangan

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. arah dan tujuan yang jelas. Hak dan wewenang yang diberikan kepada daerah,

BAB 1 PENDAHULUAN. lebih meningkatkan akuntabilitas publik. Akuntabilitas publik merupakan

BAB I PENDAHULUAN. pertanggungjawaban yang dilaksanakan secara periodik yang disebut. dengan laporan keuangan (Mardiasmo, 2006).

BAB I PENDAHULUAN. daerah dan penyelenggaraan operasional pemerintahan. Bentuk laporan

BAB I PENDAHULUAN. informasi yang relevan mengenai posisi keuangan dan seluruh transaksi yang

BAB I PENDAHULUAN. Organisasi sektor publik adalah organisasi yang bertujuan untuk

BAB I PENDAHULUAN. Good Government Governance di Indonesia semakin meningkat.

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Hal tersebut

BAB I PENDAHULUAN. Keuangan Negara dan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang

BAB I PENDAHULUAN. yang mensyaratkan bentuk dan isi laporan pertanggungjawaban pelaksanaan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian. Dalam rangka pelaksanaan kewenangan Pemerintah Daerah sebagaimana

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Meningkatnya tuntutan masyarakat terhadap penyelenggaraan

BAB I PENDAHULUAN. pasti membutuhkan pemerintahan yang baik atau yang sering disebut good

BAB I PENDAHULUAN. pencatatan single-entry. Sistem double-entry baru diterapkan pada 2005 seiring

BAB I PENDAHULUAN. manusia, sistem pengendalian internal (Windiatuti, 2013). daerah adalah (1) komiten pimpinan (Management Commitment) yang kuat

BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Seiring dengan adanya perubahan masa dari orde baru ke era

BAB 1 PENDAHULUAN. mandiriurusan pemerintahannya sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

BAB I PENDAHULUAN. Hal tersebut seiring dengan fenomena yang terjadi dalam perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. ini bukan hanya orang-orang dari bidang akuntansi yang dapat memahami laporan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. reformasi dapat dinilai kurang pesat, pada saat itu yang lebih mendapat perhatian

BAB 1 PENDAHULUAN. hal pengelolaan keuangan dan aset daerah. Berdasarkan Permendagri No. 21 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara dengan wilayah yang luas yang terdiri

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. otonomi daerah yang merupakan hak, wewenang dan kewajiban daerah

BAB 1 PENDAHULUAN. dalam pengelolaan keuangan dengan mengeluarkan Undang-Undang Nomor 17

BAB I PENDAHULUAN. daerah merupakan tujuan penting dalam reformasi akuntansi dan administrasi

BAB I PENDAHULUAN. Dalam pengelolaan keuangan, pemerintah melakukan reformasi dengan

BAB I PENDAHULUAN. kinerjanya kepada publik. Pemerintah merupakan entitas publik yang harus

BAB I PENDAHULUAN. Akuntanbilitas publik merupakan kewajiban pihak pemegang amanah (agent) untuk

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat luas. Laporan keuangan sebagai bukti pertanggung jawaban suatu

BAB I PENDAHULUAN. bersih dan berwibawa. Paradigma baru tersebut mewajibkan setiap satuan kerja

BAB 1 PENDAHULUAN. yang dapat diraih melalui adanya otonomi daerah.indonesia memasuki era otonomi

BAB I PENDAHULUAN. Good Government Governance merupakan function of governing. Salah

BAB I PENDAHULUAN. pengelolaan keuangan Daerah yaitu dengan menyampaikan laporan

BAB I PENDAHULUAN. memberikan informasi yang jelas tentang aktivitas suatu entitas ekonomi dalam

BAB I PENDAHULUAN. diterapkan sejak tahun 1981 sudah tidak dapat lagi mendukung kebutuhan Pemda

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan tuntutan masyarakat terhadap terselenggaranya

BAB I PENDAHULUAN. menunjukan kualitas yang semakin baik setiap tahunnya. Hal ini dikarenakan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. menguatnya tuntutan akuntabilitas atas lembaga-lembaga publik, baik di pusat

BAB I PENDAHULUAN. komitmen Pemerintah Pusat dalam perbaikan pelaksanaan transparansi dan

BAB I PENDAHULUAN. nepotisme mengakibatkan kerugian negara dan tidak maksimalnya kinerja

BAB I PENDAHULUAN. sebagai manajemen maupun alat informasi bagi publik. Informasi akuntansi

BAB 1 PENDAHULUAN. dengan adanya pelaksanaan otonomi daerah menuntut pemerintah harus memberikan

BAB I PENDAHULUAN. Pelaporan keuangan sektor publik khususnya laporan keuangan. pemerintah adalah wujud dan realisasi pengaturan pengelolaan dan

BAB I PENDAHULUAN. dan fungsinya yang didasarkan pada perencanaan strategis yang telah ditetapkan.

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan akuntansi sektor publik di Indonesia semakin pesat

BAB I PENDAHULUAN. Penyusunan laporan keuangan merupakan salah satu kriteria dalam sistem reward. yang dapat menunjukkan kondisi sebenarnya.

BAB I PENDAHULUAN. akuntansi pemerintahan yang telah diterima secara umum. Kualitas informasi dalam laporan

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah daerah diberi kewenangan untuk penyelenggaraan pengelolaan

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini akan membahas mengenai latar belakang penelitian, rumusan

BAB I PENDAHULUAN. Penyajian laporan keuangan di daerah-daerah khususnya di SKPD (Satuan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Dalam rangka meningkatkan transparansi dan akuntabilitas pengelolaan

BAB 1 PENDAHULUAN. Reformasi birokrasi bertujuan untuk menciptakan birokrasi pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan yang baik atau yang biasa disebut Good Government

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka mewujudkan pemerintahan yang bersih dan berwibawa

BAB I PENDAHULUAN. melalui UU No. 22 Tahun Otonomi daerah memberikan Pemerintah Daerah

BAB I PENDAHULUAN. informasi dalam rangka pemenuhan hak-hak publik, yaitu hak untuk mengetahui

BAB I PENDAHULUAN. perubahan mendasar dengan diterapkan Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004

BAB I PENDAHULUAN. Badan Pemeriksa Keuangan ialah lembaga yang dimaksudkan. Selain

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan tuntutan transparansi dan akuntabilitas sebagai

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Seiring perkembangan Akuntansi Sektor Publik di Indonesia, maka wujud pertanggungjawaban kepada masyarakat atas kinerja pemerintah menjadi suatu tuntutan yang umum. Menguatnya tuntutan tersebut mengharuskan lembaga pemerintah memberikan informasi atas aktivitas dan kinerjanya kepada publik (Soimah, 2014). Organisasi sektor publik yang sering dihubungkan dengan pemerintah yang bertanggung jawab untuk melakukan pelayanan publik untuk memenuhi kesejahteraan di berbagai bidang kehidupan. Pemerintah merupakan entitas publik yang harus mempertanggungjawabkan kinerjanya dalam bentuk laporan keuangan. Pemerintah berkewajiban untuk melaksanakan pengelolaan keuangan secara tertib, taat pada peraturan perundang-undangan, efisien, ekonomis, efektif dan transparan (Hariyanto, 2012). Sebagai salah satu bentuk pertanggungjawaban dalam penyelenggaraan pemerintah yang diatur dalam Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara dan Undangundang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, upaya konkrit untuk mewujudkan transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan pemerintah adalah dengan menyampaikan laporan pertanggungjawaban berupa laporan keuangan (Yosefrinaldi, 2013). Fenomena kualitas laporan keuangan pemerintah di Indonesia merupakan sesuatu hal yang menarik untuk dikaji lebih lanjut. Dasar pemikiran ini berasal

dari fakta bahwa terdapat penyimpangan-penyimpangan yang berhasil ditemukan oleh Badan Pemeriksa Keuangan dalam pelaksanaan audit laporan keuangan pemerintah. Seperti tulisan dalam temuan pemeriksaan atas laporan keuangan pemerintah Kabupaten Badung Tahun Anggaran 2008 dimana BPK RI memberikan opini Tidak Memberikan Pendapat, pada tahun 2013 BPK RI member opini Tidak Wajar atas Laporan Keuangan Pemerintah Kabupaten Badung. Fenomena yang terjadi dalam perkembangan sektor publik di Indonesia adalah menguatnya tuntutan atas kualitas laporan keuangan pemerintah. Laporan keuangan pemerintah yang dihasilkan harus memenuhi prinsip-prinsip tepat waktu dan disusun dengan mengikuti Standar Akuntansi Pemerintahan sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010 (Nurillah, 2014). Karakteristik kualitatif yang disyaratkan Peraturan Pemerintah No. 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan, yakni relevan, andal, dapat dibandingkan, dan dapat dipahami. Laporan keuangan yang dihasilkan oleh pemerintah daerah akan digunakan oleh beberapa pihak yang berkepentingan sebagai dasar untuk pengambilan keputusan. Oleh karena itu, informasi yang terdapat di dalam Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) harus bermanfaat dan sesuai dengan kebutuhan para pemakai (Nurillah, 2014). Informasi akan bermanfaat apabila informasi tersebut dapat mendukung pengambilan keputusan dan andal. Oleh karena itu, Pemerintah Daerah wajib memperhatikan informasi yang

disajikan dalam laporan keuangan untuk keperluan perencanaan, pengendalian, dan pengambilan keputusan (Husna, 2013). Penyusunan Laporan Keuangan yang berkualitas membutuhkan SDM yang kompeten dan memahami aturan penyusunan laporan keuangan dengan standar akuntansi pemerintahan. Menurut Ihsanti (2014) kompetensi SDM adalah kemampuan untuk melaksanakan fungsi-fungsi untuk mencapai tujuannya secara efektif dan efisien. SDM merupakan faktor penting demi terciptanya laporan keuangan yang berkualitas. Dalam hal ini adanya kompetensi SDM mendasari seseorang mencapai kinerja yang tinggi dalam pekerjaannya memiliki peranan yang sangat penting untuk merencanakan, melaksanakan, dan mengendalikan entitas yang bersangkutan (Wati dkk, 2014). Tingginya kualitas laporan keuangan pemerintah daerah juga ditentukan oleh seberapa baik pengendalian internal yang dimiliki institusi pemerintah daerah. Pengendalian intern yang lemah menyebabkan sulitnya mendeteteksi kecurangan/ketidakakuratan proses akuntansi sehingga bukti audit yang diperoleh dari data akuntansi menjadi tidak kompeten (Winidyaningrum, 2009). Pemilihan ini dilakukan di Pemerintahan Daerah Kabupaten Badung di karenakan pada tahun 2008 BPK RI memberikan opini Tidak memberikan pendapat, pada tahun 2013 BPK RI memberikan opini Tidak Wajar. Selanjutnya pada Tahun 2014 BPK RI memberikan opini Wajar Tanpa Pengecualian dalam menyajikan laporan keuangan Pemerintah Daerah. Meskipun opini yang dierikan BPK tersebut baik pada Pemerintah Kabupaten Badung, namun dari pelaksanaan pemeriksaan di lapangan, BPK masih menemukan beberapa kelemahan dalam

sistem pengendalian interin dan temuan yang terkait dengan kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan. Seperti diketahui, opini merupakan keluaran dari sebuah proses pemeriksaan laporan keuangan. Opini BPK merupakan salah satu indikator yang digunakan oleh para pemangku kepentingan (stakeholders) untuk mendapatkan tingkat kepercayaan atas sebuah laporan keuangan yang disajikan. Pemilihan Kabupaten Badung ini karena Kabupaten Badung sumbang pertumbuhan ekonomi Bali terbesar dimana pertumbuhan ekonomi Kabupaten Badung yang mencapai 7,3 dalam tahun 2012 disertai dengan distribusi pendapatan dengan pemerataan yang tinggi, terjadinya penurunan tingkat kemiskinan yang cukup signifikan dengan angka mencapai 2,10 dalam tahun 2013 serta terjadinya peningkatan belanja APBD dalam tahun 2014 ini tembus 3,2 T sebagai akibat meningkatnya pendapatan asli daerah yang bersumber dari pendapatan atas Pajak dan restoran sehingga hal ini juga berimplikasi terhadap peningkatan besarnya bantuan keuangan kepada provinsi dan enam kabupaten sebali yang dalam tahun 2013 mencapai 195 Milyar lebih semntara dalam tahun 2014 di anggaran induk ini mencapai 187 M lebih. melalui peningkatan belanja ini maka pemerintah Kabupaten Badung juga dapat meningkatkan besarnya anggaran pada berbagai bidang dan sektor termasuk pada pembangunan di sektor pertanian terutama melalui pembangunan petani mandiri dan sejahtera (TANIMAS) dengan anggaran dalam tahun 2014 ini sebesar 4,3 Milyar lebih. Dalam pemeriksaan atas Laporan Keuangan Pemerintah Kabupaten Badung tersebut di atas, BPK mempertimbangkan sistem pengendalian intern Pemerintah Kabupaten Badung untuk menentukan prosedur pemeriksaan dengan

tujuan untuk menyatakan pendapat atas laporan keuangan dan tidak ditujukan untuk memberikan keyakinan atas sistem pengendalian intern. BPK menemukan kondisi yang dapat dilaporkan berkaitan dengan sistem pengendalian intern dan operasinya. Pokok-pokok kelemahan dalam sistem pengendalian intern atas Laporan Keuangan Pemerintah Kabupaten Badung yang ditemukan BPK adalah Pengelolaan Dana BOS Reguler yang Bersumber dari Pemerintah Pusat Belum Sepenuhnya Sesuai Ketentuan, Proses Validasi Data Piutang PBB P2 Belum Selesai Seluruhnya, Pengelolaan Uang Retribusi Tidak Sesuai Ketentuan dan Tanah Fasilitas Sosial yang Diserahkan Pengembang Belum Tercatat di Neraca per 31 Desember 2014. Isu tentang sistem pengendalian internal pemerintahan (SPIP) tersebut mendapat perhatian cukup besar belakangan ini. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) selaku auditor eksternal senantiasa menguji kekuatan SPI ini di setiap pemeriksaan yang dilakukannya untuk menentukan luas lingkup (scope) pengujian yang akan dilaksanakannya. Beberapa lembaga pemantau (watch) juga mengkritisi lemahnya SPI yang diterapkan di pemerintahan, sehingga membuka peluang yang sangat besar bagi terjadinya penyimpangan dalam pelaksanaan anggaran (APBN/APBD). Fakta yang terjadi di lapangan menunjukkan bahwa dari hasil pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Pada Semester II Tahun 2014, BPK melakukan pemeriksaan terhadap 479 objek pemeriksaan di pemerintah daerah dan BUMD. Pemeriksaan tersebut meliputi 69 objek pemeriksaan keuangan 181 objek pemeriksaan kinerja dan 229 objek pemeriksaan dengan tujuan tertentu

(PDTT). Hasil pemeriksaan mengungkapkan 5.746 temuan yang di dalamnya terdapat 7.329 permasalahan senilai Rp 4,52 triliun. Permasalahan tersebut meliputi 1.810 kelemahan sistem pengendalian intern (SPI) dan 5.519 permasalahan ketidakpatuhan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan senilai Rp 4,52 triliun (Tabel 1.1). Selain itu, BPK juga telah memberikan opini atas 68 LKPD TA 2013 dan 1 LK PDAM Tahun 2013. Jumlah kasus tiap-tiap sub kelompok temuan disajikan dalam Tabel 1.1. Tabel 1.1 Hasil Pemeriksaan pada Pemerintah Daerah dan BUMD Obj100 (Sumber :www.bpk.go.id IHPS II Tahun 2014) Salah satu faktor penentu lainnya yaitu dapat menentukan tinggi rendahnya kualitas laporan keuangan pemerintah daerah adalah Pemahaman Regulasi Sistem Akuntansi Pemerintahan berbasis akrual. Definisi pemahaman regulasi adalah pemahaman anggota/pegawai mengenai peraturan, prosedur dan kebijakan tentang peraturan daerah. Peraturan yang dimaksud adalah pedoman yang harus dilakukan serta prosedur terkait dengan serangkaian strategi untuk mencapai tujuan. Dalam rangka peningkatan kualitas informasi pelaporan keuangan, pemerintah merevisi PP No. 24 Tahun 2005 dengan mengeluarkan PP No. 71 Tahun 2010 tentang SAP yang berbasis akrual. Penerapan akuntansi berbasis akrual diperlukan untuk menghasilkan pengukuran kinerja yang lebih baik, serta untuk memfasilitasi manajemen keuangan/aset yang lebih transparan dan akuntabel. Perubahan regulasi akuntansi pemerintah dari basis kas ke basis akrual cukup kompleks

sehingga diperlukan pemahaman yang utuh mengenai konsep akuntansi. Jika pemahaman regulasi atas PP 71 tahun 2010 rendah maka kualitas laporan keuangan menjadi rendah. Dasar pemikirannya adalah pemahaman terhadap aturan yang tidak penuh mengindikasikan implementasi aturan cendrung menggunakan insting dibandingkan aturan yang berlaku. Rendahnya keterampilan dasar mengenai pemahaman menjadi salah satu hambatan dalam penerapan standar akuntansi pemerintah berbasis akrual di Fiji (Tickell, 2010). Sehingga, tinggi-rendahnya tingkat pemahaman regulasi akan berpengaruh terhadap kualitas laporan keuangan yang disajikan (Kartikasari, 2012). Penelitian mengenai pemahaman regulasi masih relatif terbatas dalam artian baru dilakukan oleh Kartikasari (2012), Rahayu (2014), Dora (2014) dan Hariyanto (2012). Akan tetapi, penelitian yang dilakukan belum menggunakan pemahaman regulasi terkait PP 71 tahun 2010 dan belum menguji pemahaman regulasi terhadap kualitas laporan keuangan. Berbeda dari penelitian terdahulu, dalam penelitian ini pemahaman regulasi yang digunakan adalah pemahaman regulasi mengenai PP 71 tahun 2010 yang dikaitkan dengan kualitas laporan yang disusun oleh pemerintah daerah. Dengan ditetapkannya PP No. 71 Tahun 2010 maka penerapan sistem akuntansi pemerintah berbasis akrual telah mempunyai landasan hukum dan penerapan akuntansi pemerintahan mempunyai kewajiban untuk segera menerapkan SAP berbasis akrual. Berdasarkan uraian di atas tinggi rendahnya kualitas laporan keuangan pemerintah daerah diindikasikan tidak lepas dari faktorfaktor kualitas sumber daya manusia, sistem pengendalian intern dan pemahaman

atas regulasi sistem akuntansi berbasis akrual (Dora, 2014). Sehingga, penelitian ini diberi judul: Pengaruh Sumber Daya Manusia, Sistem Pengendalian Intern Dan Pemahaman Atas Regulasi Sistem Akuntansi Pemerintahan Berbasis Akrual terhadap Kualitas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (Studi kasus pada SKPD di Kabupaten Badung). 2. Rumusan Masalah Berdasarkan penjelasan tersebut, maka yang menjadi rumusan masalah dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1) Apakah kompetensi sumber daya manusia berpengaruh positif terhadap kualitas laporan keuangan pemerintah daerah? 2) Apakah Sistem Pengendalian Intern berpengaruh positif terhadap kualitas laporan keuangan pemerintah daerah? 3) Apakah pemahaman atas regulasi sistem akuntansi pemerintahan berbasis akrual berpengaruh positif terhadap kualitas laporan keuangan pemerintah daerah? 3. Tujuan Penelitian Berdasarkan uraian latar belakang dan rumusan masalah yang ada diatas, maka yang menjadi tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1) Untuk mengetahui pengaruh kompetensi sumber daya manusia terhadap kualitas laporan keuangan pemerintah daerah di SKPD Kabupaten Badung.

2) Untuk mengetahui pengaruh Sistem Pengendalian Intern terhadap kualitas laporan keuangan pemerintah daerah di SKPD Kabupaten Badung. 3) Untuk mengetahui pengaruh pemahaman atas regulasi sistem akuntansi pemerintahan berbasis akrual berpengaruh terhadap kualitas laporan keuangan pemerintah daerah di SKPD Kabupaten Badung. 1.4 Kegunaan Penelitian Penelitian diharapkan dapat memberikan manfaat secara teoritis dan praktis sebagai berikut : 1) Kegunaan Teoritis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan bukti empiris tentang pengaruh Kompetensi Sumber Daya Manusia, SPI, dan Pemahaman Atas Regulasi Sistem Akuntansi Pemerintahan Berbasis Akrual di SKPD Kabupaten Badung. Selain itu, hasil penelitian diharapkan dapat menambah referensi dalam rangka pengembangan khasanah ilmu pengetahuan, khususnya mengenai teori-teori tentang faktor yang mempengaruhi kualitas laporan keuangan pemerintah daerah. 2) Kegunaan Praktis Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan dan tambahan referensi bagi SKPD di Kabupaten Badung untuk mengembangkan sumber daya manusia, sistem pengendalian intern dan pemahaman atas regulasi sistem akuntansi pemerintahan berbasis akrual yang dapat mempengaruhi kualitas laporan keuangan pemerintah daerah di SKPD Kabupaten Badung.

5. Sistematika Penyajian Secara garis besar, sistematika penyajian penelitian dibagi menjadi lima bab, yaitu. Bab I Pendahuluan Dalam bab ini diuraikan mengenai latar belakang penelitian, rumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, serta sistematika penyajian. Bab II Tinjauan Pustaka Dalam bab ini diuraikan mengenai teori yang relevan dengan penelitian yaitu Agency Theory, Laporan Keuangan, Kualitas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah, Kompetensi Sumber Daya Manusia, Sistem Pengendalian Intern, Pemahaman Atas Regulasi Sistem Akuntansi Pemerintahan Berbasis Akrual. Selain itu, dalam bab ini juga diuraikan mengenai pembahasan hasil penelitian sebelumnya dan hipotesis penelitian. Bab III Metode Penelitian Dalam bab ini diuraikan mengenai metode penelitian yaitu desain penelitian, lokasi penelitian, obyek penelitian, identifikasi variabel, definisi operasional variabel, jenis dan sumber data, responden penelitian, metode pengumpulan data, instrumen penelitian dan teknik analisis data. Bab IV Pembahasan Hasil Penelitian

Dalam bab ini diuraikan mengenai gambaran umum instansi yang terdiri dari sejarah, struktur organiasasi instansi dan uraian tugas masing-masing bagian. Selain itu dibahas pula mengenai rumusan masalah penelitian yang dikemukakan pada bab I. Bab V Penutup Dalam bab ini diuraikan mengenai simpulan yang diperoleh dari pembahasan pada bab sebelumnya serta saran yang dapat diberikan pada instansi dan implikasi penelitian berikutnya.