BAB I PENDAHULUAN. Pernikahan merupakan suatu institusi sosial yang diakui disetiap kebudayaan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sumber daya alam yang dimiliki, tetapi juga kaya akan kebudayaan. Dengan latar

Oleh : TIM DOSEN SPAI

BAB I PENDAHULUAN. kelaminnya (laki-laki dan perempuan), secara alamiah mempunyai daya tarikmenarik

PERNIKAHAN BEDA AGAMA DALAM PANDANGAN ISLAM

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Masalah atau problem merupakan bagian dari kehidupan manusia. Hampir

FAKULTAS SYARI'AH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) ZAWIYAH COT KALA LANGSA 2015 M/1436 H

BAB I. Pendahuluan. Perkawinan beda agama adalah suatu perkawinan yang dilakukan oleh

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan kebutuhan kodrat manusia, setiap manusia

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. Sebagai makhluk sosial, manusia akan selalu membutuhkan orang lain untuk

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan pada hakikatnya secara sederhana merupakan bentuk

PERNIKAHAN PASANGAN BEDA AGAMA NASKAH PUBLIKASI. Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan. Memperoleh Gelar Sarjana (S-1) Psikologi

2002), hlm Ibid. hlm Komariah, Hukum Perdata (Malang; UPT Penerbitan Universitas Muhammadiyah Malang,

Secara kodrat manusia sebagai makhluk yang tidak dapat hidup tanpa orang lain, saling

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 1974, TLN No.3019, Pasal.1.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sarana untuk bergaul dan hidup bersama adalah keluarga. Bermula dari keluarga

BAB I PENDAHULUAN. Demikian menurut pasal 1 Undang-Undang No.1 Tahun 1974 tentang. manusia dalam kehidupannya di dunia ini. 1

Mam MAKALAH ISLAM. Pernikahan Beda Agama Perspektif Undang-Undang Perkawinan

BAB 1 PENDAHULUAN. menimbulkan akibat lahir maupun batin baik terhadap keluarga masing-masing

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Maha Esa kepada setiap makhluknya. Kelahiran, perkawinan, serta kematian

BAB I PENDAHULUAN. atau di kota. Namun banyak manusia yang sudah mempunyai kemampuan baik

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. keluarga yang bahagia dan kekal sesuai dengan Undang-undang Perkawinan. Sudah

BAB I PENDAHULUAN. mahluk Allah SWT, tanpa perkawinan manusia tidak akan melanjutkan sejarah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Individu masuk islam karena pilihan, tentunya mengalami pergulatan batin

MANAJEMEN KONFLIK ANTARPRIBADI PASANGAN SUAMI ISTRI BEDA AGAMA

BAB IV. ANALISIS DASAR DAN PERTIMBANGAN MAJELIS HAKIM DALAM PENETAPAN PENGADILAN AGAMA BLITAR NO. 0187/Pdt.P/2014/PA.BL

BAB I PENDAHULUAN. muda (youth) adalah periode kesementaraan ekonomi dan pribadi, dan perjuangan

NOVIYANTI NINGSIH F

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. umat manusia untuk menikah, karena menikah merupakan gharizah insaniyah (naluri

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Manusia sebagai makhluk sosial tidak terlepas dari individu lain,

BAB I PENDAHULUAN. (hidup berkelompok) yang biasa kita kenal dengan istilah zoon politicon. 1

b. Hutang-hutang yang timbul selama perkawinan berlangsung kecuali yang merupakan harta pribadi masing-masing suami isteri; dan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. aturan agama dan undang-undang yang berlaku.

UKDW BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang Permasalahan

BAB II KONSEP PERKAWINAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN sembarangan. Islam tidak melarangnya, membunuh atau mematikan nafsu

BAB 1 PENDAHULUAN. sejak jaman dahulu hingga saat ini. Karena perkawinan merupakan suatu

TINJAUAN YURIDIS DAMPAK PERKAWINAN BAWAH TANGAN BAGI PEREMPUAN OLEH RIKA LESTARI, SH., M.HUM 1. Abstrak

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian. Dengan adanya kemajuan teknologi dan fenomena global village yang

KEPUASAN PERNIKAHAN DITINJAU DARI KEMATANGAN PRIBADI DAN KUALITAS KOMUNIKASI

BAB I PENDAHULUAN. Hal ini dibuktikan dengan adanya peraturan khusus terkait dengan perkawinan yaitu

BAB I PENDAHULUAN. ini banyak dijumpai pasangan yang lebih memilih untuk melakukan nikah siri

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Perkawinan ini menjadi sebuah ikatan antara seorang laki-laki dan seorang

BAB I PENDAHULUAN. Untuk menjaga kedudukan manusia sebagai makhluk yang terhormat maka diberikan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Berdasarkan Pasal 1 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

TINJAUAN TEORITIS ASAS MONOGAMI TIDAK MUTLAK DALAM PERKAWINAN. Dahlan Hasyim *

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I. Persada, 1993), hal Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, cet.17, (Jakarta:Raja Grafindo

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki berbagai macam suku, budaya, bahasa dan agama.

BAB I PENDAHULUAN. (laki-laki dan perempuan), secara alamiah mempunyai daya tarik menarik. perkawinan antara manusia yang berlaian jenis itu.

BAB I PENDAHULUAN. Kelahiran, perkawinan serta kematian merupakan suatu estafet kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. sunnatullah yang umumnya berlaku pada semua mahkluk-nya. Hal ini merupakan

BAB5 PERKAWINAN MENURUT UNDANG-UNDANG PERKAWINAN NOMOR 1 TAHUN 1974.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkawinan amat penting dalam kehidupan manusia, baik bagi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Keluarga merupakan lembaga sosial bersifat universal, terdapat di semua

BAB I PENDAHULUAN. seorang laki-laki, ada daya saling menarik satu sama lain untuk hidup

PENGATURAN PERKAWINAN SEAGAMA DAN HAK KONSTITUSI WNI Oleh: Nita Ariyulinda Naskah diterima : 19 September 2014; disetujui : 3 Oktober 2014

BAB I PENDAHULUAN. istri, tetapi juga menyangkut urusan keluarga dan masyarakat. Perkawinan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Aji Samba Pranata Citra, 2013

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara yang majemuk, terdiri dari berbagai suku dan

BAB I PENDAHULUAN. dapat hidup sendiri tanpa bantuan orang lain. Oleh karena itu, dalam hidupnya

yang dapat membuahi, didalam istilah kedokteran disebut Menarche (haid yang

BAB I PENDAHULUAN. menarik untuk dibicarakan, karena persoalan ini bukan hanya menyangkut tabiat

BAB I PENDAHULUAN. satu dengan yang lainnya untuk dapat hidup bersama, atau secara logis

BAB I PENDAHULUAN. Hukum Perdata dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia dalam setiap perjalanan hidupnya, sudah pasti memiliki

BAB I PENDAHULUAN UKDW

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Negara Indonesia merupakan negara hukum yang berasaskan Pancasila

PERKAWINAN BEDA AGAMA DALAM PERSPEKTIF ISLAM Oleh Dr. ABDUL MAJID Harian Pikiran Rakyat

BAB I PENDAHULUAN. Perjanjian dalam Islam menjadi hal yang harus dipatuhi, hal ini

BAB I PENDAHULUAN. tentang pernikahan menyatakan bahwa pernikahan adalah: berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. (UU RI Nomor 1 Tahun 1974 Pasal 1

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB IV ANALISIS YURUDIS TERHADAP KEBIJAKAN KEPALA DESA YANG MENAMBAH USIA NIKAH BAGI CALON SUAMI ISTRI YANG BELUM

TINJAUAN YURIDIS ANAK DILUAR NIKAH DALAM MENDAPATKAN WARISAN DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN

AKIBAT PERKAWINAN DIBAWAH UMUR DALAM KELANGSUNGAN HIDUP. ( Studi Kasus Pengadilan Agama Blora)

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. perbedaan aturan terhadap suatu perkawinan.

BAB I PENDAHULUAN. jalan pernikahan. Sebagai umat Islam pernikahan adalah syariat Islam yang harus

BAB I PENDAHULUAN. Manusia pada kodratnya adalah sebagai makhluk sosial (zoon politicon)

BAB I PENDAHULUAN. dan perilaku hidup serta perwujudannya yang khas pada suatu masyarakat. Hal itu

BAB I PENDAHULUAN. membentuk keluarga yang bahagia dan kekal, sesuai dengan Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. Pria dan wanita diciptakan oleh Tuhan untuk hidup berpasang-pasangan

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Sudah jadi kodrat alam bahwa manusia sejak dilahirkan ke dunia selalu

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan usia muda merupakan perkawinan yang terjadi oleh pihak-pihak

I. PENDAHULUAN. suatu sistem pemerintahan sangat ditentukan oleh baik buruknya penyelenggaraan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai makhluk hidup mempunyai kebutuhan demi

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan Negara yang mempunyai banyak pulau serta keragaman

BAB I PENDAHULUAN. Abad 21 yang sedang berlangsung menjadikan kehidupan berubah dengan

BAB I PENDAHULUAN. perkawinan yang ada di negara kita menganut asas monogami. Seorang pria

BAB I PENDAHULUAN. suatu kelompok dan kemampuan manusia dalam hidup berkelompok ini dinamakan zoon

BAB I PENDAHULUAN. perkawinan di atas adalah merupakan rumusan dari Bab I Dasar Perkawinan pasal

BAB I PENDAHULUAN. pembagian tugas kerja di dalam rumah tangga. tua tunggal atau tinggal tanpa anak (Papalia, Olds, & Feldman, 2008).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam membangun hidup berumah tangga perjalanannya pasti akan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia memerlukan mitra untuk mengembangkan kehidupan yang layak bagi

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERKAWINAN DI INDONESIA. Perkawinan di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Perkawinan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Pernikahan merupakan suatu institusi sosial yang diakui disetiap kebudayaan atau masyarakat. Sekalipun makna pernikahan berbeda-beda, tetapi praktekprakteknya pernikahan dihampir semua kebudayaan cenderung sama pernikahan menunujukkan pada suatu peristiwa saat sepasang calon suami-istri dipertemukan secara formal dihadapan ketua agama, para saksi, dan sejumlah hadirin untuk kemudian disahkan secara resmi dengan upacara dan ritual-ritual tertentu. (Kartono, 1992). Dalam kehidupan manusia di dunia ini (laki-laki dan perempuan), secara alamiah mempunyai daya tarik-menarik antara satu dengan yang lainnya untuk dapat hidup bersama dan terjadi suatu Pernikahan antara manusia yang berlainan jenis itu. Indonesia sebagai Negara yang berdasarkan pancasila, yang sila pertamanya ialah Ketuhanan Yang Maha Esa, maka antara Pernikahan dengan agama mempunyai hubungan yang erat, karena Pernikahan bukan saja mempunyai unsur jasmani tetapi juga mempunyai unsur rohani yang memegang peranan penting. artinya bahwa Pernikahan tidak cukup dengan adanya ikatan lahir saja atau ikatan batin saja, melainkan kedua-duanya harus berjalan seimbang, karena apabila melihat tujuan Pernikahan adalah untuk membentuk suatu rumah-tangga atau keluarga yang bahagia dan kekal, sedangkan pembentukan keluarga 1

yang bahagia dan kekal itu, haruslah berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa sebagai asas pertama dalam pancasila. (Adji,1989). Pernikahan merupakan naluri manusia sejak adanya manusia itu sendiri untuk memenuhi hajat hidupnya dalam melakukan hubungan biologis di kehidupan berkeluarga. Dalam islam, Pernikahan dianggap sebagai lembaga suci untuk mengikat pria dan wanita dalam suatu ikatan yang sah untuk membina keluarga yang bahagia dalam rangka mengabdi kepada Tuhan. Sedangkan dalam rumusan pasal 1 Undang-undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan (selanjutnya disebut Undang-undang Perkawinan) disebutkan bahwa tujuan Pernikahan yaitu untuk membentuk keluarga yang kekal dan bahagia berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Pada Pasal 2 undang-undang perkawinan menyebutkan bahwa, Perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu. Hal ini mengandung pengertian bahwa setiap Warga Negara Indonesia (WNI) yang akan menikah haruslah melewati lembaga agamanya masing-masing dan tunduk kepada aturan pernikahan agamanya. Lalu apabila keduanya memiliki agama yang berlainan, maka lembaga agama tidak dapat menikahkan mereka kecuali salah satunya mengikuti agama pasangannya. Disisi lain di UUD 1945 pasal 29 ayat 2 menyebutkan setiap warga negara bebas memeluk agama sesuai dengan hati nurani. Menurut Pasal 2 ayat (1) Undang- Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan ( UU Perkawinan ), ini berarti tidak ada perkawinan di luar hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu (Penjelasan Pasal 2 ayat (1) UU Perkawinan) tetapi, harus melihat ketentuan ( Pasal 8f ) UU Perkawinan yang mengatakan bahwa perkawinan dilarang antara dua orang yang mempunyai hubungan yang oleh agamanya atau peraturan lain yang 2

berlaku, dilarang perkawinan. Mengenai pasal ini, tidak dijelaskan secara rinci apa yang dimaksud dengan ketentuan tersebut. sehingga dalam meresmikan pernikahan beda agama mengalami kendala yang membuat pasangan tersebut merasa haknya tidak dilindungi oleh hukum yang ada. Berkaitan dengan pernikahan beda agama, ( Rusli & Tama, 1986 ) mengemukakan bahwa perkawinan beda agama merupakan ikatan lahir dan batin antara seorang pria dengan wanita yang karena berbeda agama menyebabkan tersangkutnya dua peraturan yang berlainan mengenai syarat-syarat dan tata cara pelaksanaan perkawinan sesuai dengan hukum agama masing-masing, dengan tujuan membentuk keluarga kekal dan ideal berdasarkan ketuhanan yang maha esa. Kasus mengenai pernikahan, yaitu bagaimana calon yang akan menikah tersebut berbeda agama, sampai sekarang pemerintah belum memberikan hukum secara tegas dalam menyikapi hal tersebut. Di Indonesia terdapat data pada tahun 2011 terdapat kasus pernikahan beda agama yang berjumlah 229 pasangan, sedangkan perkawinan beda agama dari tahun 2004-2012 terdapat 1.109 pasangan yaitu dari urutan terbesar pernikahan Agama islam dan Katolik. Sama seperti perkawinan pada umumnya, perkawinan beda agama tersebut pada akhirnya akan membentuk suatu keluarga. Keluarga yang dihasilkan dari perkawinan beda agama biasa disebut dengan keluarga beda agama (interfaith family). Keluarga beda agama merupakan sekelompok orang yang terkait melalui hubungan (pernikahan, adopsi, ataupun kelahiran) yang saling berbagi satu sama lain serta para anggota keluarganya memiliki kepercayaan atau menganut agama yang berbeda (Alden, 2010). 3

Pernikahan beda agama juga di lakukan di kalangan artis seperti Ira Wibowo dan Katon Bagaskara, Tamara B dan Mike L, Lydia K dan Jamal M, Dewi S dan Gleen F tetapi setelah beberapa tahun menikah mereka melakukan perceraian (Kompas hot 15 september 2014). Keluarga beda agama memiliki fungsi dan tujuan yang sama dengan keluarga seagama pada umumnya. Perbedaan yang tampak yakni hanya status dari pasangan suami istri yang memiliki agama yang berlainan satu sama lain. Hal tersebut mengakibatkan faktor pemicu konflik dalam keluarga beda agama bertambah satu yakni adanya perbedaan keyakinan di dalam keluarga yang pada nantinya akan mengakibatkan konflik tersendiri. Kasus-kasus mengenai keluarga beda agama memiliki masalah yang biasanya lebih bervariasi dan kompleks dari permasalahan yang dihadapi dalam keluarga seagama. konflik yang terjadi pada keluarga beda agama terbagi menjadi dua, yakni konflik sebelum adanya pernikahan serta konflik yang terjadi setelah adanya pernikahan. Konflik yang terjadi sebelum adanya pernikahan biasanya berupa sulitnya mendapatkan ijin dari kedua orangtua untuk melangsungkan perkawinan beda agama, Tata cara pernikahan dan penerimaan latar belakang dari masing-masing keluarga sedangkan konflik yang terjadi setelah adanya pernikahan biasanya berupa konflik batin dalam diri karena rasa bersalah dan menyesal telah melaksanakan pernikahan yang dilarang oleh ajaran agama, seringnya mendapat komentar negatif dari orang lain ( Lingkungan ) terkait status pernikahan beda agama, serta adanya masalah dalam hal pemilihan agama pada anak yang pada nantinya akan mendatangkan konflik beragama dalam diri anak tersebut. Masalah lain yang timbul berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Pratiwi (2010) permasalahan yang dihadapi oleh keluarga beda agama meliputi permasalahan dengan latar belakang 4

agama, hubungan dengan keluarga, pelaksanaan ibadah, seksualitas, kehidupan sehari-hari, hubungan dengan lingkungan tempat tinggal, serta permasalahan mengenai pola asuh anak. Selain itu, salah satu permasalahan dalam keluarga beda agama yakni adanya konflik perasaan (batin) dalam diri anak (Yosepinata, 2012). Sedangkan permasalahan pernikahan beda agama dalam hukum agama Islam, senantiasa dimaknai dan dipahami secara berbeda oleh para penganutnya. Hal itu merupakan konsekuensi logis dari kandungan kitab suci Al-Quran yang lebih banyak memuat gambaran umum dari satu persoalan, dan oleh karenanya selalu ada peluang untuk ditafsirkan, terlebih lagi jika dikaitkan dengan kondisi dan situasi saat ini yang jelas berbeda dengan kondisi masa lalu. Beragam penafsiran disamping mencerminkan bahwa ada pluralitas dalam agama itu sendiri, juga mencerminkan kekayaan khasanah al-quran yang senantiasa bisa digali untuk kemudian mendapatkan hal-hal baru yang belum pernah ditemukan oleh generasi sebelumnya. Oleh karena itu, pernikahan beda agama dalam Islam menjadi sesuatu yang tak pernah selesai diperdebatkan. Sebagian sumber (nashal-qur an) dimaknai sebagai bentuk pelarangan terhadap pernikahan beda agama, sementara sebagian lagi ditafsirkan oleh banyak kalangan sebagai ayat yang membolehkan pernikahan beda agama. Dan janganlah kamu menikahi wanita-wanita musyrik sebelum mereka beriman. Sesungguhnya wanita budak yang mukmin lebih baik dari wanita musyrik, walaupun dia menarik hatimu. Dan janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik (dengan wanitawanita mukmin) hingga mereka beriman. Sesungguhnya budak yang mukmin lebih baik dari orang musyrik, walaupun dia menarik hatimu. Mereka mengajak ke 5

6 neraka, sedang Allah mengajak ke surga dan ampunan dengan izinnya. Dan Allah menerangkan ayat-ayatnya (perintah-perintahnya) kepada manusia supaya mereka mengambil pelajaran. (QS. Al-Baqarah : 221). Hal lain yang juga perlu dipertimbangkan dalam upaya memahami teks al-qur an sebagai sumber hukum, termasuk untuk pernikahan beda agama, adalah konteks pada saat ayat itu diturunkan. Dengan melihat konteks tersebut, penafsiran ayat yang membicarakan tentang pernikahan beda agama akan lebih jelas dipahami. Bagi umat Katolik sendiri pernikahan beda agama adalah salah satu halangan yang membuat tujuan pernikahan tidak dapat diwujudkan. Apabila pernikahan beda agama ini masih tetap dilaksanakan harus terlebih dahulu meminta izin atau dispensasi kepada uskup setempat. ( Kanon 1086 pasal 2) Walaupun di dalam pernikahan ini tidak ada keharusan bagi pihak yang bukan Katolik untuk ikut menjadi Katolik, tetapi ia harus menerima prinsip-prinsip, sifat dan tujuan pernikahan menurut agama Katolik. Di dalam agama Katolik terdapat ayat-ayat yang dipakai sebagai acuan pernikahan beda agama. Sebagian besar kitab Katolik melarang terjadinya pernikahan beda agama. Hal itu sebagaimana terlihat pada beberapa ayat di dalam kitab Perjanjian Lama seperti Kejadian 6:5-6 dan Ulangan 7:3-4. Pelarangan pernikahan beda agama juga terekam dalam kitab Perjanjian Baru seperti pada Korintus 7:1 dan 7: 12-16. (Yonathan A. Trisn 1987). Tanda-tanda pembolehan pernikahan beda agama baru muncul pada Hukum Kanonik, hukum turunan dari Kitab Suci yang berbasis pada realitas. Meski pasangan yang akan menikah beda agama terlebih dahulu harus memenuhi persyaratan tertentu, dua ayat dalam Hukum Kanonik patut disebut sebagai ayat

ayat yang memungkinkan terjadinya pernikahan beda agama dalam Katolik. Dua ayat tersebut adalah Hukum Kanon 1125 dan 1126. Penelitian terdahulu menemukan bahwa perkawinan campuran cenderung lebih berpotensi menimbulkan konflik dibandingkan perkawinan dalam budaya sama. Hal ini terjadi karena pasangan pada perkawinan campuran seringkali bereaksi menggunakan standar budaya yang berbeda. Jika seseorang cenderung memiliki pandangan yang kuat terhadap budayanya, maka tidak peduli seberapa besar upaya seseorang mencoba melepaskan diri dari budayanya, maka upaya tersebut akan terasa sulit, karena budaya tersebut telah menjadi panutan baginya, dan menentukan bagaimana dia seharusnya memahami dunia (Walker, 2005). Sehubungan dengan hal tersebut, sangat penting bagi pasangan yang menjalani perkawinan campuran untuk memahami kapan dan bagaimana konflik muncul, serta bagaimana pengaruhnya terhadap pembentukan sikap dan perilaku, sehingga pasangan perkawinan campuran dapat belajar untuk mengelola konflik dengan baik (Kreider, 2000). Jika konflik dikelola dengan baik dan saling menguntungkan bagi kedua belah pihak yang sedang mengalami konflik, maka suatu hubungan akan menjadi baik pula. jika konflik tidak dikelola dengan baik, maka suatu hubungan akan semakin memburuk. Kemampuan pasangan dalam mengelola dan menyelesaikan konflik merupakan prediktor utama di dalam sebuah hubungan perkawinan (Byadgi, 2011). Penggunaan manajemen konflik merupakan salah satu faktor signifikan yang dapat membantu pasangan perkawinan mengelola konflik yang ada. Manajemen 7

konflik merupakan proses pihak yang terlibat konflik dalam menyusun strategi konflik dan menerapkannya untuk mengendalikan konflik agar menghasilkan penyelesaian konflik yang diinginkan (Gunawan, 2011). Manajemen konflik yang tepat dan efektif bagi pasangan beda agama guna meminimalisir konflik yang yang terjadi menyangkut perbedaan agama. Teori Adaptasi Antarbudaya (theory intercultural adaption) yang mengungkapkan bagaimana individu beradaptasi yang berbeda budaya dan motivasi setiap orang untuk beradaptasi berbeda-beda. Kemampuan individu untuk berkomunikasi sesuai dengan norma-norma dan nilainilai budaya yang baru tergantung pada proses penyesuaian diri atau adaptasi mereka (Gudykunts dan Kim 2003). Berangkat dari banyaknya fenomena yang terjadi pada pernikahan pasangan agama islam dan agama katolik cenderung berpotensi menimbulkan konflik, sehingga mendorong peneliti untuk memutuskan mengambil topik mengenai pengelolaan konflik pada Pernikahan beda agama dalam penelitian ini. Dari konflik-konflik yang bermunculan pada pasangan yang menjalani pernikahan beda agama, mulai dari permalasahan latar belakang budaya, bahasa, peran gender, dan aspek lain seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, tentunya membutuhkan manajemen konflik untuk memelihara dan mempertahankan hubungan. Bertolak dari berbagai sumber maka penelitaian bertujuan memberikan mengenai konflik yang terjadi pada pernikahan beda agama, dan bagaimana pasangan beda agama mampu mempertahankan pernikahan dengan konflik yang muncul dan mengetahui cara mengatasinnya. Penelitian ini tidak hanya berguna bagi yang sudah menikah namun juga tidak menutup kemungkinan bagi yang belum menikah dan sedang menjalani hubungan beda agama semakin memahami dan 8

menggunakan manajeman konflik yang tepat, bagi yang menikah ataupun orang tua mampu melihat sudut pandang positif atas terjalinnya dua pribadi beda agama. konflik yang bersumber pada pernikahan beda agama serta yang cenderung digunkan dalam manajeman konflik. Oleh karena itu, Peneliti tertarik untuk meneliti manajemen konflik pernikahan beda agama khususnya pada pasangan agama islam dan katolik di Jakarta Barat. 1.2 RUMUSAN MASALAH Dalam penelitian ini hanya berfokus pada permasalan tentang manajeman konflik pada pernikahan beda agama islam dan katolik. Berangkat dari latar belakang yang dikemukakan diatas, maka dapat dirumuskan rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1) Konflik apa saja yang muncul sebelum pernikahan beda agama? 2) Konflik apa saja yang muncul dalam setelah pernikahan beda agama dan Pertimbangan apa saja yang muncul dari pasangan beda agama dalam penentuan agama yang akan dianut oleh anak? 3) Bagaimana cara menajemen konflik digunakan dalam pernikahan beda agama? 1.3 TUJUAN PENELITIAN 1) Untuk mengetahui Konflik apa saja yang muncul sebelum pernikahan beda agama. 9

2) Untuk mengetahui Konflik apa saja yang muncul dalam pernikahan beda agama dan Pertimbangan apa saja yang muncul dari pernikahan beda agama dalam penentuan agama yang akan dianut oleh anak 3) Untuk mengetahui Bagaimana cara menajemen konflik digunakan dalam pernikahan beda agama 1.4 MANFAAT PENELITIAN 1. Manfaat Secara Teoritis Manfaat teoritis penelitian ini memiliki manfaat sebagai berikut: Penelitian ini memberikan manfaat teoritis bagi psikologi perkembangan dan psikologi klinis masyarakat, bagi lapangan ilmu psikologi perkembangan, hasil penelitian ini dapat menambah penegetahuan tentang manajeman konflik pada pasangan yang sedang menjalani pernikahan beda agama. Psikologi klinis akan mendapatkan tambahan pengetahuan dampak akibat pernikahan beda agama yang dilakukan oleh pasangan tersebut 2. Manfaat Secara Praktis Secara praktis penelitian memiliki beberapa manfaat diantaranya sebagai berikut : 1) Pasangan Beda Agama Mengetahui gambaran manajemen konflik yang dilakukan dalam rumah tangga yang pernikahannya beda agama dan cara mengatasinya. 2) Orang Tua 10

Mampu melihat dari sudut pandang yang positif atas terjalinnya hubungan antar beda agama, dan mampu menjalin hubungan baik dengan kelurga yang berbeda agama. 3) Peneliti Mengetahui konflik apa saja yang muncul dan cara manajemen konflik yang digunakan dalam pernikahan beda agama. 4) Anak Dapat menerima dan menghormati orang tua walaupun berbeda agama. 11