BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II SISTEM SIARAN TV DIGITAL TERESTRIAL 2.1 MODEL BISNIS SISTEM SIARAN TV DIGITAL TERESTRIAL

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah.

TEKNOLOGI & FREKUENSI PENYIARAN MUHAMMAD IRAWAN SAPUTRA, S.I.KOM., M.I.KOM

Perubahan lingkungan eksternal. 1. Pasar TV analog yang sudah jenuh. 2. Kompetisi dengan sistem penyiaran satelit dan kabel. Perkembangan teknologi

REPUBLIK INDONESIA PERATURAN TENTANG MAHA ESA. non-teknis. Lembaran. Indonesia. Nomor 4252); Tambahan. Nomor 3981); Nomor 4485); Nomor 4566);

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Teknologi & frekuensi Penyiaran. Muhammad Irawan Saputra, S.I.Kom., M.I.Kom

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

DAFTAR INFORMASI PUBLIK INFORMASI YANG WAJIB TERSEDIA SETIAP SAAT PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI RI TAHUN 2013

PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA NOMOR TAHUN 2013 T E N T A N G

INDEKS PERATURAN MENTERI KOMINFO TAHUN No. Permen Tentang Ket

1 BAB I PENDAHULUAN. yang relatif dekat dengan stasiun pemancar akan menerima daya terima yang lebih

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB II TEKNOLOGI DVB-H

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG PERMASALAHAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

2 c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika tent

DAFTAR INFORMASI PUBLIK INFORMASI YANG WAJIB DISEDIAKAN DAN DIUMUMKAN PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA TAHUN 2014

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA,

MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA

BAB II PENGATURAN TENTANG PENYIARAN DI INDONESIA BERDASARKAN UNDANG UNDANG PENYIARAN NOMOR 32 TAHUN 2002 TENTANG PENYIARAN

BERITA NEGARA. No.747, 2011 KEMENTERIAN KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA. Televisi Digital Terestrial. Penyelenggaraan.

BAB I PENDAHULUAN. Sistem radio digital (Digital Audio Broadcasting, DAB, sekarang ini lazim

13. Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika

BAB I PENDAHULUAN - 1 -

PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2017 TENTANG TABEL ALOKASI SPEKTRUM FREKUENSI RADIO INDONESIA

MIGRASI KE TELEVISI DIGITAL (DTV) DAN PROSPEK PENGEMBANGANNYA

MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 08/P/M.

MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA KEPUTUSAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1017 TAHUN 2014

MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA

Proses Penyiaran TV Digital Dengan Teknologi DVB-T (Digital Video Broadcasting-Terestrial) di LPP TVRI Jakarta.

BAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan manusia terhadap teknologi telekomunikasi saat ini sudah

PELUANG PENYELENGGARAAN PENYIARAN DAN PENINGKATAN PELAYANAN PUBLIK UNTUK MEWUJUDKAN IKLIM PERSAINGAN USAHA YANG SEHAT DI BIDANG PENYIARAN

BERITA NEGARA. No.702, 2012 KEMENTERIAN KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA. Penyiaran Multipleksing. Penyelenggaraan.

DIGITAL VIDEO BROADCASTING (DVB) ERA MODERN PENYIARAN TV

Siaran Televisi Digital Indonesia Siap Dinikma5

CONVERGENCE MEDIA. Toward Knowledge Based Society

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Penjatahan kanal band VHF dan UHF di Indonesia [1] Kanal Masa transisi Dijital penuh Band III VHF: Ch Ch.

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA,

1.1 LATAR BELAKANG MASALAH

BERITA NEGARA PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA

DAFTAR PM KOMINFO TERKAIT PERIZINAN DAN INVESTASI

Analisa Sistem DVB-T2 di Lingkungan Hujan Tropis

Sebelum melaksanakan riset rating ada beberapa faktor yang perlu

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1. Konsep global information village [2]

Peluang dan Tantangan Industri Media dan Konten Prospek Bisnis Penyiaran di Indonesia yang Dipengaruhi Kemajuan Teknologi

BAB III KAJIAN REFERENSI DIGITAL DIVIDEND

PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2013 TENTANG

PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2016 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. Tuntutan kebutuhan manusia untuk dapat berkomunikasi di segala tempat,

LOGO. NATIONAL BROADBAND ECONOMY Strategi: Teknologi, Regulasi dan Pendanaan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

MULTIPLEXING DE MULTIPLEXING

RANCANGAN PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2014 TENTANG

DAFTAR INFORMASI PUBLIK INFORMASI YANG WAJIB TERSEDIA SETIAP SAAT PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA TAHUN 2012 UNIT YANG MENGUASAI

PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2012 TENTANG

BERITA NEGARA. KEMENTERIAN KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA. Perubahan Data. Perizinan Penyiaran. Tata Cara. PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA

I. PENDAHULUAN. kebutuhan informasi suara, data (multimedia), dan video. Pada layanan

PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2012 TENTANG

TEKNOLOGI WiMAX untuk Komunikasi Digital Nirkabel Bidang

2014, No c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagamana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Komunikasi dan Inf

Stasiun Relay, Interferensi Siaran&Stándar Penyiaran

MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA NOMOR: 02/PER/M.KOMINFO/1/2006 TENTANG

RANCANGAN PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2012 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA,

2011, No c. bahwa untuk dapat mendorong persaingan industri telekomunikasi yang sehat, mengembangkan inovasi teknologi informasi dan membuka pel

Simulasi Channel Coding Pada Sistem DVB-C (Digital Video Broadcasting-Cable) dengan Kode Reed Solomon

BAB I PENDAHULUAN. Tuntutan kebutuhan manusia untuk dapat berkomunikasi di segala tempat,

TV DIGITAL Teori dan Sistem

PERENCANAAN AWAL JARINGAN MULTI PEMANCAR TV DIGITAL BERBASIS PENGUKURAN PROPAGASI RADIO DARI PEMANCAR TUNGGAL

PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2014 TENTANG

DAFTAR INFORMASI PUBLIK INFORMASI YANG WAJIB TERSEDIA SETIAP SAAT PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA TAHUN 2011

DAFTAR PERATURAN MENTERI KOMINFO YANG VALID

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA,

2 c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b perlu menetapkan Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika tenta

TEKNOLOGI VSAT. Rizky Yugho Saputra. Abstrak. ::

2 tentang Tata Cara Perhitungan Tarif Sewa Saluran Siaran Pada Penyelenggaraan Penyiaran Multipleksing; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 19

BERITA NEGARA. No.1161, 2012 KEMENTERIAN KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA. Alat dan Perangkat Penerima. TV Digital. Persyaratan Teknis.

PERENCANAAN LOKASI PEMANCAR SFN STANDAR DVB-T BERDASARKAN RRC-06 UNTUK TVRI DI WILAYAH DKI JAKARTA

Perencanaan Strategi Penerapan Teknologi DVB-T di LPP TVRI

b. Zona-2 1) Izin Prinsip (Baru) Per Izin 1,315,000 2) Izin Tetap (Baru) Per tahun 927,000 3) Izin Perpanjangan Per tahun 1,190,000

RANCANGAN PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2013 TENTANG

PERSYARATAN PENDIRIAN DAN PERIZINAN LPPL WORKSHOP PENYIARAN PERBATASAN

DAFTAR PM KOMINFO NON PERIZINAN

DAFTAR INFORMASI PUBLIK INFORMASI YANG WAJIB TERSEDIA SETIAP SAAT PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA TAHUN 2010

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA NOMOR : 181/KEP/M.KOMINFO/12/ 2006 T E N T A N G

Agus Setiadi BAB II DASAR TEORI

PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA NOMOR : 17 /PER/M.KOMINFO/9/2005 TENTANG

2017, No b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, perlu menetapkan Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika te

RESUME PENYIARAN TV DIGITAL

Dasar- dasar Penyiaran

BAB I PENDAHULUAN. Radio Republik Indonesia (RRI) adalah Lembaga Penyiaran Publik. Milik Bangsa. Dengan disahkannya Undang-Undang Nomor 32 tahun 2002

BAB I PENDAHULUAN Kondisi Umum Industri Telekomunikasi di Indonesia. baik untuk mendukung kegiatan pemerintahan, pendidikan, bisnis, kesehatan,

BAB III PERANCANGAN SFN

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Saat ini dunia berada dalam era globalisasi informasi. Ramalan Marshall McLuhan pada tahun 1960-an bahwa kehidupan dunia akan merupakan suatu kehidupan desa yang mendunia (global village) telah menjadi kenyataan. Hal ini ditandai dengan cepatnya seseorang untuk berkomunikasi dan mendapatkan informasi dari belahan bumi manapun. Sejak akhir tahun 1980-an siaran TV di beberapa negara sudah menjangkau seluruh pelosok dunia melalui satelit. Masyarakat di belahan dunia manapun sudah dapat menyaksikan secara langsung peristiwa yang terjadi di belahan dunia lain. Semua hal tersebut dipacu oleh perkembangan teknologi informasi dan komunikasi yang begitu cepat. Pada dasawarsa 1990 2000 kemajuan teknologi digital telah menyebabkan perangkat tertentu dalam industri siaran TV yang bekerja dengan teknologi analog secara berangsur digantikan dengan perangkat yang bekerja dengan teknologi digital, misalnya alat perekam, kamera-video, dan perangkat pengeditan (perangkat editing). Hal tersebut dilakukan, antara lain, atas pertimbangan teknis karena adanya beberapa keunggulan penggunaan teknologi digital, antara lain tidak terjadinya penurunan kualitas sinyal walaupun telah dilakukan berbagai manipulasi terhadap sinyal tersebut. Teknologi digital terkait erat dengan teknologi yang digunakan dalam dunia komputer (teknologi informasi). Manfaat yang sangat berarti dalam penggunaan teknologi digital ialah menghemat penggunaan lebar pita (bandwidth) spektrum frekuensi radio karena adanya teknik kompresi terhadap sinyal tersebut. Dalam dasawarsa tersebut di atas, teknologi digital telah diterapkan pada siaran satelit TV Direct-to-Home (DTH) atau siaran TV langsung dari satelit dan siaran-siaran stasiun TV nasional untuk kebutuhan relai siaran nasionalnya. 1

2 Setelah diterapkan dalam sistem penyiaran satelit, perkembangan teknologi digital kemudian diterapkan pada sistem siaran TV terestrial. Terdapat (dua) pertimbangan diterapkannya teknologi digital pada sistem siaran TV terestrial, yaitu : 1. Untuk meningkatkan kualitas penerimaan siaran TV. Dibandingkan dengan analog, kelebihan sinyal yang diproses secara digital adalah terletak pada ketahanannya terhadap derau dan kemudahannya untuk diperbaiki (recovery) pada bagian penerimanya dengan suatu mekanisme kode koreksi kesalahan (error correction code). Penggunaan modulasi Orthogonal Frequency Division Multiplexing (OFDM) yang tangguh dalam mengatasi efek lintas jamak juga akan menghilangkan gema (echo) yang mengakibatkan munculnya gambar ganda yang sangat menganggu kenikmatan menyaksikan siaran televisi. 2. Untuk menghemat penggunaan lebar pita (bandwidth) spektrum frekuensi radio. Dengan teknologi digital membuat konsumsi lebar pita (bandwidth) menjadi lebih efisien karena penggunaan teknik kompresi pada sistem pemrosesan sinyalnya, sehingga yang pada awalnya 1 (satu) kanal frekuensi radio hanya dapat digunakan untuk menyalurkan 1 (satu) program siaran, dengan teknologi digital dapat digunakan untuk menyiarkan lebih dari 1 (satu) program siaran. Saat ini terdapat sejumlah standar penyiaran televisi digital terestrial yang berkembang di dunia, yaitu DVB-T (Digital Video Broadcasting Terrestrial) dari Eropa, ISDB-T (Integrated Services Digital Broadcasting Terrestrial) dari Jepang, ATSC (Advanced Television System Committee) dari Amerika Serikat, T- DMB (Terrestrial Digital Multimedia Broadcasting) dari Korea Selatan, dan DMB-T (Digital Multimedia Broadcasting Terrestrial) dari China. Beberapa standar siaran TV digital terestrial di atas menawarkan konsumsi lebar pita (bandwidth) spektrum frekuensi radio yang lebih efisien karena menggunakan teknologi kompresi pada pemrosesan sinyalnya. Standar kompresi

3 yang umumnya digunakan adalah MPEG-2 (Motion Pictures Experts Group 2) dan MPEG-4 (Motion Pictures Experts Groups 4). (Program) Siaran 1 Siaran 2 MULTIPLEKSER Siaran 1 Kanal Frekuensi Siaran x Gambar 1.1 Ilustrasi Efisiensi Spektrum Frekuensi Radio pada Siaran TV Digital Dengan adanya penghematan dalam konsumsi lebar pita (bandwidth) spektrum frekuensi radio, maka akan ada frekuensi radio yang kosong yang ditinggalkan oleh siaran TV analog yang beralih ke siaran TV digital. Fenomena ini disebut sebagai digital dividend, yang akan menjadi perkembangan yang sangat berharga bagi penerapan teknologi informasi dan komunikasi yang memanfaatkan frekuensi radio, termasuk juga di Indonesia. Dividen, dalam perspektif bisnis, adalah penghargaan (reward) berupa uang yang kita dapatkan ketika ketika melakukan investasi pada sebuah perusahaan. Digital dividend memiliki arti yang kurang lebih sama, yaitu sesuatu yang berharga yang bisa kita dapatkan untuk investasi pada digitalisasi sistem siaran, khususnya TV [20]. Sesuatu yang berharga tersebut adalah berupa spektrum frekuensi radio. Jadi, digital dividend adalah spektrum frekuensi radio yang tersedia bebas setelah adanya proses peralihan sistem siaran TV analog secara penuh pada pita frekuensi UHF (Ultra High Frequency) [9]. Yang menjadikan spektrum frekuensi radio hasil dari digital dividend tersebut lebih berharga adalah frekuensi tersebut tersedia dalam rentang pita frekuensi radio

4 200 MHz s.d. 1 GHz, dimana merupakan pita spektrum frekuensi paling berharga yang merupakan optimasi antara kebutuhan cakupan (coverage) dan lebar pita (bandwidth) yang dibutuhkan. Pita frekuensi dalam rentang tersebut menawarkan keseimbangan antara kapasitas transmisi dan jarak jangkauan aplikasi. Dengan adanya digital dividend, spektrum frekuensi radio yang tersedia dapat dimanfaatkan untuk siaran televisi digital atau aplikasi terestrial lainnya. Sehingga diharapkan dengan melakukan re-alokasi spektrum frekuensi radio secara adil dan seimbang dengan melihat kebutuhan industri siaran televisi dengan industri informasi dan komunikasi lainnya menjamin bahwa masyarakat mendapatkan manfaat sosial dan ekonomi yang maksimal dari digital dividend. Secara umum di Indonesia dan negara-negara lain di dunia, pita frekuensi UHF (Ultra High Frequency) banyak dialokasikan untuk siaran TV analog. Di Indonesia, alokasi pita frekuensi UHF (Ultra High Frequency) untuk siaran TV analog tertuang di dalam rencana induk (master plan) frekuensi radio yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Perhubungan Nomor : KM. 76 Tahun 2003 tentang Rencana Induk (Master Plan) Frekuensi Radio Penyelenggaraan Telekomunikasi Khusus untuk Keperluan Televisi Siaran Analog pada Pita Ultra High Frequency (UHF). Penjatahan alokasi kanal frekuensi radio untuk siaran TV pada pita Ultra High Frequency (UHF) sesusai rencana induk adalah sebagaimana pada Tabel 1.1 di bawah ini. Tabel 1.1 Penjatahan Alokasi Kanal Frekuensi Siaran Televisi pada Pita UHF [10] Wilayah Aplikasi Jabodetabek dan Ibu Kota Provinsi Kanal untuk Kanal untuk Kanal untuk Jumlah Kanal Transisi Siaran Siaran Maksimum Siaran TV TV Swasta TV Publik Digital 14 kanal 11 kanal 1 kanal 2 kanal Kota Lainnya 7 kanal 5 kanal 1 kanal 1 kanal

5 Kondisi di Indonesia saat ini sudah sangat banyak izin siaran TV analog yang telah diterbitkan. Tidak termasuk siaran TV publik (TVRI) dengan sejumlah stasiun transmisi daerahnya dan 10 (sepuluh) stasiun TV swasta nasional yang mengoperasikan puluhan stasiun relai di beberapa daerah, masih terdapat ratusan stasiun-stasiun TV swasta lokal yang beroperasi baik dengan maupun tanpa izin yang resmi. Hal ini menyebabkan perencanaan spektrum frekuensi radio dengan digital dividend relatif lebih rumit jika dibandingkan dengan negara lain. Keterlanjuran pemberian izin siaran televisi di atas menyebabkan kekacauan terhadap pemberian izin penggunaan frekuensi radio, karena banyak stasiun TV analog yang telah beroperasi bukan dengan izin resmi bahkan banyak diantaranya tidak mengikuti rencana induk (master plan) frekuensi radio. Hal tersebut di atas tentunya menyebabkan spektrum frekuensi radio yang memang sudah terbatas menjadi tidak efisien pemanfaatannya. Dengan sistem siaran TV digital yang memungkinkan pemanfaatan spektrum frekuensi radio lebih efisien dibandingkan dengan sistem siaran TV analog memberikan jalan untuk pemecahan masalah alokasi spektrum frekuensi radio untuk keperluan siaran TV. Sekalipun pengguna kanal frekuensi untuk siaran TV analog saat ini dianggap sudah cukup banyak, tetapi masih terdapat potensi dari penyelenggaraan siaran TV digital terestrial di luar dari penyeleggara siaran TV analog eksisting. Berikut adalah data stasiun TV analog eksisting dan jumlah pengajuan permohonan izin baru. Tabel 1.2 Data Stasiun TV Analog Eksisting dan Pengajuan Baru KATEGORI LP LPP TVRI LPP LOKAL LPS LPK LPB TOTAL JUMLAH EKSISTING BARU 1 1 0 19 0 19 374 11 363 20 0 20 115 13 102 529 25 504 Sumber: Kementerian Komunikasi dan Informatika, 2010 Data pengajuan baru untuk LPS (Lembaga Penyiaran Swasta) adalah 363, sehingga rata-rata setiap provinsi adalah 11 pemohon baru. Pertumbuhan jumlah stasiun TV akan berdampak pada pertumbuhan belanja iklan TV. Dan iklan TV

6 akan berdampak secara tidak langsung terhadap pertumbuhan ekonomi secara makro atau pertumbuhan pada sektor riil. Hal ini disebabkan karena sifat iklan sebagai pemicu peningkatan komensumerisme yang akan berdampak pada peningkatan transaksi perdagangan, terutama pada sektor retail. Iklan menumbuhkan kesadaran-kesadaran baru bahwa orang membutuhkan produkproduk baru dengan merek tertentu. Dalam benak konsumen terbangun kesadaran baru bahwa ia memiliki sejumlah kekurangan yang perlu dipenuhi dengan mengkonsumsi atau menggunakan produk tertentu. Hal ini dapat terlihat secara gamblang misalnya dengan melihat korelasi antara banyaknya iklan yang menawarkan produk layanan seluler dengan meningkatnya jumlah pelanggan telepon seluler secara signifikan di Indonesia. Sementara untuk potensi layanan mobile broadband sebagai salah satu aplikasi yang dapat dimanfaatkan menggunakan spektrum digital dividend dilihat dari potensi pertumbuhan pengguna internet dan pelanggan telepon bergerak. Pengguna internet di Indonesia mengalami pertumbuhan yang cukup signifikan dari tahun 2006 sebanyak 10.575.700 menjadi 18.000.000 pada tahun 2008. Sementara pertumbuhan jumlah pengguna internet di dunia dari tahun 2006 sampai dengan tahun 2008 mengalami pertumbuhan sebesar 38%.!"#$$%#&'(#)"*#")'+('(#+,#"-(&'./0012/0034' %!!!!!!!" $#!!!!!!" $!!!!!!!" #!!!!!!"!" $" %" &" Sumber : International Telecommunication Union Gambar 1.2 Data Pengguna Internet di Indonesia

7!"#$$%#&'(#)"*#")'+('+%#(&',-../0-..12' ($&!!$!!!$!!!" ($%!!$!!!$!!!" ($#!!$!!!$!!!" ($!!!$!!!$!!!" '!!$!!!$!!!" &!!$!!!$!!!" %!!$!!!$!!!" #!!$!!!$!!!"!" #!!&" #!!)" #!!'" Sumber : International Telecommunication Union Gambar 1.3 Data Pengguna Internet di Dunia Dari pengguna internet tersebut sebagian diantaranya adalah pelanggan layanan broadband. Sesuai dengan data stastistik dari International Telecommunication Union (ITU), pelanggan layanan broadband di dunia pada tahun 2006 adalah sebesar 283.253.000 dan meningkat menjadi 411.077.000. Jaringan komunikasi pita lebar (broadband communication network) saat ini adalah merupakan salah satu enabler bagi pertumbuhan ekonomi lokal karena investasi di dalam pembangunan jaringan komunikasi pita lebar akan berdampak pada peningkatan GDP suatu negara. Menurut sebuah laporan riset yang dilakukan oleh Strategic Network Group menyebutkan bahwa pertumbuhan ekonomi lokal dan investasi sekunder dimungkinkan oleh jaringan komunikasi pita lebar sebesar 10 (sepuluh) kali investasi awal dengan kontribusi pada GDP adalah sebesar 15 (lima belas) kali investasi pada jaringan komunikasi pita lebar. Pertumbuhan pelanggan telepon bergerak di Indonesia juga mengalami pertumbuhan yang cukup besar. Dari 63.800.000 pada tahun 2006 menjadi 169.720.000 pada tahun 2009. Berikut adalah data jumlah pelanggan telepon bergerak di Indonesia.

8!"#$%&&$%'("#"!)%'*"+&"+$,'-.//01.//23'!)($%$$$%$$$!!!)'$%$$$%$$$!!!)&$%$$$%$$$!!!)#$%$$$%$$$!!!)$$%$$$%$$$!!!($%$$$%$$$!!!'$%$$$%$$$!!!&$%$$$%$$$!!!#$%$$$%$$$!!!"!! #$$'! #$$*! #$$(! #$$+! Gambar 1.4 Data Pelanggan Telepon Bergerak di Indonesia Meskipun World Radio Conference 2007 sendiri telah memutuskan untuk merekomendasikan bahwa bagian atas dari pita frekuensi UHF digunakan untuk layanan komunikasi begerak, namun perhitungan alokasi lebar pita (bandwidth) untuk layanan siaran TV digital terestrial dan layanan aplikasi terestrial lainnya dalam hal ini yang digunakan di dalam penelitian adalah layanan mobile broadband tetap penting untuk dilakukan, khususnya dengan mempertimbangkan faktor-faktor dengan kondisi yang terjadi khusus di Indonesia. 1.2 PERUMUSAN MASALAH Peralihan sistem siaran TV analog ke sistem siaran digital adalah suatu keharusan yang tidak dapat dihindari. Dan dalam setiap upaya menuju perubahan selain optimisme, selalu ada keraguan dan kekwatiran dari industri dan masyarakat atas bentuk dan arah dari perubahan tersebut. Rencana induk (master plan) frekuensi untuk penyiaran sesuai dengan Keputusan Menteri Perhubungan No.76 Tahun 2003, hanya menyediakan 2 (dua) kanal frekuensi untuk transisi siaran TV digital [10], hal ini jelas tidak mencukupi,

9 sehingga perlu perencanaan dan pemetaan kanal frekuensi untuk siaran TV digital sebagai pelengkap atau revisi terhadap rencana induk (master plan) frekuensi yang ada sekarang sehingga didapatkan rencana kebutukan kanal frekuensi yang optimal untuk industri siaran TV digital. Dalam mengalokasikan spektrum frekuensi radio untuk kebutuhan siaran TV digital ada beberapa faktor atau variabel yang harus dipertimbangkan yang secara umum dibagi menjadi 2 (dua), yaitu faktor atau variabel yang berupa aspek teknis, misalnya pemilihan standar kompresi yang akan digunakan dan faktor atau variabel yang berupa aspek non-teknis, misalnya terkait dengan biaya investasi. Dalam kaitannya dengan digital dividend, terdapat potensi penerapan aplikasi teknologi informasi dan komunikasi yang selain siaran televisi digital yang sangat memungkinkan terjadinya kompetisi. Sehingga oleh karena itu perlu untuk menentukan proporsi dan alokasi lebar pita (bandwidth) yang optimum dalam hal pemanfaatan spektrum frekuensi radio yang akan digunakan oleh setiap aplikasi yang ditinjau dari sisi teknis dan ekonomi atau bisnis. 1.3 BATASAN MASALAH Agar di dalam penyajian penulisan penelitian ini tidak menjadi bias terhadap permasalahan-permasalahan lain dan lebih fokus pada pokok permasalahan yang disampaikan di atas, maka dalam penulisan penelitian ini kami membatasi pada: a. Sistem siaran TV digital yang digunakan dibatasi pada penyelenggara siaran televisi digital terestrial free-to-air (tidak berbayar) dengan standar DVB-T (Digital Video Broadcasting Terrestrial) sesuai dengan Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia Nomor 07/P/M.KOMINFO/3/2007 tentang Standar Penyiaran Digital Terestrial untuk Televisi Tidak Bergerak di Indonesia. b. Siaran TV digital terestrial dengan standar DVB-T di dalam penelitian ini adalah sistem siaran TV digital terestrial penerimaan tetap (fixed reception) dan tidak berbayar (free-to-air)

10 c. Pita frekuensi yang diamati adalah pita frekuensi untuk siaran televisi terestrial di pita frekuensi Ultra High Frequency (UHF) pada rentang 470 MHz 806 MHz. d. Wilayah geografis yang dilakukan dalam kajian dalah wilayah DKI Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi. e. Kajian terhadap proporsi, alokasi dan lebar pita (bandwidth) digital dividend adalah kebutuhan lebar pita (bandwidth) yang optimum untuk keperluan siaran TV digital terestrial dan mobile broadband. 1.4 TUJUAN Tujuan penulisan tesis ini adalah dalam rangka menentukan alokasi kebutuhan lebar pita (bandwidth) yang optimum untuk keperluan siaran TV digital terestrial dan layanan mobile broadband di pita frekuensi Ultra High Frequency (UHF). 1.5 SISTEMATIKA PENULISAN Sistematika penulisan tesis ini adalah sebagai berikut: BAB I PENDAHULUAN Menjelaskan tentang latar belakang, identifikasi permasalahan, batasan masalah, maksud dan tujuan, dan sistematika penulisan. BAB II SISTEM PENYIARAN TELEVISI DIGITAL TERESTRIAL Menjelaskan tentang teknologi siaran TV digital terestrial dan model bisnis penyelenggaraan siaran TV digital terestrial. BAB III KAJIAN REFERENSI DIGITAL DIVIDEND Menjelaskan tentang penerapan digital yang bisa dijadikan referensi untuk penerapan digital dividend di Indonesia.

11 BAB IV METODE PENELITIAN Menjelaskan tentang kerangka kerja penelitian yang akan digunakan untuk melakukan analisa terhadap penentuan lebar pita (bandwidth) spektrum frekuensi radio untuk keperluan siaran TV digital terestrial. BAB V OPTIMASI KEBUTUHAN LEBAR PITA (BANDWIDTH) UNTUK KEBUTUHAN SIARAN TV DIGITAL TERESTRIAL DAN LAYANAN MOBILE BROADBAND DI PITA FREKUENSI ULTRA HIGH FREQUENCY (UHF) Dalam bab ini akan dilakukan analisa penyelesaian masalah optimasi lebar pita (bandwidth) spektrum frekuensi radio untuk keperluan siaran TV digital terrestrial di pita frekuensi Ultra High Frequency (UHF) hasil dari peralihan sistem siaran TV analog ke sistem siaran TVF digital sehingga diharapkan tersedia spektrum frekuensi radio yang dapat dimanfaatkan untuk aplikasi teknologi informasi dan komunikasi lainnya, dalam hal ini adalah untuk layanan mobile broadband. BAB VI KESIMPULAN