PERATURAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II KUTAI NOMOR: 14 TAHUN 1996 T E N T A N G HUTAN RAKYAT DAN HUTAN MILIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

dokumen-dokumen yang mirip
PERATURAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II KUTAI NOMOR 18 TAHUN 1996 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II KUTAI NOMOR 8 TAHUN 1997 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN JEMBER

SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA IZIN PEMANFAATAN HASIL HUTAN PADA TANAH MILIK DAN KEBUN RAKYAT

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA NOMOR 4 TAHUN 2005 TENTANG IJIN PEMUNGUTAN HASIL HUTAN BUKAN KAYU DI WILAYAH KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II KUTAI NOMOR 20 TAHUN 1996 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PAKPAK BHARAT NOMOR 9 TAHUN 2006 TENTANG PENGUSAHAAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PAKPAK BHARAT,

Dengan Persetujuan DEWAN PERWAKILAN RAKYAT KABUPATEN KUTAI BARAT MEMUTUSKAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BARITO UTARA NOMOR 11 TAHUN 2001 TENTANG IZIN PEMUNGUTAN HASIL HUTAN KAYU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BERAU

PERATURAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II KUTAI NOMOR 9 TAHUN 1999 T E N T A N G

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BERAU

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN DAIRI NOMOR : 7 Tahun 2000 SERI : B NOMOR : 1 PERATURAN DAERAH KABUPATEN DAIRI NOMOR : 07 TAHUN 2000 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI BARAT NOMOR: 31 TAHUN 2000 T E N T A N G PENGELOLAAN HUTAN RAKYAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DALAM DAERAH KABUPATEN BERAU.

PERATURAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II KUTAI NOMOR 8 TAHUN 1996 T E N T A N G IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI NOMOR 15 TAHUN 2001 TENTANG IZIN PEMUNGUTAN HASIL HUTAN KAYU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUTAI,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II KUTAI NOMOR 4 TAHUN 1998 TENTANG

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 11 TAHUN 2002 TENTANG PENEBANGAN POHON PADA PERKEBUNAN BESAR DI JAWA BARAT

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BERAU

PERATURAN DAERAH KOTA BIMA NOMOR 6 TAHUN 2004 TENTANG TATA CARA PEMASUKKAN KAYU DARI LUAR DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA BARAT NOMOR 8 TAHUN 2009 TENTANG RETRIBUSI HASIL PEMANFAATAN KAYU PADA HUTAN HAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II BADUNG NOMOR 4 TAHUN 1998 TENTANG PENERTIBAN PENEBANGAN POHON DAN BAMBU DI LUAR KAWASAN HUTAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 9 TAHUN 2002 TENTANG RETRIBUSI ATAS IJIN PENEBANGAN KAYU RAKYAT (IPKR) DAN SURAT KETERANGAN ASAL USUL (SKAU)

PERATURAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II KUTAI NOMOR 20 TAHUN 1997 T E N T A N G

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI NOMOR 4 TAHUN 2001 TENTANG IJIN PEMUNGUTAN HASIL HUTAN BUKAN KAYU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUTAI,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BARITO UTARA NOMOR 14 TAHUN 2001 TENTANG PEREDARAN DAN PENERTIBAN HASIL HUTAN KAYU DI KABUPATEN BARITO UTARA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KETAPANG NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGELOLAAN HUTAN DAN HASIL HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KETAPANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI NOMOR 31 TAHUN 2000 TENTANG PENGELOLAAN HUTAN RAKYAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUTAI,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II SUMEDANG NOMOR : 2 TAHUN : 1993 SERI : C.2

PERATURAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II KUTAI NOMOR 10 TAHUN 1996 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN LAMONGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMONGAN NOMOR 15 TAHUN 2008 TENTANG PENATAUSAHAAN HASIL HUTAN HAK DI KABUPATEN LAMONGAN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BERAU

PEMERINTAH KABUPATEN PROBOLINGGO S A L I N A N

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 10 TAHUN 2002 T E N T A N G IZIN USAHA HOTEL DENGAN TANDA BUNGA MELATI

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA TAHUN 2001 NOMOR 79 SERI C NOMOR 4 PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA NOMOR 48 TAHUN 2001

PERATURAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II KUTAI NOMOR 5 TAHUN 1999 T E N T A N G

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BERAU

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN ACEH UTARA NOMOR : 15 TAHUN : 1997 SERI : C NOMOR : 10

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULELENG NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PENERTIBAN PENEBANGAN POHON DAN BAMBU DI LUAR KAWASAN HUTAN

PERATURAN DAERAH PROPINSI DAERAH ISTIMEWA ACEH NOMOR 47 TAHUN 2001

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BERAU

PEMERINTAH KABUPATEN TANAH BUMBU IZIN USAHA PERKEBUNAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMPUNG BARAT NOMOR 08 TAHUN 2001 T E N T A N G PENGENDALIAN PENEBANGAN DAN PEREMAJAAN TANAMAN KELAPA BUPATI LAMPUNG BARAT

PERATURAN DAERAH KOTA BIMA NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PERLINDUNGAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BIMA,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BERAU

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II S U M E D A N G NOMOR 23 TAHUN 1997 SERI B.8

PENGATURAN PEMANFAATAN HASIL HUTAN HAK/MILIK DI WILAYAH KABUPATEN PANDEGLANG BUPATI PANDEGLANG,

- 1 - BUPATI JENEPONTO. Jalan Lanto Dg. Pasewang No. 34 Jeneponto Telp. (0419) Kode Pos 92311

PERATURAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II KUTAI NOMOR 6 TAHUN 1997 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BERAU

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II S U M E D A N G NOMOR 14 TAHUN 1997 SERI C.2 PERATURAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II S U M E D A N G

PERATURAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II BADUNG NOMOR 3 TAHUN 1996 TENTANG TEMPAT DAN RETRIBUSI PARKIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKAYANG NOMOR 7 TAHUN 2003 TENTANG RETRIBUSI IZIN TEMPAT USAHA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BENGKAYANG,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI NOMOR 10 TAHUN 2001 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN PENDAFTARAN DAN PENCATATAN PENDUDUK DALAM WILAYAH KABUPATEN KUTAI

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PELALAWAN NOMOR 16 TAHUN 2003 TENTANG IZIN PEMANFAATAN KAYU PADA HUTAN RAKYAT DAN PADA TANAH MILIK

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BERAU

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TAPIN NOMOR 04 TAHUN 2006 TENTANG PENGATURAN DAN PEMBINAAN PEDAGANG KAKI LIMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II SUMEDANG NOMOR 5 TAHUN 1995 SERI B.2

BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 11 TAHUN 2017 TENTANG IZIN LOKASI

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BALANGAN NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG

WALIKOTA KENDARI PROVINSI SULAWESI TENGGARA PERATURAN DAERAH KOTA KENDARI NOMOR 7 TAHUN 2015 T E N T A N G

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BATANG HARI NOMOR 15 TAHUN 2001 TENTANG RETRIBUSI HASIL HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BATANG HARI,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 14 TAHUN 2009 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 14 TAHUN 2009 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 36 TAHUN 2002 TENTANG RETRIBUSI PEREDARAN HASIL HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SIAK,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BERAU

PERATURAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II BADUNG NOMOR 4 TAHUN 1996 TENTANG PAJAK RADIO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II BADUNG NOMOR 4 TAHUN 1991 TENTANG TERMINAL KENDARAAN BERMOTOR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI NOMOR 32 TAHUN 2000 TENTANG IJIN LOKASI DENGAN RAHMAAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUTAI,

PERATURAN DAERAH. Mengingat : 1. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan di Daerah;

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI NOMOR 14 TAHUN 2001 TENTANG IZIN USAHA PEMANFAATAN HASIL HUTAN BUKAN KAYU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KOTA PRABUMULIH NOMOR 4 TAHUN 2003 TENTANG SURAT IZIN TEMPAT USAHA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PRABUMULIH,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 2 TAHUN 2003 TENTANG PENGENDALIAN DAN PERLINDUNGAN SEMPADAN SUNGAI

PEMERINTAH KABUPATEN MUARO JAMBI

PEMERINTAH KABUPATEN JEMBER

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKULU UTARA NOMOR 04 TAHUN 2002 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUSI RAWAS NOMOR 13 TAHUN 2001 TENTANG IZIN PEMANFAATAN HASIL HUTAN KAYU, NON KAYU PADA TANAH MILIK/HUTAN RAKYAT

1 of 5 02/09/09 11:45

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BERAU

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKULU UTARA NOMOR 04 TAHUN 2002 TENTANG

PERATURAN DAERAH KOTA BONTANG NOMOR 7 TAHUN 2003 TENTANG PENGELOLAAN HUTAN MANGROVE DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BONTANG,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II BADUNG NOMOR 3 TAHUN 1990 TENTANG PAJAK RUMAH BOLA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH PROPINSI DAERAH TINGKAT I JAWA BARAT

- 1 - BUPATI JENEPONTO. Jalan Lanto Dg. Pasewang No. 34 Jeneponto Telp. (0419) Kode Pos 92311

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TK II SLEMAN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA TAHUN 2001 NOMOR 80 SERI C NOMOR 5 PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA NOMOR 49 TAHUN 2001

PEMERINTAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II G R E S I K PERATURAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II GRESIK NOMOR 30 TAHUN 1997 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BONE NOMOR 09 TAHUN 2006 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BONE NOMOR 09 TAHUN 2006

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II KULON PROGO NOMOR : 1 TAHUN : 1998 SERI : B

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA NOMOR 8 TAHUN 2007 TENTANG IZIN PEMANFAATAN KAYU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH TINGKAT II YOGYAKARTA ( Berita Resmi Daerah Tingkat II Yogyakarta )

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II BADUNG Nomor : 2 Tahun1987 Seri B Nomor 2 SALINAN

PEMERINTAH KABUPATEN JENEPONTO LEMBARAN DAERAH KABUPATEN JENEPONTO NOMOR : 19 TAHUN 2000 SERI : NOMOR : PERATURAN DAERAH KABUPATEN JENEPONTO

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 12 TAHUN 2009 TENTANG PERIJINAN PEMANFAATAN KEPEMILIKAN DAN PENGGUNAAN GERGAJI RANTAI

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BERAU

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TOJO UNA-UNA TAHUN 2008 NOMOR 30 PERATURAN DAERAH KABUPATEN TOJO UNA-UNA NOMOR : 30 TAHUN 2008 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TOJO UNA-UNA PERATURAN DAERAH KABUPATEN TOJO UNA-UNA NOMOR 18 TAHUN 2006 TENTANG PAJAK PENGGUNAAN GERGAJI RANTAI (CHAIN SAW)

LEMBARAN DAERAH K A B U P A T E N B A N D U N G. Nomor : 2 TAHUN 2002 Seri : C

Transkripsi:

PERATURAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II KUTAI NOMOR: 14 TAHUN 1996 T E N T A N G HUTAN RAKYAT DAN HUTAN MILIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KEPALA DAERAH TINGKAT II KUTAI Menimbang : a. Bahwa hak milik adalah merupakan hak asasi Warga Negara, oleh karena itu perlu mendapat perlindungan sesuai dengan ketentuan Perundangundangan yang berlaku; b. Bahwa sesuai Surat Menteri Kehutanan Nomor 1832/Menhut-IV/1989, tanggal 11 Desember 1989, kayu yang tumbuh diareal tanah milik dapat dieksploitasi sepanjang tidak menimbulkan akibat negatif; c. Bahwa hutan rakyat perlu dikembangkan, dikelola dan dimanfaatkan sebaik-baiknya untuk mendapatkan hasil guna secara optimal; d. Bahwa oleh karena itu dipandang perlu menetapkannya dalam Peraturan Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Kutai. Mengingat : 1. Pasal 18, Pasal 18A, Pasal 18B, Pasal 22D, Pasal 28I ayat (3) dan Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945; 2. Undang-undang RI Nomor 27 tahun 1959 tentang Penetapan Undang- Undang Darurat Nomor 3 tahun 1953 tentang Pembentukan Daerah Tingkat II di Kalimantan (Lembaran Negara tahun 1959 Nomor 9 sebagai Undang-Undang);

3. Undang-Undang RI Nomor 5 tahun 1960 tentang Pokok-Pokok Agraria (Lembaran Negara tahun 1960 Nomor 5, tambahan Lembaran Negara Nomor 2043); 4. Undang-Undang RI Nomor 5 tahun 1967 tentang Ketentuan-Kententuan Pokok Kehutanan (Lembaran Negara tahun 1967 Nomor 8, tambahan Lembaran Negara Nomor 2823); 5. Undang-Undang RI Nomor 5 tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan di Daerah (Lembaran Negara tahun 1974 Nomor 38, tambahan Lembaran Negara Nomor 3037); 6. Undang-Undang RI Nomor 4 tahun 1982 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara tahun 1982 Nomor 4, tambahan Lembaran Negara Nomor 3215); 7. Peraturan Pemerintah RI Nomor 28 tahun 1985 tentang Perlindungan Hutan (Lembaran Negara tahun 1985 Nomor 39); 8. Peraturan Pemerintah Nomor 21 tahun 1970 tentang Hak Pengusahaan Hutan dan Hak Pungutan Hasil Hutan; 9. Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 194/Kpts-II/1986 tentang Petunjuk Pengerjaan Hutan lainnya; 10. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 84 tahun 1993 tentang Bentuk Peraturan Daerah dan Perubahan Peraturan Daerah; 11. Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 86/Kpts-II/1994 tentang Penyerahan Sebagian Urusan Pemerintah Pusat dibidang Kehutanan Kepada Pemerintah Daerah Tingkat II; 12. Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 101/Kpts-V/1996 tentang Ketentuan dan Tata Cara Penyaluran Dana Reboisasi dalam rangka Pinjaman untuk Usaha Perhutanan Rakyat kepada Mitra Usaha;

13. Peraturan Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Kutai Nomor 21 tahun 1985 tentang Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) di lingkungan Pemerintah Kabupaten Daerah Tingkat II Kutai; 14. Peraturan Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Kutai Nomor 23 Tahun 1995 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Dinas Kehutanan dan Konservasi Tanah Kabupaten Daerah Tingkat II Kutai; 15. Peraturan Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Kutai Nomor 6 Tahun 1996 tentang Biaya Leges dan Administrasi Dalam Wilayah Kabupaten Daerah Tingkat II Kutai. Dengan Persetujuan DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II KUTAI M E M U T U S K A N Menetapkan: PERATURAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II KUTAI TENTANG HUTAN RAKYAAT DAN HUTAN MILIK BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan: a. Daerah adalah Kabupaten Daerah Tingkat II Kutai. b. Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Kabupaten Daerah Tingkat II Kutai. c. Kepala Daerah adalah Bupati Kepala Daerah Tingkat II Kutai. d. Dinas Kehutanan adalah Dinas Kehutanan Kabupateen Daerah Tingkat II Kutai. e. Kepala Dinas adalah Kepala Dinas Kehutanan Kabupaten Daerah Tingkat II Kutai. f. Hutan Milik adalah hutan yang tumbuh di atas tanah yang dibebankan hak milik.

g. Hutan Rakyat adalah hutan yang tumbuh di atas tanah yang dibebani hak milik maupun hak lainnya dengan ketentuan luas minimum 0,23 Ha dan penutupan lajur tanaman kayu-kayuan cari 50 % dan atau pada tanaman tahun pertama sebanyak minimal 500 tanaman. Hutan Rakyat dapat dibangun pada lahan hak milik dan hakhak lainnya seta pada kawasan hutan produksi yang dapat dikonservasi yang tidak pertumbuhan pohon-pohonan. h. Ijin Pemungutan Hasil Hutan adalah ijin tertulis dari segala Daerah dan atau pejabat yang ditunjuk untuk memungut hasil hutan rakyat maupun hutan milik. BAB II PEMBINAAN HUTAN RAKYAT DAN HUTAN MILIK Pasal 2 1. Tanah yang dimanfaatkan sebagai Hutan Rakyat bukan di atas tanah yang dibebani hak milik dikuasai oleh Negara 2. Pemilik tanah yang dimaksud dalam ayat (1) pasal ini dibuktikan dengan surat-surat bukti pemilikan tanah sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku. Pasal 3 Kepala Daerah yang melaksanakan pembinaan terhadap hutan rakyat dan hutan milik rakyat meliputi inventarisasi terhadap luas, letak dan potensi hutan secara terus menerus. Pasal 4 1. Berdasarkan Inventarisasi tersebut sebagaimana pasal 2 di atas, Kepala Daerah menetapkan Hutan Rakyat dan Hutan Milik sesuai dengan fungsinya menjadi: a. Hutan Lindung b. Hutan Produksi 2. Kriteria penetapan hutan rakyat dan hutan milik sesuai dengan Peraturan Perundangundangan yang berlaku.

Pasal 5 Pembinaan hutan rakyat dan hutan milik dilaksanakan sedemikian rupa sehingga mempunyai nilai ekonomi tinggi dan berpengaruh positif terhadap kegiatan perekonomian Daerah dan aspek konservasi secara optimal. BAB III PEMUNGUTAN DAN PEMANFAATAN HASIL HUTAN DAN HASIL HUTAN LAINNYA Pasal 6 1. Pemungutan hasil hutan yang berasal dari hutan rakyat dan hutan milik dilaksanakan dengan tetap memperhatikan aspek ekonomi dan aspek konservasi: a. Hutan Rakyat: 1. Pemungutan hasil hutan dan hasil hutan lainnya harus dengan ijin dari Kepala Daerah atau pejabat yang ditunjuk. 2. Hasil hutan berupa kayu yang mempunyai fungsi produksi pemanfaatannya dapat dilakukan dengan sisteem tebang habis atau tebang pilih. a. Hutan Milik: 1. Pemungutan hasil hutan dan hasil hutan lainnya harus dengan ijin Kepala Daerah atau pejabat yang ditunjuk. 2. Hasil hutan berupa kayu yang mempunyai fungsi produksi pemungutannya dapat dilakukan dengan sistem tebang pilih atau tebang habis. 3. Untuk areal hutan milik yang mempunyai fungsi lindung tidak boleh dilakukan penebangan. 2. Hasil hutan dan hasil hutan lainnya yang akan dipindahkan dari atau diangkut ketempat lainnya harus dilengkapi dengan surat keterangan sahnya hasil hutan dari Instansi Kehutanan sesuai peraturan yang berlaku. BAB IV PENGURUSAN HUTAN RAKYAT DAN HUTAN MILIK

Pasal 7 1. Pengurusan hutan rakyat dan hutan milik dilakukan oleh pemiliknya dengan bimbingan Instansi Kehutanan dengan berdasarkan kepada ketentuan dan peraturan yang berlaku. 2. Pengurusan hutan rakyat dan hutan milik yang bertentangan dengan ayat (10 tersebut di atas dan kepentingan umum dilarang. BAB V HAK DAN KEWAJIBAN Pasal 8 1. Pemegang ijin pemanfaatan kayu pada hutan rakyat dan pemegang ijin pemanfaatan kayu pada hutan milik berhak memungut hasil hutan atau hasil hutan lainnya sesuai ketentuan yang berlaku. 2. Pemegang ijin hutan rakyat dan pemegang hak hutan milik berhak untuk memanfaatkan, mengangkut dan menjual hasil hutan dan hasil hutan lainnya sesuai dengan ketentuan dan peraturan yang berlaku. 3. Pemegang ijin hutan rakyat dan pemegang hak hutan milik berkewajiban mengurus dan memelihara upaya pelestarian hutan. 4. Hasil hutan berupa kayu dimanfaatkan hanya untuk kebutuhan sendiri dan kebutuhan lokal pada industri pengolahan kayu yang memiliki ijin yang sah. BAB VI KETENTUAN TENTANG PUNGUTAN IURAN KEHUTANAN Pasal 9 1. Terhadap hasil hutan berupa kayu yang dipungut dari hutan rakyat dan hutan milik untuk setiap M3 aktualnya dikenakan pungutan iuran kehutanan.

2. Besarnya tarif iuran kehutanan untuk masing-masing jenis kayu yang berasal dari ijin pemanfaatan kayu di hutan rakyat dan atau dari ijin pemanfaatan kayu di hutan rakyat dan atau pada hutan milik setiap M3 aktualnya sebagai berikut: a. Kelompok Meranti, sebesar Rp 15.500,00/m2 aktual kelompok jenis Meranti terdiri dari jenis-jenis kayu sebagai berikut 1. Meranti (Shorea Spp, para shorea Spp) 2. Bengkirai (Shorea Laevifalia) 3. Kapur (Dryobalanops Spp) 4. Keruing (Dipterocapus Spp) 5. Durian/Pungai (Durio Spp, Soelostegia Spp) 6. Jeluntung (Dyera Spp) 7. Perupuk (Lophopetalun Spp) 8. Nyatoh (Palaguium Spp) 9. Marsawa (Anisoptera Spp) 10. Merawan (Hopea Spp) 11. Pulai (Alstonia Spp) 12. Resak (Vatica Spp) 13. Agathis (Agathis Spp) 14. Merbabu/Ipil (Instia Spp) b. Kelompok Kayu Indah, semua kelas diameter Rp 35.000,00/m3 aktual jenis kayu terdiri dari: 1. Ulin (Eusiderooxylon Zwageri) 2. Kuku (Pericopsis Mooniana Tnw) 3. Mahoni (Swetenia Spp) 4. Bungur (Lagerstroemia Speciosa Pers) 5. Sungkai (Peronema Canescens Jack) 6. Rengas (Gluta Spp, Mllanorrhoea Walichii) 7. Buli/Nyirih (Xyloparpus Granatum Koen, Bolium Spp) 8. Jati (Textona Grandis) 9. Perepat Darat (Combretocarpus Rotundatus) 10. Ramin (Gonystylus Banconus Kurz)

11. Sawo (Manilkara Kauki Dub) 12. Sempertir (Sindur) (Sindora Spp) 13. Trenbesi (Samanea Saman Merr) 14. Sonokling (Dalbergia Latifolia Roxb) 15. Sonokembang (Ptrokarpus Indicus Willd) c. Kelompok Kayu Rimba Campuran Rp 12.500,00/m3 aktual terdiri dari jenisjenis kayu antara lain: 1. Bakau-bakauan (Rizophora Spp, Bruguiera Spp, Ceriop Tagal) 2. Banitan (Polyalthia Glauca Boerl) 3. Bayur (Pterospermum Spp) 4. Bintangur (Calophyllum Spp) 5. Binuang (Octomeles Sumatran Miq) 6. Duabangga (Dua Bangga Molucana Spp) 7. Jabon/Kelanpayan (Anthcephalus Spp) 8. Kecapi/Kelam (Sandrorium Spp) 9. Kedondong Hutan (Spondias Spp) 10. Kelumpang (Sterculia Spp) 11. Jambu-jambu (Eugenia Spp) 12. Kempas (Kompassia Spp) 13. Kenanga (Cananga Odorata Hk) Keranji (Diallium Spp) 14. Ketapang (Terminalia Spp) 15. Mahang (Macaranga Spp) 16. Medang (Litcea Firma Hook. F) 17. Mentibu/Jongkong (Dactylocladus Stenostachys) 18. Taban (Anisoptera Spp) 19. Terap (Artocarpus Spp) d. Kelompok Sortimen Khusus Selain Ulin 1. Kayu bakar... Rp 500,00/per Stapel meter 2. Kayu arang... Rp 500,00/per Stapel meter 3. Kayu pacang... Rp 200,00/batang

e. Kelompok kayu hutan tanam...rp 4.000/m3 aktual jenis kayu terdiri dari: 1. Pinus (Pinus Spp) 2. Eucaliptus (Eucaleptus Spp) 3. Sengon/Jerunjing (Albizia Falcata) 4. Acasia (Acasia Spp) 5. Gmelina (Gmelina Arborea) 6. Karet 7. Kemiri (Therminalia Spp) 3. Pemegang ijin hak hutan rakyat dan pemegang hak hutan milik wajib membayar pungutan-pungutan sesuai dengan peraturan dan ketentuan yang berlaku; 4. Pemegang hak hutan rakyat dan hutan milik wajib mengelola areal hutan serta mentaati segala ketentuan di bidang kehutanan yang ditetapkan pemerintah; 5. Hasil pungutan sebagaimana dimaksud pasal ini merupakan Pendapatan Daerah yang harus disetor ke Kas Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Kutai. Pasal 10 1. Tata cara pelaksanaan pemungutan dan petugas pemungut diatur lebih lanjut oleh Kepala Daerah. 2. Kepala petugas pemungut diberikan uang perangsang sebesar 5 % (lima perseratus) dari realisasi pungutan. BAB VI SYARAT DAN TATA CARA PERMOHONAN HAK PEMUNGUTAN HASIL HUTAN RAKYAT DAN HASIL HUTAN MILIK Pasal 11 1. Syarat-syarat dan tata cara permohonan dan pemungutan hasil hutan dan hasil hutan lainnya akan diatur lebih lanjut dengan Keputusan Kepala Daerah sesuai ketentuan dan peraturan yang berlaku.

2. Biaya yang berhubungan dengan pelaksanaannya ayat (10 dibebankan kepada pemohon. BAB VII KETENTUAN PIDANA Pasal 12 1. Barang siapa yang melanggar ketentuan pasal 9 ayat (1) dan ayat (2) Peraturan Daerah ini diancam kurungan paling lama 3 (tiga) bulan dan denda paling banyak Rp 50.000 (lima puluh ribu rupiah); 2. Tindak pidana sebagaimana dimaksud ayat (1) pasal ini adalah pelanggaran. BAB VIII KETENTUAN PENYIDIKAN Pasal 13 1. Selain pejabat penyidik umum yang bertugas menyidik tindak pidana, penyidik atas tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Daerah ini dapat juga dilakukan oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil dilingkungan Pemerintah Daerah Tingkat II Kutai yang pengangkatannya ditetapkan sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku; 2. Dalam melaksanakan tugas penyelidikan para Penyidik Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud ayat (1) pasal ini, berwenang: a. Menerima laporan atau pengaduan dari seseorang tentang adanya tindak pidana b. Melakukan penghentian tindak pidana pada saat itu ditempat kejadian dan melakukan pemeriksaan. c. Menyuruh berhenti seseorang tersangka dari kegiatannya dan memeriksa tanda pengenal diri tersangka. d. Melakukan penyitaan benda atau surat. e. Mengambil sidik jari dan memotret seorang tersangka.

f. Memanggil orang untuk dilibatkan dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi. g. Mendatangkann orang ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan pemeriksaan perkara. h. Menghentikan penyidikan setelah mendapat petunjuk dari penyidik umum bahwa tidak terdapat cukup bukti atau peristiwa bukan merupakan tindak pidana, selanjutnya melalui penyidik umum memberitahukan hal tersebut pada penuntut umum tersangka dan keluarganya. i. Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang dapat dipertanggung jawabkan. Pasal 14 Pejabat Penyidik Pegawai Negeri Sipil membuat berita acara a. Pemeriksaan rumah. b. Pemasukan rumah. c. Penyitaan benda. d. Pemeriksaan surat e. Pemeriksaan saksi f. Pemeriksaan ditempat kejadian dan mengirimkannya kepada Kejaksaan Negeri, melalui Penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia. BAB IX KETENTUAN LAIN-LAIN Pasal 15 Kepala Dinas beserta jajarannya wajib melakukan pengendalian dan pengawasan terhadap pelaksanaan Peraturan Daerah ini sesuai dengan ketentuan yang berlaku. BAB IX KETENTUAN PENUTUP

Pasal 16 Hal-hal yang belum diatur dalam Peraturan Daerah ini sepanjang mengenai pelaksanaannya akan diatur lebih lanjut dengan Keputusan dan atau Surat Keputusan Kepala Daerah. Pasal 17 Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan perundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatan dalam lembaran daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Kutai. DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II KUTAI KETUA Ditetapkan di Tenggarong Pada tanggal BUPATI KEPALA DAERAH TINGKAT II KUTAI H. M. RIFAT SADMANI DRS. H.A.M. SULAIMAN DISAHKAN Dengan Surat Keputusan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Kalimantan Timur Tanggal 5 Februari 1997 Nomor 522/II/SK-006/1997 Plt. Kepala Biro Hukum, HJ NURUL HERAWATI, SH NIP. 010 085 322

Diundangkan dalam Lembaran Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Kutai Nomor 10 Tanggal 25 Februari 1997 Sekretaris Wilayah Daerah DRS. SYAHRIAL SETIA NIP.010032006

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II KUTAI NOMOR 14 TAHUN 1996 TENTANG HUTAN RAKYAT DAN HUTAN MILIK I. PENJELASAN UMUM Hutan Rakyat merupakan salah satu upaya untuk memelihara dan memulihkan lahan kritis (padang alang-alang, semak belukar, lahan non produktif/gundul, tanah terlantar) dengan jalan menanami jenis tanaman yang dapat melindungi tanah, memperbaiki kesuburan tanah dan meningkatkan penghasilan petani. Adapun manfaat hutan rakyat antara lain untuk meningkatkan pendapatan kesejahteraan petani, memanfaatkan maksimal lahan yang non produktif/menjadi subur, meningkatkan produksi kayu bakar, pengolahan bahan baku (kayu perkakas, bahan bangunan/alat rumah tangga) menambah lapangan kerja dan rehabilitasi lahan kritis. Berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 101/Kpts-V/1996, ditegaskan lebih detail bahwa pengertian Hutan Rakyat adalah hutan yang tumbuh di atas tanah dengan dibebani hak milik maupun hak-hak lainnya dengan luas minimal 0,25 Ha, penutupan tajuk pohon-pohonan lebih 20% dan atas terdapat minimal 500 tanaman pada tanaman tahun pertama. Kemudian sasaran lokasi hutan rakyat antara lain: Lahan dengan kemiringan > 50% (tebing curam untuk melindungi dari pada longsor). Lahan yang tidak digarap/terlantar.

Lahan milik rakyat yang karena pertimbangan ekonomi lebih menguntungkan apabila di jadikan hutan rakyat dengan tanaman industri. Pemilihan jenis tanaman pokok disesuaikan dengan jenis tanah, keadaan iklim dan kebutuhan masyarakat dengan prinsip jenis tanah yang dipilih dapat menghasilkan pendapatan petani dan melestarikan sumber daya alam. Selanjutnya Hutan Milik adalah hutan yang tumbuh di atas tanah yang dibebani oleh hak milik sementara, hak milik merupakan hak asasi Warga Negara yang terkuat dan perlu mendapatkan perlindungan sesuai dengan ketentuan Perundang-undangan yang berlaku. Sesuai dengan Surat Menteri Kehutanan Nomor 1832/Kehut-IV/1989 tanggal 11 Desember 1989 ditegaskan bahwa kayu yang tumbuh di atas tanah milik dapat dieksploitasi sepanjang tidak menimbulkan akibat negatif. Akhirnya hal-hal tersebut di atas maka perlu diberikan suatu landasan hukum dan kepastian mekanisme pengolahan dan pemanfaatannya secara optimal atau bentuk Peraturan Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Kutai tentang Hutan Rakyat dan Hutan Milik. II. PENJELASAN PASAL DEMI PASAL Pasal 1 Huruf a s/d i Kecuali huruf h Disamping Hutan Rakyat dan Pengertian Hutan Rakyat Murni dan Hutan Rakyat Campuran. Hutan Rakyat Murni adalah hutan rakyat yang seluruhnya ditanami kayu-kayuan. Hutan Rakyat Campuran adalah areal hutan rakyat yang ditanami dengan tanaman kayukayuan yang dicampur dengan tanaman pertanian dengan perbandingan penutup tajuk tanaman kayu-kayuan lebih dari 50%.

Pasal 2 Pasal 3 Pasal 4 Ayat 1 a. Penetapan fungsi sebagai hutan lindung adalah karena keadaan fisik dapat melestarikan sumber daya alam (misalnya tanah, memperbaiki kesuburan tanah dan cegah erosi/banjir) b. Penetapan fungsi sebagai hutan produksi adalah karena keadaan fisik dan lingkungan dapat meningkatkan penghasilan pendapatan petani antara lain dengan sistim tumpang sari (yaitu menanam tanaman kayu-kayuan dicampur dengan tanaman semusim seperti padi, jagung, kedelai, kacang, dll) Pasal 5 Pasal 6 Ayat 1 a. Aspek Ekonomi bermakna bahwa dengan pemungutan dari hasil hutan rakyat dan hutan milik diharapkan dapat menambah penghasilan dan pendapatan petani (perorangan, warga atau kelompok). b. Aspek Konservasi bermakna bahwa pengelolaan dan pemanfaatan dimaksud tetap berorientasi kepada upaya melestarikan sumber daya alam dan lingkungan. Pasal 6 Ayat 1

Huruf b.3 Kecuali hasil hutan berupa kayu yang mempunyai fungsi sebagai Hutan Lindung maka pemanfaatan kayunya tidak boleh dilakukan penebangan kecuali pemanfaatan hasil non kayunya antara lain berupa (buah, getah, kulit, dsbnya) Pasal 7 Ayat 2 Sesuai dengan pasal 14 ayat (1) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 28 tahun 1985 tentang Perlindungan Hutan Pasal 8 Ayat 1 Pengurusan hutan rakyat dan hutan milik bermakna pengelolaan, pemanfaatan dan pemasaran hasil berikutnya dilakukan dengan sebaik-baiknya sehingga diharapkan dapat menghasilkan daya guna dan hasil guna secara optimal. Pasal 9 Ayat 1,2 Bahwa hak pemilikan hutan rakyat dan hutan milik untuk memungut, memanfaatkan, mengangkut dan menjual hasil hutan atau hasil hutan lainnya harus tetap berdasarkan dan sesuai dengan ketentuan dan peraturan yang berlaku. Pasal 10 Ayat 1 Ayat 2

Ayat 3 Pungutan retribusi terhadap pemungutan hasil hutan rakyat dan hutan milik merupakan salah satu sumber pendapatan asli daerah untuk mendukung perkembangan daerah otonomi sendiri. Ayat 4 Kewajiban membayar pungutan atas kewajiban lainnya sesuai dengan peraturan dan ketentuan yang berlaku (IHH/DR). Ayat 5 Kewajiban mengelola areal dilaksanakan dalam bentuk usaha memanfaatkan secara maksimal dan lestari lahan yang tidak produktif, diolah agar menjadi lahan yang subur untuk usaha tani tanaman pangan. Pasal 11 Ayat 1 Aparat Dinas Pendapatan Daerah mengadakan pungutan retribusi terhadap hasil hutan berupa kayu yang dipungut dari hasil hutan rakyat dan hutan milik untuk setiap M3 yang besarnya ditetapkan oleh Kepala Daerah Tingkat II. Ayat 2 Ayat 3 Pasal 12 Ayat 1,2

Pasal 12 Ayat 3 Sifat perbuatannya dibedakan antara kejahatan dan pelanggaran dapat dilihat pada pasal 18 ayat 6 Peraturan Pemerintah Nomor 28 tahun 1985 tentang Perlindungan Hutan. Pasal 13 Ayat 1,2 Pasal 14 Ayat 1, 2 Pasal 15 Pasal 16 Pasal 17