III. BAHAN DAN METODE

dokumen-dokumen yang mirip
(Studi kasus : Taman Nasional Lore-Lindu, Sulawesi Tengah) MOCHAMMAD TAUFIQURROCHMAN ABDUL AZIZ ZEIN

(Studi kasus : Taman Nasional Lore-Lindu, Sulawesi Tengah) MOCHAMMAD TAUFIQURROCHMAN ABDUL AZIZ ZEIN

II. TINJAUAN PUSTAKA. meninggalkan bumi R l : Radiasi gelombang panjang yang datang. meninggalkan bumi

Nilai Io diasumsikan sebagai nilai R s

III. METODOLOGI. Gambar 1. Peta Administrasi Kota Palembang.

Indeks Vegetasi Bentuk komputasi nilai-nilai indeks vegetasi matematis dapat dinyatakan sebagai berikut :

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di Taman Hutan Raya Wan Abdul Rachman (Tahura

BAB III METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN

Lampiran 1. Peta klasifikasi penutup lahan Kodya Bogor tahun 1997

Generated by Foxit PDF Creator Foxit Software For evaluation only. 23 LAMPIRAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. METODE PENELITIAN. berlokasi di kawasan Taman Nasional Way Kambas. Taman Nasional Way

3. BAHAN DAN METODE. Penelitian yang meliputi pengolahan data citra dilakukan pada bulan Mei

BAB II TINJAUAN PUSTAKA...

METODOLOGI. Gambar 4. Peta Lokasi Penelitian

ix

III. BAHAN DAN METODE

METODE PENELITIAN. Sumber: Dinas Tata Ruang dan Pemukiman Depok (2010) Gambar 9. Peta Orientasi Wilayah Kecamatan Beji, Kota Depok

BAB III METODE PENELITIAN

PENYUSUNAN METODE UNTUK MENDUGA NILAI RADIASI ABSORBSI DENGAN MENGGUNAKAN CITRA LANDSAT TM/ETM+ (STUDI KASUS HUTAN GUNUNG WALAT SUKABUMI)

BAB III. Penelitian inii dilakukan. dan Danau. bagi. Peta TANPA SKALA

Analisa Kondisi Ekosistem Mangrove Menggunakan Data Citra Satelit Multitemporal dan Multilevel (Studi Kasus: Pesisir Utara Surabaya)

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN. Tampak pada bulan Januari September Resort Pugung Tampak memiliki luas

III. METODOLOGI PENELITIAN

ANALISIS KELEMBABAN TANAH PERMUKAAN MELALUI CITRA LANDSAT 7 ETM+ DI WILAYAH DATARAN KABUPATEN PURWOREJO

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli-November Penelitian ini

BAB III PEMBAHASAN. 3.1 Data. Data yang digunakan dalam penelitian ini berupa :

memberikan informasi tentang beberapa daftar penelitian LAI dengan pendekatan optik dan hukum Beer-Lambert.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

METODE NERACA ENERGI UNTUK PERHITUNGAN LEAF AREA INDEX (LAI) DI LAHAN BERVEGETASI MENGGUNAKAN DATA CITRA SATELIT RUDI SETIAWAN

ANALISA KESEHATAN VEGETASI MANGROVE BERDASARKAN NILAI NDVI (NORMALIZED DIFFERENCE VEGETATION INDEX ) MENGGUNAKAN CITRA ALOS

DAFTAR TABEL. No. Tabel Judul Tabel No. Hal.

5. PEMBAHASAN 5.1 Koreksi Radiometrik

Gambar 1. Peta Lokasi Penelitian

METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB IV PENGOLAHAN DATA DAN HASIL

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai Agustus 2014.

BAB III METODE PENELITIAN

LOKASI PENELITIAN 12/20/2011. Latar Belakang. Tujuan. Manfaat. Kondisi Umum

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambar 1. Peta DAS penelitian

11/25/2009. Sebuah gambar mengandung informasi dari obyek berupa: Posisi. Introduction to Remote Sensing Campbell, James B. Bab I

METODE NERACA ENERGI UNTUK PERHITUNGAN INDEKS LUAS DAUN MENGGUNAKAN DATA CITRA SATELIT MULTI SPEKTRAL

TINJAUAN PUSTAKA. Berdasarkan Undang-Undang No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan,

IV. METODOLOGI 4.1. Waktu dan Lokasi

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 6, No. 2, (2017) ISSN: ( Print) A-572

I. PENDAHULUAN II. TINJAUAN PUSTAKA

Gambar 1. Lokasi Penelitian

SIDANG TUGAS AKHIR IDENTIFIKASI KERUSAKAN HUTAN DI DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) MENGGUNAKAN DATA CITRA LANDSAT 7 DAN LANDSAT

12/29/2010. PEMODELAN SPASIAL KESESUAIAN HABITAT TAPIR (Tapirus indicus Desmarest 1819) DI RESORT BATANG SULITI- TAMAN NASIONAL KERINCI-SEBLAT

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

III. METODE PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN

A JW Hatulesila. Analisis Spasial Ruang Terbuka Hijau (RTH) untuk Penanganan Perubahan Iklim di Kota Ambon. Abstrak

III. BAHAN DAN METODE

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB III DATA DAN METODOLOGI

BAB III METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2 Bahan dan Alat

Aplikasi Penginderaan Jauh Untuk Monitoring Perubahan Ruang Terbuka Hijau (Studi Kasus : Wilayah Barat Kabupaten Pasuruan)

BAHAN DAN METODE. Penelitian dilakukan pada tegakan Hevea brasiliensis yang terdapat di

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

KARAKTERISTIK RADIASI MATAHARI PERTANAMAN KELAPA SAWIT (Implikasinya terhadap Iklim Mikro dan Potensi Tanaman Sela) ARISAL BAGUS AFANDI

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini berisi tentang latar belakang, tujuan, dan sistematika penulisan. BAB II KAJIAN LITERATUR

BAB IV METODE PENELITIAN

Generated by Foxit PDF Creator Foxit Software For evaluation only. 1

PEDOMAN PEMANTAUAN PERUBAHAN LUAS PERMUKAAN AIR DANAU MENGGUNAKAN DATA SATELIT PENGINDERAAN JAUH

Kajian Nilai Indeks Vegetasi Di Daerah Perkotaan Menggunakan Citra FORMOSAT-2 Studi Kasus: Surabaya Timur L/O/G/O

BAB III METODE PENELITIAN

q Tujuan dari kegiatan ini diperolehnya peta penggunaan lahan yang up-to date Alat dan Bahan :

STUDI UPAYA PENGELOLAAN LINGKUNGAN (UKL) EKSPLORASI GEOTHERMAL DI KECAMATAN SEMPOL, KABUPATEN BONDOWOSO DENGAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS

BAB III. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III BAHAN DAN METODE

III. METODOLOGI. 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian. 3.2 Bahan dan Alat

BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Pengertian Sistem Informasi Geografis

3. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilakukan di wilayah yang tercemar tumpahan minyak dari

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lahan, Penggunaan Lahan dan Perubahan Penggunaan Lahan

1.2 Tujuan. 1.3 Metodologi

BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Alat dan Data 3.3 Tahapan Pelaksanaan

III. METODOLOGI 3.1 Waktu Penelitian 3.2 Lokasi Penelitian

GEOGRAFI. Sesi PENGINDERAAN JAUH : 1 A. PENGERTIAN PENGINDERAAN JAUH B. PENGINDERAAN JAUH FOTOGRAFIK

III. METODE PENELITIAN

BAB III DATA DAN METODOLOGI PENELITIAN

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. x, No. x, (2014) ISSN: xxxx-xxxx (xxxx-x Print) 1

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Tahapan Penelitian

1. PENDAHULUAN 2. TINJAUAN PUSTAKA

IV. METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan Penelitian METODE Waktu dan Tempat Penelitian

III. BAHAN DAN METODE

Gambar 1. Peta Kota Dumai

METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari hingga April 2014 di Kawasan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Transkripsi:

taman nasional oleh Menteri Kehutanan tahun 1993 dengan luas kurang lebih mencapai 229.000 ha. Secara administratif pemerintahan berada pada Kabupaten Donggala dan Kabupaten Poso, Propinsi dati I Sulawesi Tengah (http://www.lore-lindu.info). Taman Nasional Lore-Lindu merupakan kawasan datar, bergelombang, berbukit dan bergunung-gunung dengan kisaran ketinggian antara 500-2.600 mdpl. Puncak gunung tertinggi adalah Gn. Rorekatimbu dengan ketinggian kurang lebih 2.355 m dpl (http://id.wikipedia.org). mempunyai iklim tropika basah dengan ratarata curah hujan kawasan ini adalah 138.0 166.5 mm/bulan dan curah hujan tahunan sekitar 2000 mm/tahun. Suhu udara rata-rata berkisar antara 17 o - 22 o C dengan kelembaban udara rata-rata 78-97 %. Rata-rata radiasi global (Rs) yang datang pada hutan adalah 17,7 MJ/m 2 /hari dengan albedo sekitar 10,7 % (Rauf 2009). III. BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian berlangsung pada bulan Mei 2008 di kawasan Taman Nasional Lore-Lindu, tepatnya di hutan Babahaleka, Desa Bariri Kecamatan Lore Tengah, Kabupaten Poso, Sulawesi Tengah dan Laboratorium PPLH- IPB serta Laboratorium Agrometeorologi, Departemen Geofisika dan Meteorologi FMIPA - IPB untuk analisis data. Gambar 2.2 Menara Bariri Sumber : Dokumen pribadi Penelitian dilakukan secara spesifik di hutan Babahaleka, Desa Bariri, Kecamatan Lore tengah, Kabupaten Poso. Kawasan ini berada pada elevasi sekitar 1400 m diatas permukaan laut. Sesuai dengan klasifikasi hutan berdasarkan elevasi (ENEP-CMC, 2004), hutan Babahaleka termasuk dalam kawasan lower montane forest (1200-1800 mdpl) (June et al. 2007). Lokasi ini memiliki menara bariri sebagai acuan untuk pengamatan. Menara bariri terletak pada daerah yang dapat mewakili lintang 1 o 39-1 o 42 S dan bujur 120 o 10-120 o 12 E. Karakteristik vegetasi pada hutan Babahaleka oleh Dietz J, Twele A dan Grote A (data tidak dipublikasikan) terdiri dari 88 spesies pohon per hektar. Diantaranya didominasi oleh spesies Castanopsis BL (29%), Canarium vulgare Leenh (18%) dan Ficus spec (9.5%). Lebih dari 550 pohon berdiameter setinggi dada (DBH) > 0.1 m ditemukan per hektar dalam jumlah yang lebih 10 kali lipat dibandingkan pohon kecil. Luas jangkauan wilayah 50 m 2 per hektar. Pohon dengan BDH > 0.1 m, memiliki tinggi antara 12 sampai 36 m dengan rata-rata 21 m (June et al. 2007). 2.6.2 Karakteristik Iklim Hutan Babahaleka, Taman Nasional Lore-Lindu sebagai tempat penelitian Gambar 3.1 Peta Lokasi Penelitian Sumber : Storma SubProject D6, http://www.storma.de 3.2 Alat dan Bahan Bahan dan alat yang digunakan dalam penelitian dan analisis data adalah data dari satelit dan data pengukuran. Gambar 3.2 Li-Cor Quantum sensor sebagai sensor PAR Sumber : www.licor.com Gambar 3.3 GPS (Global Positioning System) untuk mengetahui koordinat penelitian Sumber : Dokumen Pribadi 8

[a] [c] Gambar 3.4 Instrumen pengukuran radiasi di bawah kanopi, yaitu Data Logger/Combilog 1020 [a]; Pyranometer Kipp & Zonen [b]; dan Pyranometer [c] Sumber : Dokumen Pribadi Data tersebut meliputi Citra satelit Quickbird tahun 2004 area Bariri, data dari menara Bariri meliputi data Radiasi dan data PAR serta data iklim penunjang, Mini-Mobile AWS dengan beberapa perangkat pengukuran di dalamnya yaitu Sensor PAR (Li-Cor Quantum Sensor) untuk pengukuran PAR, Logger (Combilog 1020) sebagai input storage atau penyimapanan data, Digital Thermometer untuk pengukuran suhu, Sensor Radiasi (Pyranometer Kipp & Zonen) untuk pengukuran radiasi yang datang dan pantulannya, Pyranometer untuk mengukur radiasi netto kemudian GPS (Global Positioning System) untuk mengetahui posisi koordinat, kamera digital serta seperangkat [b] komputer dengan aplikasi software Adobe Photoshop, ERDAS IMAGINE 8.5, Arc View 3.3 dan Microsoft Office. 3.3 Metode penelitian Penelitian ini menggunakan metode pengamatan langsung yang dianalisis menggunakan data pembanding. Data hasil pengamatan langsung kemudian dibandingkan dengan data dari satelit sehingga dapat diperoleh hasil koreksi serta hubungan antara pengamatan langsung dan GIS (Lihat Gambar 3.7). 3.3.1 Sampling dan pengambilan data Data yang dikumpulkan dilapangan diperoleh berdasarkan titik sampling yang telah ditentukan. Titik sampling ini merupakan titik acuan yang dipakai sebagai nilai sebaran untuk wilayah pengamatan. Data yang diambil untuk penentuan penyerapan radiasi oleh kanopi hutan alam berupa data iklim terutama data radiasi. Data radiasi berupa data radiasi yang langsung dari atmosfer atau matahari (incident radiation) dan data radiasi yang dipantulkan baik oleh dasar hutan maupun oleh lapisan dalam kanopi hutan tersebut (reflected radiation). Data tersebut diantaranya data radiasi global di puncak kanopi, radiasi global pada titik pengamatan, PAR, pantulan radiasi global di puncak kanopi dan titik pengamatan, pantulan PAR dan data iklim pendukung seperti suhu, kelembaban dan angin. Selain data pada titik pengamatan, data pada menara bariri juga dipakai sebagai pembanding. ± 900 m Luas sampel ± 40.000 m 2 Gambar 3.5 Sketsa Formasi Titik Pengukuran 9

Keterangan : Base Camp Menara 48 m Menara utama Bariri (± 70 m) Sebaran titik pengamatan Sungai kecil Pemberian kode pada tiap titik pengamatan hanya digunakan untuk mempermudah analisis. Wilayah titik pengamatan menggunakan menara bariri sebagai pusat acuan pengamatan. 3.3.2 Penentuan Titik Sampling Sebaran data yang digunakan merupakan data yang mewakili tutupan kanopi tertentu. Terdapat 24 titik pengamatan acak yang tersebar yang dibagi menurut 3 kategori utama. Berikut merupakan kategori titik pengukuran : a. Tutupan kanopi 90 % hingga 100 % yang dibagi menjadi 2, pada altitude tinggi dan altitude yang rendah. b. Tutupan kanopi 70 % hingga 80 % c. Tutupan kanopi 50 % hingga 60 % Penentuan % tutupan kanopi dilakukan dengan cara visual yaitu menggunakan kamera digital yang dibidikkan ke atas pada titik pengamatan. Foto yang dihasilkan dari pemotretan itu kemudian dilihat secara visual dengan bantuan software seperti Adobe Photoshop untuk melihat persen tutupan kanopi. Kamera digital digunakan sebagai pengganti kamera hemiview karena adanya keterbatasan alat dan fasilitas. Tabel 3.1 Tutupan kanopi titik pengamatan Tipe tutupan kanopi Titik lokasi Tertutup, altitude tinggi SE7, SW5, NW5, NE12, SE6, SE8 Tertutup, altitude rendah NW7,SE9, SE10, NE11, NW6, NW4 Menengah NE7, NW3, SE2, NW1, NW2, SW1 Terbuka NE9, SE1, SW4, SE4, NE3, SW3 Titik lokasi pengamatan diberi kode sesuai dengan arah angin. SE adalah Southeast (Tenggara), SW adalah South-west (Barat Daya), NE adalah North-east (Timur Laut) dan NW adalah North-West (Barat Laut). Pemberian nomor setelah huruf arah mata angin menunjukkan jarak pengukuran terhadap titik acuan. Setiap angka dalam memiliki selang jarak 20 m. Misalnya, NE 12 berarti North-east 12 atau Timur Laut dengan jarak 240 m dari titik acuan menara bariri. 3.3.3 Pengolahan Awal Citra Satelit a. Penggabungan Citra Penggabungan citra merupakan salah satu cara yang dipakai untuk perbaikan spektral (spectral enhancement). Citra satelit Quickbird terdiri dari multispektral (2,6 x 2,6 m) dan pankromatik (0,6 x 0,6 m). Kedua jenis data dari dua jenis sensor ini memiliki resolusi spasial yang berbeda. Untuk dapat digunakan sebagai citra komposit yang padu maka kedua jenis citra ini digabungkan sehingga diperoleh resolusi yang lebih baik (0,6 x 0,6 m). b. Koreksi geometrik dan radiometrik Koreksi geometrik dilakukan untuk menjadikan citra yang semula hanya bernilai semantik dapat mempunyai arti geografis. Pemberian arti geografis ini dilakukan untuk dapat menentukan lokasi kenampakan obyek pada citra dengan tepat di bumi. Koreksi dilakukan dengan mengambil beberapa titik kontrol tanah (GCP, Ground Control Point) yang digunakan sebagai titik acuan. Koreksi radiometrik dilakukan untuk menghilangkan error (kesalahan nilai spektral) citra satelit yang disebabkan oleh proses penyerapan, penghamburan dan pemantulan di atmosfer selama proses akuisisi citra satelit. Koreksi radiometrik dilakukan dengan metode Histogram Manually Adjustment Technique, karena metode ini termasuk sederhana dengan hanya melihat histogram setiap band secara bebas. Citra dengan resolusi tinggi seperti pada citra Quickbird, koreksi geometrik tidak harus dilakukan karena citra dengan resolusi tinggi relatif memiliki posisi geografis yang lebih baik. c. Resampling Teknik resampling merupakan upaya untuk mengubah resolusi citra spasial dengan merata-ratakan beberapa piksel untuk menghasilkan citra satelit dengan keluaran resolusi yang diinginkan. Resampling ini dilakukan karena adanya error dari posisi koordinat GPS yang meleset. Penelitian ini menggunakan teknik resampling metode nearest neighbor dengan menghitung rataan tiap piksel citra Quickbird (0,6 x 0.6 m) sehingga diperoleh resolusi spasial 20 x 20 m untuk satu piksel. 10

3.3.4 Perhitungan NDVI Nilai NDVI (Normalized Difference Vegetative Index) diperoleh dengan menggunakan persamaan :... (7) Band 4 pada satelit quickbird merupakan pita Near Infra Red (N IR) dan band 3 merupakan pita pada panjang gelombang Red. (Lihat Tabel 2.3) 3.3.5 Pendugaan LAI Berdasarkan prinsip kerja hukum Beer- Lambert dapat dilakukan suatu analogi bahwa pancaran yang sampai pada suatu kanopi tumbuhan yang homogen (hutan alam dianggap homogen) diserap (absorbed) dan diteruskan (transmitted). Asumsi yang digunakan pada perhitungan LAI dengan menggunakan hukum Beer-Lambert adalah bahwa tajuk hutan atau tumbuhan bersifat homogen, semua radiasi yang datang langsung mengenai permukaan daun, langit dalam kondisi isotropik dan nilai koefisien pemadaman (k) adalah konstan terhadap perubahan kedalaman serta terhadap tiap asumsi kanopi tertentu. Besarnya LAI dapat diketahui dengan mengetahui besarnya radiasi di permukaan kanopi dan radiasi pada lapisan dengan ketinggian tertentu pada kanopi serta nilai dari suatu koefisien pemadaman.... (8) ln.... (9) dengan : I k LAI... (10) : Radiasi yang ditransmisikan oleh suatu kanopi : Radiasi di permukaan kanopi : Koefisien pemadaman : Leaf Area Index (Indeks Luas Daun) Nilai diasumsikan sebagai nilai radiasi yang datang ke permukaan kanopi dan nilai I diperoleh berdasarkan pengukuran radiasi yang ditransmisikan oleh kanopi tumbuhan. Nilai koefisien pemadaman berkisar antara 0,3 0,5 untuk daun vertikal serta 0,7 1,0 untuk daun horizontal (June 1993). Nilai LAI juga dapat diperoleh dengan menurunkan data citra Quickbird dengan menggunakan persamaan dari Twele et al. (2006) yaitu : LAI 0,1812, NDVI... (11) LAI = -0,392 + 11,543NDVI... (12) Persamaan ini kemudian digunakan untuk mencari LAI berdasarkan nilai NDVI yang diketahui. 3.3.6 fapar dan NDVI fapar atau fraksi absorpsi dari PAR merupakan bagian dari PAR yang diserap dan digunakan oleh tanaman. Perhitungan Nilai fapar dilakukan dengan pengukuran terhadap radiasi. 11

a b puncak kanopi ±48 m c d bawah kanopi Gambar 3.6 Posisi peralatan terhadap kanopi hutan pada saat pengukuran Keterangan a : pengukuran PAR dan Radiasi global pada puncak kanopi b : pengukuran pantulan dari PAR dan Radiasi global pada puncak kanopi c : pengukuran PAR dan Radiasi pada titik pengamatann d : pengukuran pantulan dari PAR dan Radiasi titik pengamatan Pengukuran terhadap radiasi terdiri dari pengukuran radiasi gelombang panjang dan radiasi gelombang pendek. Masing-masinpengukuran terhadap pengukuran merupakan titik acuan lainnya. Pada pengamatan di puncak kanopi, pengukuran radiasi adalah radiasi yang datang (short wave dan long wave radiation) dan radiasi yang dipantulkan dari bawah (short and long wave radiation). Pengukuran photosyntetically active radiation (PAR) dilakukan dengan prosedur sebagai berikut, PAR yang datang (PAR inc ) diukur menggunakan Li-Coke langit dan ditempatkan pada Quantum sensor menghadap menara bariri dengan ketinggian 48 m (a). Pantulan PAR (reflected PAR) oleh kanopi dan permukaan tanah/dasar hutan (PAR out ) diukur menggunakan Li-Cor Quantum sensor menghadap ke bawah dan ditempatkan di menara bariri dengan ketinggian 48 m (b). PAR yang ditransmisikan melalui kanopi (PAR transm ) diukur menggunakan Li-Cor Quantum sensor ditempatkan pada titik pengamatan kira-kira 1,5 m diatas permukaan tanah menghadap ke atas (c). PAR yang dipantulkan oleh permukaan tanah/dasar hutan (PAR soil ) diukur menggunakann Li-Cor quantum sensor ditempatkan kira-kira 1,2 m menghadap ke bawah (d) (Vi a dan Gitelson 2005). APAR = PAR inc PAR out PAR tr ransm + PAR soil... (13) atau dapat dituliskan sebagai : APAR = a b c + d... (14) fapar dihitung sebagai APAR/PAR inc Berdasarkan sketsa pengukuran pada gambar 3.7 dapat diketahui bahwa fapar dapat dibentuk dari pengukuran PAR dan Radiasi padaa a, b, c dan d dengan asumsi bahwa semua PAR yang dipantulkann oleh tanah (nilai pada d) akan diserap seluruhnya oleh kanopi. Pengukurann dilakukan pada radiasi dan PAR yang datang serta nilai pantulannya. Nilai fapar merupakan perbandingann antara PAR yang diserap oleh tanaman terhadap PAR yang datang pada tanaman itu, dalam hal ini adalah kanopi hutan. Setelah diketahui perhitungan fapar maka dapat dibuat persamaan regresi ў = a + bx atau fapar = a + b NDVI 12

Alur Penelitian Pengukuran Unsur Iklim Data Radiasi Data Iklim Penunjang Data Quickbird PAR dan rpar Koreksi Atmosferik dan radiometrik Resampling 20 x 20 m NIR VIS fapar Ekstraksi nilai NDVI Pemetaan NDVI Hubungan fapar dan NDVI Nilai NDVI pada titik sampling Penyerapan Radiasi oleh Kanopi Keterangan : Analisis data satelit Hubungan antar faktor Gambar 3.7 Diagram Alir Penelitian 13