BAB I PENDAHULUAN. terdapat 2 sampai 2,5 persen beresiko cerebral palsy(nasution, 2013). Menurut

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Anak adalah suatu anugerah yang sangat dinanti-nantikan oleh pasangan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kehadiran anak umumnya merupakan hal yang dinanti-nantikan

BAB I PENDAHULULUAN. di masyarakat terhambat. Seseorang dikatakan mengalami ketunadaksaan apabila

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. telah membina keluarga. Menurut Muzfikri (2008), anak adalah sebuah anugrah

BAB I PENDAHULUAN. syndrome, hyperactive, cacat fisik dan lain-lain. Anak dengan kondisi yang

BAB II IBU DAN ANAK. Pengertian keluarga berarti nuclear family yaitu yang terdiri dari ayah,

BAB I PENDAHULUAN. yang indah, bahkan anak dikatakan sebagai salah satu faktor yang mempengaruhi

Selamat Membaca dan Memahami Materi Rentang Perkembangan Manusia II

BAB I PENDAHULUAN. ketidakmampuan. Orang yang lahir dalam keadaan cacat dihadapkan pada

BAB I PENDAHULUAN. Beberapa tahun belakangan ini, jumlah anak-anak yang berkebutuhan

1. PENDAHULUAN. Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Hadirnya seorang anak merupakan harapan dari setiap orangtua.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. memiliki rasa minder untuk berinteraksi dengan orang lain.

BAB I PENDAHULUAN. Pernikahan merupakan ikatan lahir batin dan persatuan antara dua pribadi yang berasal

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia adalah makhluk yang tidak bisa hidup tanpa manusia lain dan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. yang lain untuk dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhannya, baik kebutuhan secara

BAB 1 PENDAHULUAN. psikologis, sosial, dan spiritual (Hidayat, 2009). Sedangkan menurut Undang-

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. A. Simpulan. pencapaian kebermaknaan hidup pada ibu dari penyandang cerebral palsy adalah

BAB I PENDAHULUAN. Membentuk sebuah keluarga yang bahagia dan harmonis adalah impian

BAB I PENDAHULUAN. Orang tua merupakan sosok yang paling terdekat dengan anak. Baik Ibu

BAB I PENDAHULUAN. secara fisik. Anak Berkebutuhan Khusus dibagi ke dalam dua kelompok yaitu

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa dewasa adalah masa awal individu dalam menyesuaikan diri terhadap

BAB I PENGANTAR. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dilihat dari fisik, tetapi juga dilihat dari kelebihan yang dimiliki.

BAB I PENDAHULUAN. hambatan untuk melakukan aktivitas dalam kehidupannya sehari-hari. Akan

BAB I PENDAHULUAN. keterbatasan fisik dan juga kelainan fisik yang sering disebut tunadaksa.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berarti. Anak datang menawarkan hari-hari baru yang lebih indah, karena

BAB I PENDAHULUAN. dan berfungsinya organ-organ tubuh sebagai bentuk penyesuaian diri terhadap

BAB I PENDAHULUAN. diberikan dibutuhkan sikap menerima apapun baik kelebihan maupun kekurangan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam hidup semua orang pasti akan mengalami kematian, terutama kematian

BAB I PENDAHULUAN. pernikahan (Papalia, et. la., 2007). Setelah menikah laki-laki dan perempuan akan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pengertian Kebermaknaan Hidup

Santi E. Purnamasari, M.Si., Psikolog. Fakultas Psikologi UMBY 2015

BAB I PENDAHULUAN. setiap orang, sedangkan penting maksudnya bahwa ilmu pengetahuan itu besar

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. untuk jangka waktu lama dan bersifat residif (hilang-timbul). Sampai saat ini

BAB V HASIL PENELITIAN

Modul ke: Pedologi. Cedera Otak dan Penyakit Kronis. Fakultas Psikologi. Yenny, M.Psi., Psikolog. Program Studi Psikologi.

BAB I PENDAHULUAN. Anak membutuhkan bantuan orang lain untuk memenuhi kebutuhannya dalam

BAB V KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN. cerebral palsy, maka peneliti dapat memberi kesimpulan dari ketiga subjek terkait

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. karena itu mereka termasuk kedalam anak berkebutuhan khusus (Miller, 2005).

( ) Perguruan Tinggi lulus / tidak lulus, semester

BAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. akan merasa sedih apabila anak yang dimiliki lahir dengan kondisi fisik yang tidak. sempurna atau mengalami hambatan perkembangan.

BAB 1 PENDAHULUAN. kehidupannya. Seseorang yang mengalami peristiwa membahagiakan seperti dapat

Santi E. Purnamasari, M.Si., Psikolog. Fakultas Psikologi UMBY 2013

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan perbedaan persepsi dan sikap terhadap pengalaman, sehingga

Selamat Membaca dan Memahami Materi Rentang Perkembangan Manusia II

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

1 Universitas Indonesia

BAB I PENGANTAR. A. Latar Belakang. berbagai hal yang membuat kualitas hidup yang baik tidak mudah untuk dicapai. Jika

BAB I PENDAHULUAN. pembeda. Berguna untuk mengatur, mengurus dan memakmurkan bumi. sebagai pribadi yang lebih dewasa dan lebih baik lagi.

BAB I PENDAHULUAN. membangun kehidupan sosial dan kehidupan bermasyarakat secara luas bagi seorang anak.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang terlahir di dunia ini pasti akan mengalami pertumbuhan dan proses

Implementasi Program Nawacita dalam Bidang Pendidikan untuk. Siswa Berkebutuhan Khusus di Sekolah Luar Biasa. Negeri 1 Bantul Tahun 2017

BAB 1 PENDAHULUAN. kecerdasan yang rendah di bawah rata-rata orang pada umumnya (Amrin,

BAB 1 PENDAHULUAN. Setiap manusia ingin terlahir sempurna, tanpa ada kekurangan,

BAB I PENDAHULUAN. orangtua, akan tetapi pada kenyataannya tidak semua pasangan dikarunia anak. merasa bangga dan bahagia ketika harapan tersebut

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. kehidupan seseorang, sakit dapat menyebabkan perubahan fisik, mental, dan

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan yang berbeda pada masing-masing masa. Diantara masamasa

BAB I PENDAHULUAN. bahasa aslinya disebut adolescene, berasal dari bahasa Latin adolescene

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. meninggal sebelum usia lima tahun didominasi oleh kelahiran prematur dan kelahiran bayi

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I. Manusia adalah makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri sehingga

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Setiap manusia pasti berharap memiliki kondisi fisik yang sempurna dan

BAB I PENDAHULUAN. menggunakan tubuhnya secara efektif. Lebih lanjut Havighurst menjelaskan

SETYO WAHYU WIBOWO, dr. Mkes Seminar Tuna Daksa, tinjauan fisiologis dan pendekatan therapiaccupressure, KlinikUPI,Nov 2009

BAB I PENDAHULUAN. khusus karena anak tersebut menandakan adanya kelainan khusus. Mereka

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah termasuk negara yang memasuki era penduduk

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan sosial masyarakat yang memiliki harkat dan martabat, dimana setiap

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa yang penting dalam kehidupan seseorang,

BAB 1 PENDAHULUAN. Dalam sebuah rumah tangga setiap pasangan suami istri yang akan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. mendapatkan kesempurnaan yang diinginkan karena adanya keterbatasan fisik

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. impian setiap orang. Ketikamenikah, tentunya orang berkeinginan untuk

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. kepada para orang tua yang telah memasuki jenjang pernikahan. Anak juga

Tunagrahita sebagai kelainan yang meliputi fungsi intelektual umum di bawah rata-rata (Subaverage),

BAB I PENDAHULUAN. memiliki tugas perkembangan yang sangat penting yaitu mencapai status

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. banyak. Berdasarkan data dari Pusat Data Informasi Nasional (PUSDATIN)

BAB 1 Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. terutama pada rentang usia pra sekolah. Masa ini merupakan periode seorang anak

BAB 1 PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan suatu hal yang penting dalam kehidupan manusia.

BAB I PENDAHULUAN. Anak merupakan suatu anugerah yang Tuhan berikan untuk orangtua.

BAB 1 PENDAHULUAN. dilahirkan akan tumbuh menjadi anak yang menyenangkan, terampil dan

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Tubuh manusia mengalami berbagai perubahan dari waktu kewaktu

BAB 1 PENDAHULUAN. diwarnai dengan berbagai macam emosi, baik itu emosi positif maupun

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Anak adalah anugerah, anak adalah titipan dari Allah SWT. Setiap

BAB I PENDAHULUAN. sangat penting. Untuk menilai tumbuh kembang anak banyak pilihan cara. Penilaian

BAB I PENDAHULUAN. yang satu akan memberikan pengaruh pada tahap perkembangan

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sekitar tiga sampai lima menit bayi lahir dan dari seribu kelahiran hidup, terdapat 2 sampai 2,5 persen beresiko cerebral palsy(nasution, 2013). Menurut Illingwort (dalam Soemantri, 2006), cerebral palsy merupakan salah satu brain injury, yaitu suatu kondisi yang mempengaruhi pengendalian sistem motorik sebagai akibat lesi dalam otak atau suatu penyakit neuromuskular yang disebabkan oleh gangguan perkembangan atau kerusakan sebagian dari otak yang berhubungan dengan pengendalian fungsi motorik. Banyak penderita cerebral palsyyang tidak dapat berjalan dan berkomunikasi bahkan ada yang hanya duduk dikursi roda. Kelainan yang mereka derita menimbulkan kesulitan belajar dan perkembangan inteligensi. Hasil pengukuran inteligensi penderita Cerebral Palsy tidak menunjukan kurva normal, semakin tinggi tingkat IQ (Intelligence Quotient) penderita Cerebral Palsy, semakin sedikit jumlah penderita Cerebral Palsy yang memiliki keterbelakangan mental (Miller dan Rosevelt, dalam Soemantri, 2006). Pada umumnya, penyebab Cerebral Palsy tidak diketahui, namun 10 15% kasus yang terjadi karena diakibatkan adanya cedera saat lahir dan berkurangnya aliran darah ke otak sebelum, selama, dan segera setelah bayi lahir. Rata-rata anak yang menderita Cerebral Palsy hidup normal sampai usia 3 tahun, lalu kemudian mengalami kejang tanpa demam yang dapat terjadi lebih lima kali dalam seminggu atau bisa disebut sebagai epilepsi (www.tanyadok.com/anak/waspadacerebral-palsy-pada-anak-baru-lahir).di sisi lain, hasil penelitian pada penderita 1

Cerebral Palsy yang dilakukan oleh Suharso ( dalam Soemantri, 2006 ), menunjukkan bahwa gangguan bicara dapat ditemui pada hampir setiap penderita cerebral palsy dan dari 100 penderita umumnya sebanyak 50 penderita menderita gangguan bicara. Terjadinya kelainan bicara pada penderita cerebral palsy disebabkan oleh ketidakmampuan dalam koordinasi motorik organ bicaranya akibat kerusakan atau kelainan sistem neuromotor. Kondisi pada gangguan bicara ini dapat mengakibatkan hubungan komunikasi yang kurang baik dengan masyarakat. Di tambah lagi dengan bentuk tubuh anak cerebral palsy yang memiliki kekurangan seperti spasticity, athetosis, ataxia, tremor maupun rigidity. Istilah Cerebral Palsy sendiri sangat jarang diketahui oleh masyarakat umum karena pengetahuan tentang kecacatan sangat sedikit diketahui oleh masyarakat itu sendiri. Pengetahuan tentang Cerebral Palsysangat mempengaruhi perkembangan anak yang menderita kecacatan Cerebral Palsy dankeluarga penderita. Kurangnya informasi tentang Cerebral Palsy, akanmemberikan efek yang positif seperti masukkan dan pengembangan diri terhadap penderita serta memberikan efek negatif seperti membuat penderita cerebral palsy memunculkan stigma dalam keluarga dan dalampandanganmasyarakat. Hal tersebut, menurut Bandura (dalam Alwisol, 2006) adalah suatu hubungan yang komunikatif daninteraktifantara penderita Cerebral Palsy dan keluarga penderita, lingkungan sertasebuah tingkah laku.disisi lain, setiap manusia dalam hal ini penderitacerebral Palsy, keluarga penderita dan lingkungan termotivasi untuk terlibat dalam suatu tingkah laku 2

apapun yang menyediakan kepuasan terbesar (Batson dan Thompson dalam Baron Byrne, 2001). Hubungan keluarga penderita Cerebral Palsy dengan masyarakat atau lingkungan menjadi kurang harmonis karena masyarakat mempunyai pandangan sendiri tentang Cerebral Palsy seperti pandangan-pandangan yang melanggar budaya ataupun aturan-aturan lainnya. Banyak yang mempercayai bahwa Cerebral palsy disebabkan karena kesalahan ibu saat mengandung melawan adat dan bertentangan dengan budaya masayarakat tertentu. Pandangan lingkungan tersebut membuat keluarga penderita Cerebral Palsy menjadi tertekan. Peneliti menyempatkan wawancara dengan orang terdekat dari keluarga penderita cerebral palsy. Begini mas, setau kite, dulu pas die hamil, die sering keluar pas magrib magrib. Trus ude kite bilangin jangan makan pisang dempet, eh die makan juga, ya udah Dari wawancara di atas terlihat bahwa Cerebral Palsy yang diderita oleh anggota keluarga karena melanggar adat dan tradisi. Ketidaktahuan masyarakat atas kurangnya informasi tentang Cerebral Palsy dapat membuat masyarakat tetap mempertahankan hal hal yang tidak ilmiah bagi masyarakat, keluarga maupun penderita sendiri. Masyarakat hanya mengetahui kondisi cacat lainnya sepeti tuna netra, tunadaksa yaitu cacat fisik akibat kecelakaan, down syndrome, ataupun cacat lain. Ini terlihat pada klinik tumbuh kembang anak Rsud Dr.soetomo pada tahun 1998 1991, yaitu sekitar 16,8% penderitanya adalah cerebral Palsy, selebihnya adalah kecacatan lain (www.nuzulul-fkp09.web.unair.ac.id/) 3

Keadaan ini yang dapat memperburuk penderita Cerebral Palsy maupun keluarga akibat stigma yang berkembang tentang kecacatan Cerebral Palsy terutama dalam hal menerima diri mereka ditengah masyarakat. Kritikan, masukan bahkan ejekan dari lingkungan akan membuat perubahan secara psikologis, padahal tidak ada keluarga ataupun orang tua yang ingin memiliki anak dengan kondisi cerebral palsy.keluarga mempunyai peranan yang besar dalam mempengaruhi kehidupan seorang anak, dan yang paling berperan sebagai pendidik anak-anaknya adalah seorang ibu (dalam Asfryati, 2003, hal.27). Mempunyai anak yang normal merupakan harapan yang besar untuk seorang ibu. Ibu akan merasa kaget, terguncang, tidak percaya atas apa yang telah terjadi bila anak yang dilahirkan akan menderita cacat fisik seperti cerebral palsy (kubler- Ross dalam ajeng, 2009). Kondisi ibu yang memiliki anak cerebral palsy memiliki harapan harapan yang tidak sesuai dengan kenyataan sehingga akan membawa ketidakpuasan pada diri ibu dan berlanjut pada ketidakmampuan dalam penerimaan diri. Harapan yang tidak realistik terrsebut seperti Harapan ibu yang tidak tercapai banyak berawal dari lingkungan yang tidak mendukung seperti adanya stigma serta menyebabkan kondisi tidak terkontrol. Tambah lagi, dengan adanya tugas dan fungsi seorang ibu yaitu mendidik, membimbing dan menjaga perkembangana anak-anaknya dari usia bayi hingga dewasa (dalam Asfryati, 2003), membuat seorang ibu harus bekerja keras melakukan fungsinya secara fisik maupun psikologis. Kondisi ini bisa berasal dari dalam diri ibu sendiri ataupun lingkungan. Hambatan lingkungan 4

bisa berasal dari orang tua atau salah satu pasangan, guru, maupun orang dekat lainnya. Ibu yang memiliki rasa tidak mampu menerima kondisi anaknya yang menderita Cerebral Palsy akan mempengaruhi sikap seorang ibu terhadap anak tersebut. Ketika ibu mampu menyikapi kondisi anak Cerebral Palsy, maka ibu akan lebih mudah menerima kondisi yang terjadi. Ibu yang memiliki penerimaan diri yang positif adalah seorang ibu yang menerima kondisi apa adanya, pasrah terhadap kondisi yang dimiliki saat ini dan tidak berusaha untuk menutupi diri dari lingkungan ( Prihadi, 2004 ). Artinya ibu yang memiliki penerimaan diri yang positif terhadap kondisi anak Cerebral Palsy, selain mampu menerima dan pasrah terhadap apa yang terjadi, ibu juga akan mampu menghadapi tuntutan maupun tekanan dari lingkungan sosialnya. Berikut petikan wawancara yang peneliti lakukan bersama ibu yang memiliki anak Cerebral Palsy. yaa, mau di apain lagi mas, tetangga mau bilang apa kek, emang uda takdirnya begini.ibusudah kemana mana. uudah ke dokter, ke orang pinter, trus tetep begini. Yaa serahin ama Allah ajalah, yang penting ibu masih sayang ama mereka. Abisnya, anak yang paling gede aja nyari kerjaan ditolak mulu, trus mau naik motor aja ga bisa bisa. Adiknya ga bisa kemana mana, paling duduk didepan rumah. Analisis dari wawancara tersebut adalah sikap yang pasrah dan menerima keadaan apa adanya serta rasa sayang yang besar terhadap kondisi anaknya. Kondisi ini membuat proses penerimaan diri ibu menjadi positif. Sedangkan pada ibu yang memiliki penerimaan diri yang negatif akan merasa tertekan dan terganggu secara emosional. sekarang saya mah kerja aja mas. Anak anak ama bapaknya dirumah. Kadang bapaknya juga jalan nyari duit, anak anak dirumah aja saya tinggal. Abis dibilangin pada susah, uda tau ga 5

bisa ngapa ngapain, malah bandel. Bodo lah saya mah, dia mau jatoh kek, mau kenapa kenapa kek. Berbeda dengan ibu yang tidak memiliki penerimaan diri, dari analisis di atas maka ibu akan merasa tertekan sehingga kurang mampu menghadapi tuntutan lingkungan dengan sukses, hingga meninggalkan tanggung jawabnya sebagai seorang ibu terhadap anaknya yang menderita Cerebral Palsy. Ibu juga memiliki harapan yang tidak sesuai dengan kenyataan dan mengakibatkan terganggu emosionalnya ( Hurlock, 2006 ) serta menurut Kubler-ross (dalam ajeng, 2009) seorang ibu akan mengalami depresi yang merupakan perasaan marah kepada diri sendiri karena telah gagal melahirkan anak yang normal, dan salah salah satu perilaku yang muncul adalah penarikan diri dari lingkungan. Peran paling penting yang diemban oleh ibu dalam mengurusi anak adalah mengurus rumah tangga, sebagai pengasuh, pelindung dan pendidik anak anaknya (Effendi, 1998). Kondisi ini membuat seorang ibu yang mempunyai anak Cerebral Palsy memiliki peran yang tidak sesuai sebagaimana tugas dan fungsinya karena adanya tekanan psikologis. Tambah lagi dalam menghadapi lingkungan sekitarnya berupa penilaian masyarakat yang cenderung menilai secara tidak ilmiah. Harapan seorang ibu tidak akan tercapai dari lingkungan yang tidak mendukung dan tidak terkontrol, tetapi tidak berarti menerima begitu saja kondisi diri tanpa berusaha mengembangkan diri lebih lanjut, karena ibu yang menerima diri berarti telah mengenali dimana, mengapa dan bagaimana dirinya saat ini ( Hurlock, 2006 ). Ketika bermasyarakat, judging terhadap Cerebral Palsy dan ibu yang kesehariannya bersama penderita cenderung mampu mengubah kondisi psikologi 6

mereka. Ibu berusaha berjuang melalui dorongan dari dalam diri mereka ( self inner driven ) agar diterima lingkungan. Menurut Adler ( dalam Alwisol, 2006 ), individu dalam hal ini adalah seorang ibu yang menyadari eksistensinya mempunyai anak yang menderita Cerebral Palsy dan merasa rendah diri akan perannya dalam lingkungan yang berusaha berjuang mencapai kesuksesan atau superioritas.menurut Buss (dalam Yohana, 2011) ibu yang mempunyai penerimaan diri yang baik akan menunjukkan sikap dan perilaku yang menyayangi dirinya dan juga lebih memungkinkan untuk bisa menyayangi orang lain, sedangkan individu yang penerimaan dirinya rendah maka cenderung akan membenci dirinya dan lebih memungkinkan untuk membenci orang lain. B. Identifikasi Masalah Anak yang dilahirkan dalam kondisi cacat Cerebral Palsy tentu akan membuat pihak keluarga merasa tertekan terutama seorang ibu yang secara langsung mendidik dan mengasuh anak. Bagi penderita Cerebral Palsy, cara berjalan, berkomunikasi dan perilaku lain yang rusak secara motorik akan menimbulkan pandangan yang berbeda dimasyarakat. Masyarakat akan menilai kondisi cacat sebagai hal yang tidak realistik dalam lingkungan seperti melanggar adat dan budaya tertentu. Hidup keseharian seorang ibu dengan anak cerebral palsy merupakan tugas dan tanggung jawab yang berat seperti tekanan psikologis, yaitu interaksi dengan lingkungan yang notabene kurang informasi tentang kecacatan dan melihat Cerebral palsysebagai kutukan. Seorang ibu dapat menerima diri secara baik bila mampu menerima kondisi diri, kondisi keluarga yang menderita cerebral Palsy dan kondisi lingkungan secara pasrah dan apa 7

adanya. Begitupun sebaliknya, bila penerimaan diri ibu kurang baik, tidak mampu menerima kenyataan, maka akan mempengaruhi kondisi psikologis ibu, seperi stres atau terjadi gangguan lain. Berdasarkan masalah diatas, maka peneliti tertarik untuk mengetahui gambaran penerimaan diri seorang ibu yang mempunyai anak Cerebral Palsy dan mengetahui seperti apa penerimaan diri tersebut. C. Tujuan penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penerimaan diri seorang ibu yang memiliki anak Cerebral Palsy dilihat dari aspek dan faktor faktornya yang mempengaruhi kondisi diri ibu. D. Manfaat penelitian 1. Manfaat Teoritis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi untuk peneliti, dosen, dan para konselor agar mengetahui penerimaan diri seorang ibu yang mempunyai anak penderita Cerebral Palsy. 2. Manfaat Praktis Penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi, masukkan dan asupan untuk masyarakat, keluarga, orang tua terutama ibu, konselor atau pengasuh dipanti rehabilitasi dan penderita Cerebral Palsy. E. Kerangka berpikir Seorang ibu yang mempunyai peran dalam mengurus anak anaknya lebih dominan dibandingkan anggota keluarga lainnya, terutama dalam menyusui dan 8

memberikan kasih sayang serta rasa tanggung jawab atas perkembangan anak dari usia bayi hingga dewasa. Selain itu, seorang ibu pun terlibat langsung dimasyarakat yang memunculkan berbagai pandangan. Hidup keseharian seorang ibu berbeda dengan keseharian seorang ayah yang pada umumnya mencari nafkah atau jarang berada dilingkungan masyarakat secara langsung. Seorang ibu yang memiliki anak Cerebral Palsy, mempunyai tugas dan tanggung jawab tidak sebagaimana mestinya. Ciri ciri Cerebral Palsy seperti gangguan fungsi motorik yang membuat penderita tidak berjalan, berkomunikasi atau lebih jelas terlihat cacat tubuh, membuat seorang ibu harus memiliki perhatian lebih untuk mengurus penderita Cerebral palsy termasuk menyikapi lingkungan karena seorang anak yang menderita Cerebral Palsy membutuhkan komunikasi yang interaktif dengan seorang ibu dan lingkungannya. Kondisi ini tidak sesuai dengan harapan harapan yang realistik karena tidak membawa rasa puas pada diri orang tua dan berlanjut pada keterkaitan dengan penerimaan diri. Aspek-aspek penerimaan diri akan mempengaruhi kondisi ibu dalam hubungannya dengan lingkungan. Seorang ibu dapat dikatakan menerima dirinya bila mampu menghadapi dan menyikapi serta mempertahankan prinsip dan konsistensinya terhadap lingkungan secara baik. Dan seorang ibu dapat dikatakan tidak mampu menerima dirinya dalam menyikapi hubungan dengan masyarakat atau lingkungan bila bersikap menarik diri, terjadi perubahan emosional yang mengakibatkan stress ataupun depresi. 9

PANDANGAN MASYARAKAT IBU PENERIMAAN DIRI : a. Perasaan sederajat, b. Percaya kemampuan diri, c. Bertanggung jawab, d. Orientasi keluar diri, e. Berpendirian, f. Menyadari keterbatasan, g. Menerima sifat kemanusiaan. Anak Cerebral Palsy kerusakan pada otak yang mengakibatkan gangguan fungsi motorik seperti spasticity, athetosis, Ataxia, Tremor dan Rigidity MENERIMA KURANG MENERIMA Gambar 1 : Kerangka Berpikir Penerimaan diri Seorang Ibu yang Mempunyai Anak Cerebral Palsy 10