KONSERVASI SEMEN AYAM BURAS MENGGUNAKAN BERBAGAI PENGENCER TERHADAP FERTILITAS DAN PERIODE FERTIL SPERMATOZOA PASCA INSEMINASI BUATAN

dokumen-dokumen yang mirip
PENGARUH PENGENCER SEMEN TERHADAP ABNORMALITAS DAN DAYA TAHAN HIDUP SPERMATOZOA KAMBING LOKAL PADA PENYIMPANAN SUHU 5ºC

PENGARUH JENIS PENGENCER SEMEN TERHADAP MOTILITAS, ABNORMALITAS DAN DAYA TAHAN HIDUP SPERMATOZOA AYAM BURAS PADA PENYIMPANAN SUHU 5 o C

PENETAPAN INTERVAL INSEMINASI BUATAN (IB) PADA AYAM BURAS

MATERI DAN METODE. Materi

JURNAL ILMU TERNAK, JUNI 2006, VOL. 6 NO.1, 7 11

Sutiyono, S. Riyadi, dan S. Kismiati Fakultas Peternakan Universitas Diponegoro, Semarang ABSTRAK

PENGARUH DEPOSISI SEMEN BEKU ITIK TERHADAP FERTILITAS DAN PERIODE FERTIL SPERMATOZOA ITIK

PENGARUH TINGKAT PENGENCERAN TERHADAP KUALITAS SPERMATOZOA KAMBING PE SETELAH PENYIMPANAN PADA SUHU KAMAR

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 7 Maret 19 April 2016, bertempat

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 2. Hasil Evaluasi Karakteristik Semen Ayam Arab pada Frekuensi Penampungan yang Berbeda

HASIL DAN PEMBAHASAN. Inseminasi Buatan pada Ayam Arab

Pengaruh Pemberian Susu Skim dengan Pengencer Tris Kuning Telur terhadap Daya Tahan Hidup Spermatozoa Sapi pada Suhu Penyimpanan 5ºC

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada April 2014 di Balai Inseminasi Buatan Daerah

BAB III MATERI DAN METODE. Persentase Hidup dan Abnormalitas Spermatozoa Entok (Cairina moschata), telah

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan bulan Februari Maret 2016 di Desa Bocor,

UJI KU <klitas SPERMA DAN PENGHITUNGAN JUMLAH PENGENCER DALAM UPAYA MENENTUKAN KEBERHASILAN INSEMINASI BUATAN

MATERI DAN METODE. Gambar 1. Kelinci Penelitian

Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2004

BAB VI TEKNOLOGI REPRODUKSI

Dosis Glukosa Ideal pada Pengencer Kuning Telur Fosfat Dalam Mempertahankan Kualitas Semen Kalkun pada Suhu 5 C

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian mengenai pengaruh kadar ekstrak daun Binahong (Anredera

DAYA HIDUP SPERMATOZOA EPIDIDIMIS KAMBING DIPRESERVASI PADA SUHU 5 C

BAB III MATERI DAN METODE. Flock Mating dan Pen Mating secara Mikroskopis ini dilaksanakan pada tanggal

ARTIKEL PENGARUH PROPORSI TELUR HASIL IB (AYAM BANGKOK DAN AYAM BROILER) DALAM MESIN OTOMATIS

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Unit Pelayanan Tekhnis Daerah Balai

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada 7 13 April 2014, di BIBD Lampung,

MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2015 di Unit Pelaksana

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tepatnya yang berada di daerah Batur, Banjarnegara (Noviani et al., 2013). Domba

TUGAS AKHIR - SB Oleh: ARSETYO RAHARDHIANTO NRP DOSEN PEMBIMBING : Dra. Nurlita Abdulgani, M.Si Ir. Ninis Trisyani, MP.

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April November 2016 di Desa

MATERI DAN METODE. Metode Penelitian

OBJEK DAN METODE PENELITIAN. diberi lima perlakuan. Domba yang digunakan ini adalah domba lokal yang

BAB III MATERI DAN METODE. Peternakan dan Pertanian Universitas Diponegoro. Analisis sampel dilaksanakan

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. breeding station Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran. Domba jantan yang

Kualitas Semen Kambing Peranakan Boer. Quality of Semen Crossbreed Boer Goat. M. Hartono PENDAHULUAN. Universitas Lampung ABSTRACT

MATERI DAN METODE. Gambar 3. Rodalon

TINJAUAN PUSTAKA Ayam Arab

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan 20 ekor Itik Rambon Betina, 4 ekor Itik

BAB III MATERI DAN METODE

S. Suharyati Jurusan Produksi Ternak Fakultas Pertanian Universitas Lampung, Bandarlampung ABSTRAK

PENGGUNAAN TELUR ITIK SEBAGAI PENGENCER SEMEN KAMBING. Moh.Nur Ihsan Produksi Ternak Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya, Malang ABSTRAK

Jurnal Pertanian ISSN Volume 2 Nomor 1, April PENGARUH VITAMIN B 2 (Riboflavin) TERHADAP DAYA TAHAN SPERMATOZOA DOMBA PADA SUHU KAMAR

lebih dari 219 juta ekor (1992) dan merupakan 63,79% dari jumlah semua unggas yang dibudidayakan di Indonesia secara nasional dengan kontribusi daging

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal April 2014 di Laboratoium Unit

JURNAL INFO ISSN :

Motilitas dan Daya Hidup Spermatozoa Ayam Dalam Pengencer Glukosa Kuning Telur Fosfat pada Penyimpanan 3-5 C

I PENDAHULUAN. dikembangkan di Indonesia. Sistem pemeliharannya masih dilakukan secara

I PENDAHULUAN. tidak dapat terbang tinggi, ukuran relatif kecil berkaki pendek.

Lokakarya Nasional Inovasi Teknologi Pengembangan Ayam Lokal

PENGARUH JENIS PENGENCER TERHADAP MOTILITAS DAN DAYA TAHAN HIDUP SPERMATOZOA SEMEN CAIR SAPI SIMMENTAL

PENDAHULUAN. masyarakat Pesisir Selatan. Namun, populasi sapi pesisir mengalami penurunan,

BAHAN DAN METODE PENELITIAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Kondisi Umum Kandang Local Duck Breeding and Production Station

PENGARUH JENIS PENGENCER TERHADAP KUALITAS SEMEN BEKU DOMBOS TEXEL DI KABUPATEN WONOSOBO

PENGARUH LAMA PENYIMPANAN TERHADAP MOTILITAS DAN FERTILITAS SPERMATOZOA AYAM KATE LOKAL

I PENDAHULUAN. berasal dari daerah Gangga, Jumna, dan Cambal di India. Pemeliharaan ternak

PENGARUH FREKUENSI PENAMPUNGAN SEMEN TERHADAP KUALITAS SPERMATOZOA PADA AYAM BANGKOK

Kualitas semen sapi Madura setelah pengenceran dengan tris aminomethane kuning telur yang disuplementasi α-tocopherol pada penyimpanan suhu ruang

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dilaksanakan pada bulan November sampai Desember 2013 di

BAB II TIJAUAN PUSTAKA. penis sewaktu kopulasi. Semen terdiri dari sel-sel kelamin jantan yang dihasilkan

MATERI DAN METODE. Penelitian ini telah di laksanakan pada bulan Desember 2014 sampai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Flemish giant dan belgian hare dan berasal dari Amerika. Kelinci ini mempunyai

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dengan judul Pengaruh Pemberian Kapang R. Oryzae atau C.

Spermatogenesis dan sperma ternak

PENGARUH LAMA THAWING DALAM AIR ES (3 C) TERHADAP PERSENTASE HIDUP DAN MOTILITAS SPERMATOZOA SAPI BALI (Bos sondaicus)

APLIKASI IB DENGAN SPERMA HASIL PEMISAHAN DI SUMATERA BARAT

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi

PERBANDINGAN KUALITAS SEMEN KAMBING KEJOBONG DAN KAMBING KACANG DI JAWA TENGAH ABSTRACT

PENDAHULUAN. Domba merupakan salah satu ternak penghasil daging yang banyak diminati

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. kualitas semen yang selanjutnya dapat dijadikan indikator layak atau tidak semen

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu

Irawati Bachari, Iskandar Sembiring, dan Dedi Suranta Tarigan. Departemen Perternakan Fakultas Pertanian USU

PENGARUH KESEIMBANGAN ENERGI-PROTEIN DALAM RANSUM TERHADAP KUALITAS SEMEN ITIK RAMBON

BAB III MATERI DAN METODE. berbeda terhadap tingkah laku burung puyuh petelur, dilaksanakan pada bulan

Semen beku Bagian 1: Sapi

III. MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan Juli 2013 di. Balai Inseminasi Buatan Tenayan Raya, Pekanbaru.

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian tentang Pengaruh Indeks Bentuk Telur terhadap Daya Tetas dan

Animal Agriculture Journal, Vol. 1. No. 2, 2012, p Online at :

MOTILITAS DAN ABNORMALITAS SPERMATOZOA BANGSA PEJANTAN SETELAH PENYIMPANAN

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian tentang Penggunaan Tepung Daun Mengkudu (Morinda

Animal Agriculture Journal, Vol. 2. No. 1, 2013, p Online at :

PENGARUH DOSIS EM-4 (EFFECTIVE MICROORGANISMS-4) DALAM AIR MINUM TERHADAP BERAT BADAN AYAM BURAS

DAYA HIDUP DAN ABNORMALITAS SPERMA ENTOK (Cairina moschata) YANG DITAMPUNG 3 DAN 6 HARI SEKALI DALAM PENGENCER YANG BERBEDA SKRIPSI.

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian tentang pengaruh penambahan bentonit pada proses Pelleting

PENGARUH LINGKAR SCROTUM DAN VOLUME TESTIS TERHADAP VOLUME SEMEN DAN KONSENTRASI SPERMA PEJANTAN SIMMENTAL, LIMOUSINE DAN BRAHMAN

BAB III MATERI DAN METODE. Ransum terhadap Sifat Fisik Daging Puyuh Jantan dilaksanakan bulan Juni

BAB III MATERI DAN METODE. yang berbeda konsentrasi terhadap total koloni bakteri dan ph susu segar kambing

MATERI DAN METODE. Penelitian ini telah dilakukan pada bulan Januari-Februari 2014 di

HASIL DAN PEMBAHASAN. Evaluasi Semen Segar

HASIL DAN PEMBAHASAN. pada Tabel 4 dan 5. Berdasarkan sampel yang diteliti didapatkan daya tetas telur

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dengan judul Kadar Kolesterol, Trigliserida, HDL dan LDL

KUALITAS TELUR TETAS AYAM MERAWANG DENGAN WAKTU PENGULANGAN INSEMINASI BUATAN YANG BERBEDA

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. pejantan Peranakan Etawah berumur 1,5-3 tahun dan dipelihara di Breeding

PENGARUH KOMBINASI KUNING TELUR DENGAN AIR KELAPA TERHADAP DAYA TAHAN HIDUP DAN ABNORMALITAS SPERMATOZOA DOMBA PRIANGAN PADA PENYIMPANAN 5 0 C

MATERI DAN METODE. Gambar 7 Metode penampungan semen babi : a) Metode manual (glovehand method); b) Alat penampungan semen.

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. menggunakan metode artificial vagaina (AV). Semen yang didapatkan kemudian

HASIL DAN PEMBAHASAN. domba lokal yang digunakan dalam penelitian inibaik secara makroskopis

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Itik merupakan ternak jenis unggas air yang termasuk dalam kelas Aves, ordo

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Kelompok Tani Ternak (KTT) Manunggal

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal April 2014 di Unit Pelayanan

Transkripsi:

J. Agroland 15 (1) : 63-67, Maret 2008 ISSN : 0854 641X KONSERVASI SEMEN AYAM BURAS MENGGUNAKAN BERBAGAI PENGENCER TERHADAP FERTILITAS DAN PERIODE FERTIL SPERMATOZOA PASCA INSEMINASI BUATAN Oleh : Ridwan 1) dan Rusdin 1) ABSTRACT The aim of the experiment was to determine spermatozoa fertility and accurate interval time of artificial insemination for improving chicken quality and production. The experiment was conducted using a completely randomized design with three levels of semen diluter as the treatments. Each treatment was tested to 10 local female chicks. The research results showed that the treatments significantly affected the fertility of spermatozoa (P < 0.05). The highest fertility of spermatozoa was found in the ringer lactate diluter (74.73 %), followed by the ringer dextrose (71.58 %), and physiological NaCl 0.9 % (65.79 %). The highest fertility period produced by ringer dextrose diluter was 15.6 days, and ringer lactate for 15.3 days. Keywords : Semen, diluter, local chicken I. PENDAHULUAN Upaya pengembangbiakan ternak ayam pada umumnya masih menggunakan cara konvensional, yaitu melalui perkawinan secara alam. Campur tangan oleh peternak dalam hal sistem perkawinan ini masih sangat minim, sehingga efisiensi produksi rendah dan memberikan peluang terjadinya inbreeding yang relatif tinggi. Dampaknya akan menurunkan kemampuan produksi, dimana pertumbuhan lambat dan produksi telur makin menurun bagi generasi berikutnya. Pemeliharaan ayam secara intensif yang dilakukan pada kandang individual, seekor pejantan hanya dapat melakukan kawin alam secara bergiliran dari suatu kandang ke kandang yang lain. Disamping itu untuk pengadaan telur tetas sebagai sumber bibit ayam untuk peremajaan masih merupakan suatu kendala melalui perkawinan secara alam, karena memerlukan pejantan unggul dalam jumlah yang banyak. Hal ini dapat memperbesar biaya produksi untuk pemeliharaan pejantan. Untuk mengatasi kendala tersebut, salah satu alternatif yang dapat dilakukan yaitu dengan penerapan bioteknologi dalam bidang reproduksi ternak dengan melakukan konservasi semen dan penerapan teknologi Inseminasi Buatan (IB) pada 1) Staf Pengajar pada Program Studi Produksi Ternak Fakultas Pertanian Universitas Tadulako, Palu. ayam. Dengan cara ini semen dari seekor pejantan dapat diencerkan untuk mengawini sekitar tujuh belas ekor betina (Bahr dan Bakst, 1987). Inseminasi buatan pada unggas merupakan salah satu teknologi yang diharapkan dapat memperbaiki produktivitas ayam, dan merupakan teknik yang berharga dalam industri peternakan unggas maupun dalam riset penelitian. Dengan sistem ini dapat diprogramkan upaya untuk mendapatkan bibit dan DOC (day old chick) dalam jumlah banyak dengan umur sama dalam waktu pendek. Informasi tentang kualitas semen ayam melalui konservasi dengan berbagai pengencer semen dan penerapan teknologi inseminasi buatan untuk mengetahui periode fertil dan fertilitas spermatozoa ayam yang terkait dengan interval pelaksanaan inseminasi belum banyak diketahui, dan masih banyak perbedaan pendapat diantara peneliti terdahulu dalam penentuan interval pelaksanaan IB yang tepat. II. BAHAN DAN METODE Ternak percobaan yang digunakan terdiri dari 6 ekor ayam jantan dewasa berumur 10-12 bulan sebagai sumber semen, dan inseminasi buatan dilakukan terhadap 45 ekor ayam betina dewasa umur 6 bulan yang sedang berada pada periode produksi. Ternak tersebut 63

ditempatkan dalam kandang individual yang terbuat dari terali besi, dan masing-masing petak dilengkapi dengan tempat makan dan minum. Ukuran kandang; untuk ayam jantan adalah panjang 60 cm, lebar 35 cm dan tinggi 50 cm, sedangkan untuk ayam betina berukuran panjang 40 cm, lebar 30 cm dan tinggi 40 cm. Ternak percobaan diberi pakan berupa campuran dedak halus, jagung dan pakan komersil Superfeed (PT Cheil Jedang Indonesia) dengan perbandingan 15:50:35 (as feed) sebanyak 120 gram per hari per ekor. Pemberian pakan dilakukan dua kali sehari (pagi dan sore) sedangkan air minum diberikan secara ad - libitum. Peralatan yang digunakan untuk penampungan, evaluasi semen dan inseminasi buatan adalah: mikroskop, tabung berskala, termos, gelas obyek, gelas cover, batang pengaduk, kertas ph, haemocytometer, alat hitung, pemanas bunsen, pipet, spuit ukuran 1 ml, gelas ukur, tissue, mesin tetas dan alat peneropong telur. Bahan-bahan yang digunakan meliputi pengencer semen (NaCl Fisiologis, Ringer Laktat dan Ringer Dextrose), eosin, dan alkohol. Penelitian ini dilaksanakan di kandang percobaan dan Laboratorium Reproduksi dan Pemuliaan Tenak Jurusan Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Tadulako, didisain menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan tiga perlakuan pengencer semen. Masing-masing perlakuan diuji dengan 10 ekor ayam betina sebagai ulangan untuk mengamati periode fertil dan fertilitas spermatozoa pasca inseminasi buatan. Rangkaian penelitian dibagi dalam beberapa tahap sebagai berikut : 1. Evaluasi Semen. Evaluasi untuk mengetahui kualitas semen ayam yang digunakan dilakukan dengan cara evaluasi semen segar dan semen cair. Semen dari 6 ekor ayam jantan ditampung dengan cara pengurutan ke dalam tabung berskala, kemudian diperiksa secara makroskopis dan mikroskopis. Pemeriksaan makroskopis meliputi volume, warna, konsistensi dan ph semen, sedangkan pemeriksaan mikroskopis meliputi gerakan massa, konsentrasi spermatozoa total, motilitas dan abnormalitas semen. 2. Pengenceran Semen Hasil penilaian semen yang meliputi : volume, konsentrasi spermatozoa total, dan motilitas spermatozoa dijadikan sebagai penentu kadar pengenceran semen. Semen yang berkualitas baik selanjutnya diencerkan dengan pengencer sampai mencapai konsentrasi 150 juta spermatozoa motil progresif per 0,1 ml semen. Pemeriksaan motilitas dilakukan untuk menentukan motilitas sampai 50 %; yang kurang dari itu tidak digunakan untuk IB. 3. Pelaksanaan Inseminasi Inseminasi atau deposisi semen pada ayam betina dilakukan secara manual dengan menggunakan pipet inseminasi berupa spuit injeksi tuberkulin. Ayam betina dipegang seperti pada proses penampungan semen ayam jantan, kecuali posisi bagian posterior ayam betina sedikit diangkat dari sumbu badannya sehingga bagian posterior lebih tinggi dari bagian anteriornya. Ayam betina dirangsang dengan pengurutan seperti pada proses penampungan semen supaya ayam betina tersebut mengeluarkan vaginanya dari rongga kloaka. IB dilakukan sekali pada setiap ayam betina dengan mendeposisikan semen secara intrauterin dengan dosis 150 juta spermatozoa motil progresif per 0,1 ml semen. 4. Koleksi dan Inkubasi Telur Pengumpulan telur hasil IB dilakukan mulai hari kedua setelah inseminasi sampai pada hari terakhir menghasilkan telur fertil dalam satu periode peneluran yang dibagi ke dalam empat periode koleksi, masing-masing empat hari. Telur yang diperoleh dibersihkan menggunakan lap kain yang sudah dicelupkan di air hangat, kemudian ditandai menurut kelompok perlakuan yang diberikan. Setelah dikoleksi selama empat hari, telur diinkubasikan kedalam inkubator (38,5 40,5 C) dan kelembaban 75 %. Selama inkubasi, telur diputar 3 kali sehari, mulai hari ke- 4 sampai ke- 17. 5. Parameter dan prosedur pengambilan data Fertilitas Spermatozoa. Fertilitas spermatozoa diukur dengan cara menghitung persentase telur yang memperlihatkan adanya perkembangan embrio dari sejumlah telur yang ditetaskan 64

tanpa memperhatikan apakah telur tersebut akan menetas atau tidak, dan perkembangan embrio di dalam telur tersebut diamati setelah 5 hari masa inkubasi. Fertilitas telur dihitung menggunakan rumus sebagai berikut : Jumlah telur fertil Fertilitas telur = x 100 % Jumlah telur yang ditetaskan 6. Periode Fertil Spermatozoa Periode fertil spermatozoa dihitung mulai sejak hari pelaksanaan inseminasi hingga hari terakhir menghasilkan telur fertil. Data periode fertil diperoleh dengan mengamati telur yang telah dieramkan hingga bertunas, dan telur yang tidak bertunas dalam kurun waktu tertentu setelah inseminasi. Dengan cara tersebut, maka akan diperoleh data periode fertil spermatozoa sebagai manifestasi kemampuan spermatozoa membuahi sel telur pasca inseminasi. Pengamatan periode fertil spermatozoa dilakukan pada hari ke- 5 masa penetasan dengan melihat adanya perkembangan embrio dini dengan menggunakan teropong telur. Telur fertil akan memperlihatkan adanya gumpalan merah atau penyebaran pembuluh darah, sedang yang tidak fertil tidak menunjukkan tanda-tanda tersebut. 7. Analisa Data Data kuantitatif hasil pengamatan dianalisis secara statistik dengan sidik ragam dan untuk menguji perbedaan antar perlakuan digunakan Uji Beda Nyata Terkecil (BNT). Model linier yang digunakan adalah sebagai berikut : Y ij = µ + τ i + ε ij Keterangan : Y = Respon yang diamati selama penelitian i = 1, 2, 3 j = 1, 2, 3,... 12 µ = Nilai tengah umum τ i = Pengaruh perlakuan ke- i ε ij = Pengaruh galat percobaan karena ulangan ke-j yang ada pada perlakuan ke-i III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1. Pengaruh Pengecer Semen Terhadap Fertilitas Spermatozoa ayam Pasca Inseminasi Buatan Rataan hasil pengamatan fertilitas spermatozoa ayam percobaan dalam berbagai pengencer selama penelitian tertera pada Tabel 1. Tabel 1. Rataan Fertilitas Spermatozoa dalam Setiap Perlakuan Pengencer Semen. Jenis pengencer semen NaCl Fisiologis 0,9 % Ringer Laktat Ringer Dextrose Fertilitas spermatozoa (%) 65,79 a 74,73 b 71,58 ab Hasil analisis statistik sidik ragam menunjukkan hasil perlakuan berpengaruh nyata (P < 0,05) terhadap fertilitas spermatozoa. Berdasarkan uji lanjut beda nyata terkecil (BNT) menunjukkan bahwa perlakuan pengencer Ringer Laktat tidak berbeda nyata dengan pengencer Ringer Dextrose, tetapi berbeda nyata dengan pengencer NaCl Fisiologis 0,9 %. dan pengencer Ringer Dextrose tidak berbeda nyata dengan pengencer NaCl Fisiologis 0,9 %. Hal ini disebabkan karena pengencer yang digunakan mengandung sumber energi dan unsur-unsur lain yang berfungsi untuk mempertahankan hidup spermatozoa, kemampuan setiap bahan pengencer untuk memberikan fertilitas spermatozoa berbeda-beda pula antara pengencer satu dengan pengencer lainnya. Ketiga pengencer tersebut mengandung zat-zat makanan antara lain sumber energi dan unsur-unsur lain yang berfungsi untuk mempertahankan hidup spermatozoa. Pengencer Ringer Dextrose memiliki substrat nutrisi yaitu berupa glukosa yang berfungsi sebagai sumber energi bagi spermatozoa. Menurut Sexton dan Fewlass (1978), plasma semen merupakan medium spermatozoa untuk melakukan aktivitasnya. Jika didalam plasma semen kekurangan energi maka motilitas spermatozoa berkurang dan akan menurunkan daya fertilitas spermatozoa. Ringer Dextrose mengandung komponen yang dapat menyediakan zat makanan bagi spermatozoa khususnya sebagai sumber energi. Na-Laktat pada Ringer Laktat diperlukan untuk memenuhi kebutuhan ion bikarbonat yang berfungsi untuk mempertahankan keasaman larutan atau sebagai penyangga larutan 65

serta mempertahankan tekanan osmotik larutan. Asam laktat tersebut dinetralisir oleh NaCl sehingga ph larutan tetap seimbang. Fertilitas merupakan suatu manifestasi dari proses mekanisme fertilisasi spermatozoa dalam saluran reproduksi betina. Apabila dilihat secara anatomis didalam saluran reproduksi betina dapat dikemukakan bahwa peranan pengencer semen tidak berpengaruh secara langsung dalam proses fertilisasi, diduga karena semen yang diencerkan tidak disimpan maka proses metabolisme spermatozoa belum terjadi. Hal ini sejalan dengan pendapat Sexton dan Fewlass (1978), unsur-unsur kimia dan substrat nutrisi pengencer semen akan berpengaruh terhadap proses metabolisme spermatozoa pada semen yang disimpan cukup lama sebelum diinseminasikan. Setelah semen diinseminasikan, spermatozoa akan menyebar kedalam saluran reproduksi betina yaitu kedaerah uterovaginal kemudian keinfundibulum. Akan tetapi hanya spermatozoa potensial yang mampu melakukan fertilisasi akibat terjadinya seleksi selama berjalan dalam saluran kelamin betina. Spermatozoa memasuki sperm nest pertama didaerah Uterovaginal Junction, maka peranan pengercer dalam mempertahankan derajat keasaman larutan (ph) bagi spermatozoa sangat dibutuhkan (Zavaleta dan Ogaswara, 1987). Spermatozoa yang dideposisikan akan segera menempati Uterovaginal Junction, spermatozoa mendapatkan nutrisi dan mempertahankan kemampuan fertilitasnya ditempat tersebut. Selanjutnya spermatozoa akan melakukan pergerakan menuju infundibulum setelah terjadi oviposisi yang akhirnya spermatozoa akan berakumulasi di sperm nest infundibulum untuk melakukan fertilisasi. Proses pergerakan dan fertilitas spermatozoa dipengaruhi oleh jumlah spermatozoa yang berada di sperm nest infundibulum (Zavaleta dan ogaswara, 1987). 3.2. Pengaruh Pengencer Semen Terhadap Periode Fertil Spermatozoa Ayam Pasca Inseminasi Buatan Rataan hasil pengamatan periode fertil spermatozoa ayam percobaan dari berbagai jenis pengencer selama penelitian tertera pada Tabel 2. Hasil analisis data melalui sidik ragam menunjukkan bahwa jenis pengencer semen yang digunakan (Ringer Laktat, Ringer Dextrose dan NaCL 0,9 %,) memberikan pengaruh nyata (P < 0,05) terhadap periode fertil spermatozoa ayam buras. Berdasarkan uji lanjut beda nyata terkecil (BNT), menunjukkan bahwa perlakuan pengencer Ringer Dextrose berbeda sangat nyata dengan pengencer NaCl Fisiologis 0,9 %, pengencer Ringer Laktat berbeda nyata dengan pengencer NaCl Fisiologis 0,9 %, tetapi pengencer Ringer Dextrose tidak berbeda nyata dengan pengencer Ringer Laktat. Hal ini menunjukkan bahwa pengencer Ringer Dextrose dan Ringer Laktat memiliki kemampuan yang lebih baik dalam proses fertilsasi, kedua pengencer tersebut dapat memberikan periode fertil yang cukup lama dibandingkan dengan pengencer NaCl 0,9 %. Hal ini disebabkan karena larutan Ringer Dextrose dan Ringer Laktat memiliki substrat nutrisi yang lebih baik bagi spermatozoa yang tidak dimiliki oleh larutan fisiologis NaCl Gomes (1977). Tabel 2. Rataan Periode Fertil Spermatozoa Ayam setiap Perlakuan Pengencer Semen. Jenis Pengencer Semen NaCl Fisiologis 0,9 % Ringer Laktat Ringer Dextrose Periode Fertil Spermatozoa..hari.. 13,70 a 15,30 b 15,60 b Periode fertil diukur mulai dari hari kedua setelah inseminasi sampai pada hari terakhir telur fertil, periode fertil juga merupakan suatu manifestasi dari proses fertilisasi. Dalam penelitian ini pengencer tidak berperan langsung dalam proses fertilisasi namun hanya berperan dalam penambahan dosis IB. Menurut Ridwan (2002), lama periode fertil spermatozoa ayam dipengaruhi oleh ketersediaan spermatozoa yang dapat membuahi sel telur didalam sperm nest. Lamanya kemampuan hidup spermatozoa ayam dalam saluran reproduksi betina mencapai 32 hari, akan tetapi daya fertilitasnya hanya mencapai 21 hari setelah inseminasi (Kismiati, 1999). Proses pengenceran semen secara langsung akan mempengaruhi metabolisme spermatozoa untuk mempertahankan daya hidupnya sebelum dideposisikan, sehingga diharapkan mampu melakukan pergerakan untuk membuahi sel telur. Semakin banyak spermatozoa motil progresif yang mencapai Chalaziferous region pada saluran reproduksi betina akan semakin panjang periode fertil 66

spermatozoa, karena sperm nest pada saluran reproduksi ayam betina memiliki sistem pelepasan spermatozoa untuk proses fertilisasi secara bertahap (Ridwan, 2002). Faktor yang membatasi periode fertil spermatozoa setelah berada dalam saluran reproduksi betina, selain masa hidup spermatozoa itu sendiri, adalah pengurangan jumlah spermatozoa yang cukup drastis selama periode bertelur. Spermatozoa yang telah disimpan didalam Uterovaginal Junction, dilepaskan secara bertahap atau sedikit demi sedikit dalam lumen uterus. Pelepasan spermatozoa ini terjadi sekitar waktu ovulasi dan oviposisi. Segera setelah spermatozoa dilepas, aktivitas metabolisme dan motilitas spermatozoa meningkat, dan diduga setelah terjadi proses penurunan stabilitas plasmalema sehingga daya hidup spermatozoa semakin menurun. Hal ini sesuai dengan hasil pengamatan yang dilaporkan oleh Fuji dan Tamura (1963) dalam Gilbert (1980), bahwa spermatozoa dijumpai dalam jumlah besar dalam kelenjar Uterovaginal Junction setelah inseminasi, dan dalam jumlah yang semakin berkurang sampai telur fertil yang terakhir dikeluarkan. Hafez (1993), bahkan mengemukakan bahwa spermatozoa dapat kehilangan fertilitasnya sekalipun secara visual masih hidup. Ukuran keberhasilan penerapan teknologi inseminasi buatan pada ayam adalah banyaknya telur fertil sebagai hasil dari satu kali inseminasi. Dengan demikian efisiensi waktu dan biaya yang dicurahkan dalam penerapan inseminasi buatan tersebut semakin efektif. IV. KESIMPULAN DAN SARAN 4.1. Kesimpulan Bedasarkan data hasil penelitian pengaruh konservasi semen menggunakan berbagai pengencer terhadap periode fertil, fertilitas dan daya tetas telur ayam pasca inseminasi buatan diperoleh kesimpulan bahwa : 1. Ketiga pengencer semen memberikan pengaruh nyata (P < 0,05) terhadap periode fertil dan fertilitas spermatozoa. 2. Ketiga pengencer semen tersebut menghasilkan periode fertil dan fertilitas spermatozoa yang cukup tinggi pasca inseminasi buatan 4.2. Saran Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai interval pelaksanaan inseminasi buatan sehingga diperoleh acuan pelaksanaan IB yang efisien dan tepat. DAFTAR PUSTAKA Bahr J.M dan Bakst, M.R., 1987. Poultry. In E.S.E. Hafez, ed Reproduction in farm animal. 5 th Philadelphia pp 379-388 Ed. Lea and Febiger, Gilbert., A. B., 1980. Poultry. In E. S. E. Hafez (ed) Reproduction in farm animals. Lea and Febiger. Philadelphia. Gomes, W.R. 1977. Artificial insemination. Dalam H.H. Cole and P.T. Cupps ed. Reproduction in Animals. Academic Press, New York and London. Hafez, E.S.E. 1993. Artificial insemination. In E.S.E. Hafez. Ed. Reproduction in Farm Animals. 5 th Edition. Lea and Febiger. Philadelpia. Kismiati, S. 1999. Fertilitas telur dan mortalitas embrio ayam kedu hitam pada interval inseminasi yang berbeda. Jurnal Pengembangan Peternakan Tropis. Universitas Diponegoro. Semarang. 53 59. Ridwan, 2002. Fertil life dan periode fertil spermatozoa ayam buras pasca inseminasi buatan. Tesis Pascasarjana Universitas Pandjadjaran, Bandung Sexton, T.J., and T.A. Fewlass. 1978. A new poultry semen extenders : 2. effectof diluent component on the fertilizing capacity on the chicken semen storage at 5 o C. Poultry Science 57 : 277 284. 67

Zavaleta, D. Dan F. Ogasawara. 1987. A review of the mechanism of the release of spermatozoa from storage tubules in the fowl and turkey oviduct. Word Poultry Science Journal 43 : 132-139 Inseminasi, 63, 64, 65, 66 semen, 63, 64, 66, 67, 68 spermatozoa, 63, 64, 65, 66, 67, 68 68