Kata Kunci : Perang, Perwakilan Diplomatik, Perlindungan Hukum, Pertanggungjawaban

dokumen-dokumen yang mirip
PENGATURAN PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PERWAKILAN DIPLOMATIK DI WILAYAH PERANG

STATUS TENTARA ANAK DALAM KONFLIK BERSENJATA

BAB I PENDAHULUAN. baik sengketa dalam negeri maupun luar negeri. Sengketa-sengketa tersebut dapat

LEGALITAS PENGGUNAAN BOM CURAH (CLUSTER BOMB) PADA AGRESI MILITER ISRAEL KE PALESTINA DALAM PERSPEKTIF HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP WARGA SIPIL DALAM KONFLIK BERSENJATA (NON-INTERNASIONAL) LIBYA DITINJAU DARI PERSPEKTIF HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL

ABSTRACT. Keywords: State, Diplomatic Relation, Vienna Convention 1961, United Nation

TINJAUAN HUKUM DIPLOMATIK TENTANG PENYELESAIAN SENGKETA PRAKTIK SPIONASE YANG DILAKUKAN MELALUI MISI DIPLOMATIK DILUAR PENGGUNAAN PERSONA NON-GRATA

PENEGAKAN HUKUM HUMANITER DALAM KONFLIK BERSENJATA INTERNAL SURIAH

BAB IV PENUTUP. Bab ini merupakan bab terakhir yang akan memaparkan kesimpulan atas

PELANGGARAN KEDAULATAN NEGARA TERKAIT TINDAKAN SPIONASE DALAM HUBUNGAN DIPLOMASI INTERNASIONAL

ANALISIS PELANGGARAN HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL DALAM KONFLIK BERSENJATA ISRAEL-HEZBOLLAH Oleh

Oleh. Luh Putu Yeyen Karista Putri Suatra Putrawan Program Kekhususan Hukum Internasional dan Bisnis Internasional Fakultas Hukum Universitas Udayana

LEGALITAS PENGANCAMAN DAN PENGGUNAAN SENJATA NUKLIR OLEH NEGARA DALAM HUKUM INTERNASIONAL

BAB III METODE PENELITIAN. yang sedang berlaku. Fokus kajian dalam penelitian ini adalah hukum positif (Ius

KEABSAHAN SUDAN SELATAN SEBAGAI NEGARA MERDEKA BARU DALAM PERSPEKTIF HUKUM INTERNASIONAL

TANGGUNG JAWAB NEGARA TERHADAP KEJAHATAN TERORISME YANG MELEWATI BATAS-BATAS NASIONAL NEGARA-NEGARA

PENERAPAN YURISDIKSI NEGARA DALAM KASUS PEMBAJAKAN KAPAL MAERSK ALABAMA DI PERAIRAN SOMALIA. Oleh: Ida Ayu Karina Diantari

Keywords : Iconoclast, International Law, International Criminal Court

PENGATURAN MENGENAI PENOLAKAN SURAT KEPERCAYAAN OLEH NEGARA PENERIMA (STUDI KASUS PENOLAKAN DUTA BESAR INDONESIA UNTUK BRASIL)

BAB I PENDAHULUAN. kaedah-kaedah dalam suatu kehidupan bersama 1. Berdasarkan ruang

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK-ANAK YANG MENJADI KORBAN PENGGUNAAN SENJATA AGENT ORANGE DALAM PERANG VIETNAM

PELANGGARAN HAK LINTAS DI WILAYAH UDARA INDONESIA OLEH PESAWAT MILITER ASING

KEBIJAKAN INTERNASIONAL PENGATURAN LEMBAGA GANTI RUGI DALAM PENYELESAIAN GANTI RUGI AKIBAT PENGOPERASIAN BENDA-BENDA ANGKASA BUATAN.

BAB I PENDAHULUAN. Laut Bering lepas pantai Chukotka, Rusia. Juru bicara Kementerian Kelautan

PENERAPAN PRINSIP NON REFOULEMENT TERHADAP PENGUNGSI DALAM NEGARA YANG BUKAN MERUPAKAN PESERTA KONVENSI MENGENAI STATUS PENGUNGSI TAHUN 1951

PERLINDUNGAN HUKUM PELAJAR INDONESIA DI LUAR NEGERI YANG MENGALAMI KONFLIK BERSENJATA INTERNASIONAL *

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK DALAM KONFLIK BERSENJATA

LEGALITAS PENGGUNAAN PELURU KENDALI BALISTIK ANTARBENUA (INTERCONTINENTAL BALLISTIC MISSILE) DALAM PERANG ANTARNEGARA

BAB I PENDAHULUAN. internasional. Berbagai pelanggaran hukum perang dilakukan oleh kedua belah

Prosiding Ilmu Hukum ISSN: X

BAB I PENDAHULUAN. ketika lawan terbunuh, peperangan adalah suatu pembunuhan besar-besaran

BENTUK TANGGUNG JAWAB PARA PIHAK DALAM KONFLIK BERSENJATA NON-INTERNASIONAL DALAM MEMBERIKAN PERLINDUNGAN KEPADA PENDUDUK SIPIL ABSTRACT

BAB I PENDAHULUAN. negara dapat mengadakan hubungan-hubungan internasional dalam segala bidang

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP INDONESIA DALAM KASUS PENYADAPAN OLEH AUSTRALIA

Abstract. Keywords ; Military Attack, NATO, Libya, Civilian

BAB II TINJAUAN UMUM. 1.1 Tinjauan Umum Mengenai Subjek Hukum Internasional Pengertian Subjek Hukum Internasional

Oleh : Ardiya Megawati E BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

TINJAUAN HUKUM LAUT INTERNASIONAL MENGENAI PERLINDUNGAN HUKUM NELAYAN TRADISIONAL INDONESIA. Jacklyn Fiorentina

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

ANALISIS TENTANG PEMERINTAH DAERAH SEBAGAI PIHAK DALAM PEMBENTUKAN PERJANJIAN INTERNASIONAL

PERLINDUNGAN PENDUDUK SIPIL PADA KONDISI PERANG MENGGUNAKAN CLUSTER BOMBS DAN KAITANNYA DENGAN TEORI JUST WAR

BAB I PENDAHULUAN. kepentingan dan tujuan diantara negara negara yang ada. Perbedaan perbedaan

PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA PELAKU SODOMI TERHADAP KORBAN YANG TELAH CUKUP UMUR

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP TENAGA KERJA ASAL INDONESIA TERKAIT TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG BERDASARKAN HUKUM NASIONAL DAN HUKUM INTERNASIONAL *

KEKUATAN MENGIKAT RESOLUSI DEWAN KEAMANAN PBB DALAM PENYELESAIAN SENGKETA INTERNASIONAL

PENGATURAN KEANEKARAGAMAN HAYATI BAWAH LAUT BERKAITAN DENGAN LINGKUNGAN BERKELANJUTAN

Program Kekhususan Hukum Internasional dan Hukum Bisnis Internasional Fakultas Hukum Universitas Udayana

PENGATURAN ASAS REBUS SIC STANTIBUS

BAB I PENDAHULUAN. mempengaruhi secara subsistem. Apabila satu aspek dari lingkungan bermasalah,

KAJIAN TERHADAP TINDAK PIDANA PENIPUAN MELALUI JUAL-BELI ONLINE

DALAM PERSPEKTIF HUKUM INTERNASIONAL (PUTUSAN ICJ NOMOR 143 TAHUN

BAB I PENDAHULUAN. Hukum Humaniter Internasional bertujuan untuk memanusiawikan perang agar korban

HAK VETO DEWAN KEAMANAN PERSERIKATAN BANGSA-BANGSA DALAM KAITAN DENGAN PRINSIP PERSAMAAN KEDAULATAN

TANGGUNG JAWAB MESIR TERHADAP ISRAEL DALAM PENYERANGAN KEDUTAAN BESAR ISRAEL DI MESIR

BAB I PENDAHULUAN. tertentu yang berkaitan dengan kepentingan negara yang diwakilinya

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan. Berdasarkan kesimpulan dari pembahasan di atas mengenai. perlindungan pihak ICRC ditinjau dari Konvensi Jenewa 1949 dan

BAB I PENDAHULUAN. membedakan ideologi, sistem politik, sistem sosialnya. Maksud memberikan

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

MEKANISME PENYELESAIAN SENGKETA INTERNASIONAL (STUDI KASUS NIKARAGUA AMERIKA SERIKAT)

Eksistensi Konvensi Jenewa di Masa Depan

PEMBERIAN KOMPENSASI SEBAGAI UPAYA PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN KERUSUHAN

BAB III KESIMPULAN DAN SARAN. tuntutan. Jadi peradilan internasional diselenggarakan untuk mencegah pelaku

DIPONEGORO LAW REVIEW Volume 1, Nomor 2, Tahun 2013Online di

TANGGUNG JAWAB NEGARA TERHADAP TENAGA KERJA INDONESIA DI LUAR NEGERI OLEH PERWAKILAN DIPLOMATIK BERDASARKAN HUKUM INTERNASIONAL

Prinsip Imperative Military Necessity vs. Perlindungan terhadap. Cultural Heritage dalam Situasi Konflik Bersenjata: Gap dalam Existing Laws SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. Konflik bersenjata atau dalam bahasa asing disebut sebagai armed conflict

BAB I PENDAHULUAN. berkenaan dengan hak-hak, kewajiban-kewajiban dan kepentingankepentingan. negara-negara. Biasanya ketentuan-ketentuan hukum

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PERLINDUNGAN HAK-HAK ANAK YANG BERKONFLIK DENGAN HUKUM DALAM PUTUSAN PENGADILAN NEGERI DENPASAR NOMOR 2/PID.SUS.ANAK/2015/PN DPS

MEKANISME PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN SECARA MEDIASI TERHADAP PRODUK CACAT DALAM KAITANNYA DENGAN TANGGUNG JAWAB PRODUSEN

Prosiding Ilmu Hukum ISSN: X

HAK ISTIMEWA BAGI INVESTOR ASING DALAM BERINVESTASI DI INDONESIA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 25 TAHUN 2007 TENTANG PENANAMAN MODAL

TINJAUAN YURIDIS ATAS TINDAKAN TENTARA AMERIKA SERIKAT TERHADAP TAWANAN PERANG IRAK

PERLINDUNGAN ANAK YANG TERLIBAT DAN TERKENA DAMPAK KONFLIK BERSENJATA MENURUT HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL (STUDI KASUS REPUBLIK DEMOKRATIK KONGO)

YURISDIKSI NEGARA DALAM EKSTRADISI NARAPIDANA TERORISME (Studi Terhadap Permintaan Ekstradisi Hambali oleh Indonesia Kepada Amerika Serikat)

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Lex Privatum Vol. V/No. 8/Okt/2017

PENYELESAIAN SENGKETA INTERNASIONAL

PENGATURAN TINDAK PIDANA TERORISME DALAM DUNIA MAYA (CYBER-TERRORISM) BERDASARKAN HUKUM INTERNASIONAL

: Public International Law: Contemporary Principles and Perspectives Penulis buku : Gideon Boas Penerbit :

BAB I PENDAHULUAN. satu dengan negara lainnya untuk saling memenuhi kebutuhan masing-masing

PENYELESAIAN SENGKETA KASUS INVESTASI AMCO VS INDONESIA MELALUI ICSID

Oleh : Putu Ayu Satya Mahayani I Ketut Sujana Hukum Keperdataan, Fakultas Hukum, Universitas Udayana

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PENGADILAN PIDANA INTERNASIONAL

BAB II PENGERTIAN DAN PERKEMBANGAN HUKUM HUMANITER DAN HAK AZASI MANUSIA. A. Pengertian Humaniter dan Hak Azasi Manusia

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan 40% hingga 50% selama lima tahun pertama tahun 70-an. Di

Kata Kunci: Ekspresi budaya tradisional, Tarian tradisional, Perlindungan Hukum

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan teknologi membuat perubahan disegala aspek kehidupan

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP TINDAK PIDANA PEMALSUAN IJAZAH

PENOLAKAN EKSEKUSI PUTUSAN ARBITRASE INTERNASIONAL DI PENGADILAN NASIONAL INDONESIA. Oleh: Ida Bagus Gde Ajanta Luwih I Ketut Suardita

TANGGUNG JAWAB NEGARA TERHADAP PENGUNGSI (REFUGEE) DALAM HUKUM INTERNASIONAL FITRIANI / D

ABSTRACT. Keywords : Compensation, Restitution, Rehabilitation, Terrorism.

MAKALAH. Hukum Hak Asasi Manusia & Hukum Humaniter. Oleh: Dr. Fadillah Agus, S.H., M.H. FRR Law Office FH Unpad

DIPONEGORO LAW JOURNAL Volume 5, Nomor 3, Tahun 2016 Website :

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG

PENERAPAN ASAS NE BIS IN IDEM DALAM HUKUM PIDANA INTERNASIONAL

INTERNATIONAL MILITARY TRIBUNAL NUREMBERG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

ABSTRACT. DewiHapsariYaraRizkia ( )

Transkripsi:

PENGATURAN PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PERWAKILAN DIPLOMATIK DI WILAYAH PERANG Oleh : Airlangga Wisnu Darma Putra Putu Tuni Cakabawa Landra Made Maharta Yasa Program Kekhususan Hukum Internasional dan Hukum Bisnis Internasional Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRACT The air strikes by Saudi-led coalition bomber aircraft in Yemeni civil war that destroyed a part of Indonesian Embassy in Yemen on 20 th April 2015 lead to interesting issue in international law. This article is aimed to analyze the international law aspects on legal protection regulations for diplomatic representation in warfare and to analyze the legal responsibility of attacks on diplomatic agents who are operated in and buildings that are located in war zone. It is a normative legal research that examines international law principles that related to legal protection for diplomatic representation in warfare. This article concludes that international law has been regulating the legal protection for diplomatic representation in war zone which means a diplomatic mission shall be inviolable. Furthermore, the parties that responsible are the receiving state and the attacker (perpetrator), both individuals and/or States. Keywords : War, Diplomatic Mission, Legal Protection, Responsibility ABSTRAK Serangan udara dari pesawat militer koalisi negara Arab yang dipimpin oleh Arab Saudi dalam perang di Yaman yang menghancurkan sebagian kantor kedutaan besar Republik Indonesia di Yaman pada tanggal 20 April 2015 lalu ternyata menjadi isu menarik di ranah hukum internasional. Tulisan ini bertujuan untuk menganalisis aspek hukum internasional mengenai pengaturan perlindungan hukum bagi perwakilan diplomatik di wilayah perang serta untuk menganalisis pertanggungjawaban hukum atas gangguan terhadap perwakilan diplomatik negara pengirim di wilayah perang. Artikel ini merupakan penelitian hukum normatif, yang dilakukan terhadap kaidah-kaidah yang terdapat dalam hukum internasional yang berhubungan dengan perlindungan hukum terhadap perwakilan diplomatik di wilayah perang. Tulisan ini menyimpulkan bahwa hukum internasional telah mengatur tentang perlindungan hukum bagi perwakilan diplomatik di wilayah perang dimana perwakilan diplomatik harus terbebas dari segala gangguan dan serangan. Selanjutnya, pihak yang bertanggung jawab adalah negara penerima dan pelaku penyerangan baik individu dan atau negara. Kata Kunci : Perang, Perwakilan Diplomatik, Perlindungan Hukum, Pertanggungjawaban 1

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Serangan udara dari pesawat militer koalisi negara Arab yang dipimpin oleh Arab Saudi dalam perang di Yaman ternyata berdampak pada hancurnya sebagian kantor kedutaan besar (kedubes) Republik Indonesia di Yaman pada tanggal 20 April 2015 lalu. Sejumlah pihak menganggap bahwa serangan tersebut merupakan pelanggaran hukum internasional (hukum humaniter) yang berkaitan dengan perlindungan terhadap gedung perwakilan diplomatik suatu negara. 1 Kejanggalan dari serangan tersebut terjadi sehubungan dengan eksistensi prinsip pembedaan (distinction principle) yang membedakan antara kombatan dan penduduk sipil serta objek sipil dan sasaran militer. 2 Perwakilan diplomatik, menurut prinsip ini, jelas digolongkan sebagai objek sipil yang tidak dapat diserang. Perwakilan diplomatik pada dasarnya merupakan representasi negara pengirim yang tidak berkaitan langsung dengan konflik bersenjata yang sedang terjadi, oleh karenanya perwakilan diplomatik tidak boleh terkena dampak dari perang secara langsung. 3 Sayangnya, dalam praktiknya hal tersebut tidak lantas membuat perwakilan diplomatik suatu negara lolos dari serangan dalam kondisi perang. 1.2. Tujuan Sejalan dengan latar belakang di atas, tulisan ini bertujuan untuk menganalisis bagaimana pengaturan perlindungan hukum bagi perwakilan diplomatik di wilayah perang berdasarkan hukum internasional dan pertanggungjawaban hukum atas gangguan terhadap perwakilan diplomatik negara pengirim di wilayah perang berdasarkan hukum internasional. 1 http://dunia.tempo.co/read/news/2015/04/20/115659219/indonesia-kecam-seranganbom-yang-kenai-kbri-yaman diakses pada tanggal 28 Pebruari 2015 pukul 13.30 WITA 2 T. May Rudy, 2002, Hukum Internasional II, PT. Refika Aditama, Bandung, h.88. 3 Syahmin AK, 2008, Hukum Diplomatik Dalam Kerangka Studi Analisis, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, h.117 2

II. ISI MAKALAH 2.1. Metode Penelitian Karya tulis ini merupakan penelitian hukum normatif, yang dilakukan terhadap kaidah-kaidah yang terdapat dalam Hukum Internasional yang berhubungan dengan perlindungan hukum terhadap perwakilan diplomatik di wilayah perang. Adapun teknik analisis yang digunakan adalah teknik deskripsi yaitu teknik dimana penulis memaparkan bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder dengan dibantu bahan hukum tersier. 4 2.2. Hasil dan Pembahasan 2.2.1. Pengaturan Perlindungan Hukum bagi Perwakilan Diplomatik di Wilayah Perang Berdasarkan Hukum Internasional Vienna Convention on Diplomatic Relations 1961 memuat pengaturan perlindungan hukum bagi perwakilan diplomatik di wilayah perang. Pasal 29 dan Pasal 37 ayat (1) mewajibkan negara penerima untuk memberikan keistimewaan dan perlindungan dari segala jenis gangguan terhadap para agen diplomatik beserta bagian dari rumah tangganya, sedangkan Pasal 22 dan Pasal 30 ayat (1) memberikan perlindungan terhadap gedung perwakilan diplomatik, termasuk rumah kediaman dari para agen diplomatik tersebut. Selanjutnya, Convention on the Prevention and Punishment of Crimes against Internationally Protected Persons including Diplomatic Agents 1973 memberikan penekanan pada pencegahan dan penghukuman atas kejahatan yang dilakukan terhadap orang-orang yang dilindungi secara internasional termasuk pejabat diplomatik, sebagaimana diatur di dalam Pasal 1 ayat (1) konvensi tersebut. Selain itu, Pasal 4 ayat (1) dan (2) konvensi tersebut juga menyatakan bahwa negara-negara anggota konvensi ini wajib bekerjasama dan bertukar informasi demi mencegah terjadinya kejahatan tersebut. Selain itu, Protokol Tambahan I Konvensi Jenewa 1949 (1977) menitik beratkan pada prinsip pembedaan. Hal tersebut diatur dalam Pasal 50 ayat (1) dan ayat (2) serta Pasal 52 ayat (1) yang memuat ketentuan-ketentuan mengenai perlindungan terhadap orang-orang sipil, penduduk sipil, dan objek sipil. Dengan 4 Roni Hanitijo, 1991, Metode Penelitian Hukum, Cet.II, Ghalia Indo, Jakarta, h.93. 3

demikian, menjadi jelas bahwa agen diplomatik dan gedung perwakilan dapat dikategorikan sebagai orang sipil dari objek sipil yang harus dilindungi. 2.2.2. Pertanggungjawaban Hukum atas Gangguan Terhadap Perwakilan Diplomatik Negara Pengirim di Wilayah Perang Berdasarkan Hukum Internasional Kasus yang dibahas ini dapat dijadikan ilustrasi untuk menggambarkan bentuk tanggung jawab Negara atas terjadinya serangan terhadap gedung perwakilan diplomatik. Dapat dikemukakan bahwa ada dua pihak yang dipandang bertanggung jawab, yaitu Negara Penerima, yakni Yaman, dan pihak yang melakukan serangan, dalam hal ini Arab Saudi dan sekutunya, termasuk individu tentaranya. Tanggung jawab Negara penerima lahir sesuai dengan ketentuan Pasal 1 Draf ILC 2001, dikarenakan negara penerima melakukan Internationally Wrongful Act terhadap Konvensi Wina 1961. Dalam kasus ini, kendatipun Yaman tidak melakukan perbuatan menyerang, Yaman tetap bertanggung jawab karena lalai (omission) untuk memberikan perlindungan yang memadai terhadap KBRI di Yaman. Adapun bentuk pertanggungjawaban yang dapat diberikan pemerintah Yaman terhadap Indonesia berupa ganti rugi (restitusi, kompensasi), penghukuman terhadap orang-orang yang seharusnya bertanggung jawab, permintaan maaf atau pemuasan atau kombinasi dari kesemuanya. Mengenai mekanisme penuntutan pertanggungjawaban, Pasal 1 dan Pasal 2 dari Optional Protocol to the Vienna Convention on Diplomatic Relations Concerning the Compulsory Settlement of Disputes 1961 juga membuka jalan bagi injured state untuk membawa negara penerima ke hadapan badan arbitrase internasional maupun Mahkamah Internasional atas dasar kesepakatan kedua pihak. Selain Yaman, Arab Saudi dan sekutunya, termasuk individu tentaranya sebagai pelaku penyerangan atas gedung KBRI di Yaman juga bertanggung jawab sebagaimana ditentukan berdasarkan perjanjian internasional di bidang Hukum Humaniter. Dalam konteks tanggung jawab Negara, Arab Saudi bertanggung jawab berdasarkan Pasal 91 Protocol additional I to the Geneva Conventions 1949, relating to the Protection of Victims of International Armed Conflicts 1977 4

yang menyatakan bahwa negara yang melakukan pelanggaran hukum perang harus membayar kompensasi dan bertanggung jawab atas pelanggaran yang telah dilakukan angkatan perangnya. Selanjutnya, dalam konteks tanggung jawab individu, Pasal 49 Konvensi Jenewa I tahun 1949 secara tidak langsung menyatakan individu pelaku penyerangan harus diadili. Dalam situasi tertentu, 5 pelaku juga dapat diadili di hadapan pengadilan pidana nasional atau International Criminal Court. KESIMPULAN Hukum internasional telah mengatur tentang perlindungan hukum bagi perwakilan diplomatik di wilayah perang. Perwakilan diplomatik harus terbebas dari segala gangguan, serta pencegahan dan penghukuman atas segala kejahatan yang ditujukan terhadapnya harus dilakukan. Para pihak yang sedang berperang juga berkewajiban untuk menghindari serangannya terhadap perwakilan diplomatik. Pertanggungjawaban atas gangguan terhadap perwakilan diplomatik di wilayah perang dibebankan kepada Negara penerima dengan membayar ganti rugi (full reparation), dan dapat dibawa ke hadapan badan arbitrase internasional atau Mahkamah Internasional oleh injured state. Pihak lain yang bertanggung jawab atas pelanggaran tersebut adalah pihak penyerang, baik individu pelaku penyerangan di hadapan pengadilan pidana, maupun negaranya dengan membayar kompensasi. DAFTAR PUSTAKA Buku Roni Hanitijo, 1991, Metode Penelitian Hukum, Cet.II, Ghalia Indo, Jakarta. Syahmin AK, 2008, Hukum Diplomatik Dalam Kerangka Studi Analisis, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta. T. May Rudy, 2002, Hukum Internasional II, PT. Refika Aditama, Bandung. 5 Pasal 13 Rome Statute of the International Criminal Court 5

Dokumen Internasional Convention on Preventionn and Punishment of Crimes against Internationally Protected Persons including Diplomatic Agents 1973 Draft articles on Responsibility of States for Internationally Wrongful Acts (Draf ILC 2001) Geneva Convention I for the Amelioration of the Condition of the Wounded and Sick in Armed Forces in the Field 1949 and Protocol additional I to the Geneva Conventions 1949, relating to the Protection of Victims of International Armed Conflicts 1977 Rome Statute of the International Criminal Court Vienna Convention on Diplomatic Relations 1961 and Optional Protocol to the Vienna Convention on Diplomatic Relations Concerning The Compulsory Settlement of Disputes 1961 Artikel/Jurnal Tempo, 2015, Indonesia kecam serangan bom yang kenai KBRI Yaman, melalui URL:http://dunia.tempo.co/read/news/2015/04/20/115659219/indonesia-kecamserangan-bom-yang-kenai-kbri-yaman 6