BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah dan desentralisasi yang efektif berlaku sejak tahun 2001

BAB I PENDAHULUAN. Pengelolaan pemerintah daerah, baik ditingkat propinsi maupun tingkat

BAB I PENDAHULUAN. diberlakukan UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan daerah. Tujuan

BAB I PENDAHULUAN. Sejak kebijakan pemerintah Indonesia tentang Otonomi Daerah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Sejak otonomi daerah dilaksanakan pada tanggal 1 Januari 2001

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan tersebut diharapkan dapat memberikan trickle down effect yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. ketimpangan dan pengurangan kemiskinan yang absolut (Todaro, 2000).

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat baik material maupun spiritual. Untuk

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah adalah suatu pemberian hak dan kewajiban kepada daerah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Sejak jatuhnya rezim orde baru pada tahun 1998 terjadi perubahan di

KATA PENGANTAR Drs. Helmizar Kepala Pusat Kajian Akuntabilitas Keuangan Negara Sekretariat Jenderal dan Badan Keahlian DPR RI

BAB I PENDAHULUAN. diberlakukannya UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah dan UU No.

BAB I PENDAHULUAN. membiayai pembangunan dan pelayanan atas dasar keuangan sendiri (Anzar, tangan dari pemerintah pusat (Fitriyanti & Pratolo, 2009).

BAB V KINERJA PEREKONOMIAN KABUPATEN/KOTA DI JAWA BARAT

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 08 /PMK.07/2011 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. menyampaikan laporan pertanggungjawaban yang terdiri atas Laporan Perhitungan

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan rakyat, termasuk kewenangan untuk melakukan pengelolaan

BAB IV GAMBARAN UMUM DAN OBJEK PENELITIAN. Provinsi Jawa Barat secara geografis terletak di antara Lintang

BAB V KINERJA PEREKONOMIAN KABUPATEN/KOTA DI JAWA BARAT

BAB I PENDAHULUAN. oleh krisis ekonomi yang menyebabkan kualitas pelayanan publik terganggu dan

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat daerah terhadap tiga permasalahan utama, yaitu sharing of power,

BAB I PENDAHULUAN A. DASAR HUKUM A. Gambaran Umum Daerah 1. Kondisi Geografis Daerah 2. Kondisi Demografi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB V GAMBARAN UMUM PROPINSI JAWA BARAT. Lintang Selatan dan 104 o 48 '- 108 o 48 ' Bujur Timur, dengan luas wilayah

BAB I PENDAHULUAN. provinsi terbagi atas daerah-daerah dengan kabupaten/kota yang masing-masing

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Gambaran Obyek Penelitian. Jawa Barat adalah salah satu provinsi terbesar di Indonesia dengan ibu

BAB I PENDAHULUAN. otonomi daerah. Pelaksanaan otonomi daerah didasarkan atas pertimbangan

BAB I PENDAHULUAN LKPJ GUBERNUR JAWA BARAT TAHUN 2015 I - 1

I-1 BAB I PENDAHULUAN. I. Latar Belakang

IV. KONDISI UMUM WILAYAH

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan dan pelayanan publik, mengoptimalkan potensi pendapatan daerah

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.11, 2010 Kementerian Keuangan. Dana Bagi Hasil. Pertambangan. Panas Bumi.

BAB I PENDAHULUAN. penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah pusat kepada daerah otonom untuk

BAB I PENDAHULUAN. Sejalan perubahan peraturan perundangan yang mendasari pengelolaan

BAB I PENDAHULUAN. Negara dimaksudkan untuk meningkatkan efektifitas dan efesiensi. penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan masyarakat.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. daerah, karenanya pembangunan lebih diarahkan ke daerah-daerah, sehingga

BAB I PENDAHULUAN. untuk mengukur keberhasilan pembangunan dan kemajuan perekonomian di

BAB I PENDAHULUAN. mengelola sumber daya yang dimiliki secara efisien dan efektif.

BAB I PENDAHULUAN. merupakan salah satu bidang dalam akuntansi sektor publik yang menjadi

BAB I PENDAHULUAN LKPJ GUBERNUR JAWA BARAT ATA 2014 I - 1

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Dasar Hukum

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. berwewenang untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut

BAB I PENDAHULUAN. reformasi dengan didasarkan pada peraturan-peraturan mengenai otonomi daerah.

BAB I PENDAHULUAN. bernegara di Republik Indonesia. Salah satu dari sekian banyak reformasi yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sistem negara kesatuan, pemerintah daerah merupakan bagian yang

BAB I PENDAHULUAN. kapasitas fiskal yaitu pendapatan asli daerah (PAD) (Sidik, 2002)

PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI, PENDAPATAN ASLI DAERAH DAN DANA ALOKASI UMUM TERHADAP BELANJA MODAL PADA KABUPATEN GORONTALO

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Otonomi daerah adalah suatu pemberian hak dan kewajiban kepada daerah

BAB I PENDAHULUAN. diberlakukannya otonomi daerah. Sebelum menerapkan otonomi daerah,

BAB I PENDAHULUAN. pendapatan di daerah setempat. Penyediaan lapangan kerja berhubungan erat dengan

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah telah melakukan reformasi di bidang pemerintahan daerah dan

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan otonomi daerah yang dititikberatkan pada daerah. kabupaten dan kota dimulai dengan adanya penyerahan sejumlah

BAB III METODE PENELITIAN. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh Pemerintahan Kota/Kabupaten

BAB I PENDAHULUAN. mengatur tentang otonomi daerah dan desentralisasi fiskal. Dalam

BAB I PENDAHULUAN. pusat agar pemerintah daerah dapat mengelola pemerintahannya sendiri

BAB III METODE PENELITIAN. Salah satu komponen dari penelitian adalah menggunakan metode yang

V GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. dasar dalam pelaksanaan pelayanan publik. Di Indonesia, dokumen dokumen

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah melakukan reformasi pengelolaan keuangan dengan. mengeluarkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara,

BAB I PENDAHULUAN. Kota Bandung merupakan salah satu kota yang memiliki potensi besar untuk

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan otonomi daerah ditandai dengan diberlakukannya UU No.

BAB I PENDAHULUAN. pendorong pertumbuhan ekonomi daerah. Karena itu, belanja daerah dikenal sebagai

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara. Pemerintah Pusat dan Daerah yang menyebabkan perubahan mendasar

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sistem otonomi daerah, terdapat 3 (tiga) prinsip yang dijelaskan UU

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN.

BAB I PENDAHULUAN. di Indonesia dilandasi oleh Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 dan Undang-

PENDAHULUAN. daerah yang saat ini telah berlangsung di Indonesia. Dulunya, sistem

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan dengan meningkatkan pemerataan dan keadilan. Dengan

BAB I PENDAHULUAN. Pada umumnya pembangunan nasional di negara-negara berkembang. difokuskan pada pembangunan ekonomi dalam rangka upaya pertumbuhan

DIPA BADAN URUSAN ADMINISTRASI TAHUN ANGGARAN 2014

BAB I PENDAHULUAN. Pemerataan pembangunan ekonomi bagi bangsa Indonesia sudah lama

BAB I PENDAHULUAN. Dengan dikeluarkannya undang-undang Nomor 22 Tahun kewenangan yang luas untuk menggunakan sumber-sumber keuangan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Kegiatan pembangunan yang dilaksanakan oleh setiap daerah adalah bertujuan

BAB IV GAMBARAN UMUM

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Era reformasi memberikan kesempatan untuk melakukan perubahan pada

BAB IX PENETAPAN INDIKATOR KINERJA DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. menurut asas otonomi dan tugas pembantuan. Pemberian otonomi luas

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Perubahan peraturan sektor publik yang disertai dengan adanya tuntutan

BAB 1 PENDAHULUAN. Otonomi daerah adalah suatu konsekuensi reformasi yang harus. dihadapi oleh setiap daerah di Indonesia, terutama kabupaten dan kota

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat setempat sesuai dengan peraturan peundang-undangan. Hal tersebut

BAB I PENDAHULUAN. Sebagaimana yang telah ditetapkan pada Undang-Undang No 32 Tahun

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Kemajuan dan perkembangan ekonomi Kota Bandar Lampung menunjukkan

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan pada hakekatnya merupakan suatu proses kemajuan dan

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian Berdasarkan Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah dinyatakan bahwa penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh pemerintah daerah dan DPRD menurut asas otonomi dan Tugas Pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945. Undang-undang ini memberikan otonomi secara utuh kepada Pemerintah Daerah untuk membentuk dan melaksanakan kebijakan menurut prakarsa dan aspirasi masyarakatnya, untuk merencanakan, melaksanakan, mengawasi, mengendalikan, dan mengevaluasi kebijakan-kebijakan otonomi daerah yang diberikan kepada Pemerintah Daerah dilaksanakan dengan memberikan yang luas, nyata dan bertanggung jawab kepada pemerintah daerah secara proporsional. Menurut Badan Pusat Statistik, perekonomian Indonesia masih berpusat di Pulau Jawa, Pada tahun 2014, Pulau Jawa masih dominan dengan menyumbang 57,37% bagi perekonomian nasional, sedangkan sisanya dari luar Jawa menyumbang sebesar 42,59%. Jawa Barat merupakan provinsi yang berada pada peringkat ke-3 sebagai salah satu provinsi yang mempunyai kontribusi yang cukup signifikan terhadap perekonomian Indonesia yakni sebesar 12,95%. Jawa Barat berada di peringkat ke-3 setelah DKI Jakarta dan Jawa Timur. Namun dari keseluruhan provinsi, pada tahun 2014 Provinsi Jawa Barat memiliki rasio belanja modal per kapita kabupaten dan kota se-provinsi yang terendah yaitu sebesar Rp 0,271 juta (www.djpk.kemenkeu.go.id) Dari penjelasan tersebut, penulis tertarik dan memilih Provinsi Jawa Barat untuk ditelaah karena provinsi tersebut merupakan provinsi yang rasio belanja modalnya terendah dibandingkan dengan provinsi lain di Indonesia.

Berikut daftar seluruh Kabupaten/Kota di provinsi Jawa Barat yang tersaji dalam tabel 1.1: Tabel 1.1 Daftar Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat No. Kabupaten/Kota No. Kabupaten/Kota 1 Kabupaten Bandung 15 Kabupaten Subang 2 Kabupaten Bandung Barat 16 Kabupaten Sukabumi 3 Kabupaten Bekasi 17 Kabupaten Sumedang 4 Kabupaten Bogor 18 Kabupaten Tasikmalaya 5 Kabupaten Ciamis 19 Kota Bandung 6 Kabupaten Cianjur 20 Kota Bekasi 7 Kabupaten Cirebon 21 Kota Bogor 8 Kabupaten Garut 22 Kota Cirebon 9 Kabupaten Indramayu 23 Kota Depok 10 Kabupaten Karawang 24 Kota Sukabumi 11 Kabupaten Kuningan 25 Kota Tasikmalaya 12 Kabupaten Majalengka 26 Kota Cimahi 13 Kabupaten Pangandaran 27 Kota Banjar 14 Kabupaten Purwakarta Sumber: www.djpk.depkeu.go.id 1.2 Latar Belakang Penelitian Dalam Standar Akuntansi Pemerintahan Peraturan Pemerintah RI Nomor 71 tahun 2010, belanja modal adalah pengeluaran anggaran untuk perolehan asset tetap dan asset lainnya yang memberi manfaat lebih dari satu periode akuntansi. Belanja modal dilakukan oleh Pemerintah Daerah untuk pengadaan aset daerah sebagai investasi dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah. Pemerintah Daerah mengalokasikan dana dalam bentuk APBD yang pada prinsipnya alokasi belanja tersebut seharusnya digunakan untuk kepentinggan publik terutama untuk daerah itu sendiri. Realisasi penyerapan belanja daerah termasuk belanja modal diukur oleh beberapa indikator variabel diantaranya belanja tanah, belanja peralatan dan 2

mesin, belanja gedung dan bangunan, belanja jalan, irigasi dan jaringan serta belanja asset tetap lainnya. Menurut Pujoalwanto (2014:87) Pertumbuhan ekonomi merupakan perkembangan kegiatan dalam perekonomian yang menyebabkan barang dan jasa yang diproduksi dalam masyarakat bertambah dan kemakmuran masyarakat menjadi meningkat. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) merupakan salah satu indikator penting untuk mengetahui kondisi ekonomi di suatu daerah dalam suatu periode tertentu (www.bi.go.id). Menurut Tambunan (2011:250-254) jika ekonomi sedang lemah, yang dicerminkan oleh laju pertumbuhan PDB yang menurun atau negatif, maka Pemerintah berkewajiban sesuai fungsinya memberi insentif atau dorongan agar pertumbuhan kembali positif atau meningkat, untuk tujuan tersebut, Pemerintah lewat kebijakan fiskal mempunyai dua opsi yakni menaikkan pengeluaran atau mengurangi tarif pajak pendapatan. Artinya, pertumbuhan ekonomi dan pengeluaran pemerintah saling mempengaruhi terutama pada saat pertumbuhan dari investasi dan ekspor sedang lesu. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa jika pertumbuhan ekonomi mengalami kenaikan, maka belanja modal juga mengalami kenaikan. Namun terdapat fenomena yang terjadi di Jawa Barat, pada periode 2011 hingga 2014 yang tersaji dalam tabel 1.2 berikut ini Tabel 1.2 Laju Pertumbuhan Ekonomi (LPE) dan Realisasi Belanja Modal Jawa Barat 2011-2014 Tahun Laju Pertumbuhan Realisasi Belanja Modal Ekonomi (%) (%) 2011 6.48 % 74.54% 2012 6.21% 86.84% 2013 6.06% 106.73% 2014 5.07% 111.36% Sumber: www.bappeda.jabarprov.go.id (diolah) Pada tabel 1.2 menunjukkan Laju Pertumbuhan Ekonomi (LPE) Jawa Barat yang mengalami perlambatan dari tahun 2011 sampai 2014. Pada Tahun 2012 3

LPE melambat dibandingkan dengan tahun 2011 dari 6,48% menjadi 6,21%. Perlambatan ini tidak lepas karena kinerja sektor pertanian yang mengalami kontraksi atau pertumbuhan negatif sebesar 0,7%. Pada tahun 2013 melambatnya perekonomian tidak terlepas dari pertumbuhan konsumsi dan investasi yang tidak sekuat tahun sebelumnya. Pertumbuhan konsumsi ini mencakup berbagai pengeluaran oleh lembaga untuk pengadaan barang dan jasa yang secara prinsip bertujuan untuk pengeluaran dalam melayani rumah tangga. Sedangkan investasi dibedakan menjadi dua jenis yaitu Penanaman Modal Asing (PMA) dan Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN). Investasi dalam hal ini tidak hanya investasi fisik tetapi juga mencakup asset lancar dan pembelian tanah. Selain itu, melambatnya perekonomian pada tahun 2013 ini tercermin pula dari sisi sektoral dengan menurunnya kontribusi sektor bangunan dan perdagangan terhadap pertumbuhan ekonomi Jawa Barat tahun 2013. Lalu pada Tahun 2014 pertumbuhan ekonomi Jawa Barat kembali mengalami perlambatan sebesar 5,07%, yang didorong oleh melemahnya konsumsi rumah tangga meskipun investasi dan konsumsi pemerintah meningkat. Sementara itu, di sisi lain pada periode 2011 hingga 2014 persentase realisasi belanja modal terhadap yang ditargetkan Jawa Barat terus mengalami kenaikkan setiap tahunnya (www.bappeda.jabarprov.go.id). Menurut BPS Jawa Barat, Pemerintah Kabupaten/Kota di Jawa Barat mengalami peningkatan pos belanja sepanjang 2011-2014 berbeda-beda tergantung kebutuhan pembangunan di wilayahnya masing-masing karena kebutuhan pembangunan ini disesuaikan berdasarkan potensi wilayah, kegiatan produksi serta perkembangan masing-masing daerah. Hal ini mengindikasikan bahwa penurunan pertumbuhan ekonomi tidak selalu diiringi oleh penurunan belanja modal. Dalam penelitian sebelumnya, Wertianti (2013) menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi berpengaruh positif dan signifikan pada belanja modal. Namun hal ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Tuasikal (2008) dan Arwati (2013) yang menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi tidak berpengaruh secara signifikan pada belanja modal. APBD mencerminkan kemampuan pemerintah daerah dalam menentukan skala prioritas terkait program dan kegiatan yang akan dilaksanakan dalam satu tahun 4

anggaran. Penetapan prioritas-prioritas tersebut beserta upaya pencapaiannya merupakan konsekuensi dari meningkatnya peran dan tanggungjawab pemerintah daerah dalam mengelola pembangunan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya melalui pembangunan di berbagai sektor. Dengan demikian, daerah harus memastikan dana tersebut benar-benar dimanfaatkan untuk program dan kegiatan yang memiliki nilai tambah besar bagi masyarakat. Dalam mendanai program atau kegiatan tersebut, terdapat dua sumber pendanaan utama, yaitu Pendapatan Asli Daerah dan Transfer ke Daerah (www.djpk.kemenkeu.go.id) Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah, Pendapatan Asli Daerah, yang selanjutnya disebut PAD adalah pendapatan yang diperoleh Daerah yang dipungut berdasarkan Peraturan Daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan. PAD dihasilkan dari upaya daerah sendiri yang berasal dari berbagai sumber atau beberapa indikator antara lain pajak daerah, retribusi, hasil keuntungan perusahaan daerah, dan dari berbagai hasil usaha lainnya yang sah menurut peraturan. Dengan adanya desentralisasi fiskal, Pemerintah Daerah dituntut untuk menggali potensi daerahnya secara maksimal agar dapat membiayai segala kegiatan penciptaan infrasatruktur atau sarana prasarana daerahnya sendiri melalui belanja modal, karena PAD mencerminkan tingkat kemandirian suatu daerah yaitu kemampuan daerah dalam mendanai belanjanya (www.djpk.kemenkeu.go.id). Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa jika PAD naik, maka belanja modal pun mengalami kenaikkan. Menurut PP No 58 tahun 2005 tentang pengelolaan keuangan daerah yang menyatakan bahwa dalam menyusun APBD, penganggaran pengeluaran harus didukung dengan adanya kepastian tersedianya penerimaan dalam jumlah yang cukup. Artinya Pemerintah daerah harus memastikan kecukupan PAD dan menyesuaikannya dengan kebutuhan daerah untuk mengalokasikan belanja modal. Namun terdapat permasalahan pada kabupaten/kota di provinsi Jawa Barat pada periode penelitian yang tersaji dalam tabel 1.3 berikut ini 5

Tabel 1.3 Perbandingan Pendapatan Asli Daerah dengan Belanja Modal (ribuan Rupiah) Tahun Pendapatan Asli Daerah Belanja Modal 2011 5,868,899,656.73 6,020,287,635.27 2012 7,909,533,925.00 9,685,250,878.00 2013 10,200,597,602.00 11,710,021,513.00 2014 14,071,981,881.22 12,498,764,012.19 Sumber: Statistik Keuangan Daerah Pemerintah Provinsi Jawa Barat (www.bps.go.id) Berdasarkan tabel 1.3 tersebut dapat diperoleh informasi bahwa pada tahun 2011 belanja modal Kabupaten/Kota di jawa barat sebesar Rp 6,020,287,635.27 lebih besar dibandingkan dengan Pendapatan Asli Daerah yang dihasilkan yaitu sebesar Rp 5,868,899,656.73. Hal yang sama terjadi pada tahun 2012 dimana belanja modal sebesar Rp 9,685,250,878.00 lebih besar dibandingkan PAD yang dihasilkan yaitu sebesar Rp 7,909,533,925.00. Pada tahun 2013 pengeluaran belanja modal kabupaten/kota di jawa barat juga lebih besar yaitu Rp 11,710,021,513.00 dibandingkan PAD sebesar Rp 10,200,597,602.00 (www.bps.go.id). Berdasarkan perbandingan PAD dengan belanja modal tersebut, dapat disimpulkan bahwa pada tahun 2011 sampai 2013 belanja modal yang dikeluarkan lebih besar dari pada PAD yang dihasilkan. Hal ini berarti bahwa PAD tidak bisa menutupi belanja modal, dan Pemerintah daerah Kabupaten/Kota di jawa barat masih kurang dalam menghasilkan PAD sehingga dibutuhkan pembiayaan lain berupa dana perimbangan. Dalam penelitian sebelumnya, Sugiarthi dkk (2014) dan Arwati (2013) menyatakan bahwa PAD berpengaruh positif dan signifikan terhadap belanja modal. Namun, berbeda dengan Wandira (2012) yang menyatakan bahwa diperoleh pengaruh negatif antara PAD dengan belanja modal. Berdasarkan uraian latar belakang di atas, ditemukan adanya ketidakkonsistenan hasil penelitian terdahulu, maka Peneliti tertarik untuk 6

mengkaji ulang dan melakukan penelitian dengan mengambil judul Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi dan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Terhadap Belanja Modal (Studi Kasus pada Kabupaten/Kota di provinsi Jawa Barat Periode 2011-2014). 1.3 Perumusan Masalah Menurut BPS, pada tahun 2014 Jawa Barat merupakan provinsi penyumbang PDRB terbesar ketiga dibanding dengan provinsi lain. Namun pada periode 2011 hingga 2014 laju pertumbuhan ekonomi Jawa Barat mengalami perlambatan (www.bappeda.jabarprov.go.id). Sedangkan menurut BPS, pada periode yang sama belanja modal Pemerintah terus mengalami kenaikkan seiring kebutuhan pembangunan di wilayah Kabupaten/Kota di Jawa Barat. Faktor lain yang mempengaruhi belanja modal adalah Pendapatan Asli Daerah. 1.4 Pertanyaan Penelitian Dari perumusan masalah yang sebelumnya dijelaskan, dapat muncul pertanyaan penelitian sebagai berikut: 1. Bagaimana Pertumbuhan Ekonomi, Pendapatan Asli Daerah dan Belanja Modal pada Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat pada periode 2011-2014? 2. Bagaimana pengaruh pertumbuhan ekonomi dan Pendapatan Asli Daerah terhadap belanja modal secara simultan pada Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat pada periode 2011-2014? 3. Bagaimana pengaruh secara parsial: a. Pertumbuhan Ekonomi terhadap belanja modal pada Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat pada periode 2011-2014? b. Pendapatan Asli Daerah terhadap belanja modal pada Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat pada periode 2011-2014? 7

1.5 Tujuan Penelitian Berdasarkan uraian pertanyaan penelitian di atas, penelitian ini bertujuan untuk: 1. Mengetahui Pertumbuhan Ekonomi, Pendapatan Asli Daerah dan Belanja Modal pada Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat pada periode 2011-2014. 2. Menguji dan mengetahui pengaruh Pertumbuhan Ekonomi dan Pendapatan Asli Daerah terhadap Belanja Modal secara simultan pada Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat pada periode 2011-2014. 3. Menguji dan mengetahui pengaruh secara parsial: a. Pertumbuhan Ekonomi terhadap Belanja Modal pada Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat pada periode 2011-2014. b. Pendapatan Asli Daerah terhadap Belanja Modal pada Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat pada periode 2011-2014. 1.6 Manfaat Penelitian Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat antara lain: 1.6.1 Aspek Teoritis 1. Bagi Akademis Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan wawasan bagi para akademisi di bidang akuntansi sektor publik khususnya mengenai belanja modal pada Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota di provinsi Jawa Barat. 2. Bagi Peneliti Lain Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi tambahan referensi bagi peneliti selanjutnya, khususnya mengenai belanja modal. 1.6.2 Aspek Praktis Bagi Pemerintah a) Penelitian ini dapat dijadikan sebagai motivasi dalam mengembangkan potensi kekayaan daerah masing-masing yang 8

akan meningkatkan PAD sehingga konsep otonomi daerah dapat terlaksana dengan tepat. b) Pemerintah Daerah dapat menurunkan tingkat ketergantungannya terhadap Pemerintah Pusat terutama dalam hal pendanaan. c) Pemerintah Pusat maupun Daerah dapat membelanjakan anggarannya secara bijak dengan mempertimbangkan manfaat yang lebih besar untuk kepentingan dan kesejahteraan rakyatnya. 1.7 Ruang Lingkup Penelitian 1.7.1 Variabel Penelitian Penelitian ini menggunakan belanja modal sebagai variabel dependen. Sedangkan varibel independen yang digunakan, yaitu pertumbuhan ekonomi dan PAD. Penelitian ini akan mengkaji pengaruh antarvariabel tersebut baik secara simultan maupun parsial. 1.7.2 Lokasi dan Objek Penelitian Objek Penelitian yang dipilih adalah Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota Provinsi Jawa Barat dengan pengumpulan data sekunder berupa dokumen Laporan Realisasi APBD yang diperoleh dari situs Dirjen Perimbangan Keuangan Pemerintah Daerah (www.djpk.depkeu.go.id ). Pada situs tersebut terdapat LRA Permen dan LRA SAP. Menurut KSAP, LRA SAP menyesuaikan diri dengan perkembangan berbagai aturan terbaru penganggaran APBD, mencantumkan realisasi karena perubahan APBD tahun berjalan yang belum direncanakan dan dimasukkan dalam APBD. Sehingga format LRA lebih menyajikan secara detail mengenai pendapatan dan belanja daerah. (http://www.ksap.org/) 1.7.3 Waktu dan Periode Penelitian Penelitian ini dimulai pada bulan September 2015 hingga Mei 2016. Periode objek penelitian adalah empat tahun, yaitu tahun 2011 sampai dengan 2014. 1.8 Sistematika Penulisan Tugas Akhir BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Bab ini menguraikan penjelasan mengenai rangkuman teori mengenai pertumbuhan ekonomi, PAD, dan belanja modal. Dalam bab ini juga menampilkan kerangka pemikiran yang digunakan untuk 9

menggambarkan masalah penelitian yang akan mengantarkan pada kesimpulan penelitian, serta hipotesis penelitian yang merupakan jawaban sementara terhadap masalah penelitian. BAB III METODE PENELITIAN. Bab ini menegaskan pendekatan, metode, dan teknik yang digunakan untuk mengumpulkan dan menganalisis data yang dapat menjawab atau menjelaskan masalah penelitian. BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Bab ini menguraikan secara kronologis dan sistematis tentang hasil penelitian dan pembahasan yang sesuai dengan perumusan masalah serta tujuan penelitian. Setiap aspek pembahasan dimulai dari hasil analisis data, kemudian diinterpretasikan dan diikuti oleh penarikan kesimpulan. BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Bab ini berisi tafsiran dan pemaknaan Peneliti terhadap hasil analisis temuan penelitian yang disajikan dalam bentuk kesimpulan dan saran penelitian. 10