BAB I PENDAHULUAN. yang sama dan apabila diperlukan bisa dibebani dengan bunga. Karena dengan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. layak dan berkecukupan. Guna mencukupi kebutuhan hidup serta guna

BAB I PENDAHULUAN. salah satu tolak ukur dari keberhasilan pembangunan nasional yang bertujuan

BAB I PENDAHULUAN. dengan segala macam kebutuhan. Dalam menghadapi kebutuhan ini, sifat

BAB I PENDAHULUAN. mereka pada dasarnya ingin hidup layak dan selalu berkecukupan. 1 Perbankan

BAB I PENDAHULUAN. seseorang dilahirkan, maka ia dalam hidupnya akan mengemban hak dan

BAB I PENDAHULUAN. yaitu saat di lahirkan dan meninggal dunia, dimana peristiwa tersebut akan

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan hidup yang beraneka ragam. Dalam menjalani kehidupan, manusia

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PROSES PENYELESAIAN PERKARA WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN UTANG PIUTANG (STUDI KASUS PENGADILAN NEGERI SURAKARTA)

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan hidup yang beraneka ragam. Kebutuhan manusia dari tingkat

BAB I PENDAHULUAN. 1 Oetarid Sadino, Pengatar Ilmu Hukum, PT Pradnya Paramita, Jakarta 2005, hlm. 52.

PROSES PENYELESAIAN PERKARA UTANG- PIUTANG ANTARA DEBITUR DENGAN KREDITUR (STUDI KASUS PENGADILAN NEGERI SUKOHARJO)

BAB I PENDAHULUAN. hukum tentang tanah diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang

BAB I PENDAHULUAN. seorang laki-laki, ada daya saling menarik satu sama lain untuk hidup

BAB I PENDAHULUAN. patut, dinyatakan sebagai penyalahgunaan hak. 1 Salah satu bidang hukum

BAB I PENDAHULUAN. gamelan, maka dapat membeli dengan pengrajin atau penjual. gamelan tersebut dan kedua belah pihak sepakat untuk membuat surat

BAB I PENDAHULUAN. dijumpai dimana-mana. Sejarah membuktikan bahwa hampir tiap Negara

TINJAUAN YURIDIS PROSES PENYELESAIAN SENGKETA WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN UTANG PIUTANG (Studi Kasus Pengadilan Negeri Surakarta)

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan sarana dan prasarana lainnya. akan lahan/tanah juga menjadi semakin tinggi. Untuk mendapatkan tanah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pertumbuhan ekonomi saat ini memiliki dampak yang positif, yaitu

A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. nasional. Menurut Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik

BAB I PENDAHULUAN. bermasyarakat dan saling berinteraksi. Manusia tidak bisa hidup sendiri tanpa. adanya atau dengan membentuk sebuah keluarga.

BAB I PENDAHULUAN. agar kehidupan di alam dunia berkembang biak. Perkawinan merupakan salah. budaya dan lingkungan dimana masyarakat itu berada.

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Suatu individu ataupun masyarakat tidak akan tumbuh menjadi

BAB I PENDAHULUAN. untuk memperlancar roda pembangunan, dan sebagai dinamisator hukum

BAB I PENDAHULUAN. menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan. strategis dalam kehidupan perekonomian suatu negara.

BAB I PENDAHULUAN. dapat memenuhi kebutuhannya sebagaimana tersebut di atas, harus. mempertimbangkan antara penghasilan dan pengeluaran.

BAB I PENDAHULUAN. beli, tetapi disebutkan sebagai dialihkan. Pengertian dialihkan menunjukkan

BAB I PENDAHULUAN. bertahap, pada hakikatnya merupakan salah satu usaha untuk meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. agar kehidupan dialam dunia berkembang biak. Perkawinan bertujuan untuk

BAB I PENDAHULUAN. individu, manusia juga berperan sebagai makhluk sosial di mana manusia hidup

PROSES PEMERIKSAAN PERKARA JUAL BELI HAK MILIK ATAS TANAH DENGAN MEMAKAI AKTA DI BAWAH TANGAN (STUDI KASUS DI PENGADILAN NEGERI BOYOLALI)

BAB I PENDAHULUAN. Penggunaan lembaga jaminan sudah sangat populer dan sudah tidak asing

BAB I PENDAHULUAN. dengan adanya jaminan dalam pemberian kredit merupakan keharusan yang tidak

BAB I PENDAHULUAN. macam kegiatan untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Untuk dapat memenuhi

BAB I PENDAHULUAN. penting dan sangat komplek dalam proses litigasi. Keadaan kompleksitasnya

BAB I PENDAHULUAN. penduduk, sementara disisi lain luas tanah tidak bertambah. 1 Tanah dalam

BAB I PENDAHULUAN. kepada pihak yang kalah dalam suatu perkara merupakan aturan dan tata cara. aturan perundang-undangan dalam HIR atau RBG.

BAB I PENDAHULUAN. Pinjam meminjam merupakan salah satu bagian dari perjanjian pada

BAB 1 PENDAHULUAN. Namun demikian perjanjian kredit ini perlu mendapat perhatian khusus dari

BAB I PENDAHULUAN. mengenai segala jenis usaha dan bentuk usaha. Rumusan pengertian

BAB I PENDAHULUAN. nilai strategis dalam kehidupan perekonomian suatu negara. Lembaga. Perubahan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan,

BAB I PENDAHULUAN. hukum membutuhkan modal untuk memulai usahanya. Modal yang diperlukan

BAB I PENDAHULUAN. Suatu kegiatan usaha atau bisnis diperlukan sejumlah dana sebagai modal

BAB I PENDAHULUAN. Jaminan atau agunan yang diajukan atau yang diberikan oleh debitur

BAB I PENDAHULUAN. suatu usaha/bisnis. Tanpa dana maka seseorang tidak mampu untuk. memulai suatu usaha atau mengembangkan usaha yang sudah ada.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Di dalam perkembangan dunia perbankan hingga beberapa tahun

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat pesat. Banyak sektor usaha berlomba-lomba untuk menarik

BAB I PENDAHULUAN. merupakan jaminan perorangan. Jaminan kebendaan memberikan hak. benda yang memiliki hubungan langsung dengan benda-benda itu, dapat

BAB I PENDAHULUAN. meningkat sesuai dengan usia dan status sosialnya namun seringkali

BAB I PENDAHULUAN. sebagai kebutuhan yang mutlak, oleh para pelaku pembangunan baik. disalurkan kembali kepada masyarakat melalui kredit.

BAB I PENDAHULUAN. - Uang berfungsi sebagai alat tukar atau medium of exchange yang dapat. cara barter dapat diatasi dengan pertukaran uang.

PROSES PENYELESAIAN SENGKETA HAK ATAS TANAH YANG DIJADIKAN SEBAGAI JAMINAN KREDIT DI BANK (STUDI KASUS PENGADILAN NEGERI SURAKARTA)

BAB I PENDAHULUAN. berwujud perjanjian secara tertulis (kontrak). berjanji untuk melakukan suatu hal. 1

BAB I PENDAHULUAN. segala kebutuhannya tersebut, bank mempunyai fungsi yang beragam dalam

BAB I PENDAHULUAN. menunculkan bidang-bidang yang terus berkembang di berbagai aspek

BAB I PENDAHULUAN. di dalam UUD 1945 Pasal 33 Ayat (3) telah ditentukan bahwa bumi, air,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam keadaan yang sedang dilanda krisis multidimensi seperti yang

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar Guna mewujudkan

BAB I PENDAHULUAN. pembiayaan/leasing) selaku penyedia dana. Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan disebutkan bahwa :

BAB I PENDAHULUAN. provisi, ataupun pendapatan lainnya. Besarnya kredit yang disalurkan akan

BAB I PENDAHULUAN. terutama oleh instansi-instansi yang menurut Undang-Undang mempunyai

BAB 1 PENDAHULUAN. dan makmur berdasarkan pancasila dan Undang-undang Dasar Dalam

BAB I PENDAHULUAN. Hukum Perdata (Burgerlijkrecht) ialah rangkaian peraturan-peraturan

BAB I PENDAHULUAN. mampu memenuhi segala kebutuhannya sendiri, ia memerlukan tangan ataupun

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Hal janji adalah suatu sendi yang amat penting dalam Hukum

BAB I PENDAHULUAN. haknya atas tanah yang bersangkutan kepada pihak lain (pembeli). Pihak

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KREDITUR DALAM PERJANJIAN KREDIT DENGAN JAMINAN HAK TANGGUNGAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945,

BAB I PENDAHULUAN. guna memenuhi kebutuhan hidupnya. Sesuai dengan Pasal 5 Undang-undang

BAB I PENDAHULUAN. makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Hal tersebut

TINJAUAN HUKUM PENOLAKAN PERMOHONAN KREDIT BANK TERHADAP NASABAH (Studi Kasus di Bank Rakyat Indonesia (Persero) Cabang Solo Kartasura)

BAB I PENDAHULUAN. perjanjian hutang piutang ini dalam Kitab Undang-Undang Hukun Perdata

PELAKSANAAN PERJANJIAN KREDIT DENGAN JAMINAN HAK ATAS PENSIUN

TANGGUNGJAWAB HUKUM DALAM PERJANJIAN KREDIT KENDARAAN BERMOTOR DI PUTRA UTAMA MOTOR SUKOHARJO

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan meningkatnya pembangunan aspek ekonomi tentunya tidak

BAB I PENDAHULUAN. keterangan, pertimbangan dan nasehat tentang hukum kepada instansi

BAB I PENDAHULUAN. Usaha tersebut muncul karena banyak orang yang membutuhkannya. tetapi tidak mampu membeli mobil. Kemudian banyak orang yang

KREDIT TANPA JAMINAN

BAB I PENDAHULUAN. sedang pihak lain menuntut pelaksanaan janji itu. 1. perjanjian dalam Pasal 1313 KUHPerdata adalah Suatu perjanjian adalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. KUHPerdata Buku II mengenal adanya hak kebendaan yang bersifat

Prosiding Ilmu Hukum ISSN: X

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan pembangunan nasional adalah mewujudkan masyarakat adil dan

BAB I PENDAHULUAN. jaminan demi keamanan pemberian kredit tersebut. 1

BAB I PENDAHULUAN. penyalur dana masyarakat yang bertujuan melaksanakan pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. tugas yang diemban perbankan nasional tidaklah ringan. 1. perbankan menyatakan bahwa bank adalah : badan usaha yang menghimpun

PELAKSANAAN NOVASI SEBAGAI UPAYA PENYELESAIAN KREDIT MACET OLEH BANK

BAB I PENDAHULUAN. keduanya diperlukan intermediary yang akan bertindak selaku kreditur yang

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya setiap orang yang hidup di dunia dalam memenuhi

BAB I PENDAHULUAN. berbuat semaksimal mungkin dan mengerahkan semua kemampuannya untuk

PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MENENTUKAN BESARNYA SUKU BUNGA PINJAMAN DALAM SENGKETA HUTANG PIUTANG (STUDI KASUS DI PENGADILAN NEGERI SURAKARTA)

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Manusia dalam kehidupannya sehari-hari memiliki kebutuhankebutuhan

Berdasarkan Pasal 1 ayat (2) Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tersebut, maka salah satu cara dari pihak bank untuk menyalurkan dana adalah dengan mem

BAB I PENDAHULUAN. dalam masyarakat itu sendiri, untuk mengatasi permasalahan tersebut dalam hal ini

BAB I PENDAHULUAN. maju dan berkembang dengan pesatnya. Pertumbuhan internet yang dimulai

BAB I PENDAHULUAN. selalu berhadapan dengan segala macam kebutuhan. Untuk menghadapi

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar Dalam rangka memelihara

disatu pihak dan Penerima utang (Debitur) di lain pihak. Setelah perjanjian tersebut

KUASA JUAL SEBAGAI JAMINAN EKSEKUSI TERHADAP AKTA PENGAKUAN HUTANG

BAB I PENDAHULUAN. sebagaimana terkandung dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kegiatan pinjam-meminjam uang atau istilah yang lebih dikenal sebagai utang-piutang telah dilakukan sejak lama dalam kehidupan bermasyarakat yang telah mengenal uang sebagai alat utama dalam pembayaran. Dapat diketahui bahwa hampir semua masyarakat telah menjadikan pinjam meminjam uang sebagai sesuatu yang sangat diperlukan untuk mendukung perkembangan kegiatan ekonominya dan untuk meningkatkan taraf kehidupannya. 1 Pinjam-meminjam atau utang-piutang merupakan suatu perbuatan hubungan hukum antara seorang manusia dengan manusia yang lainnya yang sering dilakukan oleh seluruh lapisan masyarakat. Dalam hal ini yang menjadi obyek pokok dari utang piutang adalah uang, dengan artian bahwa uang yang dipinjam/diutang tersebut memberikan kewajiban kepada pihak yang berutang untuk mengembalikan apa yang sudah diterimanya dengan kondisi/jumlah yang sama dan apabila diperlukan bisa dibebani dengan bunga. Karena dengan demikian suatu utang-piutang harus didasarkan pada persetujuan atau kesepakatan atau dengan istilah lain harus didahului dengan adanya suatu perjanjian untuk mengikatnya. Menurut ketentuan dalam KUHPerdata Pasal 1313, menyebutkan bahwa Perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih 1 M. Bahsan, 2007, Hukum Jaminan dan Jaminan Kredit Perbankan Indonesia, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, Hal 1. 1

2 mengikatkan dirinya kepada satu orang atau lebih lainnya. 2 Menurut pendapat M. Yahya Harahap pengertian perjanjian adalah suatu hubungan hukum kekayaan/harta benda antara dua orang atau lebih yang memberi kekuatan hak pada satu pihak untuk memperoleh prestasi dan sekaligus mewajibkan pada pihak lain untuk menunaikan prestasi. 3 Sedangkan menurut pendapat Subekti, menyatakan bahwa Suatu Perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seseorang berjanji kepada seseorang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan suatu hal. 4 Perjanjian utang-piutang uang termasuk dalam jenis perjanjian pinjammeminjam, hal ini telah diatur dan ditentukan dalam Pasal 1754 KUHPerdata yang secara jelas menyebutkan bahwa, Perjanjian Pinjam-meminjam adalah perjanjian dengan mana pihak yang satu memberikan kepada pihak yang lain suatu jumlah terntentu barang-barang yang menghabis karena pemakaian, dengan syarat bahwa pihak yang belakangan ini akan mengembalikan sejumlah yang sama dari macam dan keadaan yang sama pula. 5 Oleh karena itu, pengertian perjanjian utang piutang disini merupakan perjanjian antara pihak yang satu (kreditur) dengan pihak yang lainnya adalah pihak yang menerima pinjaman uang tersebut (debitur) dan objek yang diperjanjikan pada umumnya adalah uang. Dimana uang yang dipinjam itu akan dikembalikan dalam jangka waktu tertentu sesuai dengan yang 2 Abdulkadir Muhammad, 2010, Hukum Perdata Indonesia, Bandung: PT Citra Aditya Bakti, Hal 290. 3 M Yahya Harahap, 1986, Segi-Segi Hukum Perjanjian, Bandung: Alumni, Hal 6. 4 Subekti, 2002, Hukum Perjanjian, Jakarta: Intermasa, Hal 1. 5 Gatot Supramono, 2013, Perjanjian Utang Piutang, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, Hal 9.

3 diperjanjikannya. 6 Pada dasarnya, perjanjian utang-piutang merupakan persetujuan yang berbentuk bebas. Tetapi walaupun berbentuk bebas, terdapat juga pengecualian khusus mengenai besarannya bunga yang diperjanjikan. Khusus mengenai besarannya bunga yang diperjanjikan mesti dinyatakan secara tertulis (Pasal 1767 ayat 2 KUHPerdata). 7 Perjanjian utang-piutang terdapat unsur pokok yang ada didalamnya yaitu sebuah rasa kepercayaan dari pihak kreditur sebagai pemberi utang terhadap debitur sebagai penerima utang. Kepercayaan tersebut timbul karena dipenuhi segala ketentuan dan persyaratan untuk memperoleh kredit (utang) oleh debitur. Makna dari kepercayaan tersebut adalah adanya keyakinan dari kreditor bahwa utang yang diberikan akan sungguh-sungguh diterima kembali dalam jangka waktu tertentu sesuai kesepakatan. 8 Dalam pemberian pinjaman uang yang tertuang dalam suatu perjanjian utang-piutang oleh kreditur kepada debitur bukanlah tanpa resiko. Risiko yang umumnya terjadi adalah kegagalan atau kemacetan dalam pelunasan utang. Resiko-resiko yang umumnya merugikan kreditur tersebut perlu diperhatikan secara seksama oleh pihak kreditur, sehingga dalam proses pemberian kredit diperlukan keyakinan kreditur atas kemampuan dan kesanggupan dari debitur untuk membayar hutangnya sampai dengan lunas. 9 6 Ibid. 7 M Yahya Harahap, Op.Cit., Hal 302. 8 Putu Vera Widyantari, 2014, Wanprestasi Dalam Perjanjian Kredit Perbankan Dengan Jaminan Tanah Yang Belum Bersertifikat Sebelum Proses Pendaftaran Jaminan Tanah Selesai Ditinjau Dari Undang-Undang No 4 Tahun 1996 (Tesis Tidak Diterbitkan), Denpasar: Universitas Udayana Denpasar, Hal 1. 9 Martha Noviaditya, 2010, Perlindungan Hukum Bagi Kreditur Dalam Perjanjian Kredit Dengan Jaminan Hak Tanggungan (Skripsi Tidak Diterbitkan), Surakarta: Universitas Sebelas Maret Surakarta, Hal 1.

4 Untuk mendapatkan kepastian dan keamanan dari debitur dalam pembayaran angsuran atas utangnya, biasanya kreditur melakukan tindakantindakan pengamanan/perlindungan dan meminta kepada debitur agar mengikatkan suatu barang tertentu sebagai jaminan dalam perjanjian utangpiutang tersebut. Hal itu bertujuan agar pihak kreditur terlepas dari resiko atau setidak-tidaknya memikul resiko yang sekecil-kecilnya, karena kreditur senantiasa ingin mendapatkan kepastian bahwa pinjaman uang yang dilepaskan/diberikan itu dipergunakan sesuai dengan kebutuhan dan tujuannya, serta dapat dikembalikan dengan aman dan tepat waktu. 10 Namun peristiwa yang banyak terjadi dalam pelaksanaan perjanjian utang-piutang seringkali utang yang wajib dibayarkan tidak berjalan lancar sesuai dengan apa yang telah diperjanjikan. Dalam keadaan yang sedemikian rupa maka debitur dapat dianggap telah melakukan wanprestasi terhadap perjanjian utang-piutang yang disepakati tersebut. Wanprestasi merupakan suatu peristiwa atau keadaan dimana debitur tidak memenuhi kewajiban prestasi perikatannya dengan baik. 11 Sedangkan menurut pendapat M Yahya Harahap, pengertian wanprestasi merupakan pelaksanaan kewajiban yang tidak tepat pada waktunya atau dilakukan tidak menurut yang selayaknya diperjanjikan. 12 Wanprestasi diatur pada Pasal 1238 KUHPerdata yang menyatakan bahwa Si berutang adalah lalai, apabila ia dengan dinyatakan lalai, atau demi perikatannya sendiri, ialah jika ini menetapkan, bahwa si berutang harus dianggap lalai dengan lewatnya waktu 10 Mgs. Edy Putra Tje Aman, 1989, Kredit Perbankan, Yogyakarta: Liberty, Hal 38. 11 J. Satrio, 2012, Wanprestasi Menurut KUHPerdata, Doktrin, Dan Yurisprudensi, Bandung: PT Citra Aditya Bakti, Hal 2. 12 M Yahya Harahap, Op.Cit., Hal 60.

5 yang ditentukan. Namun untuk dapat dinyatakan debitur wanprestasi, maka harus melalui Putusan Pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap. Dengan demikian proses penyelesaian perkara wanprestasi dalam perjanjian utang-piutang, langkah yang harus dilakukan adalah kreditur mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri atas dasar bahwa debitur telah melakukan wanprestasi terhadap perjanjian utang-piutang. Jika amar Putusan Pengadilan menyatakan bahwa debitur telah melakukan wanprestasi. 13 Berdasarkan uraian yang telah tersebut diatas, maka penulis berminat untuk mengadakan penelitian menyusun penulisan hukum. Yang kemudian penulis konstruksikan sebagai judul skripsi, yaitu: PROSES PENYELESAIAN PERKARA UTANG-PIUTANG ANTARA DEBITUR DENGAN KREDITUR (Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Sukoharjo). B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan diatas, maka rumusan masalah yang akan diteliti yaitu antara lain sebagai berikut: 1. Bagaimana tanggung jawab hukumnya apabila salah satu pihak melakukan wanprestasi dalam perjanjian utang-piutang? 2. Bagaimana Hakim dalam menentukan pembuktian atas perkara utangpiutang antara debitur dengan kreditur? 3. Bagaimana pertimbangan Hakim dalam menjatuhkan putusan atas perkara utang-piutang antara debitur dengan kreditur? 13 Langkah-Langkah Penyelesaian Kredit Macet, Diakses dari www.hukumonline.com, pada tanggal 20 April 2015, Pukul 14.30 WIB.

6 C. Tujuan Penelitian Adapun tujuan yang ingin dicapai oleh penulis melalui penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui tanggung jawab hukum apabila salah satu pihak melakukan wanprestasi dalam perjanjian utang-piutang. 2. Untuk mengetahui Hakim dalam menentukan pembuktian atas perkara utang-piutang antara debitur dengan kreditur. 3. Untuk mengetahui pertimbangan Hakim dalam menjatuhkan putusan atas perkara utang-piutang antara debitur dengan kreditur. D. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik untuk pribadi penulis sendiri, untuk ilmu akademis, dan untuk masyarakat secara umum, yaitu sebagai berikut: 1. Manfaat Bagi Pribadi Penulis Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan dan penambahan wawasan bagi pribadi penulis, khususnya agar penulis lebih memahami dengan baik mengenai proses penyelesaian perkara utangpiutang antara debitur dengan kreditur. 2. Manfaat Bagi Ilmu Pengetahuan Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran terhadap perkembangan ilmu pengetahuan di bidang hukum, khususnya

7 mengenai hukum yang mengatur proses penyelesaian perkara utang-piutang antara debitur dengan kreditur. 3. Manfaat Bagi Masyarakat Umum Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan, penambahan wawasan dan pencerahan kepada masyarakat luas, khususnya dapat memberikan informasi dan pengetahuan hukum yang bisa dijadikan pedoman untuk seluruh warga masyarakat dalam menyelesaikan perkara utang-piutang antara debitur dengan kreditur. E. Metode Penelitian Metode penelitian merupakan suatu kegiatan ilmiah, yang didasarkan pada metode, sistematika, dan pemikiran tertentu yang bertujuan mempelajari satu atau beberapa gejala hukum tertentu dengan jalan menganalisisnya. 14 Adapun metode yang digunakan oleh penulis pada penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Metode Pendekatan Dilihat dari sudut tujuan penelitian hukum, metode pendekatan yang dipakai oleh penulis dalam penelitian ini adalah menggunakan metode normatif, sehingga penulis akan mencari dan menganalisis kaidah-kaidah hukum, asas-asas hukum mengenai hal-hal yang berkaitan dengan proses penyelesaian perkara utang-piutang antara debitur dengan kreditur. 14 Khudzaifah Dimyati dan Kelik Wardiono, 2004, Metode Penelitian Hukum, Surakarta: Fakultas Hukum UMS, Hal 1.

8 2. Jenis Penelitian Jenis kajian dalam penelitian ini bersifat Deskriptif. Penelititan deskriptif ini pada umumnya bertujuan untuk mendeskripsikan secara sistematis, faktual, dan akurat terhadap suatu obyek tertentu. 15 Yang dalam penelitian ini, penulis akan mendeskripsikan mengenai proses penyelesaian perkara utang-piutang antara debitur dengan kreditur. 3. Jenis Dan Sumber Data Dalam penelitian ini sebagai sumber datanya yang digunakan data primer dan data sekunder. Adapun data-data dalam penelitian ini antara lain sebagai berikut: a. Data Sekunder Dengan menggunakan bahan-bahan hukum sebagai berikut: 1) Bahan Hukum Primer Dalam penelitian ini yang menjadi bahan hukum primernya adalah: a) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata b) Jurisprudensi (Keputusan Pengadilan berkekuatan hukum tetap) 2) Bahan Hukum Sekunder Yaitu bahan yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer, seperti buku-buku hukum perjanjian, buku tentang utangpiutang, buku tentang wanprestasi, hasil-hasil penelitian, hasil karya ilmiah para sarjana, atau pendapat para pakar hukum yang relevan dengan penelitian Proses Penyelesaian Perkara Utang Piutang Antara Debitur Dengan Kreditur di Pengadilan Negeri 15 Bambang Sunggono, 2012, Metodologi Penelitian Hukum, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, Hal 35.

9 3) Bahan Hukum Tersier Yaitu bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, seperti kamus hukum, dan bahan pustaka lainnya. b. Data Primer Adapun yang dimaksud dengan data primer adalah data-data yang diperoleh secara langsung dari sumber pertama, yaitu dengan melakukan penelitian langsung dilapangan. 1) Lokasi Penelitian Dalam hal ini penulis memilih lokasi penelitian di Pengadilan Negeri Sukoharjo. Pemilihan lokasi tersebut dikarenakan Pengadilan Negeri yang berwenang untuk memeriksa dan memutus perkara mengenai proses penyelesaian perkara utang-piutang antara debitur dengan kreditur. Dan pemilihan wilayah di Kota Sukoharjo itu sendiri supaya mudah dijangkau oleh peneliti, karena peneliti berdomisilli di wilayah Sukoharjo, sehingga dapat mempermudah dan memperlancar dalam penyusunan dan penulisan penelitian ini. 2) Subyek Penelitian Dalam penelitian ini penulis menetapkan subyek-subyek yang diteliti yaitu dengan informan atau responden yang berkompeten dalam proses penyelesaian perkara wanprestasi dalam perjanjian utang-piutang, yaitu: Hakim Pengadilan Negeri Sukoharjo. 4. Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data yang dilakukan oleh penulis yaitu:

10 a. Pengumpulan Data Sekunder Data sekunder dikumpulkan dengan menggunakan metode: 1) Studi Kepustakaan Metode studi kepustakaan ini yang dilakukan dengan cara mencari, mencatat, menginventarisasi, menganalisis serta mempelajari datadata sekunder yang terdiri dari 3 bahan hukum yang tersebut diatas, serta bahan-bahan lain yang berhubungan dengan proses penyelesaian perkara utang-piutang antara debitur dengan kreditur di Pengadilan Negeri. b. Pengumpulan Data Primer Pengumpulan data primer diperoleh melalui: 1) Daftar Pertanyaan (Questionnaire) Merupakan cara pengumpulan data dengan mengajukan sejumlah pertanyaan-pertanyaan kepada responden yang disampaikan secara tertulis. 16 Daftar pertanyaan ini disusun guna mempermudah peneliti dalam melakukan penelitian, sehingga penelitian yang dilakukan dapat lebih terarah, tersusun secara urut dan sistematis. 2) Wawancara (Interview) Wawancara merupakan metode dimana interviewer (Pewawancara) bertatap muka langsung dengan responden untuk melakukan tanya jawab menanyakan perihal fakta-fakta hukum yang akan diteliti, 16 Amiruddin dan Zainal Asikin, Op.Cit., Hal 89-90.

11 pendapat maupun persepsi dari responden, serta saran-saran dari responden yang berkaitan dengan objek penelitian. 17 5. Metode Analisis Data Penelitian ini penulis menggunakan metode analisis data secara Kualitatif. Metode kualitatif dilakukan dengan menganalisis data yang meliputi peraturan perundang-undangan, dokumen-dokumen, buku-buku kepustakaan, jurisprudensi dan literature lainnya yang berkaitan dengan proses penyelesaian perkara utang-piutang antara debitur dengan kreditur. Yang kemudian akan dihubungkan dengan data-data yang diperoleh penulis dari studi lapangan yang berupa hasil wawancara dengan responden atau narasumber yang bersangkutan, untuk kemudian dilakukan pengumpulan dan penyusunan data secara sistematis dianalisis secara kualitatif untuk dicari pemecahannya sehingga dapat ditarik sebuah kesimpulan. F. Sistematika Penulisan Untuk menghasilkan karya ilmiah yang baik, serta untuk mempermudah pemahaman mengenai pembahasan dan memberikan gambaran mengenai sistematika penulisan skripsi, maka penulis membaginya menjadi 4 (empat) bagian. Adapun sistematika penulisannya adalah sebagai berikut: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah B. Perumusan Masalah C. Tujuan Penelitian 17 Suratman dan Philips Dillah, 2013, Metode Penelitian Hukum, Bandung: Alfabeta, Hal 127.

12 D. Manfaat Penelitian E. Metode Penelitian F. Sistematika Penulisan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang Perjanjian Utang Piutang 1. Pengertian Perjanjian Utang-Piutang 2. Pihak-Pihak Dalam Perjanjian Utang-Piutang 3. Hubungan Antara Debitur Dan Kreditur 4. Hak Dan Kewajiban Pihak-Pihak Dalam Perjanjian Utang- Piutang 5. Tanggung Jawab Apabila Terjadi Kesalahan Atas Dasar Wanprestasi B. Tinjauan Umum Tentang Pemeriksaan Perkara Di Pengadilan Negeri 1. Menyusun Surat Gugatan 2. Mengajukan Gugatan Ke Pengadilan Negeri 3. Pemanggilan Para Pihak 4. Pemeriksaan Perkara Di Persidangan a. Pembacaan Gugatan b. Jawaban Tergugat c. Replik d. Duplik 5. Proses Pembuktian a. Pengertian Pembuktian

13 b. Beban Pembuktian c. Jenis-Jenis Alat Bukti d. Penilaian Pembuktian e. Kesimpulan Pembuktian 6. Putusan a. Pengertian Putusan b. Macam-Macam Putusan c. Pertimbangan Putusan Hakim BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 1. Tanggung Jawab Hukum Apabila Salah Satu Pihak Melakukan Wanprestasi Dalam Perjanjian Utang-Piutang 2. Hakim Dalam Menentukan Pembuktian Atas Perkara Utang- Piutang Antara Debitur Dengan Kreditur 3. Pertimbangan Hakim Dalam Menjatuhkan Putusan Atas Perkara Utang-Piutang Antara Debitur Dengan Kreditur dan bagaimana akibat hukum terhadap putusan hakim tersebut. BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan B. Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN