BAB I PENDAHULUAN. menilai kinerja (Mardiasmo,2009,h.121). program sampai dengan tahun berjalan dengan sasaran (target) kinerja 5 (lima)

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. penerimaan dan pengeluaran yang terjadi dimasa lalu (Bastian, 2010). Pada

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. program bukan pada unit organisasi semata dan memakai output measurement

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Anggaran merupakan suatu hal yang sangat penting dalam suatu organisasi.

BAB I PENDAHULUAN. melalui Otonomi Daerah. Sejak diberlakukannya Undang-Undang No.22 tahun

BAB 1 PENDAHULUAN. pengklasifikasian, penganalisisan dan pelaporan transaksi keuangan dari

BAB I PENDAHULUAN. Anggaran sebagai salah satu alat bantu manajemen memegang peranan

BAB I PENDAHULUAN. serta bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN). Upaya pengembangan tersebut sejalan dengan Undang-undang Nomor 28

BAB I PENDAHULUAN. diperkenalkannya pendekatan penganggaran berbasis kinerja (performance. based budgeting) dalam penyusunan anggaran pemerintah.

BAB I PENDAHULUAN. tidak berorientasi pada kinerja, dapat menggagalkan perencanaan yang telah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Kualitas Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bougette (Perancis) yang berarti sebuah tas kecil. Menurut Indra Bastian (2006),

BAB. I PENDAHULUAN. perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian yang dapat dijelaskan sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN. penyelenggara negara atas kepercayaan yang diamanatkan kepada mereka. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Lahirnya otonomi daerah memberikan kewenangan kepada

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah untuk senantiasa tanggap dengan lingkungannya, dengan berupaya

BAB I PENDAHULUAN. bidang. Kinerja yang dicapai oleh organisasi pada dasarnya adalah prestasi para

BAB I PENDAHULUAN. birokrasi dalam berbagai sektor demi tercapainya good government. Salah

BAB I PENDAHULUAN. terakhir, peran sistem pengendalian internal di. internal, auditor eksternal, penyusun laporan keuangan, asosiasi profesi, dan

BAB I PENDAHULUAN. adalah menciptakan kesejahteraan masyarakat. Kesejahteraan. masyarakat merupakan sebuah konsep yang sangat multi kompleks.

BAB I PENDAHULUAN. Ateh (2016) dalam artikelnya mengungkapkan, pernah menyampaikan bahwa ada yang salah dengan sistem perencanaan dan

BAB 1 PENDAHULUAN. kepentingan masyarakat dengan cara memberikan pelayanan yang efektif,

BAB I PENDAHULUAN. kebijakan ekonomi untuk daerah maupun kebijakan ekonomi untuk pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. Daerah, penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh daerah otonom sesuai dengan

BAB I PENDAHULUAN. prinsip keterbukaan, keadilan, dan dapat dipertanggungjawabkan dalam

BAB I PENDAHULUAN. untuk mensejahterakan masyarakat, tidak dipergunakan untuk kepentingan masingmasing

BAB I PENDAHULUAN. setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan yaitu Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. Tetapi untuk pelaksanaan fungsi birokrasi pemerintah, keberadaan sektor publik

BAB I PENDAHULUAN. organisasi baik itu organisasi swasta maupun organisasi milik pemerintah

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DAN KERANGKA PENDANAAN

BAB I PENDAHULUAN. manajemen pemerintah pusat dan daerah (propinsi, kabupaten, kota). Hal tersebut

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Otonomi daerah merupakan upaya pemberdayaan daerah dalam pengambilan

BAB I PENDAHULUAN. 2004, manajemen keuangan daerah Pemerintah Kabupaten Badung mengalami

BAB I PENDAHULUAN. kepada daerah. Di samping sebagai strategi untuk menghadapi era globalisasi,

Pada hakekatnya reformasi birokrasi pemerintah merupakan proses

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian. Dengan seringnya pergantian penguasa di negara ini telah memicu

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia menganut asas desentralisasi yang memberikan kebebasan dan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Perkembangan sistem tata kelola pemerintahan di Indonesia telah melewati serangkain

BAB I PENDAHULUAN. Pelaporan keuangan sektor publik khususnya laporan keuangan. pemerintah adalah wujud dan realisasi pengaturan pengelolaan dan

BAB II. individu atau suatu organisasi pada suatu periode tertentu. Menurut Stoner (1996 :

BAB I PENDAHULUAN. atau Walikota dan perangkat daerah untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. perubahan yang dinginkan masyarakat, sebagai salah satu stakeholders. Pegawai

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka mewujudkan tata kelola yang baik (good governance),

BAB 1 PENDAHULUAN. dibangku perkuliahan. Magang termasuk salah satu persyaratan kuliah yang

BAB I PENDAHULUAN. daerah, maka semakin besar pula diskreasi daerah untuk menggunakan

BAB I PENDAHULUAN. pemerataan dan keadilan, serta potensi dan keanekaragaman daerah.

BAB 1 PENDAHULUAN. sektor publik diakhiri dengan proses pertanggungjawaban publik, proses inilah

BAB I PENDAHULUAN. Paradigma baru tentang reformasi sektor publik telah mewarnai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Akuntansi dan Sistem Pelaporan Terhadap Akuntabilitas Kinerja Instansi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. arah dan tujuan yang jelas. Hak dan wewenang yang diberikan kepada daerah,

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

Laporan Kinerja Instansi Pemerintah Kantor Camat Kandis Kabupaten Siak Tahun 2016

PELAPORAN KINERJA BADAN KESATUAN BANGSA DAN POLITIK KOTA PALEMBANG TAHUN 2017

BAB I PENDAHULUAN. laporan keuangan yang handal, dapat dipertanggungjawabkan dan dapat digunakan sebagai dasar

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan akuntansi sektor publik di Indonesia semakin pesat

BAB 1 PENDAHULUAN. program ataupun kegiatan. Sebelum melaksanakan kegiatan, harus ada

PEMERINTAH KABUPATEN SIAK

BAB II KAJIAN TEORI DAN HIPOTESIS. Berbagai variasi dalam sistem penganggaran pemerintah dikembangkan untuk

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan daerah Propinsi Bali serta pembangunan nasional. Pembangunan

kapasitas riil keuangan daerah dapat dilihat pada tabel berikut:

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan dan lain-lain. Sebagaimana bentuk-bentuk organisasi lainnya

BAB I PENDAHULUAN. kontribusi penelitian, proses penelitian dan sistematika penelitian.

BAB I PENDAHULUAN. dalam mewujudkan aspirasi masyarakat dalam rangka meningkatkan kesejahteraan,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

Pengaruh Penerapan Anggaran Berbasis Kinerja Terhadap Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Krisis ekonomi yang terjadi di Indonesia pada awal tahun 1996 dan

BAB I PENDAHULUAN. satunya perbaikan terhadap pengelolaan keuangan pada instansi-instansi pemerintah.

BAB I PENDAHULUAN. Pengukuran kinerja pemerintah merupakan hal yang sangat penting,

MAKSI Jurnal Ilmiah Manajemen & Akuntansi

BADAN PENGELOLAAN KEUANGAN, PENDAPATAN DAN ASSET DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. hak dan kewenangan untuk meminta pertanggungjawaban tersebut (DPRD dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. Tinjauan pustaka yang digunakan dalam penelitian ini berkaitan

BAB 1 PENDAHULUAN. sesuai dengan UU No.22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah selanjutnya

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pemerintah daerah sekarang ini dihadapkan oleh banyaknya tuntutan baik dari

BAB I PENDAHULUAN. dan fungsinya yang didasarkan pada perencanaan strategis yang telah ditetapkan.

BAB 1 PENDAHULUAN. merupakan suatu hal yang harus diketahui oleh publik untuk dievaluasi, dikritik,

3.2. Kebijakan Pengelolalan Keuangan Periode

BAB I PENDAHULUAN. Undang-undang (UU) No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah

BAB I PENDAHULUAN. mulai mencoba mengenalkan konsep baru dalam pengelolaan urusan publik

BAB I PENDAHULUAN. pengelolaan keuangan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun. transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan negara.

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu upaya konkrit yang dilakukan pemerintah sebagai wujud dari

BAB I PENDAHULUAN. manajemen yang berisi rencana tahunan yang dinyatakan secara kuantitatif,

BAB 1 PENDAHULUAN. menciptakan tujuan masyarakat daerah yang sejahtera sebagai suatu implikasi dari

BAB I PENDAHULUAN. termasuk diantaranya pemerintah daerah. Penganggaran sector publik terkait

Catatan: dalam kesempatan ini akan disampaikan khusus untuk bidang Komunikasi dan Informatika

BAB I PENDAHULUAN. terwujudnya good public and corporate governance (Mardiasmo, 2009:27).

KATA PENGANTAR BUPATI BARRU, TTD. Ir. H. ANDI IDRIS SYUKUR, MS.

1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. pengelolaan dan pertanggungjawaban, maka dalam era otonomi daerah sekarang ini

BAB I PENDAHULUAN. Hakekat dari otonomi daerah adalah adanya kewenangan daerah yang lebih

BAB I PENDAHULUAN. Tuntutan reformasi di segala bidang yang didukung oleh sebagian

BAB I PENDAHULUAN. administrasi publik memicu timbulnya gejolak yang berakar pada. ketidakpuasan. Tuntutan yang semakin tinggi diajukan terhadap

BAB I PENDAHULUAN. berkualitas yang dihasilkan dari suatu sistem informasi. Informasi yang

BAB I PENDAHULUAN. keuangan negara. Hal ini diindikasikan dengan telah diterbitkannya Undangundang

BAB I PENDAHULUAN. daerah diharapkan mampu menciptakan kemandirian daerah dalam mengatur dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam menciptakan pemerintahan Indonesia yang maju maka harus dimulai

BAB I PENDAHULUAN. pencatatan single-entry. Sistem double-entry baru diterapkan pada 2005 seiring

BAB I PENDAHULUAN. daerah dan penyelenggaraan operasional pemerintahan. Bentuk laporan

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengukuran kinerja sangat penting untuk menilai akuntabilitas organisasi dan manajer dalam menghasilkan pelayanan publik yang lebih baik. Akuntabilitas bukan sekedar menunjukkan bagaimana uang publik dibelanjakan, akan tetapi meliputi proses dan prosedur penggunaan uang publik tersebut secara ekonomis, efisien dan efektif. Pusat pertanggungjawaban berperan untuk menciptakan indikator kinerja untuk menilai kinerja (Mardiasmo,2009,h.121). Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 29 Tahun 2014 tentang Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah menyebutkan bahwa pengukuran kinerja dilakukan dengan dua cara. Pertama, membandingkan realisasi kinerja dengan sasaran (target) kinerja yang dicantumkan dalam lembaran/dokumen perjanjian kinerja dalam rangka pelaksanaan APBN/APBD tahun berjalan. Kedua, membandingkan realisasi kinerja program sampai dengan tahun berjalan dengan sasaran (target) kinerja 5 (lima) tahunan yang direncanakan dalam Rencana Strategis Kementrian Negara/Lembaga/Rencana Strategis SKPD. Menurut Putra (2010) ukuran kinerja dalam anggaran memberikan dorongan kepada para pelaksana anggaran untuk dapat mencapai hasil yang maksimal sesuai dengan ukuran kinerja yang ditetapkan. Kegagalan dalam 1

2 pencapaian kinerja menjadi ukuran untuk melakukan perbaikan pada masa yang akan datang. Sementara keberhasilan atas kinerja membutuhkan suatu penghargaan yang dapat meningkatkan produktivitas serta untuk mendapatkan dukungan dari masyarakat atau publik terhadap pelaksanaan pemerintah (Yuliani,2014). Peningkatan kinerja organisasi tidak terlepas dari berbagai faktor yang mempengaruhinya. Kinerja suatu instansi pemerintah juga dapat diukur dari anggaran berbasis kinerja, penerapan good governance, sistem akuntansi keuangan daerah, dan sistem informasi pengelolaan keuangan daerah. Menurut Bastian (2010,h.202) Performance Budgeting (anggaran yang berorientasi kinerja) adalah sistem penganggaran yang berorientasi pada output organisasi dan berkaitan sangat erat terhadap visi, misi dan rencana strategis organisasi. Performance Budgeting mengalokasikan sumberdaya ke program bukan ke unit organisasi semata dan memakai pengukuran output (output measurement) sebagai indikator kinerja organisasi. Sedangkan anggaran dengan pendekatan kinerja merupakan suatu sistem anggaran yang mengutamakan upaya pencapaian hasil kerja atau output dari perencanaan alokasi biaya atau output yang ditetapkan (Halim,2002,h.227). Penerapan anggaran berbasis kinerja merupakan bentuk reformasi anggaran dalam memperbaiki proses penganggaran. Penerapan anggaran berbasis kinerja diatur dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 59 Tahun 2007 tentang pedoman pengelolaan keuangan daerah. Menurut Putra (2010) penggunaan anggaran berbasis kinerja akan menyebabkan diketahuinya

3 kinerja dari suatu pemerintah daerah. Kinerja ini tercermin pada laporan pertanggungjawaban dalam bentuk laporan prestasi kerja satuan kerja pemerintah daerah (SKPD). Penyusunan APBD berbasis kinerja ini dilakukan berdasarkan capaian kinerja, indikator kinerja, analisis standar belanja, standar satuan harga dan standar pelayanan minimal (Yuliani,2014). Penerapan anggaran berbasis kinerja menjadi salah satu bentuk upaya mewujudkan tata kelola pemerintah yang baik (Good Governance). Good governance merupakan tata kelola pemerintah yang baik yang mengatur pemerintahan dan hubungan yang sinergis dan konstruktif diantara negara, ekonomi dan politik yang dilakukan dengan mematuhi prinsip good governance dan bertujuan untuk menciptakan kesejahteraan masyarakat (Nurlaela 2015). Menurut Azlina dan Ira (2015) good governance merupakan wujud dari penerimaan akan pentingnya suatu perangkat peraturan atau tata kelola yang baik untuk mengatur hubungan, fungsi dan kepentingan berbagai pihak dalam urusan bisnis maupun pelayanan publik. Konsep good governance memiliki pengaruh dan peranan sangat penting dalam pelaksanaan kinerja pegawai pemerintah. Disisi lain, pengelolaan keuangan daerah juga menjadi tolok ukur kinerja suatu instansi pemerintah. Pengeloaan keuangan daerah perlu ditunjang dengan adanya penerapan suatu sistem akuntansi yang baik agar penatausahaan keuangan di daerah memiliki akurasi dan akuntabilitas yang tinggi (Baharuddin,2016). Sistem akuntansi yang dimaksud adalah Sistem Akuntansi Keuangan Daerah. Menurut Halim (2012: 40) akuntansi keuangan

4 daerah adalah proses pengidentifikasian, pengukuran, pencatatan dan pelaporan transaksi ekonomi (keuangan) dari entitas pemerintah daerah (Kabupaten, Kota atau Provinsi) yang dijadikan sebagai informasi dalam rangka pengambilan keputusan ekonomi oleh pihak-pihak eksternal entitas pemerintah daerah (kabupaten, kota atau provinsi). Akuntansi keuangan daerah menggunakan sistem pencatatan berpasangan (double entry), artinya setiap transaksi ekonomi dicatat dua kali (Halim,2012,h.93). Menurut Mahmudi (2010) Pengaplikasian pencatatan transaksi dengan sistem double entry ditujukan untuk menghasilkan laporan keungan yang lebih mudah untuk dilakukan audit (audit table) dan pelacakan (traceable) antara bukti transaksi, catatan, dan keberadaan kekayaan utang, dan ekuitas organisasi. Penggunaan sistem double entry maka pengukuran kinerja dapat dilakukan secara lebih komprehensif. Selain sistem akuntansi keuangan daerah, dalam mengelola keuangan daerah diperlukan pula suatu sistem informasi pengelolaan keuangan daerah yang akan mempermudah dalam memonitoring keuangan daerah. Sistem informasi pengelolaan keuangan daerah merupakan suatu sistem yang digunakan oleh pemerintah daerah untuk memperoleh informasi tentang pengelolaan keuangan pemerintah daerah (Putra,2010). Penggunaan teknologi informasi dimaksudkan agar tugas-tugas para pengelola keuangan daerah akan semakin terbantu dan dapat menghasilkan formulir-formulir maupun laporan-laporan yang dibutuhkan oleh pimpinan SKPD secara akurat dan tepat waktu. Penggunaan teknologi

5 informasi di dalam pengelolaan keuangan daerah telah disebutkan dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 yang memperkenankan dipergunakannya aplikasi komputer dalam mengelola keuangan daerah sehingga dapat menghasilkan sistem informasi pengelolaan keuangan daerah (Yuliani,2014). Penelitian tentang anggaran berbasis kinerja, penerapan good governance, sistem akuntansi keuangan daerah, sistem informasi pengelolaan keuangan daerah dan kinerja pemerintah daerah telah banyak dilakukan. Penelitian yang dilakukan oleh Yuliani (2014) tentang pengaruh sistem informasi pengelolaan keuangan daerah dan penerapan anggaran berbasis kinerja terhadap kinerja pemerintah daerah menunjukkan hasil bahwa Sistem informasi pengelolaan keuangan dan penerapan anggaran berbasis kinerja berpengaruh positif signifikan terhadap kinerja pemerintah daerah. Hasil tersebut serupa dengan penelitian yang dilakukan oleh Putra (2010) yang meneliti tentang pengaruh anggaran berbasis kinerja dan sistem informasi pengelolaan keuangan daerah terhadap kinerja SKPD di Pemerintah Kabupaten Simalungun yang menunjukkan bahwa penerapan anggaran berbasis kinerja dan sistem informasi pengelolaan keuangan daerah berpengaruh terhadap kinerja SKPD. Penelitian lain juga dilakukan oleh Silalahi (2012) tentang Pengaruh Anggaran Berbasis Kinerja, Sistem Akuntansi Keuangan Daerah, Dan Sistem Informasi Pengelolaan Keuangan Daerah Terhadap Penilaian Satuan Kerja Perangkat Daerah (Studi Pemerintahan Di Kota Dumai) yang menunjukkan bahwa anggaran berbasis

6 kinerja, sistem akuntansi keuangan daerah, dan sistem informasi pengelolaan keuangan daerah berpengaruh positif dan signifikan terhadap penilaian kinerja satuan kerja perangkat daerah. Kabupaten Ponorogo sendiri telah melakukan perencanaan APBD sesuai dengan ketentuan yang berlaku, namun dalam pelaksanaannya anggaran yang telah ditetapkan belum terserap secara maksimal. Hal ini terbukti dengan masih adanya SiLPA pada Tahun Anggaran 2012 dan 2014. SiLPA pada Tahun Anggaran 2012 yang mencapai Rp 65,5 miliar ini lebih tinggi dibandingkan dengan tahun sebelumnya (http://surabaya.tribunnews.com). Selanjutnya, pada Tahun Anggaran 2014 kembali terjadi SiLPA sebesar Rp189 miliar. Nilai SiLPA ini dinilai terlalu tinggi dibanding APBD 2014 yang mencapai sekitar Rp1 triliun (http://www.lensaindonesia.com). Adanya penyerapan anggaran yang belum optimal sehingga terjadi SiLPA menjadi dugaan adanya kinerja yang belum maksimal dari Pemerintah Daerah Kabupaten Ponorogo dalam merencanakan dan melaksanakan programprogramnya. Melihat dari fenomena tersebut bahwa penggunaan anggaran masih kurang efektif dan efisien. Hal ini berkaitan dengan penerapan good governance, dimana dalam prinsip good governace jelas di sebutkan salah satu prinsipnya yaitu efektivitas dan efisiensi. Selain itu pengelolaan keuangan juga dapat menjadi pemicu terjadinya SiLPA tersebut. Pengelolaan keuangan yang tidak transparan menjadikan informasi tentang pendanaan program sulit untuk diperoleh. Hal seperti ini tentu berdampak pada capaian program yang

7 telah ditetapkan yang kemudian akan berkaitan dengan kinerja pemerintah itu sendiri. Dari sini dapat dihubungkan bagaimana pengaruh adanya anggaran, penerapan good governance dan pengelolaan keuangan yang menjadi tolok ukur capaian kinerja pemerintah. Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan dan fenomena yang terjadi, penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai sejauh mana anggaran berbasis kinerja, penerapan good governance, sistem akuntansi keuangan daerah dan sistem informasi pengelolan keuangan daerah mampu mempengaruhi kinerja pemerintah daerah. Penelitian sebelumnya menggunakan adanya peraturan pengelolaan keuangan daerah serta beberapa indikator dari variabelnya untuk dijadikan dasar melakukan penelitian, sedangkan dalam penelitian ini menggunakan kasus munculnya SiLPA sebagai orientasi dugaan adanya kinerja yang belum maksimal. Selanjutnya dari dugaan tersebut dipilihlah beberapa variabel untuk mengukur kinerja tersebut. Oleh karena itu, peneliti mengambil judul Pengaruh Anggaran Berbasis Kinerja, Penerapan Good Governance, Sistem Akuntansi Keuangan Daerah Dan Sistem Informasi Pengelolan Keuangan Daerah Terhadap Kinerja Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) Kabupaten Ponorogo.

8 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan uraian dari latar belakang di atas dapat diketahui rumusan masalah penelitian ini sebagai berikut : a. Bagaimana Pengaruh Anggaran Berbasis Kinerja Terhadap Kinerja Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD)? b. Bagaimana Pengaruh Penerapan Good governance Terhadap Kinerja Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD)? c. Bagaimana Pengaruh Sistem Akuntansi Keuangan Daerah Terhadap Kinerja Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD)? d. Bagaimana Pengaruh Sistem Informasi Pengelolaan Keuangan Daerah Terhadap Kinerja Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD)? e. Bagaimana Pengaruh Anggaran Berbasis Kinerja, Penerapan Good governance, Sistem Akuntansi Keuangan Daerah, dan Sistem Informasi Pengelolaan Keuangan Daerah Secara Simultan Terhadap Kinerja Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD)? 1.3 Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian 1.3.1 Tujuan Penelitian Berdasarkan uraian dari rumusan masalah diatas, maka tujuan dari penelitian ini adalah : a. Untuk Menguji Pengaruh Anggaran Berbasis Kinerja Terhadap Kinerja Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD)?

9 b. Untuk Menguji Pengaruh Penerapan Good governance Terhadap Kinerja Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD)? c. Untuk Menguji Pengaruh Sistem Akuntansi Keuangan Daerah Terhadap Kinerja Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD)? d. Untuk Menguji Pengaruh Sistem Informasi Pengelolaan Keuangan Daerah Terhadap Kinerja Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD)? e. Untuk Menguji Pengaruh Anggaran Berbasis Kinerja, Penerapan Good governance, Sistem Akuntansi Keuangan Daerah, dan Sistem Informasi Pengelolaan Keuangan Daerah Terhadap Kinerja Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD)? 1.3.2 Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat antara lain: a. Bagi Universitas Penelitian ini diharapkan dapat menambah referensi baru khususnya bagi jurusan akuntansi sehingga dapat dimanfaatkan oleh mahasiswa, dosen, dan segenap lingkungan Universitas Muhammadiyah Ponorogo. b. Bagi Satuan Kerja Pemerintah Daerah (SKPD) Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam mengevaluasi kinerja pemerintah daerah sehingga mampu meningkatkan kinerja pemerintah daerah diberbagai sektor.

10 c. Bagi Peneliti Menambah pengetahuan peneliti mengenai Anggaran Berbasis kinerja, Penerapan Good governance, Sistem Akuntansi Keuangan Daerah dan Sistem Informasi Pengelolaan Keuangan Daerah serta pengaruhnya terhdap Kinerja Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) Kabupaten Ponorogo. d. Bagi Peneliti Selanjutnya Peneliti berharap hasil dari penelitian ini berguna sebagai bahan bacaan dan literatur untuk menambah pengetahuan bagi peneliti selanjutnya dalam mengembangkan penelitian yang berkaitan dengan tema yang sama.