BAB I PENDAHULUAN. kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial. 1 Kesehatan sebagai salah

dokumen-dokumen yang mirip
BAB III ABORSI DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 36 TAHUN 2009 TENTANG KESEHATAN

BAB I PENDAHULUAN. termaktub dalam Pasal 28H Ayat (1) Undang-undang Dasar Negara Republik

BAB I LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Manusia merupakan makhluk ciptaan Tuhan yang Maha Esa dengan seperangkat hak yang menjamin derajatnya sebagai

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP DOKTER DALAM MEMBERIKAN PELAYANAN MEDIS 1 Oleh : Michel Daniel Mangkey 2

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan serta pelayanan sosial lain yang diperlukan. orang hidup produktif secara sosial dan ekonomis.

I. PENDAHULUAN. Kesehatan merupakan hal penting bagi kesejahteraan masyarakat. Kesehatan yang

BAB I PENDAHULUAN. pelayanan rawat inap, rawat jalan dan gawat darurat. kesehatan (dokter, perawat, terapis, dan lain-lain) dan dilakukan sebagai

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2017 TENTANG PELAYANAN KESEHATAN TRADISIONAL INTEGRASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK UTARA NOMOR 9 TAHUN 2013 SERI D NOMOR 9 TAHUN 2013 PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK UTARA NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. wajib menjamin kesehatan bagi warganya. Peran aktif serta pemerintah

BUPATI BATU BARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BATU BARA NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 alinea ke-4, yaitu melindungi. perdamaian abadi dan keadilan sosial. 2

I. PENDAHULUAN. hidup layak dan baik. Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu

BAB I PENDAHULUAN. Upaya ini dimaksudkan untuk menunjang pencapaian cita-cita bangsa

PENJELASAN ATAS QANUN ACEH NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN KESEHATAN RUMAH SAKIT IBU DAN ANAK

BAB I PENDAHULUAN. Cita-cita bangsa Indonesia sebagaimana tercantum dalam Pembukaan. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 adalah

BAB 1 PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 adalah melindungi

BAB I PENDAHULUAN. Menurut UU No. 44 tahun 2009 Rumah Sakit merupakan sarana pelayanan

BAB I PENDAHULUAN. Tanggal 17 Agustus 1945, bangsa Indonesia telah menentukan cita-cita dan

GUBERNUR SUMATERA BARAT

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa

Informed Consent INFORMED CONSENT

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan perorangan meliputi pelayanan, promotif, preventif, kuratif, dan

Hal yang lebih khusus adalah dalam penanganan gawat darurat fase pra-rumah sakit terlibat pula unsur-unsur masyarakat non-tenaga kesehatan.

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BINTAN TAHUN 2012 NOMOR 7 SERI D NOMOR 3 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BINTAN NOMOR : 7 TAHUN 2012 TENTANG

BAB III TINJAUAN TEORITIS

BAB 1 PENDAHULUAN. Keadaan Gawat Darurat bisa terjadi kapan saja, siapa saja dan dimana saja.

Perbedaan jenis pelayanan pada:

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan No 36 tahun 2009 adalah tercapainya derajat kesehatan yang

BAB I PENDAHULUAN. segala sesuatu yang terjadi di rumah sakit sebagaimana dimaksud dalam pasal. 46 UU Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit.

BAB 1 : PENDAHULUAN. yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia. Setiap kegiatan dalam upaya

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. seseorang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomi. Hal ini sesuai

BAB 1 PENDAHULUAN. yang dikembangkan melalui rencana pembangunan kesehatan. Sehingga

BAB 1 : PENDAHULUAN. memperoleh derajat kesehatan masyarakat yang optimal. Upaya kesehatan dalam

BAB I PENDAHULUAN. keseimbangan yang dinamis dan mempunyai fungsi utama melayani

BAB 1 PENDAHULUAN. yang profit maupun yang non profit, mempunyai tujuan yang ingin dicapai melalui

BAB I PENDAHULUAN. Manajemen pada hakekatnya adalah proses pengambilan keputusan dalam. kemampuan manajemen menggunakan informasi tersebut.

PENGANTAR. xi P a g e

BAB I PENDAHULUAN. sakit memegang peranan penting terhadap meningkatnya derajat kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menurut Dep Kes RI (2008), rumah sakit adalah sarana kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pembangunan kesehatan ditujukan untuk meningkatkan kesadaran,

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT DAN INSTALASI FARMASI RUMAH SAKIT 2.1 Rumah Sakit

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Republik Indonesia Nomer 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, menyebutkan bahwa kesehatan merupakan hak asasi setiap manusia dan

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran,

PEMBUKTIAN MALPRAKTIK

WALIKOTA BLITAR PROVINSI JAWA TIMUR

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. tradisional, Peningkatan kesehatan dan Pencegahan penyakit, Penyembuhan penyakit dan Pemulihan kesehatan, Kesehatan reproduksi,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur

BAB I PENDAHULUAN. individu, keluarga, masyarakat, pemerintah dan swasta. Upaya untuk meningkatkan derajat

BAB I PENDAHULUAN. 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945,

BUPATI LINGGA PROVINSI KEPULAUAN RIAU PERATURAN DAERAH KABUPATEN LINGGA NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG

WALIKOTA BENGKULU PERATURAN DAERAH KOTA BENGKULU NOMOR 11 TAHUN 2013 T E N T A N G

BAB I PENDAHULUAN. aktif dalam mewujudkan derajat kesehatanyang optimal, dalam hal bidang

PENATALAKSANAAN TERAPI LATIHAN PADA POST SECTIO CAESARIA AKIBAT PRE EKLAMPSI BERAT DI RSUD Dr. MOEWARDI SURAKARTA

BAB 1 PENDAHULUAN. paripurna (komprehensif), penyembuhan penyakit (kuratif), dan pencegahan

BAB 1 : PENDAHULUAN. masyarakat yang setinggi-tingginya, sebagai investasi bagi pembangunan sumber

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Rumah Sakit merupakan suatu sistem atau bagian yang integral

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

2017, No MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TENTANG PELAYANAN KESEHATAN DI LINGKUNGAN KEPOLISIAN

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 512/MENKES/PER/IV/2007 TENTANG IZIN PRAKTIK DAN PELAKSANAAN PRAKTIK KEDOKTERAN

BAB I PENDAHULUAN. yang harus ditunaikannya dimana ia berkewajiban untuk menangani hal-hal yang

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang B. Definisi

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 77 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN ORGANISASI RUMAH SAKIT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Andrie Irawan, SH., MH Fakultas Hukum Universitas Cokroaminoto Yogyakarta

BAB I PENDAHULUAN. continental dan sistem Anglo Saxon. Perkembangan hukum secara. campuran karena adanya kemajemukan masyarakat dalam menganut tingkat

Perbedaan puskesmas dan klinik PUSKESMAS

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2052/MENKES/PER/X/2011 TENTANG IZIN PRAKTIK DAN PELAKSANAAN PRAKTIK KEDOKTERAN

PEDOMAN PELAYANAN TIM PROMOSI KESEHATAN RUMAH SAKIT RUMAH SAKIT LAVALETTE

BAB 1 PENDAHULUAN. investasi dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Pembangunan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Rumah sakit dalam perjalanan sejarahnya mengalami perkembangan yang

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan Undang-undang nomor 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit, bahwa Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang

ORGANISASI PELAYANAN KESEHATAN PERTEMUAN II LILY WIDJAYA, SKM.,MM, PRODI D-III REKAM MEDIS DAN INFORMASI KESEHATAN, FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2011, No Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lem

LILIK SUKESI DIVISI GUNJAL HIPERTENSI DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT DALAM R.S. HASAN SADIKIN / FK UNPAD BANDUNG

STANDAR PELAYANAN MEDIS RUMAH SAKIT UMUM DI KABUPATEN BUOL BERDASARKAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2009 TENTANG KESEHATAN

BAB 1 PENDAHULUAN. Rumah sakit adalah salah satu sarana kesehatan tempat menyelenggarakan upaya

BAB I PENDAHULUAN UKDW. informed consent. Informed consent merupakan proses persetujuan dan pemberian

BAB I PENDAHULUAN. terkait dalam bidang pemeliharaan kesehatan. 1 Untuk memelihara kesehatan

BUPATI BOYOLALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOYOLALI NOMOR 14 TAHUN 2011 TENTANG

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI RUMAH SAKIT BETHESDA YOGYAKARTA BAB I PENDAHULUAN

BAB II LANDASAN TEORI. landasan teori yang digunakan akan dijelaskan di bawah ini.

PANDUAN PENOLAKAN PELAYANAN ATAU PENGOBATAN RSIA NUN SURABAYA 1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya

PEMERINTAH KABUPATEN SLEMAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG IZIN PRAKTIK DOKTER DAN DOKTER GIGI

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI RUMAH SAKIT BETHESDA YOGYAKARTA BAB I PENDAHULUAN

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 77 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN ORGANISASI RUMAH SAKIT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PASIEN DALAM PELAKSANAAN INFORMED CONSENT 1 Oleh : Indra Setyadi Rahim 2

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TASIKMALAYA NOMO 3 TAHUN 2011 TENTANG RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KABUPATEN TASIKMALAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. kemantapan, kemapanan, kesejahteraan, dan kepuasan. Bekerja bukan hanya

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KUNINGAN NOMOR 112 TAHUN 2010 SERI E PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUNINGAN NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. mengungkapkan sebuah teori yang disebut dengan Zoon Politicon. Teori

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Cita-Cita Bangsa Indonesia sebagaimana tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 adalah melindungi segenap Bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial. 1 Kesehatan sebagai salah satu unsur kesejahteraan umum harus diwujudkan melalui berbagai upaya kesehatan dalam rangkaian pembangunan kesehatan secara menyeluruh dan terpadu yang didukung oleh suatu sistem kesehatan nasional yang berpihak pada rakyat.sejalan dengan amanah Pasal 28 H ayat (1) Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 telah ditegaskan bahwa setiap orang berhak memperoleh pelayanan kesehatan, kemudian dalam Pasal 34 ayat (3) dinyatakan negara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang layak. Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pancasila dan Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, oleh karena itu setiap kegiatan dan upaya untuk meningkatkan derajat 1 alinea IV Pembukaan UUD 1945

kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya dilaksanakan berdasarkan prinsip nondiskriminatif, partisipatif, perlindungan, peningkatan ketahanan dan daya saing bangsa, serta pembangunan nasional dan berkelanjutan yang sangat penting artinya bagi pembentukan sumber daya manusia Indonesia,. 2 Upaya untuk meningkatkan derajat kesehatan yang setinggi-tingginya pada mulanya berupa upaya penyembuhan penyakit, kemudian secara berangsurangsur berkembang ke arah keterpaduan upaya kesehatan untuk seluruh masyarakat dengan mengikutsertakan masyarakat secara luas yang mencakup upaya promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif yang bersifat menyeluruh terpadu dan berkesinambungan. Rumah Sakit sebagai salah satu fasilitas pelayanan kesehatan merupakan bagian dari sumber daya kesehatan yang sangat diperlukan dalam mendukung penyelenggaraan upaya kesehatan. Pada Pasal 1 angka 2 Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 755 Tahun 2011 tentang penyelenggaraan komite medik di rumah sakit menyatakan bahwa rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna, yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan dan gawat darurat. Penyelenggaraan pelayanan kesehatan guna mendapatkan mutu yang baik agar tetap berjalan dalam koridornya diperlukan adanya pengawasan. 3 Penyelenggaran pelayanan kesehatan di rumah sakit mempunyai karakteristik dan organisasi yang sangat kompleks. Terdapat berbagai jenis 2 Prinsip-prinsip ini telah tertuang dalam penjelasan umum UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan 3 Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 755/MENKES/PER/IV/201 tentang Penyelenggaraan Komite Medik di Rumah Sakit

tenaga kesehatan dengan perangkat keilmuannya masing-masing berinteraksi satu sama lain. Ilmu pengetahuan dan teknologi kedokteran yang berkembang sangat pesat yang harus diikuti oleh tenaga kesehatan dalam rangka pemberian pelayanan yang bermutu, membuat semakin kompleksnya permasalahan dalam Rumah Sakit. Peraturan perundang-undangan yang dijadikan dasar penyelenggaraan Rumah Sakit adalah Undang-undang Nomor 44 Tahun 2009 Tentang Rumah Sakit disertai dengan Permenkes terkait untuk melengkapi isi dari UU tersebut. Keberadaan undang-undang ini dimaksudkan untuk memberikan kepastian dan perlindungan hukum untuk meningkatkan, mengarahkan dan memberikan dasar bagi pengelolaan Rumah Sakit. Salah satu tenaga kesehatan yang bekerja di Rumah Sakit adalah dokter. Berdasarkan statusnya, hubungan kerja antara dokter dan Rumah Sakit terbagi menjadi tiga, yaitu dokter yang berstatus pegawai tetap, dokter yang berdasarkan kontrak (employee) dan dokter tamu (attending physician), masing-masing hubungan kerja ini memberikan bentuk hubungan hukum antara rumah sakit dan dokter menjadi berbeda. Pengaturan hukum terhadap dokter yang bersifat pegawai tetap (dokter PNS) tertera dalam Undang-Undang Aparatur Sipil Negara. Dokter kontrak adalah dokter yang bekerja di rumah sakit berdasarkan kontrak kerja yang dibuat antara rumah sakit dengan dokter, bersifat Non PNS, dan bekerja dengan rentang waktu tertentu (sesuai kontrak). Perlindungan hukum terhadap tenaga dokter kontrak yang bertugas di bagian gawat darurat juga dirasakan sangat

penting, tetapi bagaimanakah bentuk perlindungannya, mengingat status mereka adalah bukan pegawai tetap dari rumah sakit tersebut. Rumah sakit di Indonesia memiliki kewajiban untuk menyelenggarakan pelayanan gawat darurat 24 jam sehari sebagai salah satu persyaratan ijin rumah sakit. Pada upaya penanggulangan pasien gawat darurat dikenal pelayanan fase pra-rumah sakit dan fase rumah sakit. Pengaturan pelayanan gawat darurat untuk fase rumah sakit telah terdapat dalam Pasal 23 Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 159b / 1988 tentang Rumah Sakit, disebutkan kewajiban rumah sakit untuk menyelenggarakan pelayanan gawat darurat selama 24 jam per hari. Instalansi Gawat Darurat (IGD) adalah salah satu bagian di rumah sakit yang menyediakan penanganan awal bagi pasien yang menderita sakit dan cedera, yang dapat mengancam kelangsungan hidupnya. Dalam Instalasi Gawat Darurat (IGD) ditemukan dokter dari berbagai spesialisasi bersama sejumlah perawat dan juga asisten dokter yang memiliki kompetensi untuk memberikan layanan kegawat daruratan. Dipandang dari segi hukum dan medikolegal, pelayanan gawat darurat berbeda dengan pelayanan non-gawat darurat karena memiliki karakteristik khusus. Beberapa isu khusus dalam pelayanan gawat darurat membutuhkan pengaturan hukum yang khusus dan akan menimbulkan hubungan hukum yang berbeda dengan keadaan bukan gawat darurat. Pada keadaan gawat darurat medik didapati beberapa masalah utama yaitu periode waktu pengamatan/pelayanan relatif singkat, perubahan klinis yang mendadak,

mobilitas petugas yang tinggi 4. Faktor- faktor di atas menyebabkan tindakan dalam keadaan gawat darurat memiliki risiko tinggi bagi pasien berupa kecacatan bahkan kematian. Dokter yang bertugas di gawat darurat menempati urutan kedua setelah dokter ahli onkologi dalam menghadapi kematian 5. Situasi emosional dari pihak pasien karena tertimpa musibah dan pekerjaan tenaga kesehatan yang di bawah tekanan mudah menyulut konflik antara pihak pasien dengan pihak pemberi pelayanan kesehatan. Sudah bukan hal yang baru lagi bahwa hubungan antara dokter dengan pasien sering timbul masalah dugaan telah terjadinya kelalaian medis, sehingga dalam hal ini rumah sakit harus dapat memberikan perlindungan dan kepastian hukum bagi seluruh tenaga kesehatan yang memberikan pelayanan kesehatan di rumah sakit. Untuk mengantisipasi kemungkinan akan hal-hal buruk yang dapat terjadi di rumah sakit terhadap pelayanan yang diberikan oleh dokter maupun terkait fasilitas medis di rumah sakit maka dibentuklah berbagai perangkat aturan di rumah sakit baik peraturan internal staf medis,standar pelayanan medik dan standar prosedur operasional dengan maksud menegaskan hubungan hukum antara dokter dengan rumah sakit. Dokter yang bertugas di bagian gawat darurat tidak terlepas dari bayangbayang tuntutan malpraktek setiap waktu. Secara umum, perlindungan hukum tersebut dapat terlihat dari pola hubungan rumah sakit dan dokter,dimana rumah sakit akan turut bertangung jawab apabila terjadi kesalahan yang dilakukan oleh 4 Mancini MR, Gale AT 1981, Emergency care and the law, Aspen Publication, Maryland, page 5 5 Ibid

orang yang berada dibawah pengawasannya. Hubungan antara sarana kesehatan, dalam hal ini rumah sakit dengan para tenaga kesehatan dapat terjadi karena adanya hubungan pekerjaan. Hubungan pekerjaan antara dokter yang berstatus non PNS dan rumah sakit dituangkan pada sebuah perjanjian dalam bentuk perjanjian kerja tertulis. Perjanjian kerja tertulis tersebut mengatur banyak hal mengenai kewenangan serta hak dan kewajiban dokter kontrak tersebut, termasuk mengenai permasalahan perlindungan hukum. Dokter yang bekerja di IGD memiliki resiko terkena kasus sengketa medik yang lebih besar dibanding dokter yang berjaga di bangsal ataupun di poliklinik dikarenakan kondisi pasien yang mereka hadapi adalah kondisi gawat darurat yang memerlukan penanganan segera dan waktu observasi yang singkat, dan biasanya disertai juga dengan kondisi emosi pihak keluarga pasien yang menginginkan agar pasien cepat tertangani dan pulih sedia kala.oleh sebab itu penting rasanya bagi para dokter kontrak untuk mengetahui bagaimana bentuk perlindungan hukum yang mereka peroleh dari Rumah Sakit demi terciptanya rasa aman dan nyaman dalam memberikan pelayanan kesehatan. Penjelasan diatas menjadi alasan utama yang melatar belakangi penulis untuk melakukan penelitian dan penulisan tesis yang berjudul Pelaksanaan Perjanjian Kerja Antara Dokter Kontrak Di Bagian Instalasi Gawat Darurat (IGD) Dengan Rumah Sakit Umum Daerah Raden Mattaher Jambi Sebagai Bentuk Perlindungan Hukum Bagi Dokter

B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas maka dapat diperoleh rumusan masalah yaitu: Bagaimana Pelaksanaan Perjanjian Kerja Antara Dokter Kontrak Di Bagian Instalasi Gawat Darurat (IGD) dengan RSUD Raden Mattaher Jambi Sebagai Bentuk Perlindungan Hukum Bagi Dokter C. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan mengkaji lebih lanjut mengenai bagaimana pelaksanaan perjanjian kerja antara dokter kontrak bagian di Instalasi Gawat Darurat (IGD) dengan RSUD Raden Mattaher Jambi sebagai bentuk perlindungan hukum bagi dokter D. Manfaat Penelitian Manfaat yang dapat diperoleh dalam penelitian ini adalah : 1. Manfaat Teoritis Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi khasanah perkembangan ilmu pengetahuan, khususnya ilmu pengetahuan di bidang hukum kesehatan. 2. Manfaat Praktis Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangsih, kontribusi, saran ataupun masukan baik bagi pihak rumah sakit taupun bagi dokter di kemudian hari.

E. Keaslian Penelitian Sejauh penelusuran penulis, belum dijumpai adanya tesis sejenis ataupun penelitian ilmiah lainnya yang membahas mengenai implementasi perlindungan hukum terhadap dokter kontrak di Instalansi Gawat Darurat, namun ada beberapa penelitian maupun tulisan yang pernah dilakukan dengan obyek penelitian yang sama sebagai berikut: 1. Tulisan publikasi yang berjudul Perlindungan Hukum Terhadap Dokter Dalam Memberikan Pelayanan Medis, ditulis oleh Michel Daniel Mangkey 6. Tulisan Michel menyimpulkan bahwa 1) Dokter yang telah melaksanakan tugas sesuai dengan standar profesi, standar pelayanan dan standar prosedur operasional berhak mendapatkan perlindungan hukum. Dalam melaksanakan praktek kedokteran, dokter harus memenuhi Informed Consent dan Rekam Medik sebagai alat bukti yang membebaskan dokter dari segala tuntutan hukum apabila terjadi dugaan malpraktek. Ada beberapa hal yang menjadi alasan peniadaan hukuman sehingga membebaskan dokter dari tuntutan hukum, yaitu: Resiko pengobatan, Kecelakaan medik, Contribution negligence, Respectable minority rules & error of (in) judgment, Volenti non fit iniura atau asumption of risk, dan Res Ipsa Loquitur. 2) MKDKI berwenang memeriksa dan memberi keputusan terhadap pengaduan yang berkaitan dengan disiplin dokter dan dokter gigi. MKDKI dapat menentukan ada tidaknya kesalahan yang dilakukan dokter 6 Michael Daniel Mangkey, 2014, Perlindungan Hukum Terhadap Dokter Dalam Memberikan Pelayanan Medis, Jurnal Lex et Societatis, Vol. II/No. 8/Sep-Nov/2014, hlm. 2

dan dokter gigi dalam penerapan disiplin ilmu kedokteran dan kedokteran gigi. Lembaga ini merupakan lembaga otonom dari Konsil Kedokteran Indonesia yang dalam menjalankan tugasnya bersifat independen. Perbedaan dengan penelitian yang dilakukandengan publikasi ini terkait lokasi penelitian dan focus kajian pada penelitian ini yaitu untuk mengkaji lebih lanjut mengenai pelaksanaan dan bentuk perlindungan hukum bagi dokter kontrak di IGD RSUD Raden Mattaher yang terletak di Provinsi Jambi. 2. Penelitian Gita Wisdha Kumala dengan judul penelitian Kesadaran Hukum Dokter Dan Paramedis Tentang Standar Pelayanan Kesehatan Pada Instalasi Gawat Darurat (Studi Di RSUD Cilacap) 7 pada tahun 2011. Penelitian ini bertujuan untuk mengukur tingkat kesadaran hukum dokter dan paramedis tentang standar pelayanan kesehatan pada instalasi gawat darurat. Metode penelitian yang digunakan adalah metode yuridis sosiologis di mana penulis membedah tingkat kesadaran hukum melalui angka-angka. Hasil penelitian menyebutkan bahwa bahwa tingkat kesadaran hukum dokter dan paramedis tentang standar pelayanan minimal Rumah Sakit pada pelayanan gawat darurat relatif tinggi, faktor-faktor dominan yang cenderung mempengaruhi terhadap kesadaran hukum dokter dan paramedik adalah faktor motivasi dan faktor komunikasi. Berkebalikan dengan faktor lamanya masa kerja, yang berdampak negatif terhadap kesadaran hukum tersebut. Perbedaan dengan 7 Gita Wisdha Kumala, 2011, Kesadaran Hukum Dokter Dan Paramedis Tentang Standar Pelayanan Kesehatan Pada Instalasi Gawat Darurat (Studi Di RSUD Cilacap), Skripsi, Program Studi S-1 Fakultas Hukum, Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto, hlm. 3

penelitian yang dilakukan ini adalah pada focus kajiannya yaitu untuk mengkaji lebih lanjut mengenai pelaksanaan dan bentuk perlindungan hukum bagi dokter kontrak di IGD RSUD Raden Mattaher. Berdasarkan uraian di atas penulis dapat mengatakan bahwa penelitian yang dilakukan adalah berbeda dengan tulisan atau penelitian yang ada sebelumnya, sehingga penulis dapat mengatakan bahwa penelitian ini masih terjaga keasliannya atau orisinil.