Kata Kunci : Pengelolaan, Terumbu karang, Berkelanjutan, KKLD, Pulau Biawak

dokumen-dokumen yang mirip
I. PENDAHULUAN. I. Latar Belakang

KAJIAN KEEFEKTIFAN PENGELOLAAN TERUMBU KARANG (STUDI KASUS : KAWASAN KONSERVASI LAUT DAERAH (KKLD) PULAU BIAWAK DAN SEKITARNYA, KABUPATEN INDRAMAYU)

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

VIII. KEBIJAKAN PENGELOLAAN HUTAN MANGROVE BERKELANJUTAN Analisis Kebijakan Pengelolaan Hutan Mangrove

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Kimparswil Propinsi Bengkulu,1998). Penyebab terjadinya abrasi pantai selain disebabkan faktor alamiah, dikarenakan adanya kegiatan penambangan pasir

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

PEMERINTAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR

KAJIAN DAMPAK PENGEMBANGAN WILAYAH PESISIR KOTA TEGAL TERHADAP ADANYA KERUSAKAN LINGKUNGAN (Studi Kasus Kecamatan Tegal Barat) T U G A S A K H I R

PENDAHULUAN. dan juga nursery ground. Mangrove juga berfungsi sebagai tempat penampung

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove

PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 14 TAHUN 2006

BAB I PENDAHULUAN. maupun terendam air, yang masih dipengaruhi oleh sifat-sifat laut seperti pasang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PEMERINTAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Sumberdaya perikanan laut di berbagai bagian dunia sudah menunjukan

BAB 1 PENDAHULUAN. memiliki pulau dengan garis pantai sepanjang ± km dan luas

BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 19 TAHUN 2012 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN. didarat masih dipengaruhi oleh proses-proses yang terjadi dilaut seperti

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

ANALISIS DAYA DUKUNG MINAWISATA DI KELURAHAN PULAU TIDUNG, KEPULAUAN SERIBU

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR : KEP.38/MEN/2004 TENTANG PEDOMAN UMUM PENGELOLAAN TERUMBU KARANG MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN,

BAB I PENDAHULUAN. Terumbu karang merupakan komponen ekosistem utama pesisir dan laut

PENGANTAR SUMBERDAYA PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL. SUKANDAR, IR, MP, IPM

X. ANALISIS KEBIJAKAN

BAB I PENDAHULUAN. besar sumberdaya pesisir dan pulau-pulau kecil, disisi lain masyarakat yang sebagian

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

7. KEBIJAKAN PENGEMBANGAN WISATA BAHARI DI KAWASAN PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL KOTA MAKASSAR

92 pulau terluar. overfishing. 12 bioekoregion 11 WPP. Ancaman kerusakan sumberdaya ISU PERMASALAHAN SECARA UMUM

Definisi dan Batasan Wilayah Pesisir

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tata Ruang dan Konflik Pemanfaatan Ruang di Wilayah Pesisir dan Laut

BAB I PENDAHULUAN. mangrove di Indonesia mencapai 75% dari total mangrove di Asia Tenggara, seperti

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

3. METODE PENELITIAN

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. semua makhluk baik manusia, hewan maupun tumbuh-tumbuhan. Dari ketiga


BAB II TINJAUAN PUSTAKA

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 6 TAHUN 2014 PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 6 TAHUN 2014 TENTANG

I. PENDAHULUAN pulau dengan luas laut sekitar 3,1 juta km 2. Wilayah pesisir dan. lautan Indonesia dikenal sebagai negara dengan kekayaan dan

Untuk memenuhi sebagian persyaratan Mencapai derajat Sarjana S-2 pada Program Studi Ilmu Lingkungan MUTIARA SALSABIELA

KRITERIA KAWASAN KONSERVASI. Fredinan Yulianda, 2010

I. PENDAHULUAN. (21%) dari luas total global yang tersebar hampir di seluruh pulau-pulau

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia memiliki mangrove terluas di dunia (Silvus et al, 1987; Primack et al,

Analisis Kesesuaian Lahan Wilayah Pesisir Kota Makassar Untuk Keperluan Budidaya

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah pesisir merupakan suatu wilayah peralihan antara daratan dan

BAB I PENDAHULUAN. positif yang cukup tinggi terhadap pendapatan negara dan daerah (Taslim. 2013).

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Tabel 1 Potensi Keuntungan Bersih per Tahun per km 2 dari Terumbu Karang dalam Kondisi Baik di Asia Tenggara Penggunaan Sumberdaya

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BUPATI BANGKA TENGAH

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. negara Indonesia menyebabkan Indonesia memiliki kekayaan alam yang sangat

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.30/MEN/2010 TENTANG RENCANA PENGELOLAAN DAN ZONASI KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PANGKAJENE DAN KEPULAUAN NOMOR 4 TAHUN 2010

I. PENDAHULUAN. terumbu karang untuk berkembangbiak dan hidup. Secara geografis terletak pada garis

MANAGEMENT OF THE NATURAL RESOURCES OF SMALL ISLAND AROUND MALUKU PROVINCE

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB VIII KESIMPULAN, SARAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN. (1). Potensi sumberdaya di kawasan pesisir Taman Konservasi Laut Olele.

DEPARTEMEN KELAUTAN DAN PERIKANAN DIREKTORAT JENDERAL KELAUTAN, PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL DIREKTORAT KONSERVASI DAN TAMAN NASIONAL LAUT

BUPATI PACITAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG

BAB V. KEBIJAKAN PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN DAERAH KABUPATEN ALOR

STUDI PERBANDINGAN PERKEMBANGAN SEKTOR PERIKANAN KOTA TEGAL DAN KABUPATEN TEGAL TUGAS AKHIR

BAB I PENDAHULUAN. Karena berada di dekat pantai, mangrove sering juga disebut hutan pantai, hutan

Mangrove dan Pesisir Vol. III No. 3/2003 7

BAB I PENDAHULUAN. ekosistem lamun, ekosistem mangrove, serta ekosistem terumbu karang. Diantara

1. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang dua per tiga luasnya ditutupi oleh laut

I. PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Deskripsi Lokasi dan Waktu Penelitian

DAFTAR ISI. Halaman DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... I. PENDAHULUAN Latar Belakang...

PEMERINTAH PROVINSI GORONTALO PERATURAN DAERAH PROVINSI GORONTALO NOMOR 02 TAHUN 2006 TENTANG

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. yang kaya. Hal ini sesuai dengan sebutan Indonesia sebagai negara kepulauan

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Transkripsi:

Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia ISSN: 2541-0849 e-issn: 2548-1398 Vol. 2, No 8 Agustus 2017 STRATEGI PENGELOLAAN TERUMBU KARANG BERKELANJUTAN DI KAWASAN KONSERVASI LAUT DAERAH (KKLD) PULAU BIAWAK DAN SEKITARNYA, KABUPATEN INDRAMAYU Mutiara Salsabiela Akademi Minyak dan Gas Balongan, Indramayu Email: mutiaraakamigasbalongan@gmail.com Abstrak Kawasan Konservasi Laut Daerah (KKLD) dibentuk sebagai alternatif kebijakan dalam pengelolaan dan perlindungan terhadap terumbu karang. Keefektifan pengelolaan terumbu karang di KKLD Pulau Biawak dan Sekitarnya adalah mendekati efektif dengan persentase penilaian sebesar 73,52%, sehingga diperlukan strategi kebijakan pengelolaan untuk meningkatkan keefektifan pengelolaannya. Tujuan dilaksanakan penelitian ini bermaksud untuk merumuskan rekomendasi strategi kebijakan pemanfaatan terumbu karang demi terwujudnya pemanfaatan terumbu karang yang sistemik dengan menggunakan aplikasi analisi SWOT. Berdasarkan masalah yang telah diteliti bahwa rekomendasi strategi pengelolaan dengan mengembangkan pengelolaan yang ramah lingkungan melalui peningkatkan Kesadaran kepada masyarakat sekitar tentang arti pentingnya nilai ekologis dan ekonomis terumbu karang, dan meningkatkan kerjasama antara masyarakat sekitar dan stakeholder melalui program-program pengelolaan berbasis masyarakat bebagai upaya penurunan laju degradasi, meningkatan kelembagaan dan sarana prasarana pengawasan demi terwujudnya penegakan hukum dan menetapan rencana zonasi pengelolaan terumbu karang. Kata Kunci : Pengelolaan, Terumbu karang, Berkelanjutan, KKLD, Pulau Biawak Pendahuluan Terumbu karang sebagai ekosistem potensial di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil, sejatinya memiliki fungsi yang manfaat yang signifikan. Secara ekologis terumbu karang berperan sebagai: (1) produsen primer yang mampu menghasilkan 15-35 ton setara karbon per Ha per tahun; (2) pendaur zat-zat hara secara efisien (3) penyedia pasir untuk pantai; (4) penghalang daerah pantai dari hempasan dan ombak serta erosi pantai (5) habitat bagi biota laut yang bernilai ekonomi tinggi (daerah pemijahan) (spawning ground), daerah pengasuhan (nursery ground) dan mencari makan (feeding ground). Sementara itu, secara ekonomis, terumbu karang berkontribusi sebagai: (1) penyedia alternatif mata pencaharian dari sektor perikanan; (2) laboratorium alam untuk 88

Strategi Pengelolaan Terumbu Karang Berkelanjutan Di Kawasan Konservasi Laut menunjang penelitian dan pendidikan; (3) objek wisata, baik wisata selam maupun wisata pasir putih; (4) tempat penangkapan berbagai jenis ikan komersial (ikan hias dan ikan konsumsi); (5) penghasil bahan konstruksi bangunan dan pembuatan kapur; dan penghasil bahan aktif untuk obat dan kosmetik (Tuwo, 2011). Seiring dengan adanya manfaat ekologis dan ekonomis menyebabkan ekosistem terumbu karang rentan terhadap ancaman yang berasal dari kegiatan manusia, seperti pencemaran dan penangkapan ikan dengan mengunakan alat bantu seperti bom, Bahan kimia dll. Dewasa ini, kondisi terumbu karang di Pulau Biawak dan sekitarnya cukup mengkhawatirkan. Berdasarkan data yang diperoleh dari Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Indramayu tahun 2012, pulau yang memiliki potensi terumbu karang seluas ±1.225 ha 45,4% berada dalam kondisi baik sedangkan sisanya 27,3% berada dalam kondisi cukup baik dan 27,4% dan berada pada tingkat risiko tinggi, dengan indeks risiko sebesar 2,96 hingga 3,84 (Taofiqurohman, 2013), dimana daerah yang paling berisiko terhadap habitat terumbu karang di pulau Biawak adalah bagian selatan. Oleh karena itu, pembentukkan KKLD dijadikan salah satu alternatif kebijakan untuk menanggulangi hal tersebut. Didalam prinsip pengelolaan sumberdaya wilayah pesisir disebutkan secara eksplisit, bahwa konservasi untuk pemanfaaatan yang berkelanjutan adalah tujuan utama dari pengelolaan sumberdaya wilayah pesisir. Penelitian ini bertujuan untuk merumuskan rekomendasi strategi kebijakan pengelolaan terumbu karang di KKLD Pulau Biawak dan sekitarnya demi terwujudnya pengelolaan terumbu karang yang berkelanjutan. Metode Penelitian Metode yang digunakan adalah deskriptif kualitatif dengan teknik sampling purposive sampling. Teknik pengumpulan data menggunakan wawancara mendalam (kuesioner), observasi dan dokumentasi. Teknik analisis data menggunakan analisis SWOT. Tabel 1. Matrik SWOT IFAS STRENGTH WEAKNESS (W) EFAS (S) OPPORTUNITY (O) Strategi S-O Strategi W-O THREAT (T) Strategi S-T Strategi W-T Sumber: Rangkuti (2013). Syntax Literate, Vol. 2, No. 8 Agustus 2017 89

Mutiara Salsabiela Keterangan: Strategi S-O = Menciptakan strategi yang menggunakan kekuatan untuk memanfaatkan peluang; Strategi S-T = Membuat strategi dengan menggunakan kekuatan untuk mengatasi ancaman; Strategi W-O = Menciptakan strategi yang menggunakan kelemahan untuk memanfaatkan peluang; Strategi W-T = Menciptakan strategi yang menggunakan kelemahan untuk mengatasi ancaman; Penelitian ini dilakukan pada bulan November sampai Desember 2013. Penelitian dilakukan di Pulau Biawak dan Sekitarnya (Pulau Gosong dan Pulau Candikian) Kabupaten Indramayu, dimana secara administratif ketiganya berada di Desa Pabean Ilir, Kecamatan Pasekan Kabupaten Indramayu Propinsi Jawa Barat. Pulau Biawak terletak di lepas pantai Laut Jawa ± 40 km. Hasil dan Pembahasan 1. Terumbu Karang Pulau Biawak dan sekitarnya memiliki potensi terumbu karang yang cukup signifikan yaitu 1.225 ha, dimana ±556 ha berada dalam kondisi baik dan ±334 ha berada dalam kondisi kurang baik. Berdasarkan hasil kajian kondisi terumbu karang tersebut dilakukan sebelum KKLD dibentuk pada Tahun 2003 oleh Dinas Perikanan dan Kelautan (DISKANLA) Kabupaten Indramayu dan pada Tahun 2010 oleh Darmansyah setelah KKLD dibentuk (tersaji pada Gambar 1.) menunjukkan adanya penurunan yang signifikan, hal ini mengindikasikan bahwa telah terjadi laju degradasi. Hal tersebut terjadi karena beberapa faktor seperti penggunaan alat tangkap destruktif dan tidak ramah lingkungan seperti trawl (pukat harimau) oleh nelayan luar Indramayu (pulau Madura dan pulau Seribu), penangkapan dengan bom Kalium Sianida (KCN) dan pencemaran yang berasal dari industri minyak. 90 Syntax Literate, Vol. 2, No. 8 Agustus 2017

Strategi Pengelolaan Terumbu Karang Berkelanjutan Di Kawasan Konservasi Laut Gambar 1. Kodisi Tutupan Karang di KKLD Pulau Biawak dan Sekitarnya Sumber: Data Penelitian Sekunder yang Diolah, 2013. Selain beberapa permasalahan diatas, menurut Sudiono (2008) akar permasalahan penyebab kerusakan terumbu karang dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu adanya pertambahan penduduk, kemiskinan masyarakat pesisir, rendahnya pemahaman tentang penting kelestarian terumbu karang yang disebabkan kurangnya sosialisasi dan pembinaan, rendahnya kualitas SDM, lemahnya pengawasan dan penegakan hukum, degradasi habitat di wilayah pesisir, pencemaran (sedimentasi), belum optimalnya pemanfaatan jasa-jasa lingkungan sebagai sumber mata pencaharian alternatif yang ramah lingkungan bagi masyarakat lokal. Dalam rangka menjaga keberlajutan ekosistem terumbu karang, maka tindakan preventif berupa kebijakan pengelolaan dan perlindungan terhadap terumbu karang harus dilakukan untuk melindungi kawasan laut dari dampak yang merugikan. Pembentukan Kawasan Konservasi Laut Daerah merupakan salah satu alteratif kebijakan tersebut, dimana secara eksplisit disebutkan di dalam prinsip pengelolaan sumberdaya wilayah pesisir bahwa konservasi untuk pemanfaaatan yang berkelanjutan adalah tujuan utama dari pengelolaan sumberdaya wilayah pesisir (Dahuri et al., 2008). Syntax Literate, Vol. 2, No. 8 Agustus 2017 91

Mutiara Salsabiela 2. Kawasan Konservasi Laut Daerah Upaya pengelolaan terumbu karang dalam konteks pengelolaan KKLD merupakan bagian dari Pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil dengan berpedoman pada Rencana Tata Ruang Laut, Pesisir dan Pulau-pulau Kecil yang menjadi kewenangan Pemerintah Daerah Kabupaten Indramayu sebagaimana diatur dalam UU No. 32 Tahun 2004 tetang Pemerintahan Daerah yang merupakan perekat hubungan antar beberapa undang-undang. Dalam arti bahwa UU No. 32 Tahun 2004 memberikan kesempatan pada Pemerintah Daerah untuk mengaplikasikan UU No. 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Hayati dan Ekosistemnya, dan UU No. 45 Tahun 2009 tentang Perubahan Atas UU No. 31 Tahun 2004 tentang Perikanan sesuai dengan kondisi serta situasi sosial ekonomi masyarakat yang berhubungan dengan kondisi ekosistem terumbu karang dan pemanfaatannya. KKLD Pulau Biawak terdiri atas 3 gugusan pulau diantaranya pulau Biawak, pulau Gosong dan pulau Candikian. KKLD Pulau Biawak dan sekitarnya ditetapkan melalui Surat Keputusan Bupati Indramayu Nomor 556/Kep.528. Diskanla/2004 tanggal 7 April 2004. Hal tersebut sebagai upaya melindungi, melestarikan, dan memanfaatkan kawasan secara optimal dan dengan memperhatikan kaidah-kaidah berkelanjutan perlindungan kelestariannya. 3. Pengelolaan Berkelanjutan Pengelolaan berkelanjutan merupakan suatu strategi pengelolaan yang memberikan ambang batas pada laju pemanfaatan ekosistem alamiah dan buatan, serta sumberdaya alam yang ada didalamnya. Ambang batas ini tidak bersifat mutlak, yang dapat bergerak sesuai dengan kondisi penguasaan teknologi, sosial, ekonomi dan kemampuan bisfer ekosistem untuk menerima dampak dari kegiatan pengelolaan. Pengelolaan berkelanjutan juga merupakan strategi pemanfaatan ekosistem alamiah dimana kapasitas fungsional ekosistem diupayakan tidak terganggu dan dapat memberikan manfaat bagi kehidupan umat manusia secara berkelanjutan (Tuwo, 2011). Menurut Darmasyah (2010) arah strategi pengelolaan kawasan pengembangan di pulau Biawak dan sekitarnya lebih dititiberatkan pada pemanfaatan dan pengelolaan terumbu karang sebagai kawasan wisata bahari 92 Syntax Literate, Vol. 2, No. 8 Agustus 2017

Strategi Pengelolaan Terumbu Karang Berkelanjutan Di Kawasan Konservasi Laut (kategori selam). Pengembangan tersebut merupakan salah satu upaya pengelolaan berupa pencegahan kerusakan ekosistem terumbu karang. Disamping itu, pengelolaan KLLD pulau Biawak dan sekitanya perlu didukung dengan pengembangan sistem informasi dan penguatan kelembagaan serta meningkatkan sarana dan prasarana pengelolaan wisata bahari demi terwujudnya pengelolaan terumbu karang yang berkelanjutan. 4. Strategi Kebijakan Pengelolaan Menurut Salsabiela (2014), pengelolaan terumbu karang yang telah dilakukan di KKLD Pulau Biawak dan Sekitarnya adalah mendekati efektif dengan persentase penilaian sebesar 73,52%, dimana persentase tertinggi sebesar 85,71% diperoleh dari kriteria perencanaan dan persentase terendah sebesar 66,67% diperoleh dari kriteria kebutuhan. Tingkat keefektifan pengelolaannya diukur dengan menggunakan kartu skor (Coremap-II) yang meliputi aspek biofisik kondisi habitat terumbu karang, sosial ekonomi dan pengaturan. Analisis keefektifan menunjukkan skor 139. Upaya yang harus dilakukan guna meningkatkan keefektifan pengelolaan tersebut adalah dengan menyusun strategi kebijakan pengelolaan terumbu karang yang berkelajutan. Strategi Kebijakan Pengelolaan dilakukan dengan menyusunan matriks SWOT, dimana aspek biofisik, sosial dan pengaturan diidentifikasi sebagai faktor internal dan eksternal pengelolaan terumbu karang. Setelah itu, dilakukan pembobotan secara linier pada faktor internal dan eksternalnya dengan kisaran 0.0 sampai 1.0, dimana nilai 0.0 diartikan tidak pentinga dan 1.0 diartikan sangat penting. Analisis SWOT juga berfungsi untuk mendeskripsikan secara komprehensif tentang peluang dan ancaman yang dimiliki yang disesuaikan dengan kekuatan dan kelemahan yang dimiliki untuk menghasilkan rencana strategi dalam mengelola kekayaan hayati di KKLD pulau Biawak dan sekitarnya yang tersaji pada Tabel 2. Syntax Literate, Vol. 2, No. 8 Agustus 2017 93

Mutiara Salsabiela Tabel 2. Matriks SWOT Pengelolaan Terumbu Karang di KKLD Pulau Biawak dan Sekitarnya EFAS IFAS Peluang (O) 1. Terciptanya alternatif mata pencaharian yang meningkatkan pendapatan masyarakat (O1) 2. Pengembangan KKLD oleh Pemerintah Daerah (O2) 3. Peningkatan SDI (O3) 4. Adanya kegiatan yang mendukung pengelolaan KKLD (formal & Kekuatan (S) 1. Perda No. 14 tahun 2006 tentang Pengelolaan Kawasan Konservasi Laut Daerah dan Penataan Fungsi Pulau Biawak, Gosong dan Pulau Candikian (S1) 2. Keindahan panorama alam dan laut (S2) 3. Situs budaya dan sejarah berupa mercusuar dan makam Syekh Syarif Hasan (S3) 4. Potensi terumbu karang dan jenis ikan komersial yang dilindungi (S4) 5. Upaya konservasi oleh masyarakat dan stakeholder (S5) Strategi S-O Mengembangkan pengelolaan terumbu karang yang ramah lingkungan dengan meningkatkan kesadaran Akan pentingnya nilai Ekonomis dan ekologis terumbu karang kepada masyarakat (S2, S4, S5, O1, O2, O3, O5) Kelemahan (W) 1. Implementasi rencana zonasi belum optimal (W1) 2. Lemahnya penataan dan penegakan hukum terhadap kebijakan KKLD (W2) 3. Lemahnya kelembagaan dan ego sektoral para stakeholder dalam pengelolaan KKLD (W3) 4. Sarana dan prasarana pengawasan belum menunjang (W4) 5. Rendahnya pengetahuan masyarakat dalam pengelolaan (W5) Strategi W-O Peningkatan kelembagaan dan sarana prasarana pengawasan demi terwujudnya penegakan hukum (W2, W3, W4, O2, O3, O4) 94 Syntax Literate, Vol. 2, No. 8 Agustus 2017

Strategi Pengelolaan Terumbu Karang Berkelanjutan Di Kawasan Konservasi Laut informal) (O4) 5. Terciptanya teknologi baru rehabilitasi terumbu karang (O6) Ancaman (T) 1. Degradasi ekositem terumbu karang dan lingkungan akibat alat tangkap destruktif (T1) 2. Pencemarain perairan oleh industri minyak (T2) 3. Abrasi dan sedimentasi (T3) 4. Adanya dampak kegiatan pariwisata (T4) 5. Swastanisasi (T5) Sumber: Salsabiela, 2014. Strategi S-T Meningkatkan koordinasi antara masyarakat dan stakeholder melalui program-program pengelolaan berbasis masyarakat bebagai upaya penurunan laju degradasi (S1, S2, S5, T1, T2, T3) Strategi W-T Penetapan rencana zonasi pengelolaan terumbu karang (W1, W2, W3, T1, T4, T5) Setelah menyusunan matriks SWOT, langkah selanjutnya adalah penentuan Rating Prioritas Strategi Pengelolaan. Hal tersebut diljadikan sebagai arahan kebijakan dalam pengelolaan terumbu karang faktor SWOT yang terdiri dari faktor 1 sampai 4 (unsur kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman), sehingga dapat diperoleh ranking prioritas strategi pengelolaannya yang tersaji pada Tabel 3. Tabel 3. Rating Prioritas Strategi Pengelolaan No. Unsur Keterkaitan Skor Rating 1. Strategi SO S2, S4, S5, O1, O2, O3, O5 2,90 1 2. Strategi ST S1, S2, S5, T1, T2, T3 1,72 2 3. Strategi WO W2, W3, W4, O2, O3, O4 1,38 3 4. Strategi WT W1, W2, W3, T1, T4, T5 0,74 4 Sumber: Salsabiela, 2014. Berdasarkan Rating Prioritas Strategi Pengelolaan yang tersaji pada Tabel 3, dirumuskan kebijakan strategi pengelolaan sebagai berikut: a. Mengembangkan pengelolaan terumbu karang yang ramah lingkungan denganmeningkatkan kesadaran masyarakat akan tentang arti penting nilai ekologis dan ekonomis terumbu karang; b. Meningkatkan koordinasi antara masyarakat dan stakeholder melalui programprogram pengelolaan berbasis masyarakat bebagai upaya penurunan laju degradasi; Syntax Literate, Vol. 2, No. 8 Agustus 2017 95

Mutiara Salsabiela c. Peningkatan kelembagaan dan sarana prasarana pengawasan demi terwujudnya penegakan hukum; dan d. Penetapan rencana zonasi pengelolaan terumbu karang. Rating Prioritas Strategi Pengelolaan tersebut digunakan sebagai acuan pengelolaan terumbu karang oleh para stakeholder guna mencapai tujuan pengelolaan terumbu karang yang terfokus pada konservasi lingkungan. Disamping itu, pada implementasinya perlu adanya monitoring dan evaluasi, sehingga tingkat keberhasilannya dapat diketahui. Kesimpulan Upaya untuk mewujudkan pengelolaan terumbu karang yang berkelanjutan di KKLD Pulau Biawak dan sekitarnya, dibutuhkan beberapa rekomendasi strategi pengelolaan dengan mengembangkan pengelolaan yang ramah lingkungan melalui peningkatkan kesadaran masyarakat akan tentang arti penting nilai ekologis dan ekonomis terumbu karang dan meningkatkan koordinasi antara masyarakat dan stakeholder melalui program-program pengelolaan berbasis masyarakat bebagai upaya penurunan laju degradasi, meningkatan kelembagaan dan sarana prasarana pengawasan demi terwujudnya penegakan hukum dan penetapan rencana zonasi pengelolaan terumbu karang. 96 Syntax Literate, Vol. 2, No. 8 Agustus 2017

Strategi Pengelolaan Terumbu Karang Berkelanjutan Di Kawasan Konservasi Laut BIBLIOGRAFI Dahuri, R., J. Rais, S.P. Ginting dan M.J. Sitepu, 2008. Pedoman Sumberdaya Wilayah Pesisir dan Lautan Secara Terpadu. Cetakan ke -IV. Jakarta: Pradnya Paramita. Darmansyah, S. 2010. Daya Dukung Ekosistem Terumbu Karang untuk Wisata Bahari di Perairan Pulau Biawak dan Sekitarnya, Kabupaten Indramayu, Jawa Barat. Tesis Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan IPB. Bogor. Rangkuti, F. 2013. Analisis SWOT Teknik Membedah Kasus Bisnis. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama Salsabiela, M. 2014. Kajian Keefektifan Pengelolaan Terumbu Karang (Studi Kasus: Kawasan Konservasi Laut Daerah (KKLD) Pulau Biawak dan Sekitarnya, Kabupaten Indramayu). Jurnal Saintek Perikanan Vol. 10 No. 1: 13-18. Sudiono, G. 2008. Analisis Pengelolaan Terumbu Karang pada Kawasan Konservasi Laut Daerah (KKLD) Pulau Randayan dan Sekitarnya Kabupaten Bengkayang Provinsi Kalimantan Barat. Tesis Magister Ilmu Lingkungan. Universitas Diponegoro. Semarang. Taofiqurohman, A. 2013. Penilaian Tingkat Resiko Terumbu Karang AkibatDampak Aktivitas Penangkapan dan Wisata Bahari di Pulau Biawak, Jawa Barat. Jurnal Depik 2 (2) : 50-57. Tuwo, A. 2011. Pengelolaan Ekowisata Pesisir dan Laut. Pendekatan Ekologi, Sosial- Ekonomi, Kelembagaan, dan Sarana Wilayah, Brillian Internasional. Sidoarjo Syntax Literate, Vol. 2, No. 8 Agustus 2017 97