BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Karakter merupakan hal sangat esensial dalam berbangsa dan

BAB I PENDAHULUAN. dengan memudarnya sikap saling menghormati, tanggung jawab,

BAB I PENDAHULUAN. yang membawa berbagai konsekuensi tidak hanya terhadap dinamika kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

2015 IMPLEMENTASI MODEL WORD SQUARE DALAM MENINGKATKAN PARTISIPASI BELAJAR SISWA PADA PEMBELAJARAN PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran isu-isu kontroversial kebijakan publik yang. diintegrasikan pada matapelajaran PKn, sejalan dengan kedudukan dan

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan pengetahuan, keterampilan, sikap dan nilai peserta didik yang

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan di Indonesia diharapkan dapat mempersiapkan peserta didik

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN. Materi Kuliah. Latar Belakang Pendidikan kewarganegaraan. Modul 1

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil penelitian mengenai Implementasi Pendidikan Politik

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini akan membahas tentang : Latar Belakang Masalah, Rumusan Masalah,

BAB I PENDAHULUAN Penerapan Model Pembelajaran Active Learning Tipe Quiz Team Dengan Keterampilan Bertanya Probing Question

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang berperan penting bagi pembangunan suatu bangsa, untuk itu diperlukan suatu

BAB 1 PENDAHULUAN. jawab. Sebagaimana yang tertuang dalam pasal 3 Undang-Undang No. 20. tahun 2003 tentang SISDIKNAS yang berbunyi :

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan hal yang utama untuk membentuk karakter siswa yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENGANTAR Latar Belakang Masalah. Salah satu wacana yang menarik dalam studi globalisasi adalah hipotesis tentang

I. PENDAHULUAN. Sekolah menyelenggarakan proses pembelajaran untuk membimbing, mendidik,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pendidikan dapat meningkatkan dan mengembangkan kualitas sumber daya

BAB I PENDAHULUAN. Pancasila sebagai landasan kehidupan berbangsa dan bernegara juga. meningkatkan kualitas pendidikan.

PENGARUH MANAJEMEN PEMBELAJARAN REMIDIAL DENGAN TUGAS BERSTRUKTUR TERHADAP HASIL BELAJAR PKN DITINJAU DARI MOTIVASI BELAJAR SISWA

BAB I PENDAHULUAN. keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

BAB 1 PENDAHULUAN. berkontribusi terhadap peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan sejatinya adalah untuk membangun dan mengembangkan

BAB I PENDAHULUAN. penelitian, dan struktur organisasi penulisan tesis. mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta

BAB I PENDAHULUAN. dijangkau dengan sangat mudah. Adanya media-media elektronik sebagai alat

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Erwin Susanto, 2015

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sistematis untuk mewujudkan suatu proses pembelajaran agar siswa aktif

BAB I PENDAHULUAN. bidang kehidupan salah satunya adalah bidang pendidikan. proses pembelajaran agar siswa secara aktif

BAB I PENDAHULUAN. memiliki eksistensi yang lebih bermartabat. Pendidikan formal pada hakikatnya

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. teknologi informasi mengakibatkan kaburnya batas-batas antar negara baik

MATA KULIAH : KEWARGANEGARAAN PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN SEBAGAI MATA KULIAH PENGEMBANGAN KEPRIBADIAN

BAB 1 PENDAHULUAN. pendidikan karakter dalam menanamkan nilai-nilai kebangsaan. Di samping

BAB I PENDAHULUAN. siswa untuk memahami nilai-nilai warga negara yang baik. Sehingga siswa

2014 PENGARUH PEMBELAJARAN PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN BERBASIS VCT ANALISIS NILAI DILEMA MORAL TERHADAP KOMPETENSI WAWASAN GLOBAL WARGA NEGARA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pendidikan merupakan investasi sumber daya manusia jangka

BAB I PENDAHULUAN. demokratis senantiasa memberi perhatian terhadap pendidikan melalui regulasi yang mengatur

BAB I PENDAHULUAN. dirinya, dalam rangka mewujudkan cita-cita bangsa Indonesia yang tercantum

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 berfungsi mengembangkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tujuan pendidikan nasional dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2003

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan pada dasarnya merupakan proses pengembangan sumber daya

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. untuk memajukan kesejahteraan bangsa. Pendidikan adalah proses pembinaan

BAB I PENDAHULUAN. pembentukan karakter (character building) generasi bangsa. Pentingnya pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. Pembinaan moral bagi siswa sangat penting untuk menunjang kreativitas. siswa dalam mengemban pendidikan di sekolah dan menumbuhkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan mempunyai peran yang sangat penting dalam perkembangan dan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan ditujukan untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. bagian penting bagi kehidupan bangsa dan negara. Secara detail, penyebab

BAB I PENDAHULUAN. potensi dirinya melalui proses pembelajaran atau cara lain yang dikenal dan diakui

BAB I PENDAHULUAN. mengalami gejolak dalam dirinya untuk dapat menentukan tindakanya.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan sistem yang harus dijalankan secara terpadu dengan

BAB I PENDAHULUAN. yang dapat mengembangkan semua aspek dan potensi peserta didik sebaikbaiknya

om KOMPETENSI INTI 13. Menguasai materi, struktur, konsep, dan pola pikir keilmuan yang mendukung mata pelajaran yang diampu.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah gerbang yang utama dan pertama dalam usaha

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai Negara yang berkembang dengan jumlah penduduk besar, wilayah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

C. Pembelajaran PKn 1. Pengertian Pendidikan Kewarganegaraan Jika dirumuskan, adanya pendidikan kewarganegaraan memiliki tujuan antara lain:

Mata Kuliah Kewarganegaraan

BAB I PENDAHULUAN. bagi generasi penerus perjuangan bangsa ini.

BAB I PENDAHULUAN. kearah suatu tujuan yang dicita-citakan dan diharapkan perubahan tersebut

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah memiliki peranan dan tanggung jawab yang sangat penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan pilar utama bagi kemajuan bangsa dan negara.

BAB I PENDAHULUAN. BP. Dharma Bhakti, 2003), hlm Depdikbud, UU RI No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, (Jakarta :

BAB I PENDAHULUAN. antara lain pemerintah, guru, sarana prasarana, dan peserta didik itu sendiri.

SKRIPSI Untuk memenuhi sebagian prasyarat Guna mencapai derajat Sarjana S- 1. Pendidikan Kewarganegaraan ROSY HANDAYANI A.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Prioritas pembangunan nasional sebagaimana yang dituangkan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu wadah yang didalamnya terdapat suatu

I. PENDAHULUAN. Pendidikan karakter merupakan suatu upaya penanaman nilai-nilai karakter

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual

BAB I PENDAHULUAN. menghadapi perkembangan ini dan harus berfikiran lebih maju. Ciri-ciri

PENANAMAN NILAI-NILAI KARAKTER BANGSA DALAM PEMBELAJARAN

BAHAN AJAR CHARACTER BUILDING BERBASIS NILAI-NILAI PANCASILA

Karakteristik Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan

BAB I PENDAHULUAN. globalisasi seperti sekarang ini akan membawa dampak diberbagai bidang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan pada dasarnya bertujuan untuk membentuk karakter peserta

BAB II PERSPEKTIF PENDIDIKAN POLITIK

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang MasalahPendidikan di Indonesia diharapkan dapat

BAB I PENDAHULUAN. commit to user

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan berbangsa dan bernegara. Dimana, negara memiliki tanggungjawab

KONSEP PENDIDIKAN. Imam Gunawan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan suatu topik yang menarik untuk dibahas, karena

KAJIAN KRITIS TERHADAP SUBSTANSI UJIAN NASIONAL DAN

BAB I PENDAHULUAN. maupun warga di luar sekolah yaitu orang tua, akademisi, dan pihak pihak lain.

BAB I PENDAHULUAN. sekarang merupakan persoalan yang penting. Krisis moral ini bukan lagi

I. PENDAHULUAN. pemerintahannya juga mengalami banyak kemajuan. Salah satunya mengenai. demokrasi yang menjadi idaman dari masyarakat Indonesia.

BAB V SIMPULAN DAN REKOMENDASI

dengan pembukaan Undang Undang Dasar 1945 alinea ke-4 serta ingin mencapai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dan Pembukaan UUD 1945 dilatarbelakangi oleh realita permasalahan kebangsaan

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu wacana yang dominan dalam studi globalisasi adalah hipotesis tentang "homogenitas budaya" (Hannerz, 1990: 250). Prediksi ini didasarkan pada asumsi bahwa proses perubahan global yang didukung oleh pengetahuan baru dan media teknologi akan melahirkan budaya dunia yang lebih homogen. Perubahan seperti itu menjadikan generasi muda sebagai warga dunia dan menggunakan bahasa Inggris untuk berkomunikasi satu sama lain secara online. Kondisi ini berakibat hilangnya pengalaman dan pemahaman generasi muda terhadap akar budayanya. Untuk itu menurut Henry Jenkins dan James Watson (2004: 115) diperlukan peran kearifan lokal yang secara kritis mengubah dan membentuk budaya global menjadi bermakna dan sesuai dengan kehidupan sosial budaya setempat. Untuk dapat bertahan dalam terpaan globalisasi maka pribadi atau bangsa membutuhkan suatu identitas. Di sinilah fungsi Negara (nation) sebagai tempat seseorang mencari ketenangan dan kedamaian karena manusia hidup dalam dunia yang terasing, yakni dunia tanpa batas (borderless world). Hal ini merupakan paradoks dari globalisasi yang menyebabkan ketidakmampuan manusia untuk memperoleh pegangan hidup. Individu membutuhkan pegangan pada jati diri bangsa. Menurut Ubaedillah dan Abdul Rozak (2006), jati diri bangsa pada hakekatnya merupakan manifestasi nilai-nilai budaya yang tumbuh dan berkembang dalam aspek kehidupan suatu bangsa dengan ciri-ciri khas yang membedakan suatu bangsa dengan bangsa lain dalam kehidupannya. Dalam lingkup sosio-kultural yang lebih sempit, implikasi globalisasi adalah munculnya pola-pola baru dari suatu kebudayaan dalam beragam bentuk dan tatanan. Dalam konteks sosial-budaya masyarakat Indonesia, implikasi globalisasi lainnya adalah mulai ditinggalkannya produk-produk kebudayaan lokal (seni, bahasa, pola-pola perilaku, atau benda budaya lainnya) oleh masyarakatnya. Produk-produk budaya lokal dianggap ketinggalan zaman, tidak up to date, dan kuno. Generasi terkini dengan basis kulturalnya lebih memilih untuk mengadopsi budaya baru atau budaya kekinian (hybrid culture) yang telah berasimilasi dengan budaya Barat. Ketika warisan budaya tiada lagi diindahkan maka akan terjadi krisis identitas atau jati diri. Sebagaimana dijelaskan oleh Tilaar (2007:15) bahwa etnisitas, identitas budaya, kepemilikan dan kebanggaan terhadap budaya sendiri dalam kehidupan bersama sebagai

2 suatu political nation-state. Kesadaran tersebut hanya dapat dicapai melalui proses pendidikan dan komunikasi dalam kehidupan bersama sebagai suatu bangsa. Pendidikan karakter akan mendorong lahirnya anak-anak yang paripurna (insan kamil). Tumbuh dan berkembangnya karakter yang baik akan mendorong peserta didik tumbuh dengan kapasitas dan komitmennya untuk melakukan berbagai hal yang terbaik dan melakukan segalanya dengan benar serta memiliki tujuan hidup. Dalam praktiknya selama ini, penyelenggaraan pendidikan telah mengalami degradasi yang mengkawatirkan dan nilai-nilai kearifan lokal telah tergerus oleh arus pendidikan global. Kondisi ini berakibat menipisnya tatakrama, etika, dan kreativitas anak bangsa. Dunia pendidikan dianggap tidak mampu melahirkan lulusan yang berkualitas, yakni manusia Indonesia seutuhnya seperti cita-cita luhur bangsa yang diamanatkan dalam Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional. Merosotnya nilai-nilai moralitas dalam tata kehidupan kolektif sebagai bangsa juga disebabkan karena mengendornya pemahaman dan implementasi nilai-nilai luhur Pancasila. Padahal kesadaran kolektif tersebut merupakan modal dasar dan modal sosial serta character and nation building guna memperkokoh integrasi bangsa. Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) berfungsi sebagai salah satu instrumen pelaksana pendidikan nasional untuk mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Melalui penyelenggaraan Pendidikan Kewarganegaraan, mulai dari tingkat pendidikan Sekolah Dasar hingga Perguruan Tinggi diharapkan mampu membentuk watak warga negara yang mengetahui, menyadari, dan bersedia melaksanakan hak dan kewajibannya sebagai warga negara sesuai dengan UUD 1945. Pendidikan Kewarganegaraan pada hakikatnya merupakan pendidikan yang mengarah pada terbentuknya warga negara yang baik dan bertanggung jawab berdasarkan nilai-nilai dan dasar negara Pancasila. Pendidikan Kewarganegaraan merupakan pendidikan Pancasila dalam praktek. Secara epistemologis, Pendidikan Kewarganegaraan dan pendidikan Pancasila dapat dilihat sebagai suatu integrated knowledge system yang memiliki misi menumbuhkan potensi peserta didik agar memiliki "civic intelligence", "civic participation", dan "civic responsibility" sebagai warga negara Indonesia dalam konteks watak dan peradaban bangsa Indonesia yang ber-pancasila (Winatapura, 2001). Di Indonesia kerangka sistemik Pendidikan Kewarganegaraan dibangun atas dasar paradigma bahwa PKn secara kurikuler dirancang sebagai subjek pembelajaran yang

3 bertujuan untuk mengembangkan potensi individu agar menjadi warga negara Indonesia yang berakhlak mulia, cerdas, partisipatif, dan bertanggung jawab. Secara teoretik, PKn dirancang sebagai subjek pembelajaran yang memuat dimensi-dimensi kognitif, afektif, dan psikomotorik yang bersifat konfluen atau saling berpenetrasi dan terintegrasi dalam konteks substansi ide, nilai, konsep, dan moral Pancasila, kewarganegaraan yang demokratis, dan bela negara. Secara programatik, PKn dirancang sebagai subjek pembelajaran yang menekankan pada isi yang mengusung nilai-nilai (content embedding values) dan pengalaman belajar (learning experiences) dalam bentuk berbagai perilaku yang perlu diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari (Budimansyah, 2008: 24). Karakter warganegara Indonesia yang hendak dibentuk dipengaruhi oleh kepentingan hidup berbangsa dan bernegara sesuai dengan jamannya. Cerminan dari karakter warganegara Indonesia tampak dalam rumusan tujuan pendidikan nasional. Dalam Undang-undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dirumuskan sejumlah tujuan pendidikan nasional yang pada hakekatnya menunjuk pada sejumlah karakter warganegara yang diinginkan. Pasal 3, Undang-undang tersebut menyatakan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Menurut Budimansyah (2008: 24-25), dari sejumlah kompetensi yang diperlukan, yang terpenting adalah (1) penguasaan terhadap pengetahuan dan pemahaman tertentu; (2) pengembangan kemampuan intelektual dan partisipatoris; (3) pengembangan karakter dan sikap mental tertentu; serta (4) komitmen yang benar terhadap nilai dan prinsip dasar demokrasi konstitusional. Berdasarkan kompetensi yang perlu dikembangkan maka terdapat tiga komponen utama yang perlu dipelajari dalam PKn, yaitu civic knowledge, civic skills, dan civic dispositions. Pengetahuan kewarganegaraan (civic knowledge) merupakan substansi materi yang harus diketahui oleh siswa sebagai warganegara. Pada prinsipnya, pengetahuan yang harus dimiliki oleh setiap warganegara adalah mengenai hak dan kewajibannya sebagai warganegara. Keterampilan kewarganegaraan (civic skills) adalah ketrampilan yang dikembangkan dari pengetahuan kewarganegaraan agar pengetahuan yang dimiliki

4 tersebut menjadi sesuatu yang bermakna, karena dapat dimanfaatkan untuk mengatasi masalah-masalah kehidupan berbangsa dan bernegara. Ketrampilan kewarganegaraan mencakup ketrampilan intelekual (intelektual skills) dan keterampilan partisipasi (participation skills). Watak kewarganegaraan adalah sikap dan kebiasaan berpikir warganegara yang menopang berkembangnya fungsi sosial yang sehat dan jaminan kepentingan umum dari sistem demokrasi. Sebagaimana dikemukakan Quigley dkk (1991), civic disposition adalah "...those attitudes and habit of mind of the citizen that are conducive to the healthy functioning and common good of the democratic system". Secara konseptual civic disposition meliputi sejumlah karakteristik kepribadian, yakni "Civility (respect and civil discourse), individual responsibility, self-discipline, civic-mindedness, open-mindedness (openness, skepticism, recognition of ambiguity), compromise (confiict of principles, compassion, generosity, and loyalty to the nation and its principles (Quigley, Buchanan, dan Bahmueller, 1991: 13-14). Dengan demikian Pendidikan Kewarganegaraan memiliki misi sebagai pendidikan karakter bertujuan mempersiapkan para peserta didik sebagai warga negara yang cerdas dan baik (to be smart dan good citizen), yakni menguasai pengetahuan (knowledge), keterampilan (skills), sikap dan nilai (attitudes and values) yang dapat dimanfaatkan untuk menumbuhkan rasa kebangsaan dan cinta tanah air. Kajian tentang Pendidikan Kewarganegaraan untuk membentuk warga Negara yang baik selalu menimbulkan kerumitan, karena: pertama, pendidikan kewarganegaraan selalu bersentuhan dengan kepentingan politik kenegaraan sehingga rentan untuk dimanfaatkan sebagai alat mempertahankan kepentingan kekuasaan suatu rezim politik. Kedua, konsep kewarganegaraan berkaitan dengan, atribut "baik" dari seorang warga negara juga berarti mengandaikan perlunya wilayah kajian etika (filsafat moral) kenegaraan. Ketiga, pendidikan kewarganegaraan tidak hanya mengajarkan hak-hak dan kewajiban warga negara terhadap negara (urusan publik) tetapi juga membangun seorang warga negara yang berpartisipasi aktif, yakni tidak hanya menjadi warga negara yang baik (good citizen) tetapi juga menjadi "warga negara yang aktif (active citizen) Realitas di lapangan tampak ada gejala keinginan untuk menolak pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan yang semata-mata menampilkan nilai moral. Di sisi lain Pendidikan Kewarganegaraan dianggap kehilangan karakteristik akademisnya karena tidak terdapatnya teori-teori keilmuan yang cukup memadai. Model pembelajaran PKn

5 dinilai lebih menekankan kepentingan rezim politik dengan materi yang tidak menarik dan formalistik. Proses pembelajaran tidak mendorong kemampuan siswa untuk berpikir kritis. Hal ini disebabkan karena (1) materi yang diajarkan cenderung verbalistik atas nilai-nilai moral Pancasila sebagai civic virtues, (2) model pembelajarannya cenderung berbentuk hafalan kognitif. Akibatnya proses pembelajaran menimbulkan kejenuhan, karena materi yang diajarkan cenderung monoton, teoretik, kognitif bahkan verbalistik (Samsuri, 2010: 130). Untuk itu perlu revitalisasi terhadap pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan sesuai dengan tuntutan dan kebutuhan pembangunan karakter bangsa. Salah satu strategi yang dapat dilakukan adalah dengan pengembangan pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan di SMP Berbasis Kearifan Lokal sebagai Strategi Revitalisasi Nilainilai Pancasila untuk Penguatan Karakter dan Jati Diri Bangsa. Dalam perspektif kultural, kearifan lokal amat penting keberadaannya terutama ketika dikaitkan dengan persoalan mengenai rasa identitas yang membentuk sebuah kesadaran negara-bangsa (nation state). Nilai signifikansi yang demikian tinggi terhadap konsep rasa identitas yang melekat dalam konsep kearifan lokal ini lebih disebabkan karena di dalamnya terkandung insight spirit nilai-nilai tertentu yang diyakini memiliki ciri-ciri kesamaan, yang akan menjadi social capital bagi kehidupan bersama, bahkan bagi hadirnya entitas sebuah bangsa (Poespowardojo, 1986: 30). B. Rumusan Masalah 1. Bagaimanakah profil guru pendidikan kewarganegaraan di SMP Negeri Surakarta? 2. Bagaimanakah pemahaman guru PKn SMP Negeri di Surakarta tentang Pendidikan Kewarganegaraan? 3. Bagaimanakah pembelajaran pendidikan kewarganegaraan di SMP Negeri Surakarta selama ini? 4. Bagaimanakah draf model pembelajaran pendidikan kewarganegaraan berbasis kearifan lokal sebagai strategi revitalisasi nilai-nilai Pancasila untuk penguatan karakter dan jati diri Bangsa?