Membangun Masyarakat Sejahtera Berdasarkan UU Perlindatayan 1 dan UU Desa

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Reformasi diawal 1998 dapat dikatakan tonggak perubahan bangsa Indonesia.

dipersyaratkan untuk terselenggaranya tata kelola pemerintahan secara efektif dan efisien serta mampu mendorong terciptanya daya saing daerah pada tin

BAB I PENDAHULUAN. sebagai badan hukum. Jika perseroan terbatas menjalankan fungsi privat dalam kegiatan

PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. terlalu dominan. Sesuai konsep government, negara merupakan institusi publik

BAB I PENDAHULUAN. unsur kekuatan daya saing bangsa, sumber daya manusia bahkan sebagai

PELAYANAN INFORMASI PUBLIK

PENERAPAN GOOD GOVERNANCE

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. berbagai hal yang melekat di dalamnya seperti kartu tanda penduduk atau

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB IV VISI DAN MISI DAERAH PROVINSI SULAWESI TENGGARA

SEJARAH PERTUMBUHAN KONSEP DAN PRAKTEK GOVERNANCE

BAB I PENDAHULUAN. Sejalan dengan perkembangan gagasan yang terjadi di berbagai Negara,

BAB I PENDAHULUAN. Sejalan dengan perkembangan gagasan yang terjadi di berbagai negara,

proses perjalanan sejarah arah pembangunan demokrasi apakah penyelenggaranya berjalan sesuai dengan kehendak rakyat, atau tidak

BAB II RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD)

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah memberikan perhatian yang sungguh-sungguh dalam memberantas

BAB I PENDAHULUAN. Pemahaman mengenai good governance mulai dikemukakan di Indonesia

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KUDUS

- 1 - PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Setelah Orde Baru jatuh dikarenakan reformasi maka istilah Good

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. demi stabilitas keamanan dan ketertiban, sehingga tidak ada lagi larangan. tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 yang mencakup:

A. PENGANTAR Sekolah merupakan salah satu instansi tempat perwujudan cita-cita bangsa dalam rangka mencerdaskan anak bangsa sesuai amanat UUD 1945.

WALIKOTA PEKALONGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 10 TAHUN 2017 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PEMBERDAYAAN NELAYAN

BAB I PENDAHULUAN. Sumarto, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta, 2009, hal. 1-2

BUPATI TABANAN PROVINSI BALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN TABANAN NOMOR 5 TAHUN 2017 TENTANG

MENTERI DESA, PDT DAN TRANSMIGRASI POKOK-POKOK PIKIRAN MENGENAI REVITALISASI PERAN PENDAMPING DALAM MEWUJUDKAN DESA KUAT DAN MANDIRI

MEWUJUDKAN TATAKELOLA PEMERINTAHAN DESA

BAB 1 PENDAHULUAN. pengklasifikasian, penganalisisan dan pelaporan transaksi keuangan dari

BAB I PENDAHULUAN. otonomi daerah merupakan wujud reformasi yang mengharapkan suatu tata kelola

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. dan kemandirian. Berdasarkan UU No 32 Tahun 2004 Pasal 1 Angka 5 memberikan

BAB I PENDAHULUAN. Organisasi pemerintahan merupakan salah satu organisasi yang non profit

I. PENDAHULUAN. Sejak jatuhnya pemerintahan Orde Baru dan digantikan dengan gerakan

Pentingnya Koperasi bagi

BAB I PENDAHULUAN. mengeluarkan satu paket kebijakan tentang otonomi daerah yaitu: Undang-

Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/BAPPENAS

BAB I PENDAHULUAN. tertentu dengan tujuan tertentu seperti meningkatkan kesejahteraan, menciptakan

PEMBINAAN ORGANISASI MITRA PEMERINTAH

TRANSFORMASI DESA PENGUATAN PARTISIPASI WARGA DALAM PEMBANGUNAN, PEMERINTAHAN DAN KELOLA DANA DESA. Arie Sujito

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Mandiri Pedesaan itulah proses hegemoni terjadi, pelibatan masyarakat dalam

III. KERANGKA PENDEKATAN STUDI DAN HIPOTESIS

BAB 1 PENDAHULUAN. meningkatkan nilai perusahaan. Sedangkan Perum mempunyai maksud

BUPATI JEPARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 17 TAHUN 2012 TENTANG KERJASAMA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEPARA,

I. PENDAHULUAN. pembangunan sarana kepentingan umum. Hak-hak atas tanah mempunyai peranan yang sangat penting dalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah Daerah dalam mewujudkan kepemerintahaan yang baik (good

PENJELASAN ATAS UNDANGUNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2008 TENTANG KETERBUKAAN INFORMASI PUBLIK

KEMENTERIAN KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA Menuju Masyarakat Informasi Indonesia

RESUME 21 BUTIR PLATFORM KEBIJAKAN PARTAI KEADILAN SEJAHTERA (1) PEMANTAPAN EKONOMI MAKRO

MATRIK TAHAPAN RPJP KABUPATEN SEMARANG TAHUN

I. PENDAHULUAN A. Analisis Situasi

Mengetahui bentuk pemerintahan yang baik RINA KURNIAWATI, SHI, MH

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 7 Tahun : 2013

BAB VI PENUTUP. A. Simpulan

BAB I PENDAHULUAN. yang paling berperan dalam menentukan proses demokratisasi di berbagai daerah.

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 01 TAHUN 2008

BAB I PENDAHULUAN. demokratisasi. Tujuan Otonomi Daerah adalah untuk meningkatkan kualitas

BUPATI MURUNG RAYA PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI MURUNG RAYA NOMOR 07 TAHUN 2016 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN MALANG

RENCANA STRATEGIS (RENSTRA)

Pengelolaan Keuangan Desa Dalam Kerangka Tata Pemerintahan Yang Baik

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki era reformasi yang diikuti dengan diberlakukannya kebijakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dan berapapun bantuan yang diberikan kepada negara-negara berkembang, pasti habis

BAB I PENDAHULUAN. Pengawasan keuangan negara secara konstitusional dilakukan oleh suatu badan

BAB I PENDAHULUAN. sistem tata kelola pemerintahan yang baik (good governance) yang ditandai

BAB I PENDAHULUAN. kualitas kepribadian serta kesadaran sebagai warga negara yang baik.

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI

Sosialisasi UU No. 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan. SAMARINDA, 2 juli 2015

PELEMBAGAAN PARTISIPASI MASYARAKAT DESA MELALUI PEMBANGUNAN BKM

PEMERINTAH KABUPATEN BLITAR PROFIL BAGIAN PEMERINTAHAN SEKRETARIAT DAERAH KABUPATEN BLITAR

Undang Nomor 4 Tahun 1968 tentang Pembentukan Kabupaten Purwakarta dan Kabupaten Subang Dengan Mengubah Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1950 tentang

AKUNTABILITAS DAN TRANSPARANSI LSM: Perspektif Pemerintah Daerah

&DIKTI. Keuangan Negara DEPARTEMEN KAJIAN & AKSI STRATEGIS

I. PENDAHULUAN. Belanja Daerah (APBD). Dampak dari sistem Orde Baru menyebabkan. pemerintah daerah tidak responsif dan kurang peka terhadap aspirasi

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

Arah Kebijakan Pengelolaan Pendapatan Daerah

BAB I PENDAHULUAN. dipahami bahwa kompetisi global bukan kompetisi antar negara, melainkan antar

BAB I PENDAHULUAN. Di era globalisasi, teknologi informasi komunikasi (TIK) semakin lama

BAB VI KESIMPULAN DAN REFLEKSI TEORI

Good Governance: Mengelola Pemerintahan dengan Baik

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PEMERINTAH KOTA SALATIGA DAFTAR INFORMASI PUBLIK RINGKASAN RENCANA KERJA BAGIAN HUKUM SETDA KOTA SALATIGA TAHUN 2017

BAB VIII TIGA BUTIR SIMPULAN. Pada bagian penutup, saya sampaikan tiga simpulan terkait kebijakan

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERLINDUNGAN DAN PEMBERDAYAAN NELAYAN DAN PEMBUDI DAYA IKAN

BAB I PENDAHULUAN. pembahasan, akhirnya Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa

KEPALA DESA BANJAR KECAMATAN LICIN KABUPATEN BANYUWANGI SALINAN PERATURAN DESA BANJAR NOMOR 04 TAHUN 2015 TENTANG

PUSANEV_BPHN KEBIJAKAN ANALISIS DAN EVALUASI HUKUM DALAM RANGKA PENGUATAN SISTEM PERTAHANAN NEGARA

MENTERI DESA, PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL, DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA

BUPATI GARUT PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PEMBANGUNAN PERDESAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB IV KETENTUAN PENGECUALIAN PASAL 50 HURUF a UU NOMOR 5 TAHUN 1999 DALAM KAITANNYA DENGAN MONOPOLI ATAS ESSENTIAL FACILITY

BUPATI PROBOLINGGO PROVINSI JAWA TIMUR

BAB VI LANGKAH KE DEPAN

Transkripsi:

Membangun Masyarakat Sejahtera Berdasarkan UU Perlindatayan 1 dan UU Desa Oleh Suwarto Adi 2 Pengantar Tujuan dasar kedua UU (No 19/2013, tentang perlindungan dan pemberdayaan petani, No. 7/2016 tentang Pelrindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudidaya Ikan dan Petambak Garam dan dan No. 6/2014, tentang Desa) meningkatkan kehidupan petani dan nelayan menjadi lebih sejahtera. Salah satu dasar untuk mencapai kesejahteraan adalah pemerintah mesti menerapkan prinsip good governance, tata pemerintahan yang baik. Good governance atau GG adalah prinsip global yang hendak diterapkan pada negara-negara demokratis baru di Afrika dan Asia. Harapannya, negara-negara baru itu akan mengikuti cara Barat dalam mengelola pemerintahan dan mengundang keterlibatan masyarakat. Apakah GG berhasil mengubah negara-negara demokrasi baru di Asia dan Afrika lebih maju dan sejahtera? Jawabnya: tidak seluruhnya. Meski begitu, GG juga membawa manfaat yang tidak kecil. Lahirnya pemimpin-pemimpin yang bersih, efisien dan anti-korupsi adalah hasil dari penerapan prinsip GG ini di pemerintahan. Hasil akhirnya, walau belum seluruhnya, rakyat menjadi sedikit lebih sejahtera. Tulisan ini tidak akan membahas keseluruhan ketiga UU yang disebut di atas. Tapi, berdasarkan beberapa pasal dari kedua UU itu, kita mencoba melihat peluang membangun masyarakat menuju kehidupan yang lebih baik. Sebelum melihat UU secara kritis, kita akan membahas konsep GG yang menjadi dasar bagi lahirnya kedua UU tersebut. Good Governance: Tata Pemerintahan yang Baik 3 Secara prinsipil, istilah GG lahir dari pemikiran Foucault, pemikir Prancis melalui konsep governmentality, yang dirumuskan sebagai memerintah adalah ketepatan menempatkan dan menyusun sesuatu sedemikian rupa yang mengarah kepada tujuan yang memuskan. Maka, 1 Perlindatayan merupakan singkatan dari Perlindungan dan Pemberdayaan Petani dan Nelayan. Hal ini merujuk kepada UU No. 19 Tahun 2013 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani (perlintan), UU No. 7 Tahun 2016 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudidaya Ikan, dan Petambak Garam (.Red) 2 Anggota Pembina Yayasan Bina Desa, Jakarta 3 Lihat lebih detail dalam Suwarto Adi, Ornop dan Dilema Demokrasi, UKSW, 2009. hlm. 15-22

rasionalitas bagi pemerintah adalah penduduk. Hanya untuk kepentingan orang (penduduk) sebuah pemerintahan diperlukan. Pemerintah diciptakan untuk menjaga kelangsungan kehidupan penduduk, dan bukan sebaliknya. Governmentality dalam pandangan Foucault sebetulnya merupakan hal yang positif, karena itu ia menyatakan ini berbeda dengan sovereignity (kekuasaan dalam arti memaksa ). Melalui governmentality seharusnya sovereignity sudah berakhir, sebab semua harus mengarah kepada kebaikan bersama, the common good. Itulah sebabnya, governmentality oleh Foucault selalu diidentikan dengan penataan (sesuatu) yang mengarah kepada bentuk-bentuk kebaikan bersama, yang memuaskan istilah sekarang adalah kesejahteraan, khususnya mereka yang diperintah. Dikaitkan dengan kependudukan, governmentality harus sungguh menjadi sesuatu yang nyata dan praktis, dan tidak lagi abstrak. Hanya mereka yang bisa memperhitungkan aspek kependudukan secara ilmiah berdasar riset mampu melaksanakan pemerintahan secara efektif. Untuk itulah diperlukan sebuah disiplin, sebuah teknologi penundukan. Maka, segitiga soverignity-discipline-government(ality) menjadi aspek penting dalam mengelola populasi. Memerintah, menguasai, bagi Foucault, tidak harus melalui proses penundukan, tetapi bisa efektif dicapai melalui keterlibatan (complicity) atau discipline, pembentukan kebiasaan. Dengan dasar itu, kemudian dikembangkan gagasan tata kelola yang baik yang bertujuan juga untuk membangun sebuah pemerintahan yang baik, yang memungkinkan terjadinya interaksi komunikatif antara warga dengan pemerintah atau negara. Bank Dunia dan IMF memperkenalkan gagasan tata kelola yang baik setelah era perang dingin berakhir sebagai konsep baru dalam program bantuan pembangunan. Gagasan ini mula-mula diarahkan untuk negara-negara di Afrika. Setelah perang dingin, nilai-nilai HAM dan demokrasi telah menjadi ukuran keberhasilan (benchmark) bagi Negara-negara Barat dalam mendukung Negara-negara Afrika sub-sahara. Sampai tahun 1980-an, Bank Dunia (BD) berpendapat, negara menjadi aktor utama dalam persoalan pembangunan (ekonomi nasional dan kemasyarakatan). Dalam pandangan BD, hal itu perlu diubah secara radikal. Sesuai dengan dogma neoliberal negara (hanya) punya kewajiban menciptakan kondisi yang mendukung bagi perkembangan ekonomi. Karena itu akan menyumbang kepada ekonomi berkelanjutan dan pembangunan sosial, dan stabilitas makroekonomi, serta pertumbuhan ekonomi yang teratur. Menurut BD menurunnya pemerintah merupakan faktor yang paling utama bagi krisis, karena meluasnya pelayanan negara dan peranan dominannya dalam bidang ekonomi. Bentuk perlawanan dari rakyat adalah munculnya sektor informal. Karena itu bagi BD logis kalau negara

mundur dari arena dan memberi ruang kepada sektor swasta. Negara harus mengubah dirinya dalam rangka menciptakan lingkungan yang kondusif dengan melindungi hak milik, memberikan hukum yang efektif, undang-undang dan peradilan, dan meningkatkan efisiensi pelayanan publik. Dalam policy tata kelola yang baik tersebut, Bank Dunia mengidentifikasi empat hal kunci: peningkatan manajemen sektor publik; akuntabilitas; kerangka kerja hukum; dan informasi dan transparansi. Untuk itu reformasi pelayanan publik dan swastanisasi (privatization) dari badan milik negara menjadi kunci penting. Berkaitan dengan akuntabilitas, khususnya pejabat publik dan pemimpin politik, ukurannya demikian:.[m]enyusun informasi yang tepat waktu dan komprehensif, menggolongkan pengeluaran sesuai dengan anggaran dan program, melakukan analisis yang tepat bagi pengambilan keputusan, membandingkan anggaran dan hasil nyata, meningkatkan organisasi dan tanggung jawab untuk akuntabilitas. Untuk konteks yang lebih luas, tata kelola yang baik merupakan hal yang saling melengkapi dan saling tergantung dengan demokrasi. Keduanya mensyaratkan perlunya reformasi sistem politik, struktur kelembagaan dan proses memerintah di dalam negara berkembang dan transisional. Dengan demikian, dalam konsepnya yang baru tata kelola yang baik diterapkan dalam rangka membangun suatu pemerintahan yang demokratis, di mana unsur pertanggungjawaban dan pertanggunggugatan menjadi aspek penting. Melalui penerapan tata kelola yang baik, proses perubahan dalam sebuah negara bisa dikelola dan dikontrol hasilnya. Aspek akuntabilitas, transparansi, keterbukaan, kerangka kerja hukum, bisa diukur. Dalam kata lain, kalau pengelolaan tata kelola yang baik bisa berjalan, sebuah era demokratis bisa dimulai. Dengan dasar itulah, tata kelola yang baik dan manajemennya bisa dipakai sebagai alat untuk menilai dan mengukur demokrasi dan demokratisasi di sebuah Negara. Karena itu tata kelola yang baik bisa menjadi titik tonggak bagi lahirnya demokrasi secara praktis. Beberapa Butir Penting bagi Pembangunan Masyarakat Menggunakan GG sebagai alat analisis, kita bisa melihat, pasal 3 (UU No. 19/2013), di sana disebutkan bahwa tujuan dari UU ini adalah kedaulatan dan kemandirian petani untuk meningkatkan kesejahteraan. Untuk mewujudkan itu, pemerintah akan menyediakan sarana dan prasarana, kepastian usaha, jaminan harga, peningkatan kapasitas (capacity building), lembaga pembiayaan. Artinya, ibarat bermaian bola, pemerintah sudah menyediakan lapangan

dan sarananya dengan bagus secara normatif dan rakyat tinggal bermain bola saja: sebanyak mungkin dan sebaik mungkin. Pertanyaannya, apakah pemerintah (di) daerah siap menyediakan dengan itu, kalau mentalitasnya masih korup? Apakah perubahan sikap dari tuan menjadi pelayan sudah terjadi pada tingkat pemerintahan di daerah? Berkaitan dengan strategi perlindungan, selain beberapa sarana dan prasarana pendukung, pada pasat 7 (2) ditambahkan kata asuransi. Bahkan, dalam UU No. 7/2016, tentang perlindungan nelayan dibedakan jenis asuransinya: ada asuransi usaha di laut yang penuh risiko dan asuransi jiwa. Secara normatif, UU ini mencerminkan suatu kemajuan yang luar biasa, yang diterangi oleh konsep tata kelola yang baik. Pemerintah dibentuk untuk menuju pada kepuasan rakyat yang dilayani istilah Presiden: Negara hadir. Bahkan, untuk mengurangi kerugian atau biaya siluman dalam usaha pertanian, pasal 32 menyatakan penghapusan ekonomi biaya tinggi. Caranya, menghapus berbagai biaya pungutan yang tidak sesuai dengan UU. Perwujudan dari pasal 7 (2) di atas. Biaya-biaya kecil inilah ladang korupsi bagi para pegawai rendahan. Ini menjadikan biaya hidup mahal. Seperti banjir, tidak terasa, tiba-tiba sudah sampai leher. Kalau tidak bergerak, kita akan mati. Singkatnya, kalau pemerintah makin efisien, terbuka, terkontrol, dan rakyat bisa terlibat mengawasi akan lahir pemerintah yang bertata kelola baik. Semua itu, akan menjadikan masyarakat mendapat kepuasan: dilayani dan mendapat kesempatan ambil bagian dalam pembangunan. Namun, hal itu bukan tanpa jebakan. Nanti kita bahasi di belakang. Untuk konteks nelayan, hampir sama dengan UU Perlindungan petani. Sebab, UU No. 7/2016, cetak birunya mirip dengan UU No. 19/2013. Ada beberapa perbedaan sedikit di sana sini, tetapi esensi dasarnya sama: melindungi nelayan, memberikan sarana dan prasarana, asuransi supaya mereka berdaulat dan mandiri guna menuju kesejahteraan. Yang menarik adalah persoalan reforma agraria. Pasal 56 (UU 19/2013) menyatakan demikian: (1) Konsolidasi lahan Pertanian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 ayat (2) huruf a merupakan penataan kembali penggunaan dan pemanfaatan lahan sesuai dengan potensi dan rencana tata ruang wilayah untuk kepentingan lahan Pertanian. (2) Konsolidasi lahan Pertanian diutamakan untuk menjamin luasan lahan Pertanian bagi Petani sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (2) agar mencapai tingkat kehidupan yang layak. (3) Konsolidasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui:

a. pengendalian alih fungsi lahan Pertanian; dan b. pemanfaatan lahan Pertanian yang terlantar. Bagian ini bisa menjadi salah satu penyelesaian bagi persoalan reforma agraria (RA) di Indonesia. RA yang ditempuh melalui pemberian sertifikat itu penting. Tetapi, hal itu tanpa kekuatan bersama komunitas akan menjadikan pemilik tanah bisa dengan gampang menjual tanahnya kepada perusahaan besar. Kalau itu terjadi, perusahaan besar secara hukum bisa menguasai lahan petani/negara secara legal. Konsolidasi ini bisa menjadi model RA yang berbasis komunitas. Sebab, lahan-lahan itu akan dikuasai oleh masyarakat dan digunakan secara bersama-sama demi kesejahteraan semua pihak yang ada di wilayah tersebut. Kalau hal itu bisa mendukung, semua petani akan menguasai lahan sekurang-kurangnya 2 hektar, kemungkinan besar kesejahteraan petani bisa terwujud. Pilihannya adalah penguasaan kolektif atau kepemilikan individual? Untuk mewujudkan itu, pemerintah daerah mempunyai kewenangan (pasal 58). Pemerintah mau cara gampang: bagi sertifikat saja, atau menghendaki cara berkelanjutan: membentuk kelembagaan masyarakat yang kuat secara sosial dan budaya yang menjamin semua penduduk mempunyai kepenguasaan lahan pertanian minimal (2 ha)? Pasal 80 (UU 19/2013) tentang badan usaha milik petani (BUMP), kalau tidak dikelola dengan bijaksana, bisa bertabrakan dengan pasal 87 (UU No. 6/2014) tentang desa yang membahas badan usaha milik desa (BUMDes). Karena itu, dalam praktiknya, mestinya antar-lembaga dengan desa punya komunikasi atau kerja sama. Apa artinya, di setiap kelompok atau gabungan kelompok tani mempunyai BUMP tetapi dalam praktiknya terjadi persaingan dengan BUMDes, hanya karena ketidakmampuan pemerintah desa mengelola dua kepentingan bersama bersinergi. Dalam UU No. 6/2014 (pasal 87) dasar pengelolaan badan usaha desa jelas: kekeluargaan dan gotong royong. Artinya, koperasi menjadi salah satu prinsip dalam pembentukan, pengelolaan badan usaha itu. Lalu, semua itu haru berdaarkan musyawarah bersama. Singkatnya, kalau BUMDes atau BUMP dibentuk atas dasar kehendak satu atau dua orang, apalagi kepala desa saja, proses musyawarah tidak jalan. Kalau itu terjadi, proses pembodohan masyarakat atau petani sedang berjalan. Catatan Penutup

Kalau UU dijadikan acuan dalam melakukan gerakan, sebenarnya petani mempunyai dasar untuk membangun kekuatan bersama demi kesejahteraan bersama. Demikian juga, pemerintah yang baik yang menekankan GG akan mempunyai kesempatan menjadikan rakyat lebih makmur dan sejahtera. Apakah kedua pihak siap? Artinya, pemerintah harus siap menerapkan prinsip pelayanan kepada masyarakat untuk membangun ekonomi desa dan petani yang kuat. Sebaliknya, kalau petani atau masyarakat siap berorganisasi, siap bermusyawarah maka kesempatan akan terbuka lebar untuk membangun dan memandirikan desa dan dirinya. Namun jangan lupa, jebakan-jebakan dari UU ini adalah para pelaku pasar. Dengan peran negara yang mesti menjamin perdagangan, kalau masyarakat tidak cerdas, dan hanya mengejar keuntungan sesaat, maka pengusaha dan perusahaan nakal bisa memanfaatkannya. Koperasi di jadikan PT, lahan tanah disewakan kepada PT, maka petani hanya akan jadi penonton pasif. Ibarat sepak bola kita hanya menonton, tetapi yang bermain dan menjadi kaya adalah para pemilik perusahaan. Sebab, mereka menjadi bintang sepakbola dan dibayar mahal untuk permainannya. Mana yang kita pilih: mau jadi pemain atau penonton? [***] Salatiga, Mei 2017