AKIBAT HUKUM TERHADAP PENGHIBAHAN SELURUH HARTA WARISAN OLEH PEWARIS SEHINGGA MELANGGAR LEGITIME PORTIE

dokumen-dokumen yang mirip
BAB III AKIBAT HUKUM PENGHIBAHAN HARTA WARISAN YANG MELANGGAR BAGIAN MUTLAK ATAU LEGITIME PORTIE AHLI WARIS OLEH PEWARIS MENURUT KUHPERDATA

PENERAPAN LEGITIME FORTIE (BAGIAN MUTLAK) DALAM PEMBAGIAN WARISAN MENURUT KUH PERDATA. SULIH RUDITO / D

BAB I PENDAHULUAN. Dalam fase kehidupan manusia terdapat tiga peristiwa penting yaitu, kelahiran,

PERLINDUNGAN HUKUM KEPENTINGAN ANAK DI BAWAH UMUR TERHADAP HIBAH YANG MELANGGAR LEGITIEME PORTIE NITA NILAN SRY REZKI PULUNGAN ABSTRACT

BAB I PENDAHULUAN. dasar, antara lain bersifat mengatur dan tidak ada unsur paksaan. Namun untuk

Lex Privatum Vol. VI/No. 1/Jan-Mar/2018

BAB I PENDAHULUAN. suatu kejadian penting dalam suatu masyarakat tertentu, ketika seorang anggota dari

AKIBAT HUKUM PENGHIBAHAN SELURUH HARTA WARISAN OLEH PEWARIS SEHINGGA MELANGGAR LEGITIME PORTIE

TINJAUAN HUKUM SURAT WASIAT MENURUT HUKUM PERDATA M. WIJAYA. S / D

BAB I PENDAHULUAN. Hukum waris perdata dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, termasuk

BAB IV. PEMBAGIAN WARISAN DAN WASIAT DALAM PERSPEKTIF KUHPerdata

BAB I PENDAHULUAN. yaitu saat di lahirkan dan meninggal dunia, dimana peristiwa tersebut akan

BAB I PENDAHULUAN. orang lain berkewajiban untuk menghormati dan tidak mengganggunya dan

HAK MEWARIS ANAK ANGKAT TERHADAP HARTA ORANG TUA ANGKAT MENURUT HUKUM PERDATA

BAB I PENDAHULUAN. Pada waktu manusia dilahirkan ke dunia ini telah tumbuh tugas baru

HUKUM WARIS. Hukum Keluarga dan Waris ISTILAH

BAB I PENDAHULUAN. hukum dan perbuatan hukum. Peristiwa hukum pada hekekatnya adalah

BAB I PENDAHULUAN. yang sudah ada sejak dahulu yaitu hukum Waris Adat, Hukum Waris Islam, dan hukum Waris Kitab Undang-undang Hukum Perdata.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. yang merupakan akhir dari perjalanan kehidupan seorang manusia dan

AGNES ADRIANI HALIM ABSTRACT

PENOLAKAN WARIS BERDASARKAN KITAB UNDANG- UNDANG HUKUM PERDATA

BAB I PENDAHULUAN. yang berlaku dalam masyarakat. Dapat pula dikatakan hukum merupakan

BAB I PENDAHULUAN. penyerahan tanah hak kepada pihak lain untuk selama-lamanya (hak atas tanah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG PERMASALAHAN. Universitas. Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. menurut Mr.A.Pitlo adalah rangkaian ketentuan-ketentuan, dimana,

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia saat ini masih terdapat beraneka sistem hukum

BAB III KEWARISAN DALAM HUKUM PERDATA. Hukum waris Eropa yang dimuat dalam Burgerlijk Wetboek

BAB II PROSES PERALIHAN OBJEK WARISAN SECARA AB INTESTATO BILA DI TINJAU DARI HUKUM PERDATA

BAB I PENDAHULUAN. memenuhi kebutuhannya manusia tetap bergantung pada orang lain walaupun sampai

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan. Berdasarkan penjelasan-penjelasan pada bab sebelumnya, maka. dapat disimpulkan bahwa:

BAB I PENDAHULUAN. rasional dan matematis baik kondisi ekonomi, kelayakan pengetahuan

BAB III HAK WARIS ANAK SUMBANG. A. Kedudukan Anak Menurut KUH Perdata. Perdata, penulis akan membagi status anak ke dalam beberapa golongan

BAB I PENDAHULUAN. dalam suatu wadah yang disebut masyarakat, dan untuk memenuhi kebutuhan

Akibat Hukum Akta Hibah Wasiat Yang Melanggar Hak Mutlak Ahli Waris (Legitieme Portie)

Singh, selaku ahli waris Harminder Singh tanggal 14 Mei 2012.

BAB III WASIAT PENGANGKATAN AHLI WARIS (ERSFTELLING) DALAM KUHPERDATA. yaitu segala hukum yang mengatur kepentingan-kepentingan perorangan.

GUGATAN PEMOTONGAN (INKORTING) DALAM PEMBAGIAN WARISAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG WARISAN

PEMBATALAN HIBAH DAN AKIBAT HUKUMNYA TERHADAP SERTIPIKAT HASIL PERALIHAN HAK AHMAD BUDINTA RANGKUTI ABSTRACT

BAB I PENDAHULUAN. yang satu ke orang lain.tanah sebagai benda yang bersifat permanen tetap, banyak

TINJAUAN HUKUM PENYELESAIAN PERKARA PEMBATALAN AKTA HIBAH. (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Surakarta)

NASKAH PUBLIKASI PEMBAGIAN WARISAN BERDASARKAN WASIAT BAGI ANAK ANGKAT DITINJAU DALAM HUKUM PERDATA

BAB III AKIBAT HUKUM TERHADAP STATUS ANAK DAN HARTA BENDA PERKAWINAN DALAM PERKAWINAN YANG DIBATALKAN

HUKUM WARIS PERDATA BARAT

Pendayagunaan tanah secara berlebihan serta ditambah pengaruh-pengaruh alam akan menyebabkan instabilitas kemampuan tanah. 1 Jumlah tanah yang statis

Lex Privatum Vol. V/No. 7/Sep/2017. PEMBATALAN HIBAH MENURUT PASAL 1688 KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA 1 Oleh : Meylita Stansya Rosalina Oping 2

Waris Menurut BW Bab I Pendahuluan

BAB I PENDAHULUAN. Mewaris adalah menggantikan hak dan kewajiban seseorang yang

BAB III WASIAT DALAM KUH PERDATA. perbuatan pewaris pada masa hidupnya mengenai harta kekayaannya apabila

BENTUK PERALIHAN HAK ATAS TANAH YANG DAPAT DILAKUKAN OLEH WARGA NEGARA ASING AKIBAT PERCAMPURAN HARTA DALAM PERKAWINAN

BAB V. KOMPARASI PEMBAGIAN WARIS DAN WASIAT DALAM PERSPEKTIF KHI, CLD KHI DAN KUHPerdata

B A B I P E N D A H U L U A N. Sebagaimana prinsip hukum perdata barat di dalam KUH Perdata tersebut, telah

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA. A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian

BAB I PENDAHULUAN. mahkluk sosial, manusia tidak dapat hidup sendiri tanpa adanya bantuan

BAB I PENDAHULUAN. menyebutkan bahwa perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria

BAB III IMPLIKASI HAK KEWARISAN ATAS PENGAKUAN ANAK LUAR

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia adalah makhluk sosial yang tidak mungkin hidup sendiri.

Lex et Societatis, Vol. III/No. 9/Okt/2015

Lex Crimen Vol. VI/No. 5/Jul/2017. KEDUDUKAN PELAKSANA WASIAT ATAU TESTAMENT MENURUT KITAB UNDANG- UNDANG KUH PERDATA 1 Oleh : Riansyah Towidjojo 2

BAB II PENGATURAN HIBAH DAN HIBAH WASIAT DALAM PEWARISAN MENURUT KUHPERDATA. A. Ketentuan Umum Pewarisan Menurut KUHPerdata

BAB I PENDAHULUAN. agar kehidupan dialam dunia berkembang biak. Perkawinan bertujuan untuk

BAB I PENDAHULUAN. Tanah merupakan kekayaan alam yang mempunyai arti sangat penting

BAB I PENDAHULUAN. mengenai tanah yaitu karunia Tuhan Yang Maha Esa kepada bangsa. tanah itu dalam batas-batas menurut peraturan undang-undang.

TINJAUAN YURIDIS ANAK DILUAR NIKAH DALAM MENDAPATKAN WARISAN DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat dalam kehidupan sehari-hari senantiasa akan melakukan

Lex Privatum Vol. V/No. 9/Nov/2017

BAB II STATUS HUKUM HARTA WARIS YANG DIPEROLEH BERDASAR PADA WASIAT / TESTAMEN. hubungan pewarisan antara pewaris dan ahli waris.

SABUNGAN SIBARANI Dosen Fakultas Hukum Universitas Borobudur dan Fakultas Hukum Universitas Mpu Tantular

Lex Privatum, Vol. III/No. 4/Okt/2015

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Hal janji adalah suatu sendi yang amat penting dalam Hukum

Lex Privatum Vol. V/No. 5/Jul/2017

BAB I PENDAHULUAN. sebuah keluarga, namun juga berkembang ditengah masyarakat. Hal ini sebagaimana diatur dalam Pasal 2 Kitab Undang-undang Hukum

DIPONEGORO LAW JOURNAL Volume 5, Nomor 3, Tahun 2016 Website :

AKIBAT HUKUM PEMBERIAN HIBAH YANG MELEBIHI BATAS LEGITIME PORTIE (ANALISIS KASUS PUTUSAN PENGADILAN NEGERI NOMOR 109/PDT.G/2009/PN.

ALTERNATIF HUKUM PERKAWINAN HOMOSEKSUAL

BAB I PENDAHULUAN. seseorang dilahirkan, maka ia dalam hidupnya akan mengemban hak dan

KLASIFIKASI PERJANJIAN KELOMPOK I DWI AYU RACHMAWATI (01) ( )

PENYELESAIAN SENGKETA JUAL BELI TANAH YANG DILAKUKAN OLEH AHLI WARIS YANG PEWARISNYA MASIH HIDUP (STUDI KASUS DI LBH-HPP-PETA)

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan berkembangnya jumlah penduduk, kebutuhan akan tanah terus

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar 1945 yang menyatakan: Bumi air dan kekayaan

BAB III HIBAH DALAM DALAM PASAL 1688 KUH PERDATA. A. Sekilas tentang Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

BAB I PENDAHULUAN. pula harta warisan beralih kepada ahli waris/para ahli waris menjadi. Peristiwa pewarisan ini dapat terjadi ketika :

ASAS KEBEBASAN BERKONTRAK DALAM PERJANJIAN BAKU 1 Oleh: Dyas Dwi Pratama Potabuga 2

BAB II KEDUDUKAN AKTA WASIAT YANG TIDAK DIKETAHUI KEBERADAANNYA OLEH AHLI WARIS DAN PENERIMA WASIAT BAGI GOLONGAN PENDUDUK PRIBUMI

BAB I PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG MASALAH

BAB II KEDUDUKAN CORPORATE GUARANTOR YANG TELAH MELEPASKAN HAK ISTIMEWA. A. Aspek Hukum Jaminan Perorangan Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

BAB I PENDAHULUAN. etnis,suku, agama dan golongan. Sebagai salah satu negara terbesar di dunia,

BAB III KEWARISAN ANAK DALAM KANDUNGAN MENURUT KUH PERDATA 1. A. Hak Waris Anak dalam Kandungan menurut KUH Perdata

BAB I PENDAHULUAN. hidupnya salah satu kebutuhan manusia adalah perkawinan. Berdasarkan Pasal 28B ayat (1) Undang Undang Dasar 1945 (UUD 1945) yang

BAB I PENDAHULUAN. berkembang biak, serta melakukan segala aktifitasnya berada diatas tanah.

BAB I PENDAHULUAN. perkawinan yang ada di negara kita menganut asas monogami. Seorang pria

BAB I PENDAHULUAN. Hal ini dikarenakan bahwa negara Indonesia merupakan negara agraris, terdapat simbol status sosial yang dimilikinya.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menurut Pasal 1 Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang

TINJAUAN YURIDIS DAMPAK PERKAWINAN BAWAH TANGAN BAGI PEREMPUAN OLEH RIKA LESTARI, SH., M.HUM 1. Abstrak

BAB I PENDAHULUAN. berkembang biak, serta melakukan aktivitas di atas tanah, sehingga setiap saat manusia

B AB II TINJAUAN PUSTAKA. Berdasarkan Pasal 875 BW, yang dimaksud Surat Wasiat (testament) adalah suatu

BAB I PENDAHULUAN. (hidup berkelompok) yang biasa kita kenal dengan istilah zoon politicon. 1

ANALISIS YURIDIS AKTA KETERANGAN LUNAS YANG DIBUAT DIHADAPAN NOTARIS SEBAGAI DASAR DIBUATNYA KUASA MENJUAL JURNAL. Oleh

BAB I PENDAHULUAN. yaitu sebagai salah satu faktor utama dalam investasi. Perubahan yang cepat

Transkripsi:

RIVERA WIJAYA 1 AKIBAT HUKUM TERHADAP PENGHIBAHAN SELURUH HARTA WARISAN OLEH PEWARIS SEHINGGA MELANGGAR LEGITIME PORTIE AHLI WARIS DITINJAU DARI KUHPERDATA (STUDI PUTUSAN NOMOR 188/PDT.G/2013/PN.SMG) RIVERA WIJAYA ABSTRACT In any society, a hibah (grant) is not uncommon; it is done by a person as the realization of his freedom to organize his property. However, it is necessary to know that has its own rule which has to be obeyed. A grant which violates legitime portie (legitimate portion) of another legitimaris (heir) will cause revocation. Therefore, it is necessary to study the organization of a grant and a grant by will in the Civil Code, how about the legal consequence of giving a grant which violates legitimate portion of a heir by a testator, and whether judge s consideration and Ruling No. 188/Pdt.G/2013/PN.Smg on giving a grant of the whole inheritance which violates legitimate portion of a heir are correct. Keywords: Grant, Grant by Will, Legitimate Portion or Legitime Portie I. Pendahuluan Pada hakikatnya, manusia dalam kehidupannya pasti mengalami apa yang disebut dengan kematian. Pasca kematian seseorang kerap timbul permasalahan atau perselisihan terkait segala sesuatu yang ditinggalkannya. Oleh karena itu, pada umumnya, masyarakat selalu menghendaki adanya suatu peraturan yang menyangkut tentang warisan dan harta peninggalan dari orang yang meninggal dunia. 1 Di Indonesia, hukum waris yang dipergunakan untuk setiap warga negara Indonesia ada bermacam-macam antara lain hukum adat, hukum Islam, dan hukum perdata atau Burgerlijk Wetboek atau KUHPerdata. Pewarisan yang akan dibahas dalam tesis ini adalah terkait pewarisan berdasarkan hukum waris Burgerlijk Wetboek atau KUHPerdata. Berdasarkan ketentuan Pasal 131 Indische Staatsregeling jo. Staatblad 1917 Nomor 129 jo. Staatsblad 1924 Nomor 557, jo. Staatsblad 1917 Nomor 12 Tentang Penundukan diri Terhadap Hukum Eropa, hukum waris yang diatur hal. 1-2. 1 Oemarsalim, Dasar-dasar Hukum Waris di Indonesia, (Jakarta : Rineka Cipta, 2000),

RIVERA WIJAYA 2 dalam Burgerlijk Wetboek atau KUHPerdata tidak berlaku untuk semua golongan penduduk, melainkan hanya berlaku untuk golongan Eropa dan mereka yang dipersamakan dengan golongan tersebut; golongan Timur Asing Tionghoa; dan golongan Timur Asing lainnya dan Pribumi yang menundukkan diri. 2 Dalam hukum waris Burgerlijk Wetboek atau KUHPerdata, dikenal dua cara untuk memperoleh warisan, yaitu dari ketentuan Undang-undang atau ab intestate dan dari ketentuan testamen atau wasi vat atau testamentair. 3 Ahli waris secara testamentair dibagi menjadi dua cara yaitu erfstelling yakni penunjukkan satu atau beberapa ahli waris 4 serta legaat (hibah wasiat) yakni pemberian hak kepada seseorang atas dasar testamen atau wasiat yang baru dapat dilaksanakan setelah pemberi legaat meninggal dunia 5. Selain kedua jenis pewarisan tersebut, seseorang juga dapat memberikan hartanya semasa hidupnya yang dikenal dengan sebutan hibah. Adanya praktik hibah dan hibah wasiat menunjukkan bahwa seseorang memiliki kebebasan mengatur pembagian harta peninggalannya. Kebebasan yang dimaksud bukanlah tanpa batas, melainkan ada beberapa batasan yang harus dipatuhi. Salah satu batasan yang sering dilanggar seseorang dalam memberikan atau membagikan hartanya adalah batasan mengenai ketentuan bagian mutlak atau legitime portie (Pasal 913 KUHPerdata). Undang-undang ada memberikan perlindungan dan jaminan kepada ahli waris tertentu (legitimaris) untuk memperoleh bagian tertentu dari warisan pewaris. Oleh karena itu, legitimaris yang terlanggar hak mutlaknya dapat melakukan upaya hukum berupa mengajukan gugatan perdata ke pengadilan (Pasal 834 KUHPerdata). 6 Salah satu contoh gugatan terkait hibah atau wasiat harta warisan yang melanggar legitime portie ahli waris yang akan dikemukakan dalam tesis ini adalah putusan Nomor 188/Pdt.G/2013/PN. Smg. Harta peninggalan yang menjadi objek sengketa dalam putusan adalah harta Ko Bing Nio (selanjutnya 2 Anisitius Amanat, Membagi Warisan Berdasarkan Pasal-pasal Hukum Perdata BW, (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2000), hal. 3. 3 A. Pitlo, Hukum Waris, (Jakarta : Intermasa, 1979), hal. 112. 4 Surani Ahlan Sjarif, Intisari Hukum Waris Menurut Burgelijk Wetboek, (Jakarta : Ghalia Indonesia, 1982), hal. 14. 5 Ibid., hal. 20. 6 R. Subekti dan R. Tjitrosudibio, Kitab Undang-undang Hukum Perdata, (Yogyakarta : Pradnya Paramita), hal. 222.

RIVERA WIJAYA 3 disebut Almarhum) berupa tanah dan rumah dalam Sertifikat Hak Guna Bangunan Nomor 318/Peterongan atas nama Almarhum. Almarhum semasa hidupnya telah kawin dengan Go A Sing dan dikaruniai empat orang anak yaitu Lany Wibowo (Penggugat II), Hendra Gunawan (Penggugat III), Go Kiem Lan (Penggugat IV), dan Sutadi Goyono (Tergugat I). Sebelum kawin, Almarhum telah mempunyai seorang anak yaitu Ko Pien Tjoe (Penggugat I). Diketahui pula bahwa Go A Sing sebagai suami Almarhum berstatus Warga Negara Asing dan sudah lama meninggal dunia, sedangkan Almarhum sendiri meninggal pada tanggal 13 Februari 2011. Adapun Hendri Guyono (Tergugat II) juga merupakan anak kandung dari Almarhum, tetapi ia diasuh dan dirawat oleh orang lain yang masih ada hubungan keluarga dengan Almarhum. Semasa hidupnya, Almarhum pernah mengangkat satu orang anak yaitu Sugunto Komarudin (Turut Tergugat I). Sewaktu hidup, Almarhum ada membuat dua akta yang mengatur tentang pemberian dan pembagian hartanya. Pada tanggal 6 Maret 1999, Almarhum membuat Akta Nomor 10 tanggal 6 Maret 1999 yang berisi pernyataan persetujuan dan pelepasan hak atas Hak Guna Bangunan Nomor 318/Peterongan atas nama Almarhum oleh Para Penggugat dan selanjutnya dihibahkan kepada Tergugat I. Selanjutnya, pada tanggal 29 Maret 2003, Almarhum membuat Akta Nomor 1 tanggal 29 Desember 2003 mengenai testamen (hibah wasiat) yang isinya harta waris Almarhum diserahkan seluruhnya kepada Sutadi Guyono (Tergugat I) dan Hendri Guyono (Tergugat II) serta menunjuk Hendra Gunawan (Penggugat III) sebagai pelaksana testamen. Dikarenakan kedua akta tersebut di atas, Para Penggugat selaku anak kandung dari Almarhum tidak mendapat warisan. Selanjutnya, Para Penggugat tidak menyetujui tindakan Almarhum dan bermaksud menuntut pembatalan kedua akta tersebut di atas sehingga mereka mendapat bagian dari harta peninggalan Almarhum. Berdasarkan uraian permasalahan di atas, maka penulisan tesis ini mengambil judul tentang Akibat Hukum Penghibahan Seluruh Harta Warisan Oleh Pewaris yang Melanggar Legitime Portie Ahli Waris (Studi Putusan Nomor 188/Pdt.G/2013/PN.Smg).

RIVERA WIJAYA 4 Perumusan masalah penelitian ini adalah: 1. Bagaimana pengaturan hibah dan hibah wasiat dalam pewarisan menurut KUHPerdata? 2. Apakah akibat hukum pelaksanaan penghibahan seluruh harta warisan oleh pewaris yang melanggar bagian mutlak atau legitime portie ahli waris? 3. Bagaimana pertimbangan dan putusan hakim Nomor 188/Pdt.G/2013/PN.Smg terkait penghibahan seluruh harta warisan oleh pewaris yang melanggar bagian mutlak atau legitime portie ahli waris? Sesuai dengan perumusan masalah tersebut di atas, maka tujuan penelitian ini ialah : 1. Untuk mengetahui pengaturan hibah dan hibah wasiat dalam pewarisan menurut KUHPerdata. 2. Untuk mengetahui akibat hukum pelaksanaan penghibahan harta warisan oleh pewaris yang melanggar bagian mutlak atau legitime portie ahli waris. 3. Untuk mengetahui dan menganalisis sudah tepatkah pertimbangan dan putusan hakim Nomor 188/Pdt.G/2013/PN.Smg terkait penghibahan seluruh harta warisan oleh pewaris yang melanggar bagian mutlak atau legitime portie ahli waris. II. Metode Penelitian Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis penelitian hukum yuridis normatif, yang bersifat deskriptif analitis. Sumber data penelitian ini adalah data sekunder yang terbagi atas : A. Bahan Hukum Primer yaitu norma atau kaedah dasar seperti Pembukaan UUD 1945, Peraturan Dasar seperti Peraturan Perundang-undangan yang meliputi Undang-undang, Peraturan Pemerintah, dan Peraturan Menteri. Dalam tesis ini, bahan hukum primer meliputi Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUHPerdata), Putusan Nomor 188/Pdt.G/2013/PN.Smg, dan lain sebagainya.

RIVERA WIJAYA 5 B. Bahan Hukum Sekunder, yaitu buku-buku yang memberikan penjelasan terhadap bahan hukum primer. Terkait dengan tesis ini, bahan hukum sekunder meliputi buku-buku, jurnal hukum, karangan ilmiah, data resmi pemerintah tentang Penghibahan, Legitime Portie, Warisan, dan lain sebagainya. C. Bahan Hukum Tersier, yaitu kamus, bahan dari internet, dan lain-lain yang merupakan bahan hukum yang memberikan penjelasan tentang bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, meliputi Kamus Hukum, Kamus Bahasa Indonesia, Kamus Bahasa Inggris, Ensiklopedia, dan lain sebagainya. 7 Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penulisan ini adalah teknik penelitian kepustakaan (library research) di mana alat pengumpulan data berupa studi dokumen yang berkaitan dengan masalah yang diteliti dan penelitian lapangan (field research) di mana alat pengumpulan data berupa pedoman wawancara dari seseorang (informan) yang mengetahui gejala yang diteliti. III. Hasil Penelitian dan Pembahasan A. Pengaturan Hibah dan Hibah Wasiat Dalam Pewarisan Menurut KUHPerdata Menurut KUHPerdata, hibah dibagi menjadi dua bentuk yakni hibah dan hibah wasiat. Definisi terkait hibah ataupun hibah wasiat yaitu sebagai berikut : 1. Pasal 1666 KUHPerdata menyebutkan bahwa hibah adalah suatu perjanjian dengan mana si penghibah, di waktu hidupnya, dengan cumacuma, dan dengan tidak dapat ditarik kembali, menyerahkan sesuatu benda guna keperluan si penerima hibah yang menerima penyerahan itu. 8 2. Pasal 957 KUHPerdata menyebutkan bahwa hibah wasiat adalah penetapan wasiat yang khusus, dengan mana si yang mewariskan kepada seorang atau lebih memberikan beberapa barang-barangnya dari suatu jenis tertentu, seperti misalnya segala barang-barang bergerak atau tidak bergerak atau memberikan hak pakai hasil atas seluruh atau sebagian harta peninggalannya. 9 7 Ronny Hanitijo Soemitro, Metodologi Penelitian Hukum, (Jakarta : Ghalia Indonesia, 1983), hal. 24-25. 8 Pasal 1666 Kitab Undang-undang Hukum Perdata. 9 Pasal 957 Kitab Undang-undang Hukum Perdata.

RIVERA WIJAYA 6 KUHPerdata mengatur hibah dan hibah wasiat dalam Buku yang berbeda. Lebih rinci, hibah dalam KUHPerdata dikategorikan dalam hukum perikatan yakni di dalam Buku Ketiga Bab X tentang hibah (Pasal 1666-1693 KUHPerdata) daripada Buku Kedua tentang pewarisan. Hal ini karena pelaksanaan hibah dilakukan saat seseorang masih hidup sehingga salah satu syarat untuk proses pewarisan yakni adanya seseorang yang meninggal dunia yang meninggalkan sejumlah harta kekayaan tidak terpenuhi. Berdasarkan Pasal 1667 KUHPerdata, penghibahan hanya boleh dilakukan terhadap barang-barang yang sudah ada pada saat penghibahan itu terjadi. Jika hibah itu mencakup barang-barang yang belum ada, maka penghibahan batal sekadar mengenai barang-barang yang belum ada. 10 Pada prinsipnya, hibah tidak dapat ditarik kembali (Pasal 1666 KUHPerdata). Namun berdasarkan alasan yang telah ditetapkan oleh KUHPerdata dan mengingat keadaan tertentu, hibah dimungkinkan untuk ditarik kembali oleh si pemberinya. 11 Penarikan hibah oleh si pemberinya hanya dapat dilakukan dengan alasan tertentu dengan dasar hukum Pasal 1688 KUHPerdata yaitu sebagai berikut : 1. Apabila syarat-syarat tidak terpenuhi, sedangkan penghibahan telah dilakukan (Pasal 913 KUHPerdata); 2. Apabila si penerima hibah telah dinyatakan bersalah melakukan kejahatan yang bertujuan untuk mengambil nyawa si penghibah; dan 3. Apabila si penerima hibah menolak memberikan tunjangan nafkah kepada si penghibah, setelah si penerima hibah ini jatuh dalam keadaan miskin atau pailit. 12 Hibah antara suami istri selama perkawinan tidak diperbolehkan, kecuali mengenai benda-benda bergerak yang bertubuh yang harganya tidak terlampau mahal. Demikian juga terkait anak yang belum dilahirkan, hibah tidak boleh dilakukan, kecuali apabila kepentingan si anak tersebut menghendaki. Adapun orang yang sama sekali dilarang menerima penghibahan yaitu sebagai berikut : 1. Orang yang menjadi wali atau pengampu si pemberi hibah; 2. Dokter yang merawat si pemberi hibah ketika sakit; dan 3. Notaris yang membuat surat-surat milik si pemberi hibah. 13 10 Pasal 1667 Kitab Undang-undang Hukum Perdata. 11 Maman Suparman, Hukum Waris Perdata, (Jakarta : Sinar Grafika, 2015), hal. 137. 12 Pasal 1688 Kitab Undang-undang Hukum Perdata.

RIVERA WIJAYA 7 Tindakan penghibahan diwujudkan dengan adanya suatu akta atau perjanjian hibah. Keharusan pembuatan akta hibah (secara otentik) diperkuat dengan ketentuan Pasal 1682 KUHPerdata yang menyebutkan bahwa Tiada suatu penghibahan kecuali yang dimaksud dalam Pasal 1687 KUHPerdata dapat, atas ancaman batal, dilakukan tanpa akta notaris, yang aslinya (minuta) harus disimpan oleh notaris itu. 14 Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa Pasal 1687 KUHPerdata adalah pengecualian Pasal 1682 KUHPerdata di mana terhadap objek tertentu tidak dibutuhkan penghibahan dengan akta notaris. Berbeda dengan hibah, hibah wasiat dalam KUHPerdata termasuk dalam materi hukum waris yakni Buku kedua Bab XIII Bagian VI tentang hibah wasiat (Pasal 957-972 KUHPerdata). Hibah wasiat adalah salah satu jenis pewarisan melalui surat wasiat atau testamen. Penerima legaat atau hibah wasiat disebut legataris. Legataris bukan ahli waris testamenter karena ia tidak mempunyai hak untuk menggantikan pewaris, tetapi ia mempunyai hak menagih pada para ahli waris agar legaat atau hibah wasiat dilaksanakan. Hal ini secara tegas diatur dalam Pasal 1107 KUHPerdata. 15 Adapun kewajiban-kewajiban legataris yaitu sebagai berikut: 1. Menanggung semua beban pajak, kecuali ditemtukan lain (Pasal 961 KUHPerdata); dan 2. Umumnya legataris tidak menanggung beban utang kecuali ditentukan lain. 16 Dalam kondisi tertentu, suatu legaat atau hibah wasiat dapat dibatalkan. Sebab-sebab batalnya legaat atau hibah wasiat, karena : 1. Bendanya tidak ada lagi atau musnah di luar kesalahan ahli waris (Pasal 999 KUHPerdata); 2. Orang yang akan dapat wasiat tidak ada karena di dalam pelaksanaan legaat atau hibah wasiat tidak dikenal plaatsvervulling (Pasal 975 KUHPerdata); dan 3. Orang yang menerima hibah wasiat menolak atau dinyatakan tidak cakap untuk menikmati (Pasal 1000 KUHPerdata). 17 13 M. Idris Ramulyo Perbandingan Pelaksanaan Hukum Kewarisan Islam Dengan Kewarisan Menurut Kitab Undang-undang Hukum Perdata (BW), (Jakarta : Sinar Grafika, 1994), hal. 86. 14 Pasal 1682 Kitab Undang-undang Hukum Perdata. 15 Pasal 1107 Kitab Undang-undang Hukum Perdata. 16 Effendi Perangin, Hukum Waris, (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2014), hal. 79. 17 Ibid.

RIVERA WIJAYA 8 B. Akibat Hukum Penghibahan Harta Warisan yang Melanggar Bagian Mutlak atau Legitime Portie Ahli Waris Oleh Pewaris Menurut KUHPerdata Hibah dan hibah wasiat yang mungkin dilakukan oleh seseorang dapat dibagi dua macam yakni hibah dan hibah wasiat yang tidak melanggar bagian mutlak atau legitime portie ahli waris mutlak atau legitimaris serta hibah dan hibah wasiat yang melanggar bagian mutlak atau legitime portie ahli waris mutlak atau legitimaris. Untuk hibah dan hibah wasiat yang tidak melanggar bagian mutlak atau legitime portie ahli waris mutlak atau legitimaris tentu saja tidak ada masalah dan dapat dilaksanakan sepenuhnya. Namun sebaliknya untuk hibah dan hibah wasiat yang melanggar bagian mutlak atau legitime portie ahli waris mutlak atau legitimaris, akan menimbulkan suatu permasalahan dalam pelaksanaannya. Terkait dengan hibah dan hibah wasiat yang melanggar bagian mutlak atau legitime portie, maka ada dua akibat hukum yang dapat ditimbulkan tergantung pada sikap legitimaris. Kemungkinan pertama ialah menerima kenyataan itu tanpa mengajukan keberatan (zich berusten). Kemungkinan kedua yang dapat ditempuh oleh ahli waris mutlak atau legitimaris yang terlanggar bagian mutlak atau legitime portie adalah mengajukan perlawanan (gugatan) dengan meminta kepada sesama ahli waris dan penerima hibah agar bagian mutlak atau legitime portie-nya dipenuhi. 18 Dengan adanya gugatan dari para ahli waris mutlak atau legitimaris, maka pada prinsipnya tuntutan bagian mutlak atau legitime portie harus dipenuhi, kalau perlu dengan memotong hibah atau hibah wasiat. Pemenuhan bagian mutlak atau legitime portie ahli waris mutlak atau legitimaris dapat dilakukan dengan terlebih dahulu menetapkan berapa besarnya bagian mutlak atau legitime portie yang dimaksud berdasarkan Pasal 921 KUHPerdata. 19 Kemudian terhadap hibah dan hibah wasiat yang melanggar bagian mutlak atau legitime portie legitimaris adalah dapat dilakukan pemotongan 18 M.U. Sembiring, Beberapa Bab Penting Dalam Hukum Waris Menurut Kitab Undangundang Hukum Perdata, (Medan : Program Pendidikan Notariat Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, 1989), hal. 81. 19 Maman Suparman, Op.cit., hal. 94.

RIVERA WIJAYA 9 (inkorting) terhadap hibah dan hibah wasiat tersebut. Dasar hukum dapat dilihat pada Pasal 920 KUHPerdata yang berbunyi : Terhadap segala pemberian atau penghibahan, baik antara yang masih hidup, maupun dengan surat wasiatnya mengakibatkan menjadi kurangnya bagian mutlak (legitime portie) dalam warisan, bolehlah kelak dilakukan pengurangan bilamana warisan itu jatuh meluang, akan tetapi hanyalah atas tuntutan para ahli waris mutlak atau pengganti mereka. 20 Pemotongan atas hibah-hibah dilakukan secara berjenjang yakni dimulai dengan memotong hibah yang paling muda usianya. Kalau tidak cukup, barulah dipotong hibah yang usianya setingkat lebih tua, demikian seterusnya, jika perlu sampai pada hibah yang paling tua usianya. 21 Hal ini dapat dilihat dalam Pasal 924 KUHPerdata. Pemotongan (inkorting) dapat dilaksanakan dengan mengacu pada Pasal 914 KUHPerdata sampai dengan Pasal 916 a KUHPerdata. Urutanurutan dari pemotongan (volgorde der inkorting) adalah sebagai berikut: 1. Pemotongan dilakukan terhadap sisa harta peninggalan yang tidak ditegaskan oleh pewaris, yang tidak disebut dalam wasiat (perolehan secara ab-intestato) dengan mempergunakan asas perimbangan; 2. Apabila belum cukup, kekurangan dipotong dari perolehan secara testamentair,baik berupa hibah wasiat (legaat) maupun pengangkatan sebagai ahli waris (erfstelling). Pemotongan ini dilakukan dengan asas perimbangan; dan 3. Kalau pemotongan kesatu dan kedua belum mencukupi menutup bagian mutlak atau legitime portie, maka dilakukan pemotongan dari hibah-hibah yang telah dilakukan oleh pewaris pada waktu pewaris masih hidup. Pemotongan dilakukan bukan dengan asas perimbangan, melainkan berdasarkan jenjang usia hibah. Ini berarti pemotongan hibah dilakukan berurutan mulai dari hibah yang tanggalnya terdekat dengan pewaris pada waktu meninggalnya terus berlanjut sampai kekurangan legitime portie terpenuhi. 22 berikut : Pemotongan atau inkorting dibedakan menjadi dua macam, yaitu sebagai 1. Pemotongan semu (oneigenlijke inkorting) Pemotongan semu (oneigenlijke inkorting) disebut juga pemotongan tidak langsung. Pemotongan ini dilakukan dari bagian ahli waris yang tidak berhak atas bagian mutlak atau legitime portie dan pemotongan dari pemberian yang dilakukan dengan wasiat seperti hibah wasiat atau 20 Pasal 920 Kitab Undang-undang Hukum Perdata. 21 M.U. Sembiring, Op.cit., hal. 85. 22 Maman Suparman, Op.cit., hal. 160.

RIVERA WIJAYA 10 pengangkatan sebagai ahli waris. Pemotongan semu (oneigenlijke inkorting) dibagi dua yaitu : 23 a. Pemotongan dari bagian ahli waris yang tidak berhak atas bagian mutlak atau legitime portie; dan b. Hibah wasiat yang sudah dihitung tetapi belum diberikan, karena bagian mutlak atau legitime portie tersinggung, maka hibah wasiat itu dipotong dan jumlah potongan itu dipersamakan untuk menutup kekurangan bagian mutlak atau legitime portie. 2. Pemotongan yang sebenarnya (eigenlijke inkorting) Pemotongan yang sebenarnya (eigenlijke inkorting) adalah pemotongan yang sungguh-sungguh dilaksanakan, seperti pemotongan hibah yang telah diberikan dan telah diterima. Si penerima hibah tersebut harus mengembalikan suatu jumlah untuk menutup bagian mutlak atau legitime portie. 24 Dari kedua jenis pemotongan di atas, pemotongan terhadap hibah termasuk jenis pemotongan yang sebenarnya (eigenlijke inkorting), sedangkan pemotongan terhadap hibah wasiat termasuk pemotongan semu. C. Pertimbangan dan Putusan Hakim Terkait Penghibahan Harta Warisan yang Melanggar Bagian Mutkak Atau Legitime Portie Secara garis besar, pertimbangan dan putusan hakim terkait penghibahan seluruh harta warisan oleh Almarhum yang melanggar bagian mutlak atau legitime portie legitimaris sebagaimana ternyata dalam putusan Nomor 188/Pdt.G/2013/PN.Smg adalah membatalkan akta hibah wasiat yang dibuat oleh Almarhum dan kemudian membagi seluruh harta warisan Almarhum secara merata kepada ahli waris ab-intestato. Mengacu pada ketentuan dalam KUHPerdata yakni Pasal 920 KUHPerdata, putusan hakim yang membatalkan akta hibah wasiat yang dibuat oleh Almarhum dianggap kurang tepat. 25 Hal ini karena KUHPerdata sendiri memberikan solusi penggunaan inkorting atau pemotongan bagi hibah atau hibah wasiat yang melanggar bagian mutlak atau legitime portie bukan dengan ancaman kebatalan seperti yang diputuskan oleh hakim. Agar sesuai dengan peraturan yang berlaku (Pasal 920 KUHPerdata), seharusnya hakim memutuskan penggunaan inkorting atau pemotongan untuk 2016. 23 Maman Suparman, Loc.cit. 24 Effendi Perangin, Op.cit., hal. 114. 25 Hasil Wawancara dengan Rosniaty Siregar, Notaris di Medan, dilakukan tanggal 1 Juni

RIVERA WIJAYA 11 memenuhi bagian mutlak atau legitime portie para legitimaris. Sebagai tambahan, penggunaan inkorting atau pemotongan juga dianggap lebih memenuhi rasa keadilan pihak-pihak yang bersangkutan yakni penerima hibah wasiat dan para legitimaris. Terkait dengan pembagian harta Almarhum, menurut pertimbangan hakim, Turut Tergugat I dan Turut Tergugat II yang masing-masing berkedudukan sebagai anak angkat dan anak kandung tidak mendapat pembagian warisan karena tidak adanya bukti yang cukup untuk membuktikan keterkaitannya dengan Almarhum. Jika dikaitkan dengan penerapan inkorting atau pengurangan, maka hakim seharusnya memutuskan untuk membagi harta warisan Almarhum kepada legitimaris yakni Para Penggugat sebesar bagian mutlak atau legitime portie-nya saja dan sisa harta tersebut diberikan kepada penerima hibah wasiat (Tergugat I dan Tergugat II). 26 Oleh karena kelemahan putusan di mana tidak diketahui secara jelas status perkawinan Almarhum dengan suaminya, maka perlu diumpamakan menjadi 2 kondisi yakni kondisi I jika perkawinan Almarhum tidak sah, maka anak Almarhum adalah Para Penggugat dan Tergugat I yang semuanya berkedudukan anak luar kawin; kondisi 2 jika perkawinan Almarhum sah, maka anak Almarhum terdiri dari anak luar kawin yang diakui (Penggugat I) dan anak kandung (Penggugat II, III,IV, dan Tergugat I). Besar bagian yang didapat oleh para pihak setelah diterapkannya pemotongan atau inkorting dalam putusan di mana pada kondisi I, Para Penggugat sebagai legitimaris yang menuntut masing-masing mendapat bagian mutlaknya yang sama besar yaitu 1/10 (satu per sepuluh); dan Tergugat I dan II sebagai penerima hibah wasiat mendapat sisa setelah dikurangi legitime portie, masingmasing mendapat 3/10 (tiga per sepuluh). Sedangkan, pada kondisi II, Penggugat I sebagai legitimaris yang menuntut mendapat bagian mutlak sebesar 1/30 (satu per tiga puluh); kemudian Penggugat II, III, dan IV sebagai legitimaris yang menuntut masing-masing mendapatkan bagian mutlak yang sama besar yaitu 14/80 (empat belas per delapan puluh); serta Tergugat I dan II sebagai penerima hibah wasiat mendapat sisa setelah dikurangi legitime portie, masing-masing mendapat 53/240 (lima puluh tiga per dua ratus empat puluh). 2016. 26 Hasil Wawancara dengan Rosniaty Siregar, Notaris di Medan, dilakukan tanggal 1 Juni

RIVERA WIJAYA 12 IV. Kesimpulan Dan Saran A. Kesimpulan 1. Pengaturan hibah dan hibah wasiat dalam KUHPerdata dapat dijumpai dalam Buku yang berbeda. Hibah dalam KUHPerdata dikategorikan dalam hukum perikatan yakni Buku Ketiga Bab X, terdiri dari ketentuan umum (Pasal 1666-1675); tentang kecakapan untuk memberikan sesuatu sebagai hibah, dan untuk menikmati keuntungan suatu hibah (Pasal 1676-1681); tentang cara menghibahkan sesuatu (Pasal 1682-1687); serta tentang penarikan dan penghapusan hibah (Pasal 1688-1693). Berbeda dengan hibah, hibah wasiat dalam KUHPerdata dikategorikan dalam hukum kebendaan yakni Buku Kedua Bab XIII Bagian VI (Pasal 957-972). Beberapa ketentuan tersebut perlu disempurnakan lagi agar lebih jelas dan adil dalam pelaksanaannya, misalnya tentang batasan maksimal harta peninggalan yang boleh dihibah atau dihibahwasiatkan oleh pewaris; 2. Akibat hukum yang dapat ditimbulkan terkait hibah atau hibah wasiat yang melanggar bagian mutlak atau legitime portie ada 2 (dua) jenis tergantung pada tindakan legitimaris. Jika legitimaris tidak mengajukan keberatan, maka tindakan hibah atau hibah wasiat yang melanggar bagian mutlak atau legitime portie dianggap tetap sah dan dijalankan. Lain halnya jika legitimaris menuntut haknya, maka ketetapan dalam hibah atau hibah wasiat yang melanggar bagian mutlak atau legitime portie tidak dapat dijalankan dan mengacu pada Pasal 920 KUHPerdata, bagian yang diterima oleh penerima hibah atau hibah wasiat dapat di-inkorting atau dipotong untuk memenuhi bagian mutlak atau legitime portie legitimaris; dan 3. Putusan Nomor 188/Pdt.G/2013/PN.Smg merupakan salah satu putusan sengketa perdata yang memiliki relevansi dengan masalah hibah wasiat yang melanggar bagian mutlak atau legitime portie legitimaris. Dalam kasus tersebut, hakim memutuskan untuk membatalkan akta hibah wasiat yang dibuat oleh Almarhum dan kemudian membagi harta warisan Almarhum hanya kepada ahli waris ab-intestato saja. Putusan seperti itu dianggap kurang tepat karena tidak sesuai dengan ketentuan Pasal 920

RIVERA WIJAYA 13 KUHPerdata yang memberikan solusi penggunaan inkorting atau pemotongan untuk hibah dan hibah wasiat yang melanggar bagian mutlak atau legitime portie. Sebaiknya, hakim memutuskan untuk dilakukan inkorting atau pengurangan dalam rangka menerapkan ketentuan Pasal 920 KUHPerdata serta untuk memenuhi rasa keadilan pihak penerima hibah wasiat dan legitimaris. Keadilan pihak penerima hibah wasiat tidak akan terpenuhi bahkan lebih parahnya dirugikan jika diputuskan pembatalan akta hibah wasiat karena penerima hibah wasiat secara otomatis sama sekali tidak mendapat bagian yang seharusnya diterimanya dengan hibah wasiat. B. Saran 1. Dalam memutus sengketa pewarisan yang melanggar bagian mutlak atau legitime portie legitimaris, sebaiknya hakim menerapkan penggunaan inkorting atau pemotongan agar sesuai dengan Pasal 920 KUHPerdata serta memenuhi rasa keadilan dari pihak penerima hibah atau hibah wasiat yang melanggar bagian mutlak atau legitime portie secara khusus dan pihak lainnya yang terkait secara umum. Hal ini karena seringkali putusan hakim tidak menerapkan inkorting atau pemotongan, melainkan hanya membatalkan akta hibah atau hibah wasiat yang melanggar bagian mutlak atau legitime portie sehingga efeknya merugikan pihak penerima hibah atau hibah wasiat tersebut. 2. Terkait dengan banyaknya tindakan pewaris yang melakukan pewarisan yang melanggar bagian mutlak atau legitime portie legitimaris, maka sebaiknya notaris yang berperan membantu pembuatan akta hibah dan akta wasiat, dapat memberikan edukasi kepada kliennya terlebih dahulu. Hal ini karena kadang klien yang datang ke notaris tidak memahami ketentuan pewarisan yang diatur oleh peraturan yang berlaku. Dengan demikian, di sinilah peran penting notaris untuk menyadarkan kliennya sehingga ke depannya dapat mengurangi munculnya akta pewarisan yang melanggar ketentuan yang berlaku. 3. Notaris sebaiknya lebih cermat dan hati-hati menghadapi kliennya yang terkadang beritikad buruk menipu notaris sehingga muncullah akta

RIVERA WIJAYA 14 pewarisan yang melanggar bagian mutlak atau legitime portie. Dengan demikian, pihak notaris dapat terhindar dari kemungkinan pembatalan akta yang dibuatnya serta pihak-pihak terkait lainnya tidak berselisih dan dirugikan haknya. V. Daftar Pustaka A. Buku Amanat, Anisitius. 2000. Membagi Warisan Berdasarkan Pasal-pasal Hukum Perdata BW. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta. Oemarsalim. 2000. Dasar-dasar Hukum Waris di Indonesia. PT Rineka Cipta. Jakarta. Perangin, Effendi. 2014. Hukum Waris. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta. Pitlo, A. 1979. Hukum Waris. Intermasa. Jakarta. Ramulyo, M. Idris. 1994. Perbandingan Pelaksanaan Hukum Kewarisan Islam Dengan Kewarisan Menurut Kitab Undang-undang Hukum Perdata (BW). Sinar Grafika. Jakarta. Sembiring, M.U. 1989. Beberapa Bab Penting Dalam Hukum Waris Menurut Kitab Undang-undang Hukum Perdata. Program Pendidikan Notariat Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Medan. Sjarif, Surani Ahlan. 1982. Intisari Hukum Waris Menurut Burgelijk Wetboek. Ghalia Indonesia. Jakarta. Soemitro, Ronny Hanitijo. 1983. Metodologi Penelitian Hukum. Ghalia Indonesia. Jakarta. Subekti, R dan R. Tjitrosudibio. Kitab Undang-undang Hukum Perdata. Pradnya Paramita. Yogyakarta. Suparman, Maman. 2015. Hukum Waris Perdata. Sinar Grafika. Jakarta. B. Peraturan Perundang-undangan Kitab Undang-undang Hukum Perdata

RIVERA WIJAYA 15 C. Hasil Wawancara Hasil Wawancara dengan Rosniaty Siregar, Notaris di Medan, dilakukan tanggal 1 Juni 2016.