Seminar Nasional ke-2: Sains, Rekayasa & Teknologi UPH - 2017 Rabu - Kamis, 17-18 Mei 2017, Gedung D, Kampus UPH Karawaci, Tangerang ANALISIS PARAMETER HIDROGEOLOGI DENGAN BEBERAPA METODE KONVENSIONAL DI AKUIFER TERKEKANG Jefry Rory Paath 1 dan Budijanto Widjaja 2 1 Program Studi Teknik Sipil, Universitas Katolik Parahyangan, Bandung Email: jefry.paath@yahoo.com 2 Program Studi Teknik Sipil, Universitas Katolik Parahyangan, Bandung Email: geotek.gw@gmail.com ABSTRAK Kemajuan teknologi, peningkatan jumlah penduduk, keterbatasan lahan, peningkatan harga tanah dan bertambahnya kebutuhan lahan parkir di daerah perkotaan membuat keberadaan basement menjadi kebutuhan utama bagi bangunan tinggi. Berkembangnya kebutuhan basement yang semakin dalam hingga 5-6 lapis basement dengan galian sampai dengan kedalaman mencapai 20 m dari permukaan tanah, sehingga masalah air tanah saat penggalian dan konstruksi basement menjadi hal yang penting khususnya untuk muka air tanah yang dangkal. Dewatering merupakan salah satu metode yang dilakukan untuk menjaga muka air tanah agar tetap berada di bawah permukaan galian yang sedang dikerjakan. Pekerjaan dewatering hampir selalu diperlukan pada saat penggalian basement, baik dengan sistem open cut maupun dengan sistem penahan galian yang lain. Untuk itu, diperlukan perencanaan yang baik sebelum pekerjaan dewatering dilakukan agar tidak menyebabkan beberapa kerugian seperti pengambilan air berlebih ( over dewatering), lahan yang masih terendam air, penurunan tanah disekitar akibat penurunan muka air tanah di sekitar galian, dan lain-lain. Dalam perencanaan dewatering dapat dilakukan beberapa metode untuk memperoleh data untuk perencanaan dewatering salah satunya adalah dengan melakukan uji pemompaan (pumping test). Uji ini dilakukan untuk menyimulasikan kondisi muka air tanah dan debit yang akan terjadi saat dilakukan pemompaan pada lahan yang akan dilakukan dewatering. Serta selain itu juga untuk mendapatkan beberapa parameter hidrogeologi. Pada makalah ini membahas mengenai analisis untuk mendapatkan parameter hidrogeologi dengan beberapa pendekatan-pendekatan empirik/metode konvensional dan mencari pengaruh dari adanya perbedaan hasil analisis di atas pada perencanaan dewatering. Kata kunci: basement, pumping test, dewatering, parameter hidrogeologi 1. PENDAHULUAN Kemajuan teknologi, peningkatan jumlah penduduk, keterbatasan lahan, peningkatan harga tanah dan bertambahnya kebutuhan akan lahan parkir di daerah perkotaan membuat keberadaan basement menjadi kebutuhan utama bagi bangunan tinggi. Dengan berkembangnya kebutuhan akan basement yang semakin dalam hingga 5-6 lapis basement dengan galian sampai dengan kedalaman + 20 m dari permukaan tanah, masalah air tanah saat penggalian dan konstruksi basement menjadi suatu hal yang perlu diperhatikan dengan lebih serius. Kedalaman air tanah di Jakarta dan sekitarnya umumnya berkisar antara 2 m sampai dengan 7 m, sehingga untuk pembangunan basement yang umumnya memiliki kedalaman antara 1 sampai dengan 6 lapis basement, atau kurang lebih pada kedalaman 3 m sampai dengan 22 m dari permukaan tanah setempat, seringkali dibutuhkan pekerjaan dewatering selama penggalian dan konstruksinya. Dewatering merupakan salah satu metode yang dilakukan untuk menjaga muka air tanah agar tetap berada di bawah permukaan galian yang sedang dikerjakan. Pekerjaan dewatering hampir selalu diperlukan pada saat penggalian basement, baik dengan sistem open cut maupun dengan sistem penahan galian. Perlu perencanaan yang sangat baik sebelum pekerjaan dewatering dilakukan agar tidak menyebabkan beberapa kerugian seperti : pengambilan air berlebih ( over dewatering), lahan yang masih terendam air, penurunan tanah disekitar akibat penurunan muka air tanah di sekitar galian, dll. Dalam perencanaan dewatering dapat dilakukan beberapa metode untuk mendapatkan data-data untuk perencanaan dewatering salah satunya adalah dengan melakukan uji pemompaan (pumping test). Uji ini dilakukan untuk mensimulasikan kondisi muka air tanah dan debit yang akan terjadi saat dilakukan pemompaan untuk mendapatkan beberapa parameter hidrogeologi. 1
2. UJI PEMOMPAAN (PUMPING TEST) Konsep dasar dari uji pemompaan yang sangat sederhana adalah melakukan pemompaan air dari dalam tanah melalui dari sumur atau lubang bor atau pumping well, sehingga menurunkan muka air tanah. Muka air tanah dan besarnya debit air yang keluar dari pumping well dimonitor dari waktu ke waktu, bersama dengan berbagai parameter lainnya (seperti muka air tanah pada observation well dan jaraknya terhadap pumping well). Data tersebut kemudian dianalisis untuk memperoleh informasi tentang parameter hidrogeologi akuifer. 3. AKUIFER Gambar 1. Uji Pemompaan (Bumiyasa, 2013) Akuifer merupakan suatu lapisan batuan atau tanah yang mampu menyimpan dan mengalirkan air. Akuifer juga dapat diartikan sebagai suatu formasi geologi atau batuan yang mengandung air dan bersifat permeable. Untuk dapat berfungsi sebagai akuifer, suatu batuan haruslah berpori atau berongga yang berhubungan satu sama lain, sehingga dapat menyimpan dan membiarkan air bergerak dari rongga ke rongga. Jenis-jenis akuifer secara umum dapat dibagi menjadi empat jenis yaitu (Satyawan, 2009 dalam Edward, 2011) : a) Akuifer bebas atau akuifer tak tertekan (Unconfined Aquifer), Akuifer bebas atau akuifer tak tertekan merupakan lapisan di mana air tanah dalam akuifer tertutup lapisan impermeable. Air tanah di dalam akuifer ini disebut juga air tanah dangkal (umumnya kedalaman kurang dari 20 m) dan dijumpai pada daerah endapan aluvial. Air tanah dalam akuifer bebas ini banyak dimanfaatkan untuk berbagai keperluan dan masih merupakan sumber utama air bersih bagi sebagian besar penduduk dalam memenuhi kebutuhan sehari hari. b) Akuifer semi bebas (Semi Unconfined Aquifer) Akuifer semi bebas merupakan akuifer yang bagian bawahnya merupakan lapisan kedap air sedangkan bagian atasnya merupakan material berbutir halus. c) Akuifer semi tertekan (Leaky Aquifer) Akuifer semi tertekan merupakan akuifer yang ditutupi oleh lapisan akuitard (lapisan setengah kedap) di bagian atasnya dan dapat dijumpai pada daerah vulkanik (daerah batu tuf). d) Akuifer tertekan (Confined Aquifer) Akuifer tertekan yaitu lapisan bawah air di mana air tanah terletak di bawah lapisan kedap air (impermeable) dan merupakan air tanah dalam (umumnya kedalaman lebih dari 40 m). Muka air tanah kedudukannya berada lebih tinggi dari kedudukan bagian atas akuifer. Muka air tanah ini (dalam kedudukan ini disebut pisometri) dapat berada di atas atau di bawah muka air tanah. Apabila tinggi pisometri berada di atas muka tanah, maka air sumur yang menyadap akuifer jenis ini akan mengalir secara bebas. Air tanah dalam kondisi ini disebut artosis atau artesis. A B C D Gambar 2. A. Unconfined Aquifer; B. Semi Unconfined Aquifer; C. Leaky Aquifer; D Confined Aquifer 2
4. JENIS ALIRAN Menurut Kruseman dan de Ridder (2000), perhitungan untuk memperoleh parameter hidraulik dibagi menjadi 2 jenis kondisi aliran aliran : a) Kondisi Steady State Flow Aliran air tanah dengan kondisi Steady State adalah aliran dengan kondisi muka air tanah yang sudah stabil dan muka air tanah saat pemompaan berlangsung sudah tidak berubah lagi berdasarkan waktu. Nama lain untuk kondisi ini adalah Steady atau Equlibrium Radial Flow. b) Kondisi Unsteady State Flow Aliran air tanah dengan kondisi unsteady state adalah aliran dengan kondisi muka air tanah yang belum stabil dan muka air tanah saat pemompaan berlangsung masih berubah terhadap waktu. Kondisi aliran ini terjadi saat pemompaan baru mulai dilakukan sampai kondisi aliran steady state terjadi. Istilah lain untuk kondisi ini adalah Transient Flow, Radial Flow, atau Non-equilibrium Radial Flow. Gambar 3 menunjukkan pola penurunan muka air tanah (drawdown) terhadap waktu yang dapat dibagi menjadi dua kondisi yakni unsteady state dan steady state flow. Terlihat bahwa makin dekat dengan pompa, kondisi unsteady state flow lebih mudah terjadi. Sebaliknya makin jauh dari pompa, kondisi steady state flow relatif lebih mudah terjadi. Gambar 3. Kondisi Aliran 5. DATA LAPANGAN Pengujian pemompaan (pumping test) dilakukan pada lokasi daerah Jakarta Timur. Kondisi tanah pada lokasi yang dekat titik pengujian pumping test dapat dilihat pada Gambar 4. Berdasarkan data kondisi tanah pada lokasi tersebut dapat disimpulkan bahwa jenis akuifer pada lokasi tersebut adalah akuifer terkekang (confined aquifer). Pengujian dilaksanakan dengan melakukan long term pumping test yaitu pemompaan jangka panjang secara terus menerus selama sekitar 10040 menit 7 hari. Debit rata-rata yang keluar saat pemompaan adalah sebesar 153.17 liter/menit. Gambar 4. Kondisi pelapisan tanah di lokasi pengujian 3
Tabel 1. Data kondisi pumping well (PW) dan observation well (OW) Deskripsi PW OW 1 OW 2 OW 3 OW 4 OW 5 OW 6 Jarak dari PW (m) 0 1.9 4.1 8.1 15.2 31.4 48.10 Muka Air Tanah Awal (m) 6.33 6.12 5.80 1.36 1.27 1.28 2.75 Kedalaman Sumur (m) 20 16 16 16 16 16 16 Kedalaman Muka Air Tanah (m) 0.1 1 10 100 1000 10000 100000 0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 Waktu (menit) PW OW1 OW2 OW3 OW4 OW5 OW6 Gambar 5. Unconfined aquifer (Kruseman dan de Ridder, 2000) 6. ANALISIS PARAMETER HIDROGEOLOGI DENGAN METODE KONVENSIONAL Dari uji pemompaan dapat dihasilkan parameter-parameter hidrogeologi seperti transmissivity, storage coefficient, koefisien permeability tanah dan untuk menentukan radius pengaruh pemompaan. Untuk menentukan parameter tersebut dapat dilakukan dengan menurunkan persamaan hukum Darcy (1855), q= -ka h (1) r dengan q = kecepatan aliran Darcy, k = konduktivitas aliran (permeabilitas), A= luas permukaan, h = perbedaan tinggi muka air, dan r = perbedaan jarak. Parameter Hidrogeologi pada Kondisi Steady State Flow untuk Confined Aquifer Penentuan parameter hidrogeologi digagas oleh Thiem (1906). Pada percobaannya dilakukan pemompaan pada pumping dengan memasang lebih dari satu observation well / piezometer untuk memonitor penurunan muka air tanah di sekitar pumping well. Gambar 6. Uji pemompaan pada akuifer terkekang (Kruseman dan de Ridder, 2000) 4
Berdasarkan Gambar 6 didapat besarnya debit air adalah : Q= 2 π K D (h 2- h 1 ) (2) ln (r 2 / r 1 ) dengan Q= debit air), K=koefisien permeabilitas tanah, D = tebal akuifer, h 2 dan h 1 = tinggi muka air tanah dari datum, r 2 dan r 1 = jarak pumping well ke observation well. Parameter Hidrogeologi pada Kondisi Unsteady State Flow untuk Confined Aquifer Saat pemompaan dilakukan, terkadang kondisi aliran steady state tidak dapat tercapai atau pada kondisi dimana selalu terjadi penurunan saat pemompaan dilakukan. Pada kondisi ini maka perhitungan dengan kondisi aliran steady state tidak berlaku. Untuk aliran unsteady radial flow pada akuifer terkekang, perhitungan untuk mendapatkan parameter hidrogeologi diungkapkan oleh : Metode Theis (Curve Matching Method) Theis (1935) mengembangkan perhitungan untuk mendapatkan parameter hidrogeologi dengan melakukan analogi antara aliran air dan aliran panas. s = Q 4 π T e -u u u du = Q 4 π T W (u) ; W(u) = - 0.5772 ln u + u - u2 + u3 + u4 + 2.2! 3.3! 4.4! u = r2 S 4 T t dengan Q = debit air, s = drawdown, T = transmissivity, S = storativity, t = waktu. (3) (4) Asumsi yang digunakan untuk metode ini, a. Muka air tanah menbentuk garis horizontal / tidak ada kemiringan b. Akuifer merupakan akuifer terkekang c. Akuifer homogen, isotropik, dan ketebalan akuifer seragam d. Pemompaan dilakukan dengan debit yang konstan e. Sumur memotong akuifer secara penuh Metode Cooper - Jacob (Kurva Waktu - Drawdown) Gambar 7. Kurva Theis Metode Cooper-Jacob (194 7) meneruskan metode Theis, dimana penurunan muka air tanah akan bertambah berdasarkan bertambahnya waktu. Untuk sumur monitoring yang dekat dengan sumur pompa, pada saat pemompaan dilakukan dalam kurun waktu yang lama penurunan muka air tanah dapat diabaikan (u < 0.01). Oleh karena itu, perumusan akan menjadi 5
s = Q 4 π T 0.5772 ln r2 S 4 T t s = 2.3 Q 4 π T log 2.25 T r 2 S t (6) dengan Q = debit air, K = koefisien permeabilitas tanah, S = drawdown, S = storativity, R = jarak pumping well ke observation well, T = transmissivity, T = waktu. 7. HASIL PERHITUNGAN Dari beberapa metode diatas didapatkan besarnya permeabilitas untuk akuifer yang ada pada lokasi penelitian. Permeabilitas untuk masing-masing hasil adalah sebagai berikut, Tabel 2. Hasil Perhitungan Permeabilitas pada Akuifer dengan Metode Konvensional No. Metode Permeabilitas, k (m/s) 1 Thiem 4.68 x10-5 2 Theis 1.03 x10-4 3 Cooper-Jacob 4.59 x10-4 (5) Dari hasil tersebut, dapat dilihat dari setiap metode perhitungan memberikan hasil yang berbeda. Perlu dilakukan back analysis dengan bantuan program untuk mengetahui hasil manakah yang dapat memberikan hasil lebih mendekati dengan hasil yang sebenarnya. Maka dilakukan pemodelan tanah dengan bantuan program PLAXIS 8.6 untuk menguji nilai k yang memberikan hasil profil muka air tanah mendekati dengan kondisi yang sebenarnya di lapangan saat pengujian dilakukan. Perbandingan dari ketiga metode ditunjukkan pada Gambar 8. Metode Theis dan thiem memberikan hasil yang lebih rendah dibandingkan kondisi lapangan. Sedangkan metode Cooper- Jacob,penurunan muka air tanah cenderung lebih tinggi. Kedalaman Muka Air Tanah (m) 0-10 -20-30 -40-50 Jarak dari Pumping Well (m) 0 30 60 90 120 150 Theis Formula Thiem Formula Cooper-Jacob Formula Data Lapangan Gambar 8. Perbandingan drawdown kondisi lapangan dan tiga metode konvensional 8. KESIMPULAN Berdasarkan hasil analisa diatas dapat ditarik beberapa kesimpulan 1. Berdasarkan data tanah, kondisi akuifer pada lokasi penelitian adalah akuifer terkekang. 2. Berdasarkan pengujian pemompaan di lapangan didapat debit rata-rata yang keluar dari pompa adalah 153.17 liter/menit dan penurunan kedalaman muka air tanah maksimum yang terjadi setelah pemompaan saat waktu ke 10040 menit 7 hari adalah 9.89 meter. 3. Hasil perhitungan permeabilitas dengan berbagai metode konvensional dapat memberikan hasil yang berbeda dengan nilai diantara 4.68 x10-5 m/s sampai dengan 4.59 x10-4 m/s. 4. Setelah melakukan back analysis dengan bantuan program dapat dilihat hasil dengan menggunakan metode Theis formula dapat memberikan hasil yang lebih mendekati dengan data dari pengujian lapangan. 6
DAFTAR PUSTAKA Cedergren, H. R. (1967). Seepage, drainage, and flownets, New York : John Wiley and Sons, 489 pp Cooper, H.H. and C.E. Jacob (1946). A generalized graphical method for evaluating formation constants and summarizing well field history. Am. Geophys. Union Trans. Vol. 27, pp. 526-534. Darcy, H. (1856). Les fontaines publiques de la ville de Dijon, V. Dalmont, Paris, 647 pp. Department of the Army, The Navy and The Air Force (1983). Dewatering and Groundwater Control NAVY NAVFAC P-418 Kruseman, G.P., dan de Ridder, N.A. (2000) Analysis and Evaluation of Pumping Test Data : 2 nd Edition Powers, J.P., Corwin, A.B., Schmall, P.C., dan Kaeck, W.E. (2007) Construction Dewatering and Groundwater Control : New Methods and Applications, 3rd Edition. Theis, C.V. (1935). The relation between the lowering of the piezometric surface and the rate and duration of discharge of a well using groundwater storage. Trans. Amer. Geophys. Union, Vol. 16, pp. 5 19-524. Thiem, G. (1906). Hydrologische Methoden. Gebhardt, Leipzig, 56 pp. 7