PERILAKU MENYONTEK PADA SISWA SMA NEGERI 1 WIROSARI. Skripsi. Untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam mencapai derajat S-1

dokumen-dokumen yang mirip
HUBUNGAN ANTARA EFIKASI DIRI DENGAN KECENDERUNGAN MENYONTEK PADA MAHASISWA. Skripsi

PERILAKU MENYONTEK DITINJAU DARI KEPERCAYAAN DIRI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. selalu muncul menyertai aktivitas proses belajar mengajar sehari hari tetapi jarang

HUBUNGAN ANTARA PERSAINGAN MERAIH NILAI TINGGI DENGAN INTENSITAS PERILAKU MENYONTEK PADA SISWA MENENGAH KEJURUAN SKRIPSI.

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, membentuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tujuan pendidikan nasional yang tertuang dalam Pasal 3 Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. Prilaku menyontek atau cheating adalah salah satu fenomena pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. karakter siswa. Pendidikan agama merupakan sarana transformasi pengetahuan

BAB I PENDAHULUAN. bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia

BAB I PENDAHULUAN. masalah penilaian terhadap hasil usaha tersebut. ( Suryabrata, 2002 : 293 ).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kata menyontek mungkin sudah tidak asing lagi bagi pelajar dan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. masalah penilaian terhadap hasil usaha tersebut. 1. Pendidikan nasional Indonesia memiliki tujuan untuk mewujudkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. belajar, membahas soal bersama-sama, atau bahkan ada yang berbuat

BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan suatu bangsa ditandai oleh tingkat sumber daya manusia yang

BAB I PENDAHULUAN. hidupnya. Hal ini dikarenakan sebagian besar perkembangan manusia melalui

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pengetahuan dimana kunci suksesnya terletak pada dunia pendidikan.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dapat dilakukan dengan peningkatan mutu pendidikan. Keberhasilan

BAB 1 PENDAHULUAN. bagi negara berkembang seperti Indonesia. Masalah sumber daya tersebut tidak bisa

HUBUNGAN ANTARA PERCAYA DIRI DENGAN INTENSI MENYONTEK

BAB 1 PENDAHULUAN. yang tangguh baik secara fisik, mental maupun intelektual dan kepribadian. pendidikan di indonesia yaitu Madrasah Aliyah (MA).

BAB I PENDAHULUAN. belajar baik di sekolah maupun di kampus. Hasil survey Litbang Media Group

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kecurangan akademik merupakan fenomena umum di sekolah menengah dan perguruan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Persiapan Proses Pelaksanaan Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia menyadari akan pentingnya menciptakan warga negara yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. manusia (SDM) yang berkualitas. Manusia harus dapat menyesuaikan dengan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kadang berbagai macam cara dilakukan untuk mencapai tujuan itu. Salah satu yang

HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DENGAN PERILAKU MENYONTEK

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. perbuatan curang dalam dunia pendidikan. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya

Juara 1 Lomba Essay LSP FKIP UNS dalam rangka Hari Pendidikan Nasional 2015

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. Belajar merupakan suatu kegiatan yang tidak terpisahkan dari kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Prestasi belajar mahasiswa merupakan salah satu faktor penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, dan memiliki budi pekerti

BAB I PENDAHULUAN. Perilaku menyontek atau cheating merupakan salah satu fenomena dalam

PENGARUH BIMBINGAN BELAJAR TERHADAP KECEMASAN SISWA DALAM MENGHADAPI UJIAN NASIONAL. Skripsi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dimana sistem pendidikan tidak dijalankan secara proporsional. Sistem

HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DAN SIKAP TERHADAP BIMBINGAN KONSELING DENGAN TINGKAHLAKU BERKONSULTASI PADA SISWA SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. penilaian bahkan sampai pada penulisan tugas akhir. Cheating merupakan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Sely Lamtiur, 2014 Model kantin kejujuran bagi pengembangan karakter jujur siswa

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Ujian Nasional merupakan gerbang dari sebuah keinginan besar bahwa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kualitas sumber daya manusia yang menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sekolah. Dikenal karena ada yang melakukan atau hanya sebatas mengetahui perilaku

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. terus membangun dan meningkatkan sumber daya manusia melalui pendidikan.

BAB I PENDAHULUAN. kata lain, setiap individu ingin mengembangkan potensi-potensi atau kemampuankemampuan

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Bhayangkara Jakarta Raya

BAB I PENDAHULUAN. terhadap perubahan sikap dan perilaku. Perubahan sikap dan perilaku itulah yang

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan

BAB I PENDAHULUAN. dan menjadi perilaku yang tidak baik dalam kehidupan sehari-hari. Fenomena

BAB I PENDAHULUAN. Manusia tanpa karakter adalah manusia yang sudah membinatang. Orang orang

BAB I PENDAHULUAN. Belajar merupakan istilah kunci yang penting dalam kehidupan manusia,

HUBUNGAN ANTARA PENGENDALIAN DIRI DENGAN PERILAKU MEMBOLOS PADA SISWA. Naskah Publikasi

Hubungan Antara Karakteristik Pekerjaan Dengan Etos Kerja

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang

HUBUNGAN ANTARA KECENDERUNGAN EKSTROVERT DENGAN KECEMASAN BERBICARA DI DEPAN UMUM PADA MAHASISWA FKIP PBSID UMS SKRIPSI

BAB 1 PENDAHULUAN. menganggap dirinya sanggup, berarti, berhasil, dan berguna bagi dirinya sendiri,

HUBUNGAN ANTARA KEMATANGAN BERAGAMA REMAJA MUSLIM DENGAN MOTIVASI MENUNTUT ILMU DI PONDOK PESANTREN

EKSPERIMENTASI PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN PENDEKATAN SAVI DAN RME PADA POKOK BAHASAN KUBUS DAN BALOK DITINJAU DARI KREATIVITAS BELAJAR SISWA

BAB I PENDAHULUAN. berkembang dan bahkan menjadi terbelakang. Dengan demikian pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan. Pondok Pesantren bertugas untuk mencetak manusia yang benarbenar

BAB I PENDAHULUAN. Tinggi. Selain itu, pada tanggal 4 Mei 2011 juga ada penanda-tanganan Deklarasi

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Orang tua yang penuh perhatian tidak akan membiarkan anak untuk

BAB I PENDAHULUAN. pada kesiapannya dalam menghadapi kegiatan belajar mengajar.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tugas merupakan suatu hal yang sangat dekat dengan perkuliahan dan

Teori-teori Belajar. Teori Humanistik. Afid Burhanuddin. Memahami teori toeri belajar dan implementasinya dalam proses pembelajaran.

BAB I PENDAHULUAN. Ketuhanan, Kemanusiaan, Persatuan, Kebijaksanaan dan Keadilan. Nilai-nilai

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dan patriotisme bela negara, penghargaan terhadap hak-hak asasi manusia,

(PTK di kelas VIII Semester Genap MTs Negeri Karanganyar)

PENDAHULUAN. mengajar yang berkaitan dengan program studi yang diikutinya serta hasil

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia adalah makhluk sosial (homo sosius), yang dibekali

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan suatu sendi kehidupan. Melalui pendidikan,

I. PENDAHULUAN. dasarnya, manusia berkembang dari masa oral, masa kanak-kanak, masa

HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN KELUARGA DENGAN PRESTASI BELAJAR SISWA. Skripsi

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan potensinya semaksimal mungkin. Oleh. berharap agar sekolah dapat mempersiapkan anak-anak untuk menjadi warga

SKRIPSI. Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Jurusan Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia, dan Daerah

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pendidikan pada dasarnya memiliki tujuan untuk mengubah perilaku

BAB I PENDAHULUAN. warganya belajar dengan potensi untuk menjadi insan insan yang beradab, dengan

BAB I PENDAHULUAN. sikap ( attitudes), perilaku (behaviours), motivasi (motivations) dan keterampilan

FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

BAB I PENDAHULUHAN. detail yang berbeda. Nilai berasal dari bahasa latin, dari kata value

KEJUJURAN AKADEMIK PADA SISWA SEKOLAH MENENGAH ATAS. Skripsi

BAB I PENDAHULUAN. manusia untuk membina kepribadiannya sesuai dengan nilai-nilai di dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. sangat dibutuhkan untuk meningkatkan prestasi belajar matematika. Hal ini

SELF-REGULATED LEARNING SISWA YANG MENYONTEK (SURVEY PADA SISWA KELAS X DI SMA N 52 JAKARTA UTARA TAHUN AJARAN 2010/2011)

BAB I PENDAHULUAN. dari segi budaya, social maupun ekonomi. Sekolah menjadi suatu organisasi yang

BAB I PENDAHULUAN. Dengan mempelajari matematika, yang merupakan basic of science akan. lebih mempermudah dalam mengembangkan dan menguasai ilmu

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran Bahasa Inggris di Indonesia, baik pada jenjang. pendidikan dasar maupun menengah, lebih menekankan pada aspek

HUBUNGAN ANTARA HUMAN RELATIONS DENGAN MOTIVASI KERJA PADA KARYAWAN SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sebagaimana halnya dengan keluarga, sekolah juga mengajarkan nilai-nilai dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pada anak-anak sedini mungkin agar tidak menghambat tugas-tugas perkembangan anak

BAB I PENDAHULUAN. sebagaimana tercantum di dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Dalam masa perkembangan negara Indonesia, pendidikan penting untuk

1. PENDAHULUAN. Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. berperilaku mulia. Begitulah kutipan filsuf Yunani, Plato, SM (dalam

Transkripsi:

PERILAKU MENYONTEK PADA SISWA SMA NEGERI 1 WIROSARI Skripsi Untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam mencapai derajat S-1 Diajukan oleh : DIAH MARTININGRUM F 100 040 183 FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2009

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perilaku menyontek adalah salah satu fenomena pendidikan yang sering muncul menyertai aktivitas proses belajar mengajar, tetapi kurang mendapat perhatian dalam wacana pendidikan di indonesia. Kurangnya perhatian mengenai perilaku menyontek disebabkan karena kebanyakan orang menganggap masalah menyontek sebagai sesuatu yang sifatnya sepele, padahal masalah menyontek merupakan sesuatu yang sangat mendasar. Seperti yang dikemukakan oleh Sudrajat (http://www.akhmadsudrajat.wordpress.com, 02/03/2008) bahwa banyak orang menduga bahwa maraknya korupsi di Indonesia sekarang ini memiliki korelasi dengan kebiasaan menyontek yang dilakukan oleh pelakunya pada saat dia mengikuti pendidikan, dan yang lebih mengerikan justru tindakan nyontek dilakukan secara terencana antara siswa dengan guru, tenaga kependidikan atau pihak-pihak lainnya yang berkepentingan dengan pendidikan, seperti yang terjadi pada saat Ujian Nasional. Sedangkan menurut Ceppy (http://www.pikiran-rakyat.com, 04/04/2007) perilaku menyontek yang dilakukan siswa pada hakikatnya merupakan perbuatan membohongi diri sendiri. Jika dibiarkan maka banyak pihak yang di rugikan, rekan yang di contek tentunya telah terampas kemampuanya. Menyontek cenderung serumpun dengan perbuatan korupsi, ketika masih belajar di sekolah sudah gemar menyontek maka itu pertanda ketika sedang menjadi orang bekerja disuatu instansi akan cenderung melakukan korupsi. Karenanya, di sekolah Al Ma some, di larang 1

2 siswa menyontek yang menyontek akan meraih sangsi 100 poin yang bermakna di keluarkan dari sekolah. Tindakan tersebut patut dicontoh karena perilaku menyontek adalah perilaku yang berakibat buruk untuk waktu jangka pendek dan jangka panjang bagi diri pelajar dan bangsa. Pelajar yang sering menyontek akan terbiasa mengambil jalan pintas untuk mencapai tujuannya dan setelah terjun kedunia kerja maka akan melakukan hal yang sama yaitu suka mencari jalan pintas untuk memenuhi tujuannya. Jika seseorang di sekolah saja tidak jujur, maka pada saat bekerja dalam bidang apapun apakah menjadi guru, anggota MPR/DPR, menteri, pengusaha, wartawan, bahkan dosen sekalipun akan mudah dan ringan saja melakukan ketidakjujuran, kecurangan, korupsi dan lain-lain. Tidaklah mengherankan apabila Indonesia berada dalam urutan ke-3 negara paling korup diantara 2 negara yang diteliti oleh lembaga penelitian Political and Economic Risk Contullancy Ltd yang berbasis di Hongkong (dalam Iskandar& Harmaini, 1996). Masalah menyontek sesungguhnya adalah isu lama yang aktual di bicarakan dalam sistem persekolahan di seluruh dunia dalam konteks kehidupan bangsa saat ini, tidak jarang kita mendengar asumsi dari masyarakat yang menyatakan bahwa koruptor-koruptor besar, penipu-penipu ulung dan penjahat kerah putih yang marak di sorot saat ini adalah penyontek-penyontek berat ketika masih berada di bangku sekolah atau sebaliknya, mereka yang terbiasa menyontek di sekolah, memiliki potensi menjadi koruptor, penipu, dan penjahat kerah putih dalam masyarakat nanti. Meskipun asumsi seperti di atas sangat spekulatif dan masih jauh dari nalar ilmiah, namun paling tidak pernyataan itu dapat menggelitik kepedulian mereka yang berkecimpung di dunia pendidikan terhadap masalah menyontek di sekolah. Sekedar

3 ilustrasi, bahwa pada tahun 80-an di Amerika Serikat masalah cheating pernah menjadi isu yang hangat dibahas oleh kalangan politisi di negara bagian California karena ternyata dampak cheating telah merambah kepentingan publik secara serius (Admin, http://www.asmi@kampus-ungu.ac.id, 11/11/2004). Perilaku menyontek adalah salah satu wujud dari perilaku, bahkan salah satu bentuk ekspresi dari kepribadian seseorang. Oleh Burt (dalam Alhadza, http://www.depdiknas.co.id, 02/07/2004) ada tiga faktor yang berpengaruh pada tingkah laku manusia, yaitu faktor G (General), yakni dasar yang dibawa sejak lahir, faktor S (specific) yang dibentuk oleh pendidikan dan faktor C (Common/Group) yang didapatkan dari pengaruh kelompok. Jika dihubungkan dengan perbuatan cheating, maka aktivitas cheating itu adalah merupakan pengaruh dari faktor C. Lebih lanjut dikatakan bahwa Faktor C lebih luas atau lebih kuat daripada faktor S. Dengan demikian, perilaku cheating banyak diakibatkan oleh pengaruh kelompok dimana orang cenderung berani melakukan karena melihat orang lain di kelompoknya juga melakukan. Dikaitkan dengan teori Sigmund Freud (dalam Atkinson,1996) didapatkan penjelasan bahwa perilaku cheating adalah tidak lain dari hasil pertarungan antara Das Ich melawan Das Uber Ich, yaitu pertarungan antara dorongan-dorongan yang realistis rasional dan logis melawan prinsip-prinsip moralitas dan pencarian kesempurnaan. Lebih jauh ditegaskan bahwa dalam pertarungan antara Das Es, Das Ich, dan Das Uber Ich akan timbul ketegangan. Ketegangan yang dihadapi akan menuntut perlunya ada cara-cara untuk mengatasi, misalnya dengan cara indentifikasi atau memindahkan objek (object displacement) atau dengan mekanisme pertahanan diri (self mechanism).

4 Alasan menyontek menurut Darohim (dalam http://www.kalipaksi.files. wordpress.com, 21/06/2007) berkaitan dengan budaya pelajar Indonesia yang masih memandang nilai dan ijazah sebagai orientasi belajar mereka. Yang jelas, menyontek adalah sebuah kecurangan yang jika dipelihara akan tumbuh menjadi sebuah kejahatan. Seperti praktik menyontek yang terkadang dibuat secara sistematis. Misalnya, pembocoran soal ujian Sipenmaru (UMPTN) atau EBTANAS (Ujian Nasional) yang dilakukan oleh orang dalam atau bahkan oleh guru. Mereka itu memanfaatkan peluang budaya curang yang melekat di kalangan para siswa kita. Sedangkan penelitian Antion dan Michel (dalam Admin, http://www.asmi@kampusungu.ac.id, 11/11/2004) terhadap 148 orang maha- siswa di Los Angeles menemukan bahwa kombinasi dari faktor kognitif, afektif, personal, dan demografi lebih signifikan sebagai prediktor perbuatan cheating dari pada jika faktor tersebut berdiri sendiri. Dengan kata lain perbuatan cheating lebih dipengaruhi oleh kombinasi variabel-variabel dari pada variabel tunggal. Perilaku menyontek dipengaruhi oleh banyak variabel seperti yang dikemukakan oleh Haryono dkk (2001) bahwa pelajar menyontek karna berbagai alasan. Ada yang menyontek karna malas belajar, ada yang takut karna mengalami kegagalan, ada pula yang dituntut orang tuanya untuk memperoleh nilai yang baik. Oleh sebab itu para siswa hanya memfokuskan pada nilai yang baik, seperti yang dikemukakan oleh Coleman (dalam Sarwono, 2000) bahwa ada beberapa kelompok siswa yang menekankan pada prestasi sekolah. Di kelompok ini ditemukan bahwa nilai yang dominan di antara mereka adalah nilai-nilai ulangan semata. Terjadi persaingan untuk mendapat nilai bagus dan hanya yang terbaik dalam angka ulangan yang mendapat penghargaan dari kawan-kawannya.

5 Berdasarkan uraian di atas, rumusan masalah dari penelitian ini adalah Bagaimanakah gambaran perilaku menyontek yang terjadi pada siswa. Dengan rumusan masalah tersebut penulis akan meneliti lebih lanjut dengan melakukan penelitian yang berjudul Perilaku Menyontek Pada Siswa SMA Negeri I Wirosari B. Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka penelitian ini bertujuan untuk memahami dan memberikan gambaran secara jelas mengenai perilaku menyontek yang terjadi pada siswa. C. Manfaat Penelitian Manfaat yang ingin di peroleh dalam penelitian ini adalah: 1. Bagi Kepala sekolah. Dapat digunakan sebagai acuan untuk memberikan pengarahan bagi para guru untuk lebih meningkatkan kualitas mengajar dan meyakinkan siswa untuk meningkatkan belajarnya sehingga siswa percaya diri dengan kemampuan yang dimilikinya. 2. Bagi Guru BK. Dapat digunakan sebagai motivasi untuk memberi perhatian yang lebih kepada siswa dengan membimbing dan mengarahkan siswa agar meningkatkan belajar dan memiliki rasa percaya diri dengan kemampuan yang dimiliki. 3. Bagi Guru wali kelas. Dapat memotivasi untuk membimbing dan mengarahkan siswa untuk rajin belajar.

6 4. Bagi Guru kelas. Dapat digunakan sebagai renungan untuk introspeksi diri, sehingga termotivasi untuk meningkatkan kemampuannya dalam mengajar, lebih mengarahkan dan memotivasi siswa untuk lebih giat dalam belajar. 5. Bagi Siswa. Dapat memberikan informasi tentang pengertian menyontek, alasanalasan seseorang menyontek, dan dapat memahami menyontek dari tinjauan moral dan tinjauan psikologis. 6. Bagi wali murid. Dapat digunakan sebagai motivasi untuk lebih memperhatikan aktivitas anaknya pada saat diluar lingkungan sekolah, memberi dukungan untuk lebih giat belajar dan membimbing anak untuk tidak berbuat curang dalam hal apapun. 7. Ilmuwan Psikologi. Dapat digunakan sebagai referensi atau acuan untuk membantu mencegah dan menghilangkan perilaku menyontek. 8. Fakultas Psikologi. Dapat memberikan informasi tentang perilaku menyontek sehingga dapat ikut berpartisipasi untuk mencegah perilaku menyontek. 9. Bagi peneliti lain. Agar ada penelitian lebih lanjut untuk mengungkapkan dampak menyontek terhadap kehidupan masyarakat, sehingga menyontek tidak hanya menjadi perhatian dikalangan pendidik tetapi akan dapat pula melibatkan komponen masyarakat secara lebih luas.