Lex et Societatis, Vol. IV/No. 2/Feb/2016. TINJAUAN YURIDIS TERHADAP ANAK PELAKU TINDAK PIDANA NARKOTIKA 1 Oleh: Patrick Deo Linelejan 2

dokumen-dokumen yang mirip
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB II PENAHANAN DALAM PROSES PENYIDIKAN TERHADAP TERSANGKA ANAK DIBAWAH UMUR. penyelidikan yang merupakan tahapan permulaan mencari ada atau tidaknya

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK

PENGADILAN ANAK Undang-Undang No. 3 Tahun 1997 Tanggal 3 Januari 1997 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

TATA CARA PELAKSANAAN DIVERSI PADA TINGKAT PENYIDIKAN DI KEPOLISIAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65 TAHUN 2015 TENTANG

Lex Privatum, Vol. IV/No. 7/Ags/2016

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Sistem Peradilan Pidana Anak adalah keseluruhan proses penyeles

BAB II. kejahatan adalah mencakup kegiatan mencegah sebelum. Perbuatannya yang anak-anak itu lakukan sering tidak disertai pertimbangan akan

I. PENDAHULUAN. yang merupakan potensi dan penerus cita-cita perjuangan bangsa dimasa yang

UNDANG-UNDANG NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

Al Adl, Volume VII Nomor 14, Juli-Desember 2015 ISSN UPAYA DIVERSI DALAM PROSES PERADILAN PIDANA ANAK INDONESIA

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana ( yuridis normatif ). Kejahatan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anak bukanlah untuk dihukum tetapi harus diberikan bimbingan dan

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Alternative Penyelesaian Perkara Anak sebagai Pelaku Tindak Pidana dengan Diversi dan Restoratif Justice

BAB I PENDAHULUAN. Setiap tahun kenakalan anak selalu terjadi. Apabila dicermati

BAB IV PERSAMAAN DAN PERBEDAAN DELIK PEMBUNUHAN TIDAK DISENGAJA OLEH ANAK DI BAWAH UMUR MENURUT HUKUM POSITIF DAN HUKUM ISLAM

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2017 TENTANG PEDOMAN REGISTER PERKARA ANAK DAN ANAK KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Perlindungan Hukum Terhadap Anak Sebagai Kurir Narkotika. (Study Putusan No. 14/Pid.Sus Anak/2015/PN. Dps) Siti Zaenab

TAHAP-TAHAP DIVERSI TERHADAP ANAK SEBAGAI PELAKU TINDAK PIDANA (ANAK YANG BERKONFLIK DENGAN HUKUM) DI WILAYAH HUKUM PENGADILAN NEGERI JAMBI

: UPAYA PERLINDUNGAN ANAK BERHADAPAN HUKUM DALAM SISTEM PERADILAN ANAK FAKULTAS : HUKUM UNIVERSITAS SLAMET RIYADI SURAKARTA ABSTRAK

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

OLEH ANAK BERDASARKAN UNDANG UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK

WAWANCARA. Pewawancara : Dame Hutapea (Mahasiswa Fak. Hukum Universitas Esa Unggul)

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

BAB II PENGATURAN HUKUM TERKAIT DIVERSI DALAM PERMA NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN DIVERSI DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK

2017, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Anak yang Berkonflik dengan Hukum yang selanjutnya

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

BAB I PENDAHULUAN. segala kemungkinan yang akan membahayakan mereka dan bangsa di masa

Perlindungan Hukum terhadap Anak sebagai Pelaku Tindak Pidana (Studi di Kota Pematangsiantar)

II. TINJAUAN PUSTAKA. Peradilan Pidana di Indonesia di selenggarakan oleh lembaga - lembaga peradilan

IMPLEMENTASI DIVERSI TERHADAP ANAK PELAKU PEMBUNUHAN BERENCANA (STUDI KASUS PUTUSAN PENGADILAN NEGERI GRESIK, TANGGAL 12 NOVEMBER 2014, NOMOR: 03/PID

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Penulisan skripsi ini dilakukan dengan menggunakan penelitian lapangan dengan

BAB I PENDAHULUAN. sosial, sebagai makhluk individual manusia memiliki kepentingan masing-masing

BAB I PENDAHULUAN. Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945

BAB I PENDAHULUAN. kejahatan yang bersifat trans-nasional yang sudah melewati batas-batas negara,

Lex et Societatis, Vol. III/No. 1/Jan-Mar/2015

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB IV ANALISIS PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK SEBAGAI KURIR NARKOTIKA. A. Sanksi Yang Dapat Dikenakan Kepada Anak Yang Menjadi Kurir

Rosa Intani Citrawati. Abstrak

Perbandingan Penghukuman Terhadap Anak dengan Minimal yang Disebut sebagai Anak

Makalah Daluwarsa Penuntutan (Hukum Pidana) BAB I PENDAHULUAN

PERLINDUNGAN TERHADAP ANAK YANG BERHADAPAN DENGAN HUKUM MELALUI PENDEKATAN RESTORATIVE JUSTICE. Oleh : Dheny Wahyudhi 1. Abstrak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK SEBAGAI PELAKU TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN (Studi Kasus Putusan No: 164/Pid.B/2009/PN.PL) SAHARUDDIN / D

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

I. PENDAHULUAN. kehidupan masyarakat agar dapat tercipta dan terpeliharanya ketertiban umum.

IMPLEMENTASI PERLINDUNGAN ANAK MELALUI PENDEKATAN RESTORATIVE JUSTICE DI TINGKAT PENYIDIKAN DI TINJAU DARI UU

Oleh Lily I. Rilantono (Ketua Umum YKAI)

BAB I PENDAHULUAN. cara yang diatur dalam Undang-undang Hukum Acara Pidana untuk mencari serta

BAB II PENGATURAN PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK SEBAGAI PELAKU TINDAK PIDANA PERSETUBUHAN A. KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA (KUHP)

BAB III SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK. sampai dengan tahap pembimbingan setelah menjalani pidana Undang-

BAB 1 PENDAHULUAN. dirasakan semakin menunjukkan peningkatan. Hal tersebut dapat dilihat dari

BAB I PENDAHULUAN. kurang atau tidak memperoleh kasih sayang, asuhan bimbingan dan

PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2007 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG [LN 2007/58, TLN 4720 ]

BAB I PENDAHULUAN. mengenai kenakalan anak atau (juvenile deliuencya) adalah setiap

I. PENDAHULUAN. harus dilindungi. Anak tidak dapat melindungi diri sendiri hak-haknya, berkepentingan untuk mengusahakan perlindungan hak-hak anak.

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN

BAB II KEWENANGAN PENYIDIK DALAM PROSES PENYIDIKAN PIDANA ANAK. 2.1 Prosedur Penyidikan dalam Hukum Acara Pidana

BAB I PENDAHULUAN. dan pengembangan ilmu pengetahuan. Indonesia dan negara-negara lain pada

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS ATMAJAYA YOGYAKARTA

: MEDIASI PENAL DALAM PENYELESAIAN TINDAK PIDANA YANG DILAKUKAN OLEH ANAK FAKULTAS : HUKUM UNIVERSITAS SLAMET RIYADI SURAKARTA ABSTRAK

BAB II PENGATURAN PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP SAKSI DALAM TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN BERENCANA

BAB IV ANALISIS HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP SANKSI ABORSI YANG DILAKUKAN OLEH ANAK DIBAWAH UMUR

ANALISIS TERHADAP SISTEM PEMIDANAAN DALAM UU NO. 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK 1 Oleh : Merril Constantia Lomban 2

BAB I PENDAHULUAN. hukum seperti telah diatur dalam Pasal 12 Undang-Undang No. 35 Tahun

Perbedaan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dengan Undang Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang

BAB I PENDAHULUAN. mampu memimpin serta memelihara kesatuan dan persatuan bangsa dalam. dan tantangan dalam masyarakat dan kadang-kadang dijumpai

BAB II PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK PELAKU TINDAK PIDANA DALAM PROSES PERADILAN PIDANA ANAK

Penerapan Pidana Bersyarat Sebagai Alternatif Pidana Perampasan Kemerdekaan

I. PENDAHULUAN. Perhatian terhadap diri dan hakikat anak sudah dimulai pada akhir abad ke- 19, dimana anak

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lex et Societatis, Vol. II/No. 7/Ags/2014. PEMIDANAAN TERHADAP ANAK DI BAWAH UMUR 1 Oleh: Judy Mananohas 2

RUU Perlindungan Korban dan Saksi Draft Sentra HAM UI dan ICW, Juni 2001 RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. peradilan negara yang diberi wewenang oleh Undang-Undang untuk mengadili

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. hak-hak sebagai manusia yang harus dijunjung tinggi. 1 Sebagai masa depan

BAB II PENGATURAN DIVERSI DALAM SISTEM HUKUM PERADILAN PIDANA ANAK. A. Sistem Dan Proses Peradilan Pidana Anak Di Indonesia

PENUNTUTAN TERHADAP PERKARA ANAK DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DI INDONESIA 1 Oleh: Robert Andriano Piodo 2

KOMISI PERLINDUNGAN ANAK INDONESIA (KPAI) OLEH : PUTU ELVINA Komisioner KPAI

I. PENDAHULUAN. dengan alat kelamin atau bagian tubuh lainnya yang dapat merangsang nafsu

Transkripsi:

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP ANAK PELAKU TINDAK PIDANA NARKOTIKA 1 Oleh: Patrick Deo Linelejan 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana Ketentuan Hukum terhadap Anak Pelaku Tindak Pidana Narkotika dan bagaimana Praktek Perlindungan Hukum terhadap Anak Pelaku Tindak Pidana Narkotika, yang dengan menggunakan metode penelitian hukum normatif disimpulkan bahwa: 1. Ketentuan hukum terhadap anak yang menjadi pelaku tindak pidana narkotika dapat dilihat dalam Undang-undang No.11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, terhadap anak yang menjadi pelaku tindak pidana narkotika dengan adanya Diversi sekiranya perkara anak bisa diselesaiakan secara non-peradilan bahwa keterlibatan anak dalam proses peradilan pada dasarnya akan melahirkan stigmatisasi dan mempengaruhi akan kondisi mental anak. 2. Praktek Perlindungan hukum yang berupa hak-hak terhadap anak yang melakukan tindak pidana narkotika dapat dilihat dalam Undang-undang No.11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak dan Undang-undang No.35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Menjadi sebuah acuan bahwa dalam melindungi hak-hak dari anak yang terlibat tindak pidana narkotika sekiranya mengingat dalam Pidana Pokok Pembinaan diluar lembaga Pasal 75 point (c) Undangundang No.11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak yang menyebutkan; mengikuti terapi akibat penyalahgunaan alkohol, narkotika, psikotropika, dan zat adiktif lainnya. yang di perkuat dalam Pasal 54 Undang-undang No.35 Tahun 2009 tentang Narkotika yang mewajibkan untuk dilakukan rehabilitasi medik pada rumah sakit yang ditunjuk oleh pemerintah. Kata kunci: anak, narkotika PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Anak sebagai pelaku tindak pidana yang pada hakikatnya juga sebagai korban perlu perlindungan hukum yang tepat, baik itu ketentuan hukum pidana materil maupun ketentuan hukum pidana formil. Sebelum berlakunya Undang-undang Nomor 3 Tahun 1997 yang telah dicabut dan diganti dengan Undang-undang Nomor 11 Tahun 2012, ketentuan jenis sanksi pidana terhadap anak menggunakan ketentuan Pasal 10 KUHP dengan pembatasan yang ditentukan Pasal 45, Pasal 46 dan Pasal 47 KUHP. Namun dengan berlakunya Undang-undang Nomor 3 Tahun 1997 yang sekarang telah dicabut dan diganti dengan Undang-undang Nomor 11 Tahun 2012, ketentuan sanksi pidana dan tindakan terhadap anak yang melakukan tindak pidana telah diatur tersendiri yang berbeda dengan ketentuan KUHP sebagai wujud yang bersifat khusus kepada anak. 3 Ketentuan hukum khusus tentang anak yang melakukan tindak pidana di atur dalam Undang-undang No. 3 tahun 1997 tentang Pengadilan Anak kemudian dicabut dan diganti dengan Undang-undang No. 11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak. Pembedaan perlakuannya terletak pada hukum acara dan ancaman pidananya. Pembedaan itu lebih ditujukan untuk memberikan perlindungan dan pengayoman terhadap anak dalam menyongsong masa depannya yang masih panjang, serta memberi kesempatan kepada anak agar setelah melalui pembinaan akan memperoleh jati dirinya untuk menjadi manusia yang mandiri, bertanggung jawab dan berguna bagi diri, keluarga, masyarakat, bangsa dan negara. 4 B. RUMUSAN MASALAH 1. Bagaimana Ketentuan Hukum terhadap Anak Pelaku Tindak Pidana Narkotika? 2. Bagaimana Praktek Perlindungan Hukum terhadap Anak Pelaku Tindak Pidana Narkotika? C. METODE PENELITIAN Sesuai dengan tujuan dan manfaat penelitian ini maka tipe penelitian ini adalah penelitian yang bersifat deskriptif yaitu berusaha untuk memeberikan gambaran atau 1 Artikel skripsi. Pembimbing skripsi: Nontje Rimbing, SH, MH danb Hengky A. Korompis, SH, MH. 2 Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sam Ratulangi, Manado; NIAM: 110711585. 3 Ibid. 4 Prakoso, Abintoro, 2013, Pembaruan Sistem Peradilan Pidana Anak, Cetakan Pertama, Yogyakarta : Laksbang Grafika, Hal 23. 47

uraian mengenai Ketentuan hukum terhadap anak pelaku tindak pidana narkotika dan praktek perlindungan terhadap anak pelaku tindak pidana narkotika. PEMBAHASAN A. KETENTUAN HUKUM TERHADAP ANAK PELAKU TINDAK PIDANA NARKOTIKA. Anak-anak, remaja, dan generasi muda pada umumnya, yang terlibat narkotika disamping diterapkan ketentuan Undangundang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, saat ini juga harus memperhatikan dan mengacu pada ketentuan didalam Undangundang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak. dengan demikian penerapan sanksi pidana dalam Undangundang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika tidak dengan serta merta diterapkan begitu saja terhadap anak-anak, remaja, dan generasi muda pada umumnya melainkan harus memperhatikan dan mengacu pada ketentuan di dalam Undang-undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak. 5 Penjelasan umum dalam Undang-undang Sistem Peradilan Pidana Anak menyebutkan bahwa sistem peradilan pidana anak bermaksud menghindari dan menjauhkan anak dari proses peradilan, berupa kewajiban mengutamakan pendekatan keadilan restoratif merupakan suatu proses diversi baik terhadap pelaku maupun korban. 6 Pasal 5 Undang-undang No. 11 tahun 2012 tentang sistem peradilan pidana anak, menyebutkan; Sistem peradilan pidana anak wajib mengutamakan pendekatan keadilan Restoratif. Pasal 6 Undang-undang No.11 tahun 2012 tentang sistem peradilan pidana anak, Tujuan Diversi adalah sebagai berikut : 7 a. Mencapai perdamaian antara korban dan anak. b. Menyelesaikan perkara anak di luar proses peradilan. c. Menghindarkan anak dari perampasan kemerdekaan. d. Mendorong masyarakat untuk berpartisipasi. e. Menanamkan rasa tanggung jawab kepada anak. Aplikasi diversi dan pendekatan keadilan Restoratif dimaksudkan untuk menghindari anak dari proses peradilan sehingga dapat menghindari stigmatisasi terhadap anak yang berhadapan dengan hukum serta diharapkan anak dapat kembali ke dalam lingkungan sosial secara wajar. 8 Pasal 7 ayat (1) Undang-undang No.11 tahun 2012 tentang sistem peradilan pidana anak, Diversi wajib diupayakan pada tingkat penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan perkara anak di pengadilan negeri. Kata wajib diupayakan mengandung makna bahwa penegak hukum anak dari penyidik, penuntut, dan juga hakim diwajibkan untuk melakukan upaya agar proses diversi bisa dilaksanakan. 9 Upaya mengalihkan proses dari proses yustisial menuju proses non yustisial dalam penanggulangan penyalahgunaan narkotika oleh anak, pada dasarnya merupakan upaya untuk menyelesaikan penyalahgunaan narkotika yang dilakukan oleh anak ke luar jalur hukum pidana. Artinya, pengalihan proses dari proses yustisial menuju proses non yustisial dalam penanggulangan penyalahgunaan narkotika yang dilakukan oleh anak, pada dasarnya adalah upaya untuk menghindarkan anak dari penerapan hukum pidana. Upaya menghindarkan anak dari penerapan hukum pidana tidak saja bertolak dari kenyataan, bahwa dampak negatif penerapan sanksi pidana terhadap anak justru akan mempengaruhi jiwa anak yang bersifat sangat kompleks. 10 Penerapan sanksi bagi anak seringkali menimbulkan persoalan yang bersifat dilematis baik secara yuridis, sosiologis maupun secara filosofis. Secara yuridis, terdapat dilema paradigmatis berkaitan dengan pendekatan yang dilakukan terhadap anak yang melakukan penyalahgunaan narkotika. Secara yuridis, anak yang melakukan penyalahgunaan narkotika dikualifikasi sebagai pelaku tindak pidana, tetapi secara konseptual, oleh karena penyalahgunaan narkotika masuk kualifikasi sebagai crime whitout victim yang berarti 5 Ibid, Hal 40. 6 Prakoso, Abintoro, Op.cit, Hal 109. 7 Lihat dalam pasal 6, Undang-undang Nomor 11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak. 8 Pramukti, Sigit Angger & Primaharsya, Fuady, Op.cit, Hal 69. 9 Djamil, M. Nasir, Op.cit, Hal 138. 10 Adi, Kusno, Op.cit, Hal 131. 48

korban kejahatannya adalah pelaku sendiri, maka dalam hal terjadinya penyalahgunaan narkotika yang menjadi korban (kejahatan) itu adalah pelaku. Dengan demikian, secara konseptual anak yang melakukan penyalahgunaan narkotika, selain kualifikasinya sebagai pelaku, ia adalah juga korban. 11 Secara sosiologis, penerapan sanksi terhadap anak juga menimbulkan pertannyaan, mengingat tradisi sosial masyarakat yang bersifat sangat permisif terhadap kenakalan anak. kenakalan anak dalam tradisi masyarakat seringkali direspon secara tidak mendidik baik oleh masyarakat maupun oleh keluarga, sehingga kenakalan anak biasanya berakhir dengan pintu maaf. Dengan tradisi yang demikian permisif terhadap kenakalan anak tersebut, maka penerapan pidana lebih-lebih berupa pidana perampasan kemerdekaan, akan direspon secara negatif oleh masyarakat. Secara sosiologis masyarakat tidak rela melihat anak diperlakukan sebagai penjahat. 12 Secara Filosofis penerapan pidana terhadap anak seringkali menimbulkan pertanyaan yang bersifat mendasar. Meskipun secara yuridis pemidanaan terhadap anak dimungkinkan, tetapi pemidanaan terhadap anak secara filosofis menimbulkan persoalan yang bersifat dilematis. Di satu sisi, pemidanaan seringkali menimbulkan dampak negatif yang berkepanjangan, apalagi terhadap anak. penderitaan akibat pemidanaan seringkali menimbulkan trauma psikologis yang berkepanjangan. 13 Penggunaan hukum pidana sebagai sarana penanggulangan penyalahgunaan narkotika yang dilakukan oleh anak hakikatnya merupakan pilihan yang bersifat dilematis. Di satu sisi, kemampuan hukum pidana sebagai sarana penanggulangan penyalahgunaan narkotika yang dilakukan oleh anak sangat terbatas. Indikasi terhadap hal ini antara lain terlihat dari semakin meningkatnya penyalahgunaan narkotika yang dilakukan oleh anak, sementara di sisi lain ada kecendrungan selalu digunakannya hukum pidana sebagai sarana penanggulangan penyalahgunaan narkotika yang dilakukan oleh anak. padahal realitas menunjukan, bahwa peradilan pidana 11 Ibid, Hal 138. 12 Ibid, Hal 139. 13 Ibid. sebagai sarana penanggulangan penyalahgunaan narkotika yang dilakukan oleh anak seringkali menampilkan dirinya hanya sebagai mesin hukum yang hanya akan menghasilkan keadilan prosedural (procedural justice). Sehingga hasilnya seringkali tidak memuaskan dan jelas-jelas mengaibaikan kepentingan dan kesejahteraan anak. 14 Berbagai dampak negatif akibat anak bersentuhan dengan dunia peradilan menjadi pertimbangan utama dimungkinkannya diversi terhadap penyelesaian kejahatan yang dilakukan oleh anak. bagaimanapun harus tetap dicatat, bahwa peradilan anak adalah juga merupakan upaya untuk mewujudkan kesejahteraan anak, sehingga pelaksanaanya harus sejauh mungkin menghindarkan anak dari setiap pemidanaan yang bersifat punitif. Dengan demikian, adalah tidak pada tempatnya apabila proses peradilan anak hanya dilakukan hanya atas alasan untuk mencari legitimasi yuridis sosiologis terhadap pidana yang dijatuhkan, lebih-lebih manakala pidana yang akan dijatuhkan hakim berupa perampasan kemerdekaan. 15 Secara konseptual diversi adalah suatu mekanisme yang memungkinkan anak dialihkan dari proses peradilan menuju proses pelayanan sosial. dengan demikian, diversi juga bermakna suatu upaya untuk mengalihkan anak dari proses yustisial menuju proses non-yustisial. Upaya untuk mengalihkan proses peradilan (pidana) anak menuju proses non-peradilan didasarkan atas pertimbangan, bahwa keterlibatan anak dalam proses peradilan pada dasarnya telah melahirkan stigmatisasi. 16 B. PRAKTEK PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK PELAKU TINDAK PIDANA NARKOTIKA. Praktek Perlindungan Hukum terhadap Anak pada tahap Penyidikan. Proses pemeriksaan terhadap anak pelaku tindak pidana narkotika sama dengan proses pemeriksaan terhadap anak pelaku tindak pidana lain, yakni berdasarkan KUHAP 14 Adi, Kusno, Kebijakan Kriminal dalam penanggulangan Tindak Pidana Narkotika Oleh Anak, Op.cit, Hal 55. 15 Adi, Kusno, Diversi Tindak Pidana Narkotika Anak, Op,Cit, Hal 122. 16 Ibid. 49

dan UU Peradilan anak serta UU Narkotika apabila ada yang diatur khusus. 17 Penyidik yang akan melakukan penyidikan terhadap anak, diusahakan dilakukan oleh polisi wanita, dan dalam beberapa hal, jika perlu dibantu oleh polisi pria. Penyidik anak juga harus mempunyai pengetahuan seperti psikologi, psikiatri, dan juga harus mencintai anak dan berdedikasi, dapat meyelami jiwa anak dan mengerti kemauan anak. pada tindak pidana narkotika selain kepolisian yang diberi kewenangan untuk melakukan penyidikan, Badan Narkotika Nasional (BNN) dan pegawai negeri sipil tertentu diberikan juga untuk melakukan penyidikan tindak pidana narkotika. 18 Pentingnya memperlakukan anak pelaku pelanggaran pada saat penyidikan yang merupakan kontak awal (initial contact), karena lebih banyak menimbulkan dampak negatif yang sangat merugikan bagi perkembangan si anak. Oleh karena itu tindakan-tindakan yang berupa kekerasan secara fisik atau penggunaan bahasa yang kasar (avoid harm) yang dilakukan oleh penyidik harus dihindarkan, karena kontak awal antara penyidik dengan anak merupakan pangkal tolak bagi perkembangan pribadi si anak selanjutnya, apakah ia akan menjadi baik atau mungkin sebaliknya. 19 Pasal 18 Undang-undang No. 11 tahun 2012 tentang Sistem peradilan pidana anak, menyebutkan; Dalam menangani perkara anak, anak korban, dan/atau anak saksi, Pembimbing Kemasyarakatan, pekerja sosial Profesioanal dan Tenaga Kesejahteraan sosial, Penyidik, Penuntut Umum, Hakim, dan Advokat atau pemberi bantuan hukum lainnya wajib memperhatikan kepentingan terbaik bagi anak dan mengusahakan suasana kekeluargaan tetap terpelihara. Ketentuan tersebut menghendaki bahwa pemeriksaan dilakukan dengan pendekatan secara efektif dan simpatik. Efektif dapat diartikan tidak memakan waktu lama, dengan menggunakan bahasa yang mudah dimengerti, dan dapat mengajak tersangka memberikan keterangan yang sejela-jelasnya. Simpatik maksudnya pada waktu memeriksa, penyidik bersikap ramah dan sopan dan tidak 17 Haerenah, Op.cit. Hal 485. 18 Ibid. 19 Sambas, Nandang, Op.cit. Hal 96. menakut-nakuti tersangka. Tujuannya ialah agar pemeriksaan berjalan dengan lancar, karena seorang anak yang merasa takut sewaktu menghadapi akan mengalami kesulitan untuk mengungkapkan keterangan yang benar dan sejelas-jelasnya. Penyidik tidak memakai pakaian seragam pada waktu melakukan pemeriksaan. Jadi penyidik harus melakukan pemeriksaan secara simpatik, serta tidak melakukan pemaksaan, intimidasi yang dapat menimbulkan ketakutan atau trauma pada anak. 20 Penyidik wajib mengupayakan diversi dalam waktu paling lama 7 (tujuh) hari setelah penyidikan dimulai. Dan proses diversi sebagaimana dimaksud di atas dilaksanakan paling lama 30 (tiga puluh) hari setelah dimulainya diversi. Dalam hal proses diversi berhasil mencapai kesepakatan, penyidik menyampaikan berita acara diversi beserta kesepakatan diversi kepada ketua pengadilan negeri untuk dibuat penetapan. Apabila diversi gagal, penyidik wajib melanjutkan penyidikan dan melimpahkan perkara ke penuntut umum dengan melampirkan berita acara diversi dan laporan penelitian kemasyarakatan. 21 Apabila pada tahap penyidikan, penyidik akan melakukan penahanan, maka penahanan yang dilakukan harus benar-benar penuh pertimbangan untuk kelancaran proses pemeriksaan dan yang lebih utama adalah untuk kepentingan anak tersebut dan kepentingan masyarakat. 22 Pasal 30 UU Sistem Peradilan Pidana Anak menyebutkan; 1). Penangkapan terhadap anak dilakukan guna kepentingan penyidikan Paling lama 24 (dua puluh empat) jam. 2). Anak yang ditangkap wajib ditempatkan dalam ruang pelayanan khusus anak. 3). Dalam hal ruang pelayanan khusus anak belum ada di wilayah yang bersangkutan, anak dititipkan di LPKS (Lembaga Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial. 4). Penangkapan terhadap anak wajib dilakukan secara manusiawi dengan memperhatikan kebutuhan sesuai dengan umurnya. 20 Haerenah, Op.cit, Hal 486. 21 Djamil, M.Nasir, Op.cit, Hal 156. 22 Haerenah, Loc.cit. 50

5). Biaya bagi setiap anak yeng ditempatkan di LPKS dibebankan pada anggaran kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang sosial. Penahanan terhadap anak tidak boleh dilakukan dalam hal anak memperoleh jaminan dari orang tua/wali dan /atau lembaga bahwa anak tidak akan melarikan diri, tidak akan menghilangkan atau merusak barang bukti, dan/atau tidak akan mengulangi tindak pidana. Penahanan terhadap anak hanya dapat dilakukan dengan syarat sebagai berikut: 23 a. Anak Telah berumur 14 (empat belas) tahun atau lebih; dan b. Diduga melakukan tindak pidana dengan ancaman pidana penjara 7 (tujuh) tahun atau lebih. Ketentuan ini menjadi hal baru sebagai bentuk pemberian batas usia anak yang dapat ditahan, mengingat usia di bawah 14 (empat belas) tahun yang masih rentan untuk bisa ditahan. Jaminan hak anak juga masih harus diberikan selama anak ditahan, berupa kebutuhan jasmani, rohani, dan sosial anak harus tetap di penuhi. Untuk melindungi keamanan anak, dapat dilakukan penempatan anak di LPKS. 24 Tempat penahanan anak harus dipisahkan dari tempat penahanan orang dewasa. Tujuanya adalah untuk menghindari akibat negatif, sebab anak yang ditahan belum tentu terbukti melakukan kenakalan dan bergaul dengan pelaku kejahatan orang dewasa dikhawatirkan akan menularkan pengalamanpengalamannya kepada anak yang berstatus tahanan dan mempengaruhi perkembangan mentalnya. Namun dalam praktek diketahui seringkali tahanan anak digabung dengan tahanan orang dewasa, dengan alasan bahwa tempat penahanan di Lembaga Pemasyarakatan sudah penuh atau belum ada lembaga pemasyarakatan khusus untuk anak. hal ini sangat berbahaya dan tidak mencerminkan Perlindungan Anak. Narapidana anak dan tahanan anak dapat terpengaruh dengan sikap dan tindakan tahanan orang dewasa. Anak bisa saja mengetahui pengalaman-pengalaman melakukan kejahatan yang belum pernah didengar dan dilakukannya 23 Djamil, M.Nasir, Op.cit. Hal 157. 24 Ibid. atau bahkan anak dapat menjadi korban pelecehan seksual selama berada dalam tahanan. 25 Praktek Perlindungan Hukum terhadap Anak pada tahap Penuntutan Penuntut umum yang melakukan penuntutan terhadap anak adalah penuntut umum anak dengan persyaratan harus berpendidikan sarjana hukum ditambah dengan pengetahuan psikologi, mencintai anak, berdedikasi, dan dapat menyelami dan mengerti jiwa anak. 26 Pasal 41 UU Sistem Peradilan Pidana Anak menentukan bahwa penuntut umum ditetapkan berdasarkan keputusan Jaksa Agung atau pejabat lain yang ditunjuk oleh Jaksa Agung. Syarat untuk dapat ditetapkan sebagai Penuntut Umum sebagaimana dimaksud di atas meliputi : 27 a. Telah berpengalaman sebagai Penuntut Umum; b. Mempunyai minat, perhatian, dedikasi, dan memahami masalah anak; c. Telah mengikuti pelatihan teknis tentang peradilan anak. Pasal 42 UU Sistem Peradilan Pidana Anak Penuntut umum wajib mengupayakan diversi paling lama 7 (tujuh) hari menerima berkas perkara dari penyidik dan diversi sebagaimana dimaksud, dilaksanakan paling lama 30 (tiga puluh) hari. Dalam hal proses diversi berhasil mencapai kesepakatan, penuntut umum menyampaikan berita acara diversi beserta kesepakatan diversi kepada ketua pengadilan negeri untuk dibuat penetapan. Apabila dalam hal diversi gagal, penuntut umum wajib menyampaikan berita acara diversi dan melimpahkan perkara ke pengadilan dengan melampirkan laporan hasil penelitian kemasyarakatan. 28 Penuntut umum anak dalam melakukan penuntutan, harus memperhatikan hak-hak anak. adapun hak-hak anak pada tahap penuntuttan adalah menetapkan masa tahanan anak pada sudut urgensi pemeriksaan, membuat dakwaan yang dimengerti anak, secepatnya melimpahkan perkara ke 25 Haerenah, Loc.cit. 26 Ibid. 27 Djamil, M.Nasir, Op.cit, Hal 159. 28 Ibid, Hal 160. 51

pengadilan, dan melaksanakan ketetapan hakim dengan jiwa dan semangat pembinaan. 29 Hak-hak anak pada tahap pemeriksaan adalah hak untuk mendapatkan keringanan masa tahanan, hak untuk memohon pengalihan penahanan dari penahanan rumah tahanan negara ke tahanan rumah atau tahanan kota, hak untuk mendapat perlindungan dari ancaman, penganiayaan, pemerasan dari pihak yang beracara, dan hak untuk didampingi penasihat hukum. 30 Apabila penuntut umum sudah selesai mempelajari berkas perkara hasil penyidikan, dan penuntut umum berpendapat bahwa tindak pidana yang dipersangkakan dapat dituntut, maka penuntut umum dalam waktu secepatnya membuat surat dakwaan. Surat dakwaan merupakan dasar pemeriksaan perkara pidana di pengadilan. Setelah penuntut umum membuat surat dakwaan, dilimpahkan ke pengadilan dengan membuat surat pelimpahan perkara. Dalam surat pelimpahan perkara dilampirkan surat dakwaan, berkas perkara dan surat permintaan agar pengadilan negeri yang bersangkutan segera mengadilinya. Fotokopi surat pelimpahan perkara tersebut disampaikan kepada tersangka atau kuasanya dan kepada penyidik. Apabila anak yang dituntut melakukan tindak pidana (termasuk tindak pidana narkotika) dilakukan bersamasama dengan orang dewasa, maka penuntut umum harus memisahkan surat dakwaan karena persidangan untuk orang dewasa akan dilakukan dengan terbuka untuk umum sedangkan persidangan untuk anak harus dilakukan dengan tertututp untuk umum. 31 Praktek Perlindungan Hukum Terhadap Anak pada tahap Persidangan Pemeriksaan di sidang pengadilan terhadap perkara anak dilakukan oleh hakim yang ditetapkan berdasarkan keputusan Ketua Mahkamah Agung atau pejabat lain yang ditunjuk oleh Ketua Mahkamah Agung atas usul Ketua Pengadilan Negeri yang bersangkutan melalui Ketua Pengadilan Tinggi. Berdasarkan pasal 43 UU Sistem Peradilan Pidana Anak, Syarat untuk dapat ditetapkan sebagai hakim meliputi: 29 Haerenah, Loc.cit. 30 Ibid, Hal 487. 31 Ibid. a. Telah berpengalaman sebagai hakim dalam lingkungan peradilan umum b. Mempunyai minat, perhatian, dedikasi, dan memahami masalah anak dan c. Telah mengikuti pelatihan teknis tentang peradilan anak. 32 Pemeriksaan perkara pidana di pengadilan, hakim yang memeriksa dan memutus harus dengan hakim tunggal, serta Ketua Pengadilan Negeri dapat menetapkan pemeriksaan perkara anak dengan hakim majelis dalam hal tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 7 (tujuh) tahun atau lebih atau sulit pembuktiannya bahkan di dalam setiap persidangan Hakim dibantu oleh seorang panitera atau panitera pengganti. 33 Pasal 52 UU Sistem Peradilan Pidana Anak, Pada proses pemeriksaan di sidang pengadilan, Ketua pengadilan wajib menetapkan hakim atau majelis hakim untuk menangani perkara anak paling lama 3 (tiga) hari setelah menerima berkas perkara dari Penuntut Umum. Hakim wajib mengupayakan diversi paling lama 7 (tujuh) hari setelah ditetapkan oleh Ketua Pengadilan Negeri sebagai hakim, sehingga diversi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan paling lama 30 (tiga puluh) hari. Pada prinsipnya, proses diversi dapat dilaksanakan di ruang mediasi Pengadilan Negeri. Apabila proses diversi berhasil mencapai kesepakatan, hakim menyampaiakan berita acara diversi beserta kesepakatan diversi kepada Ketua Pengadilan Negeri untuk dibuat penetapannya. Bahkan, apabila proses diversi tidak berhasil dilaksanakan, perkara dilanjutkan ke tahap persidangan. 34 Proses persidangan, pada prinsipnya anak disidangkan dalam ruang sidang khusus anak serta ruang tunggu sidang anak dipisahkan dari ruang tunggu sidang orang dewasa. Di samping itu, hakim memeriksa perkara anak dalam sidang yang dinyatakan tertutup untuk umum, kecuali pembacaan putusan. Dalam sidang anak. dalam sidang anak, hakim wajib memerintahkan orang tua/wali atau pendamping, advokat, atau pemberi bantuan 32 Djamil, M.Nasir, Op.cit, Hal 161. 33 Ibid. 34 Ibid, Hal 162. 52

hukum lainnya, dan pembimbing kemasyarakatan untuk mendampingi anak. apabila orang tua/wali dan/atau pendamping tidak hadir, sidang tetap dilanjutkan dengan didampingi advokat atau pemberi bantuan hukum lainnya dan/atau pembimbing kemasyarakatan. Dalam hal hakim tidak melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud diatas, sidang anak batal demi hukum. setelah hakim membuka persidangan dan menyatakan sidang tertutup untuk umum, anak dipanggil masuk beserta orang tua/ wali, advokat atau pemberi bantuan hukum lainnya, dan pembimbing kemasyarakatan. 35 Apabila terdakwa anak yang melakukan tindak pidana bersama-sama dengan orang dewasa, maka harus dipisahkan surat dakwaannya, karena pemeriksaannya berbeda. Pemeriksaan terhadap terdakwa orang dewasa harus terbuka untuk umum, sedangkan pemeriksaan terhadap terdakwa anak harus tertutup untuk umum. 36 Persidangan perkara anak bersifat tertutup agar tercipta suasana tenang dan penuh dengan kekeluargaan, sehingga anak dapat mengutarakan segala peristiwa dan perasaannya secara terbuka dan jujur selama sidang berjalan. 37 Setelah surat dakwaan dibacakan, hakim memerintahkan Pembimbing Kemasyarakatan membacakan laporan hasil penelitian kemasyarakatan mengenai anak yang bersangkutan tanpa kehadiran anak, kecuali hakim berpendapat lain, laporan tersebut berisi tentang; 38 a. Data pribadi anak, keluarga, pendidikan, dan kehidupan sosial; b. Latar belakang dilakukannya tindak pidana; c. Keadaan korban dalam hal ada korban dalam tindak pidana terhadap tubuh atau nyawa; d. Hal lain yang dianggap perlu; e. Berita acara diversi; dan f. Kesimpulan dan rekomendasi dari Pembimbing Kemasyarakatan. Proses pembacaan putusan pengadilan dilakukan dalam sidang yang terbuka untuk 35 Ibid, Hal 163. 36 Haerenah, Loc.cit. 37 Djamil, M.Nasir. Loc.cit. 38 Ibid. umum dan dapat tidak dihadiri oleh anak. identitas anak harus dirahasiakan oleh media massa sebagaimana dimaksud dalam pasal 19 UU Sistem Peradilan Pidana Anak dengan hanya menggunakan inisial tanpa gambar. Untuk itu, pengadilan wajib memberikan petikan putusan pada hari putusan diucapkan kepada anak atau advokat atau pemberi bantuan hukum lainnya, pembimbing kemasyarakatan, dan penuntut umum serta pengadilan wajib memberikan salinan putusan paling lama 5 (lima) hari sejak putusan diucapkan kepada anak atau advokat atau pemberi bantuan hukum lainnya, pembimbing kemasyarakatan, dan penuntut umum. 39 Hakim dalam pengambilan keputusan, hakim wajib mempertimbangkan laporan penelitian kemasyarakatan. Kegunaan laporan hasil penelitian kemasyarakatan bagi hakim menjatuhkan putusannya harus bijaksana dan adil. Hakim menjatuhkan putusan yang bersifat memperbaiki para pelanggar hukum dan menegakkan kewibawaan hukum. hakim harus benar-benar memperhatikan kedewasaan emosional, mental, dan intelektual anak. dihindarkan putusan hakim yang mengakibatkan penderitaan batin seumur hidup atau dendam pada anak, atas kesadaran bahwa putusan hakim bermotif perlindungan. 40 Bila tidak ada pilihan lain kecuali menjatuhkan pidana terhadap anak, patut diperhatikan pidana yang tepat. Untuk memperhatikan hal tersebut, patut dikemukakan sifat kejahatan yang dilakukan, perkembangan jiwa anak, tempat menjalankan hukuman. Bagi terdakwa yang terbukti sebagai pengguna atau pemakai narkotika seharusnya dalam putusan hakim mewajibkan untuk dilakukan rehabilitasi medik pada rumah sakit yang ditunjuk oleh menteri sebagaimana diatur dalam pasal 54 UU No. 34 Tahun 2009 tentang Narkotika. 41 Praktek Perlindungan Hukum Terhadap Anak Pada Tahap Pemasyarakatan Bagi anak yang menjadi tersangka/terdakwa tindak pidana narkotika dan dalam pembuktian di pengadilan berdasarkan alat bukti yang diajukan oleh penuntut umum anak, ternyata terbukti 39 Ibid, Hal 165. 40 Haerenah, Op.cit, Hal 488. 41 Ibid. 53

melakukan tindak pidana narkotika dan berdasarkan pertimbangan yang diberikan oleh petugas kemasyarakatan bahwa anak tersebut dapat dikenakan sanksi pidana dan hakim menjatuhkan pidana, maka anak tersebut harus ditempatkan di lembaga pemasyarakatan narkotika dan harus dipisahkan dengan orang dewasa. 42 Bagi terdakwa yang terbukti sebagai pengguna atau pemakai narkotika dalam putusannya hakim juga wajib melakukan Pidana Pembinaan di luar lembaga sesuai pasal 75 point (c) UU Sistem Peradilan Pidana Anak yang menyebutkan; mengikuti terapi akibat penyalahgunaan alkohol, narkotika, psikotropika, dan zat adiktif lainnya. Program pembinaan narapidana narkotika baik orang dewasa maupun anak dapat dibagi menjadi 2 (dua) bagian, yakni: 43 1. Program untuk mengembalikan kesehatan, baik fisik maupun psikologis (Pasal 54 UU No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika mewajibkan bagi pecandu narkotika dan korban penyalahgunaan narkotika wajib menjalani rehabilitasi medik dan rehabilitasi sosial). Rehabilitasi medik bagi pecandu narkotika dilakukan di rumah sakit yang ditunjuk oleh menteri 2. Program untuk penambahan wawasan pengetahuan, baik pengetahuan agama maupun pengetahuan umum lainnya. Pembinaan atau bimbingan merupakan sarana yang mendukung keberhasilan Negara menjadikan narapidana menjadi anggota masyarakat. Lembaga pemasyarakatan anak berperan dalam pembinaan narapidana agar menjadi baik. PENUTUP A. KESIMPULAN 1. Ketentuan hukum terhadap anak yang menjadi pelaku tindak pidana narkotika dapat dilihat dalam Undang-undang No.11 42 Ibid. 43 Ibid. Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, terhadap anak yang menjadi pelaku tindak pidana narkotika dengan adanya Diversi sekiranya perkara anak bisa diselesaiakan secara non-peradilan bahwa keterlibatan anak dalam proses peradilan pada dasarnya akan melahirkan stigmatisasi dan mempengaruhi akan kondisi mental anak. 2. Praktek Perlindungan hukum yang berupa hak-hak terhadap anak yang melakukan tindak pidana narkotika dapat dilihat dalam Undang-undang No.11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak dan Undang-undang No.35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Menjadi sebuah acuan bahwa dalam melindungi hak-hak dari anak yang terlibat tindak pidana narkotika sekiranya mengingat dalam Pidana Pokok Pembinaan diluar lembaga Pasal 75 point (c) Undang-undang No.11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak yang menyebutkan; mengikuti terapi akibat penyalahgunaan alkohol, narkotika, psikotropika, dan zat adiktif lainnya. yang di perkuat dalam Pasal 54 Undang-undang No.35 Tahun 2009 tentang Narkotika yang mewajibkan untuk dilakukan rehabilitasi medik pada rumah sakit yang ditunjuk oleh pemerintah. B. SARAN 1. Hendaknya aparat penegak hukum dalam melakukan pemeriksaan tersangka/terdakwa anak sekiranya dibekali akan pengetahuan mengenai psikologi anak serta wajib memperhatikan kondisi mental dan hak anak tersebut. 2. Jikalau akan melakukan Penahanan kiranya dilakukan secara manusiawi dan betulbetul dalam rangka memperlancar proses pemeriksaan perkara anak. 3. Hakim dalam mengambil keputusan harus melihat akan kesejahtraan anak. DAFTAR PUSTAKA 1. Adi, Kusno, Diversi Tindak Pidana Narkotika, Setara Press, Malang, 2015. 2., Kebijakan Kriminal Dalam Penanggulangan Tindak Pidana 54

Narkotika Oleh Anak, UMM Press, Malang, 2009. 3. Chazawi, Adami, Pelajaran Hukum Pidana Bagian I (Stelsel Pidana, Tindak Pidana, Teori-teori Pemidanaan, dan Batas Berlakunya Hukum Pidana), PT.Raja Grafindo, Jakarta, 2012. 4. Effendi, Erdianto, Hukum Pidana Indonesia (suatu pengantar), PT Refika Aditama, Bandung, 2014. 5. Djamil M. Nasir, Anak Bukan Untuk dihukum, Sinar Grafika, Jakarta, 2013. 6. Haerenah, Perlindungan Hukum Terhadap Anak Sebagai Pelaku Tindak Pidana Narkotika, Jurnal Penelitian Hukum Universitas Hasanuddin, 2012. 7. Pramukti, Angger dan Primaharsya, Fuady, Sistem Peradilan Pidana Anak, Pustaka Yustisia, Yogyakarta, 2015. 8. Prakoso, Abintoro, Pembaruan Sistem Peradilan Pidana Anak, Laksbang Grafika, Yogyakarta, 2013. 9. Sambas, Nandang, Peradilan Pidana Anak di Indonesia dan Instrumen Internasional Perlindungan Anak serta Penerapannya, Graha Ilmu, Yogyakarta, 2013. 10. Lisa, Juliana dan Sutrisna, Nengah, Narkoba Psikotropika dan Gangguan Jiwa (Tinjauan Kesehatan dan hukum), Nuha Medika, Yogyakarta, 2013. 11. Undang-Undang Nomor. 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika. 12. Undang-undang Nomor. 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak. 13. Undang-undang Nomor. 35 Tahun 2014 tentang perubahan atas Undangundang Nomor. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. 14. http://www.bnn.go.id/portal/index.ph p/konten/detail/humas/berita/12909/b nn-kpai-sinergi-hadapipenyalahgunaan-narkoba-pada-anak. 55