BAB 1 : PENDAHULUAN. Udara tersebut berbentuk gas dan terdapat dimana-mana, sehingga akibatnya

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 1 : PENDAHULUAN. lingkungan yang utama di dunia, khususnya di negara berkembang. Pencemaran udara dapat

BAB I PENDAHULUAN. Hubungan antara..., Dian Eka Sutra, FKM UI, Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal dan mendapatkan

BAB 1 : PENDAHULUAN. penting bagi kehidupan manusia. Proses metabolisme dalam tubuh tidak akan dapat

BAB 1 : PENDAHULUAN. kendaraan bermotor. Kendaraan bermotor mengeluarkan zat-zat berbahaya yang

BAB 1 : PENDAHULUAN. Akan tetapi udara yang benar-benar bersih saat ini sudah sulit diperoleh, khususnya

BAB 1 : PENDAHULUAN. pembangunan ekonomi suatu negara atau bahkan roda perekonomian dunia. Sektor industri telah

BAB 1 : PENDAHULUAN. lainnya baik dalam bidang ekonomi, politik dan sosial. (1)

BAB 1 : PENDAHULUAN. udara, dan paling banyak terjadi pada negara berkembang. (1) Udara merupakan salah

BAB I PENDAHULUAN. dalam usaha di bidang kesehatan seperti di jelaskan dalam Undang-Undang Nomor

BAB 1 : PENDAHULUAN. Setiap tempat kerja selalu mengandung berbagai potensi bahaya yang dapat

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. hidup terutama manusia. Di dalam udara terdapat gas oksigen (O 2 ) untuk

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dunia. Hal ini disebabkan karena manusia memerlukan daya dukung unsur unsur

BAB 1 : PENDAHULUAN. beberapa tahun terakhir ini. Ekonomi kota yang tumbuh ditandai dengan laju urbanisasi yang

BAB 1 PENDAHULUAN. A World Health Organization Expert Committee (WHO) menyatakan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. Sumber pencemaran udara dapat berasal dari berbagai kegiatan antara lain

BAB 1 : PENDAHULUAN. Peraturan Pemerintah No 66 Tahun 2014 pada pasal 1 ayat 9 yang menyatakan

BAB I PENDAHULUAN. Udara merupakan faktor yang penting dalam kehidupan, namun dengan

4.1 Konsentrasi NO 2 Tahun 2011

BAB 1 PENDAHULUAN. akibat penggunaan sumber daya alam (Wardhani, 2001).

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Terdapat beberapa teori yang menjelaskan mengenai riwayat perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. Pencemaran udara merupakan satu atau lebih substansi fisik, kimia,

BAB I PENDAHULUAN. utama pencemaran udara di daerah perkotaan. Kendaraan bermotor merupakan

BAB I PENDAHULUAN. makhluk hidup lainnya (Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 41. Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara).

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Perubahan lingkungan udara pada umumnya disebabkan oleh pencemaran,

BAB I PENDAHULUAN. hidup manusia terutama masalah lingkungan, Pencemaran udara yang paling

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Bab I Pendahuluan. Gambar I.1 Bagan alir sederhana sistem pencemaran udara (Seinfield, 1986)

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan terjadinya penyakit paru kronik (Kurniawidjaja,2010).

BAB 1 PENDAHULUAN. Faktor lingkungan kerja merupakan salah satu penyebab timbulnya penyakit

PENDETEKSI DAN PENETRALISIR POLUSI ASAP DENGAN KONTROL MELALUI APLIKASI ANDROID (RANCANG BANGUN PERANGKAT KERAS)

BAB I PENDAHULUAN. yang disebabkan oleh virus atau bakteri dan berlangsung selama 14 hari.penyakit

BAB I PENDAHULUAN. ini dalam mendukung perkembangan kemajuan kota-kota besar di dunia, namun

BAB 1 PENDAHULUAN. perkembangan ilmu pengetahuan. Industri selalu diikuti masalah pencemaran

BAB I PENDAHULUAN. The United Nation Environment Programme memperkirakan 1.1 juta orang per

BAB I PENDAHULUAN. terkontaminasinya udara, baik dalam ruangan (indoor) maupun luar ruangan

BAB I PENDAHULUAN. balita di dunia, lebih banyak dibandingkan dengan penyakit lain seperti

BAB I PENDAHULUAN. Hubungan parameter..., Duniantri Wenang Sari, FKM 2 UI, Universitas Indonesia

I. PENDAHULUAN. adalah perokok pasif. Bila tidak ditindaklanjuti, angka mortalitas dan morbiditas

BAB I PENDAHULUAN. kota yang menjadi hunian dan tempat mencari kehidupan sehari-hari harus bisa

I. PENDAHULUAN. dilepaskan bebas ke atmosfir akan bercampur dengan udara segar. Dalam gas

DAFTAR ISI. SAMPUL DALAM... i. LEMBAR PERSETUJUAN... ii. PENETAPAN PANITIA PENGUJI... iii. PERNYATAAN KEASLIAN KARYA TULIS SKRIPSI... iv. ABSTRAK...

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pneumonia adalah penyakit batuk pilek disertai nafas sesak atau nafas cepat,

BAB I PENDAHULUAN. Prevalensi asma semakin meningkat dalam 30 tahun terakhir ini terutama di

BAB I PENDAHULUAN. yang sehat, baik fisik, biologi, maupun sosial yang memungkinkan setiap orang

BAB I PENDAHULUAN. sungai maupun pencemaran udara (Sunu, 2001). dan dapat menjadi media penyebaran penyakit (Agusnar, 2007).

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan suatu bangsa dan negara tentunya tidak bisa lepas dari peranan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. keselamatan kerja ditempat kerja. Dalam pekerjaan sehari-hari pekerjaan

BAB I PENDAHULUAN. dan sektor transportasi berjalan sangat cepat. Perkembangan di bidang industri

BAB I BAHAN BAKAR MINYAK

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan kota lebih banyak mencerminkan adanya perkembangan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Perwujudan kualitas lingkungan yang sehat merupakan bagian pokok di

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan laporan World Health Organization (WHO) Tahun 2005

BAB I PENDAHULUAN. bahaya tersebut diantaranya bahaya faktor kimia (debu, uap logam, uap),

BAB I PENDAHULUAN. Sepeda motor merupakan salah satu alat transportasi yang paling

BAB 1 PENDAHULUAN. Indian di Amerika untuk keperluan ritual seperti memuja dewa atau roh. Pada abad

BAB I PENDAHULUAN. kerjanya. Potensi bahaya menunjukkan sesuatu yang potensial untuk mengakibatkan

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

VI. DAMPAK PENINGKATAN VOLUME LALU LINTAS TERHADAP LINGKUNGAN. Volume lalu lintas pada dasarnya merupakan proses perhitungan yang

B A B I PENDAHULUAN. penyakit akibat pajanan debu tersebut antara lain asma, rhinitis alergi dan penyakit paru

BAB I PENDAHULUAN. pengaruhnya terhadap ekosistem secara global. Udara yang kita pakai untuk

BAB I PENDAHULUAN. Balita. Pneumonia menyebabkan empat juta kematian pada anak balita di dunia,

BAB I PENDAHULUAN. Banyak aspek kesejahteraan manusia dipengaruhi oleh lingkungan, dan banyak

BAB I PENDAHULUAN. ATP (Adenosin Tri Phospat) dan karbon dioksida (CO 2 ) sebagai zat sisa hasil

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) termasuk ke dalam penyakit

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pada bertambahnya jumlah pencemar di udara (Badan Pusat Statistik, 2013).

BAB I PENDAHULUAN. (natural sources) seperti letusan gunung berapi dan yang kedua berasal dari

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

SUMMARY. ANALISIS KADAR NITROGEN DIOKSIDA (NO₂) dan KARBONMONOKSIDA (CO) DI UDARA AMBIEN KOTA GORONTALO

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. yang semakin menurun untuk mendukung kehidupan mahluk hidup. Menurut

BAB I. PENDAHULUAN. Yogyakarta merupakan kota dengan kepadatan penduduk tertinggi di

BAB 1 : PENDAHULUAN. Pencemaran udara telah lama menjadi masalah kesehatan pada masyarakat, terutama

BAB I PENDAHULUAN. (Infeksi Saluran Pernafasan Akut). Saat ini, ISPA merupakan masalah. rongga telinga tengah dan pleura. Anak-anak merupakan kelompok

BAB I PENDAHULUAN. berfokus dalam menangani masalah penyakit menular. Hal ini, berkembangnya kehidupan, terjadi perubahan pola struktur

BAB I PENDAHULUAN. dalam memberikan kehidupan di permukaan bumi (Chandra, 2007). Permasalahan utama yang dihadapi kota-kota di dunia yaitu semakin

BAB I PENDAHULUAN. Kualitas udara berarti keadaan udara di sekitar kita yang mengacu pada

BAB I PENDAHULUAN. ini. Udara berfungsi juga sebagai pendingin benda-benda yang panas, penghantar bunyi-bunyian,

BAB I PENDAHULUAN. sampai dengan lima tahun. Pada usia ini otak mengalami pertumbuhan yang

BAB I PENDAHULUAN. bidang kesehatan. Udara sebagai komponen lingkungan yang penting dalam

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pneumonia adalah penyakit batuk pilek disertai nafas sesak atau nafas cepat,

I. PENDAHULUAN. merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan kota-kota seluruh dunia.

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. ISPA (Infeksi Saluran Pernafasan Akut) adalah infeksi saluran

Generated by Foxit PDF Creator Foxit Software For evaluation only.

BAB 1 PENDAHULUAN. merupakan 63% penyebab kematian di seluruh dunia dengan membunuh 36 juta jiwa

BAB I PENDAHULUAN. disebut infeksi saluran pernapasan akut (ISPA). ISPA merupakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kesehatan kerja merupakan salah satu faktor penunjang untuk

BAB I PENDAHULUAN. Asma bronkial merupakan penyakit kronik yang sering dijumpai pada anak

ESTIMASI SEBARAN KERUANGAN EMISI GAS BUANG KENDARAAN BERMOTOR DI KOTA SEMARANG LAPORAN TUGAS AKHIR

BAB I PENDAHULUAN. American Thoracic Society (ATS) dan European Respiratory Society (ERS)

BAB I PENDAHULUAN. keterbatasan aliran udara yang menetap pada saluran napas dan bersifat progresif.

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Transkripsi:

BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia setiap detik selama hidupnya akan membutuhkan udara. Secara ratarata manusia tidak dapat mempertahankan hidup tanpa udara lebih dari tiga menit. Udara tersebut berbentuk gas dan terdapat dimana-mana, sehingga akibatnya manusia tidak pernah memikirkan ataupun memperhatikannya. Udara bebas atau juga dikenal sebagai udara ambien, yang ada di sekitar manusia dapat berpengaruh terhadap kesehatan masyarakat. (1) Masalah pencemaran udara merupakan masalah global, hampir di seluruh negara mengalaminya. Pencemaran udara dapat terjadi diluar ruang (outdoor) maupun didalam ruang (indoor). Pencemaran udara terjadi diluar ruang terjadi karena adanya polutan udara diluar ruang yang berasal dari sumber bergerak yaitu asap pembakaran kendaraan bermotor seperti mobil, motor, truk, dan bus maupun berasal dari sumber tidak bergerak seperti industri, proses pembangunan, aktivitas di jalan, dan jejak tanah di atas jalan raya. Salah satu polutan udara yang dapat menyebabkan masalah dalam kesehatan adalah partikel debu kasar atau particulate matter (PM 10 ). (2) Dalam kasus pencemaran udara, baik di luar maupun dalam ruangan (indoor and outdoor pollution), debu sering dijadikan salah satu indikator pencemaran yang digunakan untuk menunjukkan tingkat bahaya terhadap lingkungan. Partikel debu akan berada di udara dalam waktu yang relatif lama dalam keadaan melayang-layang di udara, kemudian masuk ke dalam tubuh manusia melalui pernapasan. Selain dapat membahayakan kesehatan, juga dapat mengganggu daya tembus pandang mata dan dapat mengadakan berbagai reaksi kimia sehingga komposisi debu di udara menjadi

partikel yang sangat rumit karena merupakan campuran dari berbagai bahan dengan ukuran dan bentuk yang relatif berbeda-beda. (3) Sektor transportasi memegang peranan penting dalam pencemaran udara yang terjadi. Berbagai studi menunjukkan bahwa transportasi merupakan sumber utama dari pencemaran udara dimana sektor transportasi menyumbang sebesar 70% dari total pencemaran udara. Salah satu jenis pencemar udara yang paling sering ditemukan adalah partikel, yaitu suatu pencemar udara yang dapat bersama-sama dengan bahan atau bentuk pencemar lainnya. Partikel dapat diartikan secara murni atau sempit sebagai bahan pencemar yang berbentuk padatan. (4) Selain itu, industriindustri banyak bergantung pada sumber daya lingkungan dan banyak menimbulkan pencemaran tumbuh dengan pesat di negara-negara sedang berkembang, dimana pertumbuhan di negara tersebut memang sangat dibutuhkan. Sayangnya, negaranegara ini memiliki kemampuan yang sangat terbatas untuk meminimalkan dampak sampingan yang merusak. (5) Menurut World Health Organization (WHO), 98% dari kota-kota di negaranegara berpenghasilan rendah dan menengah dengan lebih dari 100.000 penduduk tidak memenuhi pedoman kualitas udara berdasarkan standar yang ditetapkan WHO. (6) Tiga juta kematian per tahun disebabkan oleh paparan polusi udara luar ruangan. Pada tahun 2012, diperkirakan 6,5 juta kematian (11,6% dari semua kematian global) terkait dengan polusi udara dalam ruangan dan luar ruangan. Sumber utama polusi udara diantaranya transportasi, bahan bakar rumah tangga dan limbah pembakaran, pembangkit listrik tenaga batu bara, serta kegiatan industri. Hampir 90% pencemaran udara terjadi di negara berpendapatan rendah dan negara berkembang, seperti Asia Tenggara dan Pasifik Barat. 94% disebabkan oleh penyakit tidak menular terutama penyakit kardiovaskular, stroke, penyakit paru obstruktif

kronik dan kanker paru-paru. Polusi udara juga meningkatkan risiko untuk infeksi saluran pernapasan akut. (7) Asia Tenggara merupakan wilayah dengan polusi udara terburuk di dunia yang menyumbang sekitar 936.300 kematian hingga tahun 2012. Di Indonesia, pencemaran udara telah mengakibatkan 60.000 kematian per tahun. (8) Data Susenas tahun 2006 melaporkan bahwa batuk (49.92%) dan pilek (48.93%) merupakan keluhan utama penyakit gangguan saluran pernapasan. Data Departemen Kesehatan melaporkan gambaran pola penyakit terbanyak pada instalasi rawat jalan adalah penyakit infeksi saluran pernapasan bagian atas akut berjumlah 1.117.179 pasien atau 7.05%. Penyebab kejadian Infeksi Saluran Pernapasan Akut ( ISPA) dan penyakit gangguan saluran pernapasan lain adalah kualitas udara di dalam rumah dan di luar rumah yang rendah secara biologis, fisik dan kimia. (9) Salah satu bahan pencemar udara adalah Particulate Matter atau partikel debu melayang yang merupakan campuran yang sangat kompleks dari berbagai senyawa organik dan anorganik seperti sulfat, nitrat, amonia, sodium klorida, karbon, debu mineral, dan air. Partikel udara ini dalam wujud padat berdiameter kurang dari 10 μm yang biasanya disebut dengan PM 10 (Particulate Matter) dan kurang dari 2,5 μm di dalam rumah (PM 2,5 ) diyakini oleh para pakar lingkungan dan kesehatan masyarakat sebagai pemicu timbulnya infeksi saluran pernapasan, karena pertikel padat PM 10 dan PM 2,5 dapat mengendap pada saluran pernapasan daerah bronki dan alveoli. (2) Partikulat berukuran besar dapat tertahan di saluran pernapasan atas, sedangkan partikulat berukuran kecil dapat mencapai paru-paru, setelah itu zat pencemar diserap oleh sistem peredaran darah dan menyebar ke seluruh tubuh. Dampak kesehatan yang dapat dijumpai adalah Infeksi Saluran Pernapasan Akut

(ISPA), termasuk diantaranya asma, bronkitis, dan gangguan pernapasan lainnya. Diperkirakan dampak pencemaran udara di Jakarta yang berkaitan dengan kematian prematur, perawatan rumah sakit, berkurangnya hari kerja efektif, dan ISPA pada tahun 1998 senilai 1,8 triliun rupiah dan akan meningkat menjadi 4,3 triliun rupiah di tahun 2015. (10) Efek yang ditimbulkan dari pajanan PM 10 bagi kesehatan sudah banyak dialami oleh masyarakat di pedesaan maupun perkotaan baik di negara berkembang maupun negara maju. Pajanan kronis dari PM 10 berperan dalam meningkatkan risiko penyakit kardiovaskular maupun penyakit pernapasan termasuk kanker paru. (2) Menurut WHO (2006 ) efek kesehatan pajanan PM 10 dalam waktu singkat dapat mempengaruhi reaksi radang paru-paru, ISPA/ gejala pada saluran pernapasan, meningkatkan efek pada sistem kardiovaskular, meningkatnya perawatan gawat darurat, peningkatan penggunaan obat serta peningkatan kematian. Sedangkan efek kesehatan jangka panjang menunjukkan adanya peningkatan gejala pada saluran pernapasan bawah, eksaserbasi asma, penurunan fungsi paru pada anak-anak, peningkatan obstruktif paru-paru kronis, penurunan rata-rata usia harapan hidup, terutama kematian akibat cardiopulmonary dan probabilitas kejadian kanker paru. Dengan kata lain, partikulat merupakan prediktor mortalitas dan morbiditas pada masyarakat. Berdasarkan penelitian pajanan Particulate Matter (PM 10 ) pada pedagang kaki lima akibat aktivitas transportasi yang dilakukan di Kota Semarang, estimasi karakterisasi risiko menunjukkan tingkat risiko yang diterima pedagang kaki lima pada konsentrasi PM 10 rata-rata sudah tidak aman pada 15 tahun yang akan mendatang, sedangkan pada konsentrasi PM 10 maksimum sudah tidak aman pada 5 tahun yang akan mendatang. (4) Selain itu, berdasarkan penelitian di Depok, hasil

pengukuran konsentrasi PM 10 di wilayah vegetasi lebih rendah dibanding wilayah tidak bervegetasi yang menunjukkan bahwa vegetasi mempunyai peranan yang signifikan untuk menurunkan konsentrasi PM 10 di udara ambien. Keberadaan vegetasi ini memang telah dibuktikan oleh beberapa penelitian dapat mengurangi konsentrasi PM 10. (11) Berdasarkan data hasil pemantauan kualitas udara ambien Kota Padang yang diperoleh dari Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Daerah (BAPEDALDA) Provinsi Sumatera Barat, dengan beberapa titik pengukuran di Kota Padang diantaranya di depan SMA 1 Padang, Perumahan Asratek Kelurahan Ulak Karang Selatan, Perumahan Unand Gadut Kelurahan Limau Manis, dan di depan Masjid Al- Munawarah Siteba. Untuk titik pengukuran di depan Masjid Al-Munawarah Siteba konsentrasi PM 10 tahun 2014 yaitu 157,1 µg/nm 3. Pada tahun 2015 untuk titik pengukuran di depan SMA 1 Padang konsentrasi PM 10 yaitu 58,25 µg/nm 3, titik pengukuran di Perumahan Asratek Kelurahan Ulak Karang Selatan yaitu 74,89 µg/nm 3, untuk titik pengukuran di Perumahan Unand Gadut Kelurahan Limau Manis yaitu 88,95 µg/nm 3, namun pada tahun 2015 ini tidak terdapat data mengenai pemantauan kualitas udara dengan parameter PM 10 di depan Masjid Al-Munawarah Siteba. Pada tahun 2016 untuk titik pengukuran di depan SMA 1 Padang konsentrasi PM 10 yaitu 27 µg/nm 3, titik pengukuran di Perumahan Asratek Kelurahan Ulak Karang Selatan yaitu 10,5 µg/nm 3, untuk titik pengukuran di Perumahan Unand Gadut Kelurahan Limau Manis yaitu 48,8 µg/nm 3, dan untuk titik pengukuran di depan Masjid Al-Munawarah Siteba konsentrasi PM 10 yaitu 123 µg/nm 3. Berdasarkan data hasil pemantauan kualitas udara ambien di beberapa titik pengukuran di Kota Padang tersebut, yaitu di depan SMA 1 Padang, Perumahan Asratek Kelurahan Ulak Karang Selatan, dan Perumahan Unand Gadut Kelurahan

Limau Manis dengan konsentrasi PM 10 belum melewati nilai ambang batas atau baku mutu berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 41 tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Lingkungan. Pada peraturan ini baku mutu PM 10 adalah 150 µg/nm 3. Namun, untuk titik pengukuran di depan Masjid Al-Munawarah Siteba pada tahun 2014 kadar PM 10 melewati nilai ambang batas atau baku mutu berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 41 tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Lingkungan dengan nilai konsentrasi PM 10 yaitu 157,1 µg/nm 3, serta konsentrasi PM 10 di titik pengukuran di depan Masjid Al-Munawarah Siteba paling tinggi konsentrasinya dibandingkan lokasi titik pengukuran lainnya. Pengukuran yang dilakukan BAPEDALDA di depan Masjid Al-Munawarah Siteba ini untuk mengetahui kadar PM 10 di udara kawasan perumahan. Berdasarkan uraian di atas, mendorong penulis untuk melakukan penelitian terkait analisis risiko kesehatan lingkungan pajanan PM 10 di kawasan Pasar Siteba. Kawasan Pasar Siteba terletak di Jalan Raya Siteba Kota Padang yang merupakan kawasan padat transportasi yang dilalui oleh kendaraan pribadi maupun kendaraan umum seperti angkutan kota jurusan Pasar Raya-Siteba. Emisi kendaraan ini menghasilkan debu PM 10 yang dapat memberikan gangguan kesehatan pada saluran pernapasan pedagang yang berada di kawasan Pasar Siteba, mengingat jarak jalan dengan toko ataupun gerobak pedagang yang tidak terlalu jauh dari jalan raya. Sumber debu PM 10 di Kawasan Pasar Siteba ini juga bersumber dari naiknya atau terangkatnya debu dari jalan akibat lalu lintas kendaraan serta jejak tanah di atas jalan raya, serta tidak kalah pentingnya kebersihan pasar itu sendiri. Hasil penelitian ini tidak hanya bermanfaat dalam pengendalian risiko, tetapi juga dapat digunakan sebagai kerangka ilmiah dalam pengambilan keputusan dan kebijakan dalam mengatasi masalah-masalah kesehatan dan lingkungan.

1.2 Perumusan Masalah Bagaimanakah analisis risiko kesehatan lingkungan pajanan PM 10 pada pedagang di kawasan Pasar Siteba? dan bagaimana manajemen risiko serta komunikasi risiko yang dapat dilakukan agar risiko dapat diminimalisasi? 1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum Menganalisis tingkat risiko kesehatan lingkungan melalui analisis risiko kesehatan lingkungan pajanan PM 10 pada pedagang di kawasan Pasar Siteba dan manajemen risiko yang dapat dilakukan agar risiko dapat diminimalisasi. 1.3.2 Tujuan Khusus 1. Mengetahui konsentrasi PM 10 di kawasan Pasar Siteba. 2. Mengetahui karakteristik antropometri, pola aktivitas, dan gambaran gangguan pernapasan pada pedagang di kawasan Pasar Siteba. 3. Menganalisis dosis-respon pajanan PM 10 pada pedagang di kawasan Pasar Siteba. 4. Menganalisis pajanan PM 10 pada pedagang di kawasan Pasar Siteba. 5. Menganalisis karakteristik risiko pajanan PM 10 pada pedagang di kawasan Pasar Siteba. 6. Menentukan manajemen risiko pajanan PM 10 pada pedagang di kawasan Pasar Siteba. 7. Menentukan komunikasi resiko pajanan PM 10 pada pedagang di kawasan Pasar Siteba.

1.4 Manfaat Penelitian 1. Bagi Peneliti Dapat menambah wawasan peneliti dan melatih keterampilan peneliti dalam melakukan analisis risiko kesehatan lingkungan pajanan PM 10 di kawasan Pasar Siteba terhadap gangguan kesehatan non karsinogenik pada populasi berisiko di kawasan Pasar Siteba. Selain itu juga dapat mengembangkan pola pikir peneliti yang lebih luas dalam menganalisis pengelolaan risiko dari permasalahan kesehatan lingkungan. 2. Bagi Institusi Pendidikan, khususnya Fakultas Kesehatan Masyarakat Dapat menjadi informasi bagi peneliti lain dalam melakukan penelitian lebih lanjut terkait Analisis Risiko Kesehatan Lingkungan (ARKL). 3. Bagi Pemerintah Sebagai masukan kepada pemerintah (UPTD Pasar Nanggalo at au Pasar Siteba Kota Padang, Dinas Perdagangan Kota Padang, BAPEDALDA Provinsi Sumatera Barat, BAPEDALDA Kota Padang, dan Dinas Kesehatan Kota Padang) untuk menyiapkan program yang lebih berdaya guna. 4. Bagi Masyarakat Masyarakat dapat mengetahui besaran risiko pajanan PM 10 di udara terutama bagi pedagang kawasan Pasar Siteba. 1.5 Ruang Lingkup Penelitian Sesuai dengan tujuan penelitian, maka peneliti membatasi ruang lingkup penelitian untuk mengukur konsentrasi PM 10 di kawasan Pasar Siteba. Konsentrasi PM 10 didapatkan dari pengukuran langsung di kawasan Pasar Siteba yang dibagi ke dalam tiga titik, serta melakukan analisis risiko kesehatan lingkungan pajanan PM 10 pada

pedagang di kawasan Pasar Siteba. Data antropometri dan pola pajanan populasi beresiko dikumpulkan melalui wawancara menggunakan kuisioner pada saat berlangsungnya pengukuran konsentrasi pajanan.