BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Kontekstual a. Pengertian Kontekstual CTL bukanlah singkatan dari Catat Tinggal Lungo (bahasa Jawa) atau mencatat ditinggal pergi. Artinya seorang guru memberikan tugas kepada peserta didik untuk mencatat pelajaran dikelas kemudian ditinggal pergi begitu saja. Inilah postret pembelajaran pasif yang tidak perlu dicontoh. Belajar dalam konteks CTL bukan hanya sekedar mencatat, tetapi belajar proses mengalami secara langsung. Melalui proses mengalami seperti itu diharapkan perkembangan siswa terjadi secara utuh, yang tidak hanya berkembang dalam aspek kognitif saja, tetapi juga aspek afektif dan juga psikomotorik (Arifin dan Setiawan, 2012: 36-37). Kontekstual adalah suatu konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat (Nurhadi,dkk, 2004: 12). Pembelajaran kontekstual atau Contextual Teaching Learning yang biasa disingkat CTL merupakan konsep pembelajaran yang menekankan pada keterkaitan antara materi pembelajaran dengan dunia nyata, sehingga peserta didik mampu menghubungkan dan menerapkan kompetensi hasil belajar dalam kehidupan sehari-hari (Isriani dan Puspitasari, 2012: 62-63). Pada pembelajaran kontekstual tugas guru memberikan kemudahan belajar kepada peserta didik, dengan menyediakan berbagai sarana dan sumber belajar yang memadai. Guru bukan hanya menyampaikan materi pembelajaran yang berupa hafalan, tetapi mengatur lingkungan dan strategi pembelajaran yang memungkinkan peserta didik belajar. Menutut Mulyasa (dalam Isriani dan Puspitasari, 2012:64) mengemukakan lima elemen yang harus diperhatikan dalam pembelajaran kontekstual, yaitu sebagai berikut: 1) pembelajaran harus memperhatikan pengetahuan yang 5
6 sudah dimiliki oleh peserta didik, 2) pembelajaran dimulai dari keseluruhan (global) menuju bagian-bagiannya secara khusus (dari umum ke khusus), 3) pembelajaran harus ditekankan pada pemahaman, dengan cara: (a) menyusun konsep semester; (b) melakukan sharing untuk memperoleh masukan dan tanggapan orang lain; (c) merevisi dan mengembangkan konsep, 4) pembelajaran ditekankan pada upaya mempraktikan secara langsung apa-apa yang dipelajari, dan 5) adanya refleksi terhadap strategi pembelajaran dan pengembangan pengetahuan yang dipelajari. Pada pembelajaran dan pengajaran kontekstual sebagian besar tugas guru adalah menyediakan konteks. Semakin mampu para siswa mengaitkan pelajaran-pelajaran akademis mereka dengan konteks ini, semakin banyak makna yang akan mereka dapatkan dari pelajaran tersebut. Pembelajaran dan pengajaran kontekstual juga melibatkan para siswa dalam aktivitas penting yang membantu mereka mengaitkan pelajaran akademis dengan konteks kehidupan nyata yang mereka hadapi. Dalam mengaitkan keduanya, para siswa melihat makna didalam tugas sekolah. Penemuan makna adalah ciri utama dari CTL (Johnson, 2008:35). Menurut Hermana (2010: 62-69) Pendekatan kontekstual mempunyai tujuh asas utama yaitu: 1) konstruktivime, 2) menemukan (inquiry), 3) bertanya (questioning), 4) masyarakat belajar (learning community), 5) pemodelan (modelling), 6) refleksi (reflection), dan 7) penilaian yang sebenarnya (authentic assesment). Pertama yaitu konstruktivisme, konstruktivisme adalah proses membangun atau menyusun pengetahuan baru dalam struktur kognitif siswa berdasarkan pengalaman. Asas kedua yaitu menemukan (inquiry) yang artinya proses pembelajaran didasarkan pada pencapaian dan penemuan melalui proses berpikir secara sistematis. Ketiga yaitu bertanya (questioning), belajar pada hakekatnya adalah bertanya dan menjawab pertanyaan. Bertanya dipandang sebagai refleksi keingintahuan setiap individu. Sedangkan menjawab pertanyaan mencerminkan kemampuan seseorang dalam berpikir. Asas selanjutnya yaitu masyarakat belajar (learning community), konsep masyarakat belajar dalam CTL menyarankan agar hasil
7 pembelajaran diperoleh melalui kerjasama dengan orang lain. Bentuk kerjasama dapat dilakukan melalui hasil sharing dengan orang lain. Saling memberi tahu dan berbagi pengalaman. Asas kelima adalah pemodelan (modelling), yang dimaksud dengan asas modeling adalah proses pembelajaran yang memperagakan sesuatu sebagai contoh yang dapat ditiru oleh siswa. Asas keenam adalah refleksi (reflection), yaitu cara fikir tentang apa yang baru dipelajari atau berpikir ke belakang tentang apa yang sudah dilakukan di masa lalu. Asas terakhir adalah penilaian yang sebenarnya (authentic assessment) adalah proses yang dilakukan guru untuk mengumpulkan informasi tentang perkembangan belajar yang dilakukan siswa. b. Karakteristik Pendekatan Kontekstual (CTL) Menurut Muslich (2008:42) Pendekatan kontekstual mempunyai karakteristik yaitu: 1) Pembelajaran dilaksanakan dalam konteks authentik, yaitu pembelajaran yang diarahkan pada ketercapaian keterampilan dalam konteks kehidupan nyata atau pembelajaran yang dilaksanakan dalam lingkungan yang alamiah (learning in real life setting), 2) pembelajaran memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengerjakan tugas-tugas yang bermakna (meaningful learning), 3) pembelajaran dilaksanakan dengan memberikan pengalaman bermakna kepada siswa (learning be doing), 4) pembelajaran dilaksanakan melalui kerja kelompok, berdiskusi, saling mengoreksi antarteman (learning in a group), 5) pembelajaran memberikan kesempatan untuk menciptaka rasa kebersamaan, bekerjasama, dan saling memahami antara satu denga yang lain secara mendalam (learning to know each other deeply), 6) pembelajaran dilaksanakan secara aktif, kreatif, produktif, dan mementingkan kerjasama (learning to ask, to inquiry, to work together), dan 7) pembelajaran dilakukan dalam situasi yang menyenangkan (learning as an enjoy activity). c. Langkah-langkah Pembelajaran Kontekstual Langkah-langkah penerapan Pendekatan kontekstual berpedoman pada prinsip dan pembelajarannya. Menurut Sutardi
8 dan Sudirjo (2007: 106), pembelajaran kontekstual meliputi: Pertama, Siswa didorong agar menemukan pengetahuan awal tentang konsep yang dibahas. Bila perlu guru memancing dengan memberikan pertanyaan yang problematik tentang kehidupan sehari-hari. Kedua, Eksplorasi yaitu siswa diberi kesempatan untuk menyelidiki dan menemukan konsep melalui pengumpulan, pengorganisasian, penginterpretasian data dalam sebuah kegiatan yang telah dirancang oleh guru. Ketiga, Penjelasan dan solusi, siswa menyampaikan pendapat, membuat model, dan membuat rangkuman serta ringkasan hasil pekerjaan dengan bimbingan guru. Keempat, Pengambilan tindakan, siswa dapat membuat keputusan menggunakan pengetahuan dan keterampilan, berbagai informasi dan gagasan, mengajukan pertanyaan lanjutan, mengajukan sarana baik secara individu maupun secara kelompok yang berhubungan dengan pemecahan masalah. d. Kelebihan Pendekatan Kontekstual Pendekatan kontekstual memiliki kelebihan yaitu: 1. Pembelajaran menjadi lebih bermakna dan riil. Artinya siswa dituntut untuk dapat menangkap hubungan antara pengalaman belajar di sekolah dengan kehidupan nyata. Hal ini sangat penting, sebab dengan dapat mengorelasikan materi yang ditemukan dengan kehidupan nyata, bukan saja bagi siswa materi itu akan berfungsi secara fungsional, akan tetapi materi yang dipelajarinya akan tertanam erat dalam memori siswa, sihingga tidak akan mudah dilupakan. 2. Pembelajaran lebih produktif dan mampu menumbuhkan penguatan konsep kepada siswa karena metode pembelajaran CTL menganut aliran konstruktivisme, dimana seorang siswa dituntun untuk menemukan pengetahuannya sendiri. Melalui landasan filosofis konstruktivisme siswa diharapkan belajar melalui mengalami bukan menghafal. 2. Hasil Belajar a. Pengertian Hasil Belajar Hasil belajar berkaitan dengan pencapaian dalam memperoleh kemampuan sesuai dengan tujuan khusus yang
direncanakan. Dengan demikian, tugas utama guru dalam kegiatan ini adalah merancang instrumen yang dapat mengumpulkan data tentang keberhasilan siswa mencapai tujuan pembelajaran (Sanjaya, 2009:13). Abdurrahman (2003:37) menyatakan bahwa hasil belajar adalah kemampuan yang diperoleh siswa setelah mereka melalui kegiatan pembelajaran. Hasil belajar ditandai dengan perubahan tingkah laku. Perubahan tingkah laku sebagai hasil belajar juga dapat menyentuh perubahan pada aspek afektif, termasuk perubahan aspek emosional. Perubahan-perubahan pada aspek ini umumnya tidak mudah dilihat dalam waktu yang singkat, akan tetapi seringkali dalam kurun waktu yang relatif lama (Aunurrhman, 2011: 37). Sudjana (2010:22) menyatakan bahwa hasil belajar pada hakikatnya adalah kemampuan yang dimiliki siswa setelah menerima pengalaman belajarnya. Bloom (dalam Sudjana, 2010) membagi hasil belajar menjadi tiga ranah, yakni ranah kognitif, ranah afektif, dan ranah psikomotoris. Ranah kognitif berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri dari enam aspek, yakni pengetahuan atau ingatan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi. Kedua aspek pertama disebut kognitif tingkat rendah dan keempat aspek berikutnya termasuk kognitif tingkat tinggi. Ranah afektif berkenaan dengan sikap yang terdiri dari lima aspek, yakni penerimaan, jawaban atau reaksi, penilaian, organisasi, dan internalisasi. Ranah psikomotoris berkenaan dengan hasil belajar keterampilan dan kemampuan bertindak. Ada enam aspek ranah psikomotoris, yakni: gerakan refleks, keterampilan gerakan dasar, kemampuan preseptual, keharmonisan atau ketepatan, gerakan keterampilan kompleks, serta gerakan ekspresif dan interpretatif. Diantara ketiga ranah itu, ranah kognitiflah yang paling banyak dinilai oleh para guru di sekolah karena berkaitan dengan kemampuan para siswa dalam menguasai isi bahan pengajaran. Kingsley (dalam Sudjana, 2010:22) membagi 3 macam hasil belajar, yaitu (1) keterampilan dan kebiasaan, (2) pengetahuan dan pengertian, (3) sikap dan cita-cita yang masing-masing dapat diisi dengan bahan yang ada pada kurikulum sekolah. Sedangkan Gagne 9
10 membagi lima kategori hasil belajar yakni informasi verbal, keterampilan intelektual, strategi kognitif, sikap, dan keterampilan motoris. Hasil belajar yang diperoleh siswa adalah sebagai akibat dari proses belajar yang dilakukan oleh siswa. Apabila semakin tinggi proses belajar yang dilakukan oleh siswa, harus semkin tinggi hasil belajar yang diperoleh siswa. Proses belajar merupakan penunjang hasil belajar yang dicapai siswa (Sudjana, 2010:3). Hasil belajar merupakan hasil dari suatu interaksi tindakan belajar dan tindakan mengajar (Dimyanti, 2006). Dilihat dari sisi guru, tindakan mengajar diakhiri dengan proses evaluasi belajar, sedangkan dari sisi siswa hasil belajar merupakan berakhirnya puncak proses belajar. Salah satu upaya mengukur hasil belajar siswa dilihat dari hasil belajar siswa itu sendiri. Bukti dari usaha yang dilakukan dalam kegiatan belajar dan proses belajar adalah hasil belajar yang biasa diukur melalui tes atau ulangan harian setelah berakhirnya kegiatan pembelajaran, dalam hal ini yang diukur adalah pada ranah kognitif siswa. Dari beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa hasil belajar siswa merupakan suatu kemampuan yang dimiliki siswa setelah siswa menerima pengalaman belajar yang ditunjukkan melalui penguasaan pengetahuan, keterampilan, atau tingkah laku. Hasil belajar juga dapat dilihat dari hasil ulangan harian. Pada penelitian ini yang dimaksud dengan hasil belajar siswa adalah hasil tes ulangan yang diberikan setelah proses pembelajaran selesai. Nilai hasil tes ulangan termasuk dalam ranah kognitif. b. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar Slameto (2003) mengungkapkan faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar dapat dibedakan menjadi dua golongan yaitu faktor yang ada pada diri siswa itu sendiri yang di sebut faktor individu (intern) dan faktor yang ada pada luar individu yang di sebut dengan faktor ekstern. Faktor individu atau intern meliputi: faktor biologis, faktor psikologis, dan faktor kelelahan. Faktor biologis antara lain: kesehatan, gizi, pendengaran dan penglihatan. Jika salah satu dari faktor biologis terganggu maka akan mempengaruhi hasil
11 belajar. Faktor psikologis meliputi: intelegensi, minat dan motivasi, serta perhatian ingatan berpikir. Faktor kelelahan meliputi: kelelahan jasmani dan rohani. Kelelahan jasmani nampak dengan adanya lemah tubuh, lapar dan haus serta mengantuk. Kelelahan rohani dapat dilihat dengan adanya kelesuan dan kebosanan sehingga minat dan dorongan untuk menghasilkan sesuatu akan hilang. Faktor ekstern meliputi: faktor keluarga, faktor sekolah, dan faktor masyarakat. Keluarga adalah lembaga pendidikan yang pertama dan terutama. Keluarga juga merupakan lembaga pendidikan dalam ukuran kecil tetapi bersifat menentukan untuk pendidikan dalam ukuran besar. Faktor sekolah meliputi: metode mengajar, kurikulum, hubungan guru dengan siswa, siswa dengan siswa, dan berdisiplin di sekolah. Faktor masyarakat yaitu bentuk kehidupan masyarakat sekitar yang dapat mempengaruhi hasil belajar siswa. Jika lingkungan siswa adalah lingkungan terpelajar maka siswa akan terpengaruh dan terdorong untuk lebih giat belajar. Hal yang sama diungkapkan oleh Sudjana (2008) bahwa hasil belajar yang dicapai siswa dipengaruhi oleh dua faktor utama yaitu faktor dari lingkungan dan faktor yang datang dari diri siswa. Faktor yang datang dari diri siswa terutama kemempuan yang dimilikinya. Faktor kemampuan siswa besar sekali pengaruhnya terhadap hasil belajar yang dicapai. Disamping kemampuan yang dimiliki, juga ada faktor lain, seperti motivasi belajar, minat dan perhatian, sikap dan kebiasaan belajar, ketekunan, faktor fisik dan psikis. Hasil belajar siswa disekolah 70% dipengaruhi oleh kemampuan siswa dan 30% dipengaruhi oleh lingkungan Artinya, selain faktor dari diri siswa sendiri, masih ada faktor-faktor di luar dirinya yang dapat menentukan atau mempengaruhi hasil belajar yang dicapai. Salah satu lingkungan belajar yang paling dominan mempengaruhi hasil belajar di sekolah ialah kualitas pengajaran. Kualitas pengajaran juga dipengaruhi oleh karakteristik kelas. Variabel karakteristik kelas antara lain: ukuran kelas, suasana belajar, serta fasilitas dan sumber belajar yang tersedia (Clark, dalam Sudjana, 2008:40).
12 Demikian pula dengan Carrol (dalam Sudjana, 2008:41) berpendapat bahwa hasil belajar yang dicapai siswa dipengaruhi oleh lima faktor, yakni (a) bakat pelajar, (b) waktu yang tersedia untuk belajar, (c) waktu yang diperlukan siswa untuk menjelaskan pelajaran, (d) kualitas pengajaran,dan (e) kemampuan individu. Empat faktor yang disebut di atas (a,b,c,e) berkenaan dengan kemampuan individu dan faktor (d) adalah faktor diluar individu (lingkungan). B. Hasil Penelitian Relevan 1. Penelitian Saputra (2011) yang berjudul Pengaruh Penerapan Model Contextual Teaching And Learning (CTL) dan Kemampuan Membaca Pemahaman Terhadap Hasil Belajar Matematika Soal Cerita Siswa Kelas V SD Kecamatan Wonogiri Tahun Pelajaran 2011/2012 hasil penelitiannya yaitu ada pengaruh antara model pembelajaran yang digunakan dalam pembelajaran. Hasil belajar matematika dengan menerapkan model pembelajaran CTL lebih baik daripada model pembelajaran konvensional dan ada pengaruh yang signifikan antara tingkat kemampuan membaca pemahaman siswa terhadap hasil belajar matematika siswa. 2. Penelitian Puspadiningrum (2007) yang berjudul Pengaruh pembelajaran matematika menggunakan pendekatan kontekstual terhadap prestasi belajar matematika ditinjau dari persepsi siswa tentang mata pelajaran matematika SMP Negeri 20 Surakarta kelas VIII semester 1 tahun pelajaran 2006/2007 hasil penelitiannya menyatakan bahwa (1) Terdapat pengaruh penggunaan pendekatan pembelajaran kontekstual terhadap prestasi belajar matematika siswa, baik secara umum maupun ditinjau dari masing-masing katagori persepsi siswa tentang mata pelajaran matematika. (Pada taraf signifikansi 5 %, Fobs = 7,9964 > 3,9867 = Ftabel dan rata rata baris a1 = 4,8684 > 4,0658 = a2; (2) Terdapat pengaruh persepsi siswa tentang mata pelajaran matematika terhadap prestasi belajar matematika pada pokok bahasan sistem persamaan linier dua variabel, baik secara umum maupun ditinjau dari pendekatan pembelajaran yang digunakan,(3) Tidak ada interaksi antara penggunaan pendekatan pembelajaran dengan persepsi siswa tentang mata pelajaran
13 matematika terhadap prestasi belajar matematika pada pokok bahasan sistem persamaan linier dua variabel. 3. Penelitian Darhim (2010) yang berjudul Pengaruh Pembelajaran Matematika Kontekstual terhadap Hasil Belajar Siswa Sekolah Dasar Kelas Awal hasil penelitiannya menyatakan bahwa ditinjau dari keseluruhan dan klasifikasi atau kelompok sekolah (baik dan sedang), siswa yang belajarnya dengan PMK dan PMB mencapai kualitas hasil belajar yang tidak berbeda dan tergolong dalam klasifikasi cukup. 4. Penelitian Mulyasari dkk (2012) yang berjudul Pengaruh Penggunaan Pembelajaran Kontekstual terhadap Hasil Belajar Matematika Siswa ditinjau dari Kemampuan Awal Siswa diproleh hasil tidak terdapat perbedaan hasil belajar antara pemelajaran kontekstual dan pembelajaran konvensional ditinjau dari kemampuan awal siswa. Penelitian ini dilakukan di SMPN 20 Bandar Lampung semester genap tahun pelajaran 2011/2012. C. Kerangka Berpikir Matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang diajarkan di semua jenjang pendidikan. Matematika merupakan ilmu yang pasti yang membutuhkan pemahaman yang kuat serta ketelitian dalam mempelajarinya. Peran guru sebagai fasilitator dan motivator sangat berpengaruh terhadap untuk mendorong siswa agar tertarik untuk belajar matematika. Guru harus merancang pembelajaran yang dapat mengaktifkan siswa dalam proses belajar mengajar di kelas. Penelitian ini dilakukan kareana adanya masalah yaitu kesulitan belajar dari beberapa siswa dalam pembelajaran matematika. Hal ini terlihat dari nilai matematika siswa kelas IV SD Negeri 02 Salatiga yang masih dibawah KKM yaitu 23 dari 43 siswa nilai matematika dibawah KKM. Proses pembelajaran yang dilakukan guru dengan menggunakan pembelajaran konvensional dan kurang memperdalam konsep-konsep dari suatu materi yang diajarkan. Hal tersebut membuat siswa kurang memahami pelajaran. Siswa menjadi kurang fokus dalam mengikuti proses pembelajaran dan asyik dengan kegiatannya sendiri. Kondisi seperti itu berpengaruh terhadap pencapaian hasil belajar siswa dalam proses belajar, sehingga diperlukan suatu pendekatan pembelajaran yang berorientasi pada pada siswa yaitu pendekatan kontektual atau Contekstual Teaching and Learning (CTL). Pedekatan kontekstual
14 merupakan konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi pembelajaran dengan situasi dunia nyata siswa, dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari. Dengan menggunakan pendekatan kontekstual diharapkan hasil belajar matematika menjadi lebih baik. Berdasarkan uraian diatas maka kerangka pikir dapat diilustrasikan pada diagram berikut ini: Pendekatan Kontekstual (X) Hasil Belajar Siswa (Y) Gambar 2.1 Kerangka Berpikir D. Hipotesis Berdasarkan karangka berpikir di atas, maka dapat dirumuskan hipotesis dalam penelitian ini adalah penerapan pendekatan kontekstual berpengaruh terhadap hasil belajar siswa pada kelas IV Sekolaha Dasar Negeri 02 Salatiga semester genap tahun pelajaran 2012/2013.