HUBUNGAN PERAWATAN INFUS DENGAN TERJADINYA FLEBITIS PADA PASIEN YANG TERPASANG INFUS Sutomo Program Studi Profesi NERS, STIKES Dian Husada Mojokerto Email : sutomo.ners@gmail.com ABSTRAK Mempertahankan suatu infus intravena yang sedang terpasang merupakan tugas perawat yang menuntut pengetahuan serta keterampilan tentang pemasangan dan perawatan infus, prinsip-prinsip aliran, selain itu pasien harus dikaji dengan teliti baik komplikasi lokal maupun sistemik. Jika flebitis terjadi maka masukan terapi cairan intravena akan tersumbat dan tidak dapat terpenuhi, untuk itu selama pemberian terapi cairan intravena pasien harus mendapat pengawasan dan observasi yang ketat. Tujuan penelitian ini adalah mengobservasi hubungan perawatan infus dengan terjadinya flebitis pada pasien yang di Puskesmas krian Desain yang di gunakan dalam penelitian ini adalah analitik korelasional yaitu mengkaji hubungan antar variabel. Populasinya seluruh pasien di puskesmas krian Sidoarjo selama bulan Mei-Juni. Sampel yang digunakan seluruh Pasien Yang Terpasang Infus Selama Bulan Mei-Juni di Yang berjumlah responden, dengan metode Aksidental Sampling, variabelnya adalah perawatan infus dan terjadinya flebitis. Data yang terkumpul melalui lembar observasi dianalisa dengan teknik korelasi uji kolerasi spearman s rho. Dengan alpha,5. Dari hasil penelitian didapatkan bahwa dari responden 1 (6%) di lakukan sebagaian besar perawatan infus, (1%) dilakukan semua perawatan infus, (1%) tidak di lakukan perawatan infus. Sedangkan responden sebanyak 1 (7%) tidak terjadi flebitis, 6 (3%) terjadi flebitis. Dari hasil uji Spearman's rho diperoleh nilai Sig. (-tailed) atau p value, (karena p value <,5) maka H ditolak dan H1 diterima. Yang artinya ada hubungan perawatan infus dengan terjadinya flebitis pada pasien yang di Puskesmas krian Melihat dari hasil penelitian ini maka perawatan infus lebih di lakukan menurut SOP, untuk mencegah atau meminimalkan terjadinya flebitis. Kata Kunci : Perawatan infus, flebitis Halaman 57
PENDAHULUAN Infus cairan intravena (Intravenous fluids infution) adalah pemberian sejumlah cairan ke dalam tubuh melalui sebuah jarum ke dalam pembuluh vena (pembuluh balik) untuk menggantikan kehilangan cairan atau zat-zat makanan dari tubuh. Pemberian terapi cairan intravena merupakan suatu keharusan untuk di berikan pada pasien yang mengalami kehilangan darah atau kehilangan cairan, gangguan kesadaran, dan dehidrasi (M.Bouwhuizen ). Menurut Hinlay dalam Asrin, Triyanto, & Upoyo (6), 6 % pasien yang dilakukan rawat inap mendapatkan terapi cairan melalui infus. Akan tetapi pemberian terapi cairan intravena dapat menimbulkan berbagai bahaya, termasuk komplikasi lokal maupun sistemik. Komplikasi lokal yang sering terjadi adalah flebitis (Brunner & Suddartths, 1). Di Puskesmas Krian sidoarjo diketahui bahwa masih banyak pasien yang mengalami flebitis saat mendapatkan terapi cairan melalui infus. Angka kejadian infeksi melalui jarum infus di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo Jakarta dilaporkan terdapat 53,8% penderita yang mengalami flebitis akibat pemasangan infus ketika dirawat di rumah sakit (Widiyanto, ). Kejadian flebitis di RSUP. Dr. Sardjito Jogjakarta mencapai 7,19 % (Baticola, ), Sedangkan Saryati () menemukan kasus flebitis di RSUD Purworejo sebanyak 18,8% kasus (http://wwwsehat grup.com). Pada studi pendahuluan data yang diperoleh dari hasil wawancara peneliti dengan perawat di Puskesmas Krian Sidoarjo pada bulan oktober 1 terdapat pasien yang, dari ke pasien tersebut terdapat 1 pasien yang mengalami flebitis, dari data tersebut menunjukkan bahwa masih banyak pasien yang mengalami flebitis pada saat mendapatkan terapi cairan melalui infus. Mempertahankan suatu infus intravena yang sedang terpasang merupakan tugas perawat yang menuntut pengetahuan serta keterampilan tentang pemasangan dan perawatan infus, prinsip-prinsip aliran, selain itu pasien harus dikaji dengan teliti baik komplikasi lokal maupun sistemik (Brunner & Suddrths, 1). Jika flebitis terjadi maka masukan terapi cairan intravena akan tersumbat dan tidak dapat terpenuhi, untuk itu selama pemberian terapi cairan intravena pasien harus mendapat pengawasan dan observasi yang ketat (Kusyati Eni.NS. 6). Penyebab flebitis adalah iritasi fena oleh alatalat intravena, obat-obatan, dan infeksi (Brunner & Suddarths, 1). Meskipun setiap ruangan mempunyai protap cara pemasangan dan perawatan infus, namun dalam pelaksanaannya perawatan infus seperti memeriksa tempat penusukan setiap hari, mengganti balutan pada pasien yang, dan lainlain, dalam kenyataannya masih ada yang tidak melakukannya. perawatan infus merupakan tindakan yang tepat untuk mencegah terjadinya flebitis. Pencegahan flebitis tidak hanya berfokus pada saat pemasangan infus saja, akan tetapi sesudah pemasangan infus harus di lindungi sepenuhnya dari terjadinya komplikasi. Mencegah dan minimalkan efek dari terapi intravena terutama terjadinya flebitis maka perawatan infus harus di upayakan secara optimal. Perawat yang memperhatikan prinsip aseptik, dapat mengurangi kejadian flebitis (Brunner & Suddarths, 1). Tujuan penelitian ini diantaranya adalah : 1. Mengidentifikasi perawatan infus di. Mengidentifikasi terjadinya flebitis pada pasien yang di 3. Menganalisasa hubungan perawatan infus dengan terjadinya flebitis di METODE PENELITIAN Dalam penelitian ini desain penelitian yang digunakan adalah analitik korelasional yaitu mengkaji hubungan antar variabel dengan pendekatan Kohort. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan perawatan infus dengan terjadinya flebitis pada pasien yang di Pada penelitian ini populasinya adalah semua pasien di puskesmas Krian Sidoarjo pada bulan Mei- Juni 11. Sampel dalam penelitian ini adalah pasien yang di puskesmas Krian Sidoarjo pada bulan Mei-Juni 11 sebanyak responden yang di tentukan dengan teknik aksidental sampling. Instrumen yang digunakan dalam pengumpulan data hubungan perawatan infus dengan terjadinya flebitis pada pasien yang di Puskesmas Krian Sidoarjo adalah berupa lembar observasi. Untuk menentukan hubungan perawatan infus dengan terjadinya flebitis pada pasien yang e diklarifikasikan dalam dua atau lebih maka digunakan teknik korelasi uji kolerasi Halaman 58
spreman s rho. Dengan alpha,5 dan tingkat kepercayaan 95%. Signifikasi atau bermaknah, apabila p Value <,5. Seluruh pengolaan data diolah dengan sistem komputerisasi dengan bantuan software SPSS. HASIL PENELITIAN 1. Identifikasi perawatan infus pada pasien yang di Puskesmas Krian Keterangan Frekuensi Persen Tidak dilakukan Dilakukan sebagian kecil Dilakukan sebagian besar Dilakukan semua 1 1% % 6% 1% Total Di lihat dari tabel diatas menunjukkan bahwa dari responden perawat dilakukan sebagaian besar perawatan infus sebanyak 1 (6%). Dilakukan semua perawatan infus sebanyak (1%). Dan tidak dilakukan perawatan infus sebanyak (1%).. Identifikasi terjadinya flebitis pada pasien yang di Puskesmas Krian Keterangan Frekuensi Persen Terjadi flebitis Tidak terjadi flebitis 6 1 3% 7% Total Dari tabel diatas bahwa responden sebanyak, 1 (7%) tidak terjadi flebitis, 6 (3%) terjadi flebitis. 3. Hubungan Perawatan Infus Dengan Terjadinya Flebitis Pada Pasien Yang Terpasang Infus Di Puskesmas Krian Sidoarjo Terjadinya flebitispada pasien yang Perawatan infus Tidak dilakukan Dilakukan sebagian kecil Dilakukan sebagian besar Dilakukan semua Total Terjadi flebitis,%,% 6 3% Tidak terjadi flebitis,%,% 1 1 7% Total 1 Spearman's rho Perawatan infus Terjadinya flebitis pada pasien yang Correlations Correlation Coefficient Perawatan infus Terjadinya flebitis pada pasien yang 1..9 ** Sig. (-tailed).. N Correlation Coefficient.9 ** 1. Sig. (-tailed).. N Halaman 59
Dari hasil uji Spearman's rho diatas diperoleh nilai Sig. (-tailed) atau p value, (karena p value <,5) maka H ditolak dan H1 diterima yang artinya ada hubungan perawatan infus dengan terjadinya flebitis pada pasien yang di Puskesmas Krian Sidoarjo. Nilai koefisien korelasi spearman sebesar,9 yang artinya menunjukkan bahwa arah korelasi positif dengan kekuatan korelasi kuat. PEMBAHASAN 1. Perawatan infus Di lihat dari tabel diatas menunjukkan bahwa dari responden perawat dilakukan sebagaian besar perawatan infus sebanyak 1 (6%). Dilakukan semua perawatan infus sebanyak (1%). Dan tidak dilakukan perawatan infus sebanyak (1%). Perawatan terapi Intravena Adalah suatu upaya atau cara untuk mencegah masuknya mikroorganisme pada vasikuler sehingga tidak menimbulkan terjadinya infeksi saat dengan cara : Memakai sarung tangan, Membasahi plaster dengan alkohol dan buka balutan dengan menggunakan pinset, Mebersikan bekas plaster, Perawat memeriksa tempat penusukan IV setiap hari, Perawat mengganti seluruh infus set sedikitnya setiap 3 hari, Membersihkan daerah tusukan dan sekitarnya dengan NaCL, Mengolesi tempat tusukan dengan iodin, dan Menutup dengan kasa steril dengan rapi. (SOP puskesmas krian). Sementara itu perawatan pada tempat penusukan juga harus dilakukan, antara lain : Balutan steril diperlukan untuk menutup tempat masuk kanula IV periver.balutan harus di ganti jika balutan menjadi basah, kotor, atau lepas.beberapa jenis balutan, meliputi balutan trasparan, perban steril, kasa, dan plaster, dapat digunakan sepanjang sterilisasi dapat di pertahankan.(joanne C. La Rocc, Shirley E. Otto, 1998). Dalam penelitian ini, tugas yang paling penting dari seorang perawat untuk mengobservasi selama pemberian infus pertama adalah reaksi pesien terhadap bahan bahan yang diberikan atau terhadap daerah yang di berikan (pucat, keringat dingin, denyut jantung lemah),hal ini harus di laporkan pada dokter... Terjadinya flebitis. Dari tabel. diatas bahwa responden sebanyak, 1 (7%) tidak terjadi flebitis, 6 (3%) terjadi flebitis. Flebitis merupakan inflamasi vena yang disebabkan baik oleh iritasi kimia maupun mekanik yang sering disebabkan oleh komplikasi dari terapi intravena, Flebitis dikarateristikkan dengan adanya dua atau lebih tanda nyeri, kemerahan, bengkak, indurasi dan teraba mengeras di bagian vena yang terpasang kateter intravena (La Rocca, 1998). Hal ini menjadiakan flebitis sebagai salah satu pemasalahan yang penting untuk dibahas di samping flebitis juga sering ditemukan dalam proses keperawatan (Jarumi Yati, 9). Dalam penelitian ini Flebitis terjadi karena adanya mikroorganisme atau bakteri yang masuk melalui lubang tusukan kateter infus. Dalam hal ni stiap hari harus dilakukan observasi untuk mengindari terjadinya flebitis atau masuknya mikroorganisme dan bakteri. 3. Hubungan Perawatan Infus Dengan Terjadinya Flebitis Pada Pasien Yang Terpasang Infus Di Puskesmas Krian Dari hasil uji Spearman's rho diatas diperoleh nilai Sig. (-tailed) atau p value, (karena p value <,5) maka H ditolak dan H1 diterima yang artinya ada hubungan perawatan infus dengan terjadinya flebitis pada pasien yang di Puskesmas Krian Sidoarjo. Nilai koefisien korelasi spearman sebesar,9 yang artinya menunjukkan bahwa arah korelasi positif dengan kekuatan korelasi kuat. Flebitis merupakan inflamasi vena yang di sebabkan oleh komplikasi dari terapi intravena, flebitis dikarakteristikkan dengan adanya dua atau lebih tanda nyeri, kemerahan bengkak, terasa hangat di daerah penusukan atau sepanjang vena, infus sering macet. (La Rocca, 1998). Flebitis yang terjadi dari infeksi tindakan pemasangan infus, merupakan masalah yang serius namun tidak sampai menyebabkan kematian, tetapi banyak dampak yang nyata yaitu tingginya biaya perawatan di akibatkan lamanya perawatan. Kejadian flebitis sangat di pengaruhi oleh ketepatan dalam melaksakan Halaman 6
pemasangan infus kurang dilakukan atau tidak sesuai SOP yang ada di instasi tersebut. KESIMPULAN 1. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa dari responden perawat didapatkan tidak dilakukan perwatan sebanyak (1%), dilakukan sebagian kecil sebanyak (%), dilakukan sebagian besar sebanyak 1 (6%) dan dilakukan semua (1%).. Dari Dari tabel. diatas bahwa responden sebanyak, 1 (7%) tidak terjadi flebitis, 6 (3%) terjadi flebitis 3. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa Hubungan Perawatan Infus Dengan Terjadinya Flebitis Pada pasien Yang Terpasang Infus Di Puskesmas Krian Sidoarjo dengan nilai koefisien korelasi spearman s rho sebesar,9 dengan tingkat signifikansi, (P<,5). DAFTAR PUSTAKA Alimul, Azis. (3). Riset Keperawatan dan Teknik Penulisan Ilmiah. Salemba Medika : Jakarta. Asmadi. (8). Konsep Dan Aplikasi Kebutuhan Dasar Klien. Jakarta: Salembah Medika Alimul, Azis. (5), Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta: Buku Kedokteran, EGC. Alimul, Azis. (7), Metode Penelitian Medika. Alimul, Azis.(6). Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta: Salemba Medika. Darmawan.(8). Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta: Salemba Medika. http:/www.dinkes.go.id.diakses pada tanggal 1 Januari 1. http://www.depkesri.go.id, 5.diakses pada tanggal Februari 1. http://www.sehatgrup.com. Diakses pada pada tanggal Februari 1. http://www.forom.com. Diakses pada tanggal 5 Februari 1. Joonne C La. Rocca. Shirley E. Otto. (1998).Terapi Intravena. Jakarta: Buku Kusyati, Eni. (6). Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta: Buku Kedokteran EGC. Mubarok Iqbal Wahit. (7). Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta:Buku Notoadmodjo, S. (5). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta. Notoadmodjo, S. (). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta. Nursalam (9), konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Nursalam (3), konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Naga, D.S (199), Pengantar Teori Skor Pada pengukuran. Jakarta:Guna Darma Pitasi Ratih (6), Kimia dan unsur Air. Jakarta: Panembrama. Perry, Peterson, Potter.(5). Ketrampilan Dan Prosedur Dasar Intravena. Jakarta: Buku P.J.M.Stevens.(9). Konsep Dan Aplikasi Kebutuhan Dasar Klien. Jakarta: Salemba Medika. Suddarth, & Brunner. (1), Keperawatan Medical Bedah. Jakarta: Buku Suddarth, & Brunner. (), Keperawatan Medical Bedah. Jakarta: Buku kedokteran EGC. Halaman 61