II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Prestasi Akademik dalam Layanan Bimbingan Belajar. Pengertian bimbingan menurut Crow dan Crow (Prayitno, 2004) adalah

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Coping Stress. mengurangi distres. Menurut J.P.Chaplin (Badru, 2010) yaitu tingkah laku

I. PENDAHULUAN. istilah remaja atau adolenscence, berasal dari bahasa latin adolescere yang

Kesehatan Mental. Mengatasi Stress/Coping Stress MODUL PERKULIAHAN. Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh 10

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Strategi Coping. ataupun mengatasi Sarafino (Muta adin, 2002). Perilaku coping merupakan suatu

BAB I PENDAHULUAN. dengan harapan. Masalah tersebut dapat berupa hambatan dari luar individu maupun

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan kemajuan teknologi di bidang otomotif, setiap perusahaan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Coping Stress pada Perempuan Berstatus Cerai dengan memiliki Anak

Kesehatan Mental. Mengatasi Stress / Coping Stress. Aulia Kirana, M.Psi, Psikolog. Modul ke: Fakultas Psikologi. Program Studi Psikologi

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang berkualitas tinggi. Perkembangan masyarakat dengan kemajuan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. unsur lapisan masyarakat merupakan potensi yang besar artinya bagi

BAB II KAJIAN TEORITIS

BAB I PENDAHULUAN. Rumah sakit merupakan suatu lembaga yang memberikan pelayanan

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja adalah masa transisi dari masa kanak-kanak menuju masa

BAB I PENDAHULUAN. Terdapat beberapa karakteristik anak autis, yaitu selektif berlebihan

BAB 1 PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan suatu hal yang penting dalam kehidupan manusia.

BAB I PENDAHULUAN. Sekarang ini kita dihadapkan pada berbagai macam penyakit, salah satunya

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah sebuah negara berkembang yang terbebas dari

BAB 2 LANDASAN TEORI. Teori yang akan dibahas dalam bab ini adalah teori mengenai self-efficacy dan

BAB I PENDAHULUAN. Keluarga yang bahagia dan harmonis merupakan dambaan dari setiap

BAB I PENDAHULUAN. setiap orang untuk dapat beraktivitas dengan baik. Dengan memiliki tubuh yang

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan dipandang mampu menjadi jembatan menuju kemajuan, dan

BAB I PENDAHULUAN. permasalahan, persoalan-persoalan dalam kehidupan ini akan selalu. pula menurut Siswanto (2007; 47), kurangnya kedewasaan dan

BAB II KAJIAN TEORI. Mahasiswa adalah panggilan untuk orang yang sedang menjalani pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. Perusahaan adalah suatu bentuk organisasi yang didirikan untuk

BAB I PENDAHULUAN. sebagai seorang ibu. Wanita sebagai Ibu adalah salah satu dari kedudukan sosial yang

BAB II LANDASAN TEORI. Menurut Lazarus & Folkman (dalam Sarafino, 2006) coping adalah suatu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. manusia yang ditandai dengan berbagai problematika, seperti perubahan kondisi

BAB 2 LANDASAN TEORI. Pada bab 2 akan dibahas landasan teori dan variabel-variabel yang terkait

BAB I PENDAHULUAN. Setiap individu di dunia ini melewati fase-fase perkembangan dalam

BAB V PENUTUP. menjadi tidak teratur atau terasa lebih menyakitkan. kebutuhan untuk menjadi orang tua dan menolak gaya hidup childfree dan juga

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara berkembang yang sedang melakukan. pembangunan pada berbagai bidang. Dalam melaksanakan pembangunan dan

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini banyak bermunculan berbagai jenis penyakit yang tidak dapat

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan hal yang sangat penting dalam meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. Stres merupakan kata yang sering muncul dalam pembicaraan masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki era pasar bebas banyak tantangan dan persaingan harus dihadapi

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki masa pensiun merupakan salah satu peristiwa di kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. PT. Pratama Abadi Industri adalah perusahaan yang bergerak di bidang

BAB I PENDAHULUAN. mengalami peningkatan. Penyakit-penyakit kronis tersebut, di antaranya: kanker,

BAB I PENDAHULUAN. awal, dimana memiliki tuntutan yang berbeda. Pada masa dewasa awal lebih

BAB I PENDAHULUAN. setiap anak berhak memperoleh pendidikan yang layak bagi kehidupan mereka,

BAB I PENDAHULUAN. kalanya masalah tersebut berbuntut pada stress. Dalam kamus psikologi (Chaplin,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ditandai dengan penurunan kemampuan tubuh untuk beradapatasi dengan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pada era globalisasi seperti sekarang ini, kedaulatan Negara Republik

BAB I. Indonesia terdiri dari beberapa pulau yang tersebar begitu luas dimana

STRATEGI KOPING PADA LANSIA YANG DITINGGAL MATI PASANGAN HIDUPNYA NASKAH PUBLIKASI

BAB I PENDAHULUAN. pada pembangunan di sektor ekonomi. Agar dapat bersaing antar bangsa, Indonesia

PSIKOLOGI UMUM 2. Stress & Coping Stress

BAB II KAJIAN TEORI. 2010:523) menyatakan bahwa self efficacy mempengaruhi pilihan aktivitas

BAB I PENDAHULUAN. Setiap individu akan mengalami tahap perkembangan dari masa bayi

BAB 1 PENDAHULUAN. Dalam dunia pendidikan, sebutan UN atau Ujian Nasional sudah tidak asing

I. PENDAHULUAN. kepribadian dan dalam konteks sosial (Santrock, 2003). Menurut Mappiare ( Ali, 2012) mengatakan bahwa masa remaja

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kecemasan dapat dialami oleh para siswa, terutama jika dalam

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. maupun eksternal. Secara internal, kedaulatan NKRI dinyatakan dengan keberadaan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Deficiency Syndrome) merupakan salah satu penyakit yang mematikan dan

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan negara di segala bidang. Agar mendapatkan manusia yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dalam proses belajar disiplin belajar sangat penting dalam menunjang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa peralihan dari kanak-kanak menuju dewasa.

HUBUNGAN TINGKAT STRES DENGAN PENGGUNAAN STRATEGI COPING PADA MAHASISWA YANG SEDANG MENYUSUN SKRIPSI DI JURUSAN BK ANGKATAN 2008 FIP UNJ

BAB I PENDAHULUAN. yang disebabkan pekerjaan ataupun kegiatan sehari hari yang tidak. mata bersifat jasmani, sosial ataupun kejiwaan.

GAMBARAN COPING STRESS MAHASISWA BK DALAM MENGIKUTI PERKULIAHAN DI UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. antara suami istri saja melainkan juga melibatkan anak. retardasi mental termasuk salah satu dari kategori tersebut.

BAB V HASIL PENELITIAN

BAB 1 PENDAHULUAN. Masyarakat Indonesia saat ini telah memasuki era reformasi yang

BAB I PENDAHULUAN. banyaknya perusahaan yang terancam mengalami kebangkrutan karena tidak

1 Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Dalam dua dasawarsa terakhir ini, perubahan yang terjadi dalam berbagai

BAB III METODE PENELITIAN. Bab ini berkenaan dengan persiapan dan pelaksanaan penelitian. Dalam

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB II LANDASAN TEORI. A. Coping. tekanan (Siswanto, 2007). Copingyaitu proses untuk menata tuntutan yang dianggap

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Self-Efficacy. berhubungan dengan keyakinan bahwa dirinya mampu atau tidak mampu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. terutama yang tidak terbiasa dengan sistem pembelajaran di Fakultas

BAB II LANDASAN TEORI. dapat berdiri sendiri tanpa bergantung kepadaorang lain. Kemandirian dalam kamus psikologi yang disebut independence yang

BAB I PENDAHULUAN. dalam tahap perkembangannya akan mengalami masa berhentinya haid yang dibagi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Problem Focused Coping. fisik, psikis dan sosial. Namun sayangnya, kebutuhan-kebutuhan tersebut tidak

I. PENDAHULUAN. Sekolah merupakan salah satu lembaga pendidikan formal, yang masih

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS

ARIS RAHMAD F

KONTRIBUSI KONSEP DIRI DAN PERSEPSI MENGAJAR GURU TERHADAP MOTIVASI BERPRESTASI DITINJAU DARI JENIS KELAMIN SISWA SMA GAMA YOGYAKARTA TAHUN 2009 TESIS

BAB 1 PENDAHULUAN. 2014, remaja adalah penduduk dalam rentang usia tahun. Menurut Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan hal yang terpenting dalam kehidupan kita,

BAB II LANDASAN TEORI. Lazarus dan Folkman (dalam Morgan, 1986) menyebutkan bahwa kondisi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Perawat dalam pelayanan kesehatan dapat diartikan sebagai tenaga

BAB V HASIL PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Ela Nurlaela Sari, 2013

BAB I PENDAHULUAN. Stres senantiasa ada dalam kehidupan manusia yang terkadang menjadi

BAB III METODE PENELITIAN. dihimpun hanya berdasarkan stres dan strategi penanggulangan stres pada

BAB I PENDAHULUAN. bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia

5. KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN

STRATEGI COPING DALAM MENGHADAPI PERMASALAHAN AKADEMIK PADA REMAJA YANG ORANG TUANYA MENGALAMI PERCERAIAN NASKAH PUBLIKASI

BAB I PENDAHULUAN. di pesantren. Pondok pesantren merupakan sebuah lembaga pendidikan agama

BAB I PENDAHULUAN. semakin menyadari pentingnya mendapatkan pendidikan setinggi mungkin. Salah

BAB I PENDAHULUAN. Sebagian besar negara memiliki sistem pendidikan formal yang umumnya

BAB I PENDAHULUAN. membangun bangsa ke arah yang lebih baik. Mahasiswa, adalah seseorang

BAB II TINJAUAN TEORITIS. A. Karyawan PT. INALUM. capital, yang artinya karyawan adalah modal terpenting untuk menghasilkan nilai

Transkripsi:

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Prestasi Akademik dalam Layanan Bimbingan Belajar 1. Layanan Bimbingan Belajar Pengertian bimbingan menurut Crow dan Crow (Prayitno, 2004) adalah bantuan yang diberikan oleh seseorang yang memiliki kepribadian yang memadai dan terlatih dengan baik kepada individu-individu setiap usia untuk membantunya mengatur kegiatan hidupnya sendiri, mengembangkan pandangan hidupnya sendiri, membuat keputusan sendiri, dan menanggung bebannya sendiri. Menurut Crow dan Crow tersebut layanan bimbingan yang diberikan pada individu atau sekumpulan individu berguna untuk menghindari dan mengatasi masalah dalam kehidupannya secara mandiri. Sementara menurut Walgito (2004) bimbingan adalah bantuan atau pertolongan yang diberikan kepada individu atau sekumpulan individu dalam menghindari atau mengatasi kesulitan-kesulitan dalam kehidupannya, agar individu atau sekumpulan individu itu dapat mencapai kesejahteraan hidupnya. Berdasarkan pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa bimbingan adalah salah satu bentuk proses pemberian bantuan kepada individu atau sekumpulan individu dalam memecahkan masalahnya, sehingga masing-masing individu akan mampu untuk mengoptimalkan potensi dan keterampilan dalam

14 mengatasi setiap permasalahannya, serta mencapai penyesuaian diri dalam kehidupannya. Setelah memahami pengertian bimbingan, selanjutnya yang dipaparkan adalah salah satu bidang dari bimbingan yaitu bimbingan belajar. Bimbingan belajar menurut Hamalik (2004) adalah bimbingan yang ditunjukkan kepada siswa untuk mendapatkan pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan, bakat, minat, kemampuannya dan membantu siswa untuk menentukan cara-cara yang efektif dan efisien dalam mengatasi masalah belajar yang dialami oleh siswa. Berdasarkan pendapat para ahli diatas, maka dapat disimpulkan bahwa bimbingan belajar adalah salah satu proses pemberian bantuan kepada siswa dalam menyelesaikan masalah-masalah belajar yang dihadapi siswa sehingga tercapai tujuan belajar yang diinginkan. Tujuan Bimbingan Belajar Menurut Ahmadi (2004) tujuan layanan bimbingan belajar secara umum adalah membantu siswa-siswa agar mendapatkan penyesuaian yang baik didalam situasi belajar sehingga setiap siswa dapat belajar dengan efisien sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya, mencapai perkembangan yang optimal. Menurut Yusuf dan Nurihsan (2005) tujuan bimbingan belajar adalah a. Mempunyai sikap dan kebiasaan belajar yang positif, seperti kebiasaan membaca buku, disiplin dalam belajar, dan perhatian terhadap semua

15 pelajaran, serta aktif mengikuti semua kegiatan belajar yang diprogramkan. b. Mempunyai motif yang tinggi untuk belajar. c. Mempunyai keterampilan atau teknik belajar yang efektif, seperti keterampilan membaca buku, mencatat pelajaran, dan mempersiapkan diri mengahadapi ujian. d. Mempunyai keterampilan untuk menetapkan tujuan dan perencanaan pendidikan. e. Memiliki kesiapan mental dan kemampuan untuk menghadapi ujian. Dari pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa tujuan bimbingan belajar secara umum yaitu membantu siswa-siwa agar mendapatkan penyesuaian yang baik dalam situasi belajar, sehingga setiap siswa dapat belajar dengan efisien sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya dan mencapai perkembangan yang optimal. Fungsi Bimbingan Belajar Fungsi bimbingan belajar bagi siswa menurut Hamalik (2004) antara lain: a. Membantu siswa agar memperoleh pandangan yang objektif dan jelas tentang potensi, watak, minat, sikap, dan kebiasaan yang dimiliki dirinya sendiri agar dapat terhindar dari hal-hal yang tidak diinginkan. b. Membantu siswa dalam mendapatkan pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan, bakat, minat dan kemampuan yang dimiliki dan membantu siswa dalam menentukan cara yang efektif dan efisien dalam

16 menyelesaikan bidang pendidikan yang telah dipilih agar tercapai hasil yang diharapkan. c. Membantu siswa dalam memperoleh gambaran dan pandangan yang jelas tentang kemungkinan-kemungkinan dan kecenderungan-kecenderungan dalam lapangan pekerjaan agar ia dapat menentukan pilihan yang tepat. Sementara fungsi bimbingan menurut Yusuf dan Nurihsan (2005) adalah: a. Pemahaman, yaitu membantu siswa agar memiliki pemahaman terhadap dirinya (potensinya) dan lingkungannya. b. Preventif, yaitu membantu siswa untuk senantiasa mengantisipasi berbagai masalah yang terjadi dan berupaya mencegahnya. c. Pengembangan, yaitu berupaya untuk menciptakan lingkungan belajar yang kondusif. d. Perbaikan, yaitu berupaya memberikan bantuan kepada siswa yang telah mengalami masalah. e. Penyaluran, yaitu membantu siswa dalam memilih kegiatan ekstrakurikuler, jurusan atau program studi, dan memantapkan penguasaan karir yang sesuai dengan minat, bakat, keahlian, dan ciri-ciri kepribadian lainnya. f. Adaptasi, yaitu membantu pelaksanaan pendidikan untuk mengadaptasikan program pendidikan terhadap latar belakang pendidikan, minat, kemampuan, dan kebutuhan siswa. g. Penyesuaian, yaitu fungsi bimbingan dalam membantu siswa agar dapat menyesuaikan diri secara dinamis dan konstruktif terhadap program pendidikan, peraturan sekolah, atau norma agama.

17 Berdasarkan pendapat ahli diatas mengenai fungsi bimbingan dapat disimpulkan bahwa bimbingan belajar berfungsi untuk membantu siswa dalam pemahaman diri sesuai dengan kecakapan bakat dan minat, bimbingan balajar bermanfaat untuk memperoleh gambaran tentang bagaimana menentukan cara yang efektif dan efisien dalam menyelesaikan pendidikan agar sesuai dengan apa yang diharapkan, serta membantu siswa untuk menentukan pilihan yang tepat dalam lapangan pekerjaan yang sesuai dengan kemampuan siswa setelah menyelesaikan bidang pendidikan yang telah dipelajari. 2. Pengertian Prestasi Akademik Prestasi adalah hasil dari suatu kegiatan yang telah dikerjakan, diciptakan, baik secara individu maupun kelompok. Prestasi tidak akan pernah dihasilkan tanpa suatu usaha baik berupa pengetahuan maupun berupa keterampilan. Preestasi menyatakan hasil yang telah dicapai, dilakukan, dikerjakan dan sebagainya, dengan hasil yang menyenangkan hati dan diperoleh dengan jalan keuletan kerja (Nasrun, 2000). Chaplin (2001) mengatakan bahwa prestasi dalam bidang pendidikan akademik, merupakan suatu tingkatan khusus perolehan atau hasil keahlian karya akademik yang dinilai oleh gur-guru, lewat tes yang dibakukan. Menurut Winkel (1996) prestasi akademik adalah proses belajar yang dialami siswa untuk menghasilkan perubahan dalam bidang pengetahuan, pemahaman, penerapan, daya analisis, dan evaluasi.

18 Djamarah (2002) mendefinisikan prestasi akademik adalah hasil yang diperoleh berupa kesan-kesan yang mengakibatka perubahan dalam diri individu sebagai hasil akhir dari aktivitas belajar. Sedangkan, menurut Azwar (2002) prestasi akademik adalah bukti peningkatan atau pencapaian yang diperoleh seorang siswa sebagai pernyataan ada tidaknya kemajuan atau keberhasilan dalam program pendidikannya. Soeryabrata (2001) menjelaskan bahwa prestasi akademik adalah hasil belajar evaluasi dari suatu proses yang biasanya dinyatakan dalam bentuk kuantitatif (angka) yang khusus dipersiapkan untuk proses evaluasi, misalnya nilai pelajaran, mata pelajaran, nilai ujian dan lain sebagainya. Prestasi akademik dikatakan sebagai hasil perbuatan belajar yang melukiskan taraf kemampuan seseorang. Dalam pendidikan formal, prestasi akademik menunjukkan adanya perubahan positif, sehingga pada taraf akhir akan didapat ketrampilan, kecakapan, dan pengetahuan baru. Prestasi akademik dapat dianggap sebagai menguasai mata pelajaran yang telah ditentukan oleh sekolah. Prestasi akademik diartikan sebagai kemampuan maksimal seseorang di kelas ataupun sekolah yang sesuai dengan kemampuan, bakat, minat seseoranng sehingga peserta didik mampu melakukannya dengan baik. Jadi dapat disimpulkan bahwa prestasi akademik adalah perubahan dalam hal kecakapan tingkah laku, ataupun kemampuan yang dapat bertambah selama

19 beberapa waktu dan tidak disebabkan karana proses pertumbuhan tetapi adanya proses belajar. 3. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Prestasi Akademik Keberhasilan dalam proses belajar yang terjadi, dilatarbelakangi oleh adanya sumber atau penyebab yang mempengaruhi berlangsungnya proses belajar mengajar itu sendiri. Faktor tersebut dapat berupa penghambat maupun pendorong pencapaian prestasi. Soeryabrata (2001) menggolongkan faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi akademik menjadi dua faktor, yaitu: 1. Faktor internal Faktor ini merupakan hal-hal dalam diri individu yang mempengaruhi prestasi akademik yang dimiliki. Faktor ini digolongkan ke dalam dua kelompok, yaitu: a. Faktor fisiologis Faktor fisiologis mengacu pada keadaan fisik, khususnya sistem penglihatan dan pendengaran, kedua sistem penginderaan tersebut dianggap sebagai faktor yang paling bermanfaat diantara kelima indera yang dimiliki manusia. Untuk dapat menempuh pelajaran dengan baik sesorang perlu memperhatikan dan memelihara kesehatan tubuhnya.

20 b. Faktor psikologis Faktor psikologis meliputi faktor non fisik, seperti: motivasi dan minat, intelegensi, perilaku dan sikap mental. 1. Motivasi dan minat Motivasi sangat menentukan prestasi seseorang menurut Djamarah (2002) motivasi adalah gejala psikologis dalam bentuk dorongan yang timbul pada diri seseorang sadar atau tidak sadar untuk melakukan suatu tindakan dengan tujuan tertentu. Motivasi bisa juga dalam bentuk usaha-usaha yang dapat menyebabkan seseorang tergerak melakukan suatu karena ingin mencapai tujuan yang dikehendakinya atau mendapat kepuasan dengan perbuatannya. Jadi semakin besar motivasi yang dimiliki oleh seseorang maka dorongan yang timbul untuk berprestasi akan semakin besar juga, sebaliknya semakin rendah motivasi seseorang semakin rendah juga prestasi yang bisa diraih. Minat adalah sesuatu yang pribadi dan berhubungan erat dengan sikap. Minat dapat menyebabkan seseorang giat melakuakn tujuan yang menarik bagi dirinya. Minat merupakan sumber motivasi yang mendorong orang melakukan apa yang mereka inginkan bila mereka bebas memilih (Hurlock, 1995). 2. Intelegensi Intelegensi cenderung mengacu pada kecerdasan intelektual. Kecerdasan intelektual yang tinggi akan mempermudah seseorang untuk memehami suatu permasalahan. Orang yang memiliki

21 kecerdasan intelektual tinggi, pada umumnya memiliki potensi dan kesempatan yang lebih besar untuk meraih prestasi akademik yang lebih baik dibandingkan dengan mereka yang memiliki kecardasan intelektual biasa-biasa saja. Apalagi bila disbanding dengan mereka yang tergolong memiliki kecerdasan intelektual rendah. 2. Faktor eksternal Selain faktor-faktor dalam diri individu, masih ada hal-hal lain di luar diri yang dapat mempengaruhi prestasi yang diraih. Yang termasuk kategori faktor eksternal adalah lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat. a. Faktor lingkungan keluarga Faktor lingkungan keluarga dapat mempengaruhi prestasi siswa. Berikut ini dijelaskan faktor-faktor lingkungan keluarga: 1. Sosial ekonomi keluarga Dengan sosial ekonomi yang memadai seseorang lebih berkesempatan mendapat fasilitas belajar yang lebih baik, mulai dari buku, alat tulis sampai pemilihan sekolah. 2. Pendidikan orang tua Orang tua yang telah menempuh jenjang pendidikan tinggi cenderung lebih memperhatikan dan memahami pentingnya pendidikan bagi anak-anaknya dibanding dengan orang tua yang menempuh pendidikan pada jenjang yang lebih rendah. 3. Perhatian orang tua dan suasana hubungann antara anggota keluarga

22 Dukungan dari keluarga merupakan salah satu pemacu semangat berprestasi bagi seseorang. Dukungan dalam hal ini bisa secara langsung maupun secara tidak langsung. b. Faktor lingkungan sekolah 1. Sarana dan prasana sekolah Kelengkapan fasilitas sekolah seperti LCD, proyektor, dan alat bantu proses belajar mengajar lainnya. Selain itu bentuk ruangan, sirkulasi udara dan lingkungan sekitar sekolah juga turut mempengaruhi proses belajar mengajar. 2. Kompetensi guru dan siswa. Kualitas guru dan siswa sangat penting dalam meraih prestasi. Kelengkapan sarana dan prasarana tanpa disertai kinerja yang baik dari para penggunanya akan sia-sia belaka. 3. Kurikulum dan metode mengajar. Hal ini meliputi materi dan bagaimana cara memberikan materi tersebut kepada siswa. Metode pengajaran yang lebih interaktif sangat diperlukan untuk menumbuhkan minat dan peran serta siswa dalam kegiatan pembelajaran. c. Faktor lingkungan masyarakat 1. Sosial budaya Pandangan masyarakat tentang pentingnya pendidikan akan mempengaruhi kesungguhan pendidik dan peserta didik. Masyarakat yang masih memandang rendah pendidikan enggan

23 mengirim anaknya ke sekolah dan cenderung memandang rendah guru atau pengajar. 2. Partisipasi terhadap pendidikan Bila semua pihak telah berpartisipasi dan mendukung kegiatan pendidikan, mulai dari pemerintah (berupa kebijakan dan anggaran) sampai pada masyarakat bawah (kesadaran akan pentingnya pendidikan), setiap orang akan lebih menghargai dan berusaha memajukan pendidikan dan ilmu pengetahuan. Hal ini akan memunculkan pendidik dan peserta didik yang lebih berkualitas. Dari uraian tersebut dapat dikatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi akademik dapat bersifat individual dan kompleks. Faktor-faktor tersebut secara langsung maupun tidak langsung saling berhubungan mempengaruhi individu dalam mencapai prestasi akademik. 4. Karakteristik Individu Berprestasi McClelland (Hamdan, 2010) mengungkapkan karakteristik individu yang memiliki motivasi berprestasi, yaitu: a. Resiko pemilihan tugas Cenderung memilih tugas dengan derajat kesulitan yang sedang, yang memungkinkan berhasil. Mereka menghindari tugas yang terlalu mudah karena sedikitnya tantangan atau kepuasan yang didapat. Mereka yang menghindari tugas yang terlalu sulit kemungkinan untuk berhasil sangat kecil. b. Membutuhkan umpan balik Lebih menyukai bekerja dalam situasi dimana mereka dapat memperoleh umpan balik yang konkret tentang apa yang mereka lakukan karena jika tidak, mereka tidak dapat mengetahui apakah mereka sudah melakukan

24 sesuatu dengan baik dibandingkan dengan yang lain. Umpan balik ini selanjutnya digunakan untuk memperbaiki prestasinya. c. Tanggung jawab Lebih bertanggung jawab secara pribadi pada awal kinerjanya, karena dengan begitu mereka dapat merasa puas saat dapat menyelesaikan sesuatu tugas dengan baik. d. Ketekunan Lebih bertahan atau lebih tekun dalam mengerjakan tugas, bahkan saat tugas tersebut menjadi sulit. e. Kesempatan untuk unggul Lebih tertarik dan tugas-tugas yang melibatkan kompetisi dan kesempatan untuk unggul. Mereka juga lebih berorientasi pada tugas dan mencoba untuk mengerjakan dan menyelesaikan lebih banyak tugas dari pada individu dengan motivasi berprestasi rendah. 5. Pengukuran Prestasi Akademik Dalam dunia pendidikan, menilai merupakan salah satu kegiatan yang tidak dapat ditinggalkan. Menilai merupakan salah satu proses belajar dan mengajar. Di Indonesia, kegiatan menilai prestasi akademik di sekolahsekolah dicatat dalam sebuah buku laporan yang disebut raport. Dalam raport dapat diketahui sejauh mana prestasi akademik seorang siswa, apakah siswa tersebut berhasil atau gagal dalam suatu mata pelajaran. Didukung oleh pendapat Soeryabrata (2001) bahwa raport merupakan perumusan terakhir yang diberikan oleh guru mengenai kemajuan atau hasil belajar muridmuridnya selama masa tertentu. Syah (2007) menyebutkan bahwa ada beberapa fungsi penilaian dalam pendidikan, yaitu pre-test Dan post-test, penilaian prasyarat, penilaian diagnostik, penilaian formatif, penilaian sumatif, ujian akhir nasional.

25 a. Pre-Test Dan Post-Test Kegiatan pre-test dilakukan guru secara rutin pada setiap akan memulai penyajian materi baru. Tujuanya untuk mengidentifikasi taraf pengetahuan siswa mengenai bahan yang akan disajikan. Sedangkan kegiatan post-test dilakukan guru pada setiap akhir penyajian materi. Tujuanya untuk mengetahui taraf penguasaan siwa atas materi yang disajikan. b. Penilaian Prasyarat Penilaian ini sangat mirip dengan pre-test. Tujuanya untuk mengidentifikasi penguasaan siswa atas materi lama yang mendasari materi baru yang akan diajarkan. c. Penilaian Diagnostik Penilaian ini dilakukan setelah penyajian sebuah satuan pelajaran dengan tujuan mengidentifikasi bagian tertentu yang belum dikuasai siswa. d. Penilaian Formatif Penilaian ini dapat dipandang sebagai ulangan yang dilakukan pada setiap akhir penyajian satuan pelajaran. Tujuanya untuk memperoleh umpan baik yang mirip evaluasi diagnostik yaitu mendiagnosis kesulitan belajar siswa. e. Penilaian Sumatif Penilaian ini di anggap sebagai ulangan umun yang dilakukan untuk mengukur kinerja akademik atau prestasi belajar siswa pada akhir

26 periode pelaksanaan program pengajaran dengan UAS. Tujuanya sebagai penentu kenaikan kelas siswa. f. Ujian akhir nasional Penilaian ini dilakukan pada tahap akhir atau yang sering disebut UN. Uraian yang di jabarkan diatas dapat disimpulkan bahwa menilai merupakan salah satu proses belajar dan mengajar. kegiatan menilai prestasi akademik di sekolah-sekolah dicatat dalam sebuah buku raport. Yang bertujuan agar dapat melihat hasil belajar yang diperoleh peserta didik dan untuk mengukur seberapa besar keberhasilan yang telah dicapainya. B. Strategi Coping 1. Pengertian Coping Taylor (Smet, 1994) mengungkapkan coping sebagai suatu proses individu untuk mengelola jarak antara tuntutan-tuntutan (baik internal maupun eksternal) dengan sumber daya yang mereka gunakan dalam menghadapi stres. Sedangkan Lazarus (1978) mendefinisikan coping adalah usaha seseorang, baik secara fisik maupun kognitif untuk mengelola tuntutan lingkungan dan konflik pada dirinya. Kemudian Lazarus dan Folkman (1986) coping merupakan upaya-upaya untuk mengubah pikiran dan sikap dalam mengelola (mengurangi, menguasai, meminimalkan, atau mentolerir)

27 tuntutan-tuntutan lingkungan individu baik eksternal maupun internal yang dinilai sebagai beban atau yang melampaui sumber daya manusia. Lebih lanjut lagi, Lazarus (1984) mendefinisikan coping merupakan strategi untuk memanajemen tingkah laku kepada pemecahan masalah yang paling sederhana dan realistis, berfungsi untuk membebaskan diri dari masalah yang nyata maupun tidak nyata, dan coping merupakan semua usaha secara kognitif dan prilaku untuk mengatasi, mengurangi, dan tahan terhadap tuntutan-tuntutan (distres demands). Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa coping merupakan usaha-usaha seseorang dalam menghadapi stres yang ditimbulkan dari permasalahanpermasalahan sehari-hari baik secara pikiran maupun tingkah laku. Penyesuaian yang tepat terhadap stresor yang timbul untuk membantu individu dalam menyelesaikan masalah. 2. Proses Terjadinya Strategi Coping stress Lazarus (Safaria dan Nofrans, 2009) mengatakan bahwa ketika individu menghadapi situasi yang memberikan tekanan maka ia akan melakukan penialaian awal (primary appraisal) untuk mengartikan kejadian tersebut. Kejadian tersebut dapat berupa hal yang positif, netral atau negatif. Jika pada penilaian awal dirasakan kejadian tersebut berpotensi akan terjadinya tekanan maka penilaian sekunder (secondary appraisal) akan muncul untuk mengukur kemamapuan individu dalam mengatasi tekanan yang ada.

28 Keputusan pemilihan strategi coping dan respon yang dipakai yang dipakai individu tergantung dari dua faktor. Pertama faktor eksternal yang di dalamnya adalah ingatan pengalaman dari berbagai situasi dan dukungan sosial, serta seluruh tekanan dari berbagai situasi yang penting dalam kehidupannya. Kedua adalah faktor termasuk di dalamnya adalah gaya coping yang biasa dilakukan oleh seseorang dalam kehidupan sehari-hari serta kepribadian seseorang tersebut. Setelah semua proses selesai maka keputusan akan dibuat untuk menentukan strategi coping yang akan digunakan oleh individu tersebut dalam menyelesaikan masalahnya. Ada dua strategi coping yang dapat digunakan yaitu problem focused coping dan emotional focused coping. Kedua strategi coping tersebut dapat bertujuan untuk mereduksi ketegangan yang disebabkan oleh situasi tekanan dari lingkungan maupun dapat mengatur hal-hal negatif, sehingga hasil dari proses coping tersebut dapat berfungsinya kembali aktivitas yang biasa dilakukan oleh individu. 3. Bentuk-Bentuk Strategi Coping Lazarus dan Folkman (1986) membagi coping ke dalam dua fungsi utama yakni problem-focused coping dan emotion-focused coping. Problem-focused coping digunakan untuk mengurangi stressor atau mengatasi stress dengan cara mempelajari cara-cara atau ketrampilan-ketrampilan yang baru. Strategi ini membawa pengaruh pada individu, yaitu perubahan atau pertambahan pengetahuan individu tentang masalah yang dihadapinya berikut dampak-

29 dampak dari masalah tersebut, sehingga individu mengetahui masalah dan konsekuensi yang dihadapinya. Sedangkan emotion-focused coping digunakan untuk mengatur respon emosi terhadap stress. Emotion focus coping adalah upaya untuk mencari dan memperoleh rasa nyaman dan memperkecil tekanan yang dirasakan, yang diarahkan untuk mengubah faktor dalam diri sendiri dalam cara memandang atau mengartikan situasi lingkungan yang memerlukan adaptasi yang disebut pula perubahan internal. Kemudian Lazarus dan Folkman (1988) mengklasifikasikan bentuk coping sebagai berikut: a. Problem-focused coping (PFC) Menurut Lazarus (Santrock, 2003) mengatakan bahwa PFC adalah strategi kognitif untuk penanganan stres yang digunakan individu yang menghadapi masalahnya dan berusaha menyelesaikannya. Aspek-aspek dalam problem-focused coping menurut Lazarus dan Folkman (1988) meliputi: 1. Planfull problem solving Individu memikirkan dan mempertimbangkan secara matang beberapa alternatif pemecahan masalah yang mungkin dilakukan, meminta pendapat dan pandangan dari orang lain tentang masalah yang dihadapi, berhati-hati sebelum memutuskan sesuatu dan mengevaluasi strategi yang pernah digunakan.

30 2. Confrontive coping Individu berpegang teguh pada pendiriannya dan mempertahankan apa yang diinginkan. Mengubah situasi secara agresif dan berani mengambil resiko. 3. Seeking social support Individu berusaha mencari dukungan sosial dan mencari nasihat dari orang lain mengenai masalahnya. Selanjutnya menurut Lazarus (Aldwin dan Revenson, 1987) indikator yang menunjukkan strategi problem-focused coping adalah: a. Instrumental action (tindakan langsung) Individu melakukan usaha dan merencanakan langkah-langkah yang mengarah pada penyelesaian masalah secara langsung serta menyusun rencana untuk bertindak dan melaksanakannya. b. Cauntiousness (kehati-hatian) Individu berfikir, meninjau, dan mempertimbangkan beberapa alternatif pemecahan masalah, berhati-hati dalam merumuskan masalah, meminta pendapat orang lain dan mengevaluasi strategi yang pernah diterapkan sebelumnya. c. Negotiation (negosiasi) Individu melakukan beberapa usaha untuk membicarakan serta mencari cara penyelesaian dengan orang lain yang terlibat di dalamnya dengan harapan masalah dapat terselesaikan. Usaha yang dapat dilakukan untuk mengubah pikiran dan pendapat seseorang

31 melakukan perundingan atau kompromi untuk mendapatkan sesuatu yang positif dari situasi tersebut. b. Emotion-focused coping (EFC) Lazarus mengungkapkan bahwa EFC adalah strategi penenganan stres yang bertujuan untuk mengontrol respon emosional melalui pendekatan tingkah laku dan kognitif (Santrock, 2003). Aspek-aspek pada emotion-focused coping menurut Lazarus dan Folman (1988) adalah: 1. Distancing Individu menghindari orang-orang dan lingkungan sekitarnya saat menemui masalah. 2. Self-controling Menjaga keseimbangan dan menahan emosi dalam dirinya. 3. Accepting responsibility Individu menerima konsekuensi apapun saat menghadapi masalah dan bertanggung jawab atas segala sesuatunya. 4. Escape-avoidance Individu menghindari masalah dengan cara berkhayal atau membayangkan seandainya ia berada pada situasi yang menyenangkan.

32 5. Positive reappraisal Individu melihat sisi positif dari masalah yang dialami dalam kehidupannya dengan mencari arti atau keuntungan dari pengalaman tersebut. Sedangkan indikator yang menunjukkan emotion-focused coping menurut Lazarus (Aldwin dan Revensor, 1987) yakni: a. Escapism (Pelarian dari masalah) Usaha yang dilakukan individu untuk menghindari masalah dengan cara berkhayal atau membayangkan hasil yang akan terjadi atau menghayalkan seandainya ia berada dalam situasi yang lebih baik dari situasi yang dialaminya saat itu. Cara yang digunakan untuk menghindari masalah dengan tidur lebih banyak, penyalahgunaan alkohol dan obat terlarang, dan menolak kehadiran orang lain. b. Minimalization (meringankan beban masalah) Usaha yang dilakukan individu untuk menghindari masalah dengan cara menolak memikirkan masalah dan menganggap seakan-akan masalah tersebut tidak ada dan menekan masalah menjadi sesering mungkin. c. Self blame (menyalahkan diri sendiri) Perasaan menyesal, menghukum, dan menyalahkan diri sendiri atas tekanan masalah yang terjadi atau strategi lainnya yang bersifat pasif dan intropunitif yang ditunjukkan ke dalam diri sendiri.

33 d. Seeking meaning (mencari makna) Usaha individu untuk mencari makna atau hikmah dari kegagalan yang dialami dan melihat hal-hal lain yang penting dalam kehidupan. 4. Kelebihan dan Kekurangan PFC dan EFC Dalam PFC, individu mengurangi ketegangan dengan cara melakukan sesuatu seperti memodifikasi atau meminimalisir situasi yang sedang dihadapi. Tujuan dari PFC adalah untuk mengurangi tuntutan situasi stress dengan memperluas sumber daya yang dimiliki untuk menghadapinya (Pasudewi, 2012). PFC juga memiliki kelebihan dan kekurangan. Lazarus (Pasudewi, 2012) mengatakan bahwa individu cenderung akan menggunakan PFC ketika percaya bahwa tuntutan atau sumber daya yang dimiliki akan berubah. Individu yang cenderung menggunakan problem focused coping dalam mengatasi situasi stres tertentu, menunjukkan tingkat depresi yang lebih rendah baik selama dan setelah situasi stres. Menurut Reivich dan Shatte (Pasudewi, 2012) EFC adalah strategi dimana individu secara kognitif diarahkan untuk menghindar, menjaga jarak dan mencari nilai positif dari sebuah peristiwa negatif. Kelebihan dari strategi ini ada pada penilaian positif dari suatu peristiwa dengan usaha yang berfokus pada religi. Sedangkan EFC yang berupa menghindar atau menjaga jarak akan memunculkan rasa cemas, khawatir, dan gelisah, serta tidak mampu

34 mengidentifikasi penyebab dari permasalahan yang mereka hadapi secara tepat, dan akan terus menerus berbuat kesalahan yang sama. Pada kenyataannya individu menggunakan kedua strategi coping tersebut dalam menghadapi tuntutan internal dan eksternal. Individu yang hanya menyelesaikan sumber masalah namun dengan mengorbankan perasaan, tidak dikatakan efektif dalam penanggulangannya. Demikian juga apabila individu berhasil meredakan ketegangan emosinya namun tidak menyelesaikan sumber masalahnya. Untuk mencapai strategi coping yang efektif diperlukan penggunaan kedua fungsi strategi penanggulangan stres tersebut. 5. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Strategi Coping Menurut Mutadin (Sa adah, 2008) faktor-faktor yang mempengaruhi pengunaan strategi coping individu adalah sebagai berikut: a. Kesehatan fisik Kesehatan merupakan hal yang penting, karena dalam usaha mengatasi stress individu dituntut untuk mengerahkan tenaga yang cukup besar. b. Keyakinan atau pandangan positif Keyakinan menjadi sumber daya psikologis yang sangat penting yang memepengaruhi kemampuan strategi coping individu. c. Ketrampilan memecahkan masalah Ketrampilan ini meliputi kemampuan untuk mencari informasi, menganalisa situasi, mengidentifikasi masalah dengan tujuan menghasilkan alternatif tindakan. Kemudian mempertimbangkan

35 alternatif tersebut untuk memperoleh hasil yang akan dicapai dan melaksanakan rencana tersebut dengan tepat. d. Ketrampilan sosial Meliputi kemampuan untuk berkomunikasi dan berperilaku dengan caracara yang sesuai dengan nilai-nilai sosial yang berlaku di masyarakat. e. Dukungan sosial Meliputi dukungan pemenuhan kebutuhan informasi dan emosi pada diri individu yang diberikan oleh lingkungan sosialnya. f. Materi Dukungan ini meliputi sumber daya berupa uang, barang-barang atau layanan yang biasanya dapat dibeli. C. Keterkaitan Penggunaan Strategi Coping Dengan Prestasi Akademik Individu dihadapkan oleh berbagai masalah mulai dari masalah dengan dirinya sendiri hingga masalah penyesuaian dengan lingkungan sosialnya. Konflik-konflik tersebut sering kali menimbulkan tekanan atau stres pada diri individu itu sendiri. Stres merupakan respon individu terhadap keadaan atau kejadian yang memicu tekanan, mengamcam serta mengganggu kemampuan seseorang untuk menanganinya (Santrock, 2003). Pada remaja stres merupakan susatu ancaman dan tantangan bagi dirinya serta sebagai respon terhadap kejadian tersebut. Saat ini, dapat dikatakan bahwa seorang pelajar akan menghabiskan banyak waktu di sekolah. Kegiatan sekolah dapat menghabiskan waktu remaja yang

36 cukup besar dan merupakan sumber stres bagi kebanyakan siswa. Ketika siswa merasa stres di sekolah dan tidak mampu mengelolanya dengan baik maka hal ini akan mempengaruhi prestasinya di sekolah. Prestasi merupakan hasil dari suatu kegiatan yang telah dikerjakan, diciptakan, baik secara individu maupun kelompok. Prestasi tidak akan pernah dihasilkan tanpa suatu usaha baik berupa pengetahuan maupun berupa keterampilan. Sedangkan prestasi akademik dapat dianggap sebagai menguasai mata pelajaran yang telah ditentukan oleh sekolah. Prestasi akademik diartikan sebagai kemampuan maksimal seseorang di kelas ataupun sekolah yang sesuai dengan kemampuan, bakat, minat seseoranng sehingga peserta didik mampu melakukannya dengan baik. Namun, saat siswa dihadapkan dengan situasi permasalahan yang semakin kompleks. Tuntutan-tuntutan dari lingkungan sekitar mereka seringkali membuat mereka merasa tertekan. Kadang kala mereka merasa situasi tersebut sangan berat dan sulit untuk tangani yang menyebabkan mereka depresi. Tidak sedikit dari mereka menggunaan alkohol dan obat-obat terlarang secara berlebih sebagai bentuk pelarian dari masalah yang mereka hadapi. Dalam menghadapi tekanan, siswa membutuhkan strategi coping yang baik agar gangguan psikofisiologis tidak terjadi dan dengan demikian tidak mengganggu psrestasi akademik di sekolah. Coping yang sesuai mengarahkan siswa untuk berhasil menghadapi stress. Ada dua macam

37 bentuk strategi coping, yakni emotion-focused coping dan problem-focused coping. Bentuk coping stress yang digunakan menentukan keberhasilan individu dalam menghadapi stres. Emotion focus coping digunakan untuk mengatur respon emosional terhadap stres. Pengaturan emotion focus coping dilakukan melalui perilaku individu untuk meniadakan fakta-fakta yang tidak menyenangkan, melalui strategi kognitif. Menurut Lazarus (1989) emotionfocused coping adalah upaya untuk mencari dan memperoleh rasa nyaman dan memperkecil tekanan yang dirasakan. Sementara itu problem- focused coping digunakan untuk mengurangi stres dengan cara mempelajari caracara atau keterampilan-keterampilan yang baru. Problem focus coping dipakai saat individu yakin akan dapat mengubah situasi. Siswa yang cenderung memiliki strategi coping rendah, mereka sering kali merasa cemas, khawatir, dan selalu dihadapkan dengan masalah yang sama dilain waktu. Sebaliknya, siswa yang memiliki strategi coping yang baik mereka cenderung merasa lebih baik dan memiliki tingkat depresi yang rendah pula (Pasudewi, 2012). Pada kenyataannya individu menggunakan kedua strategi coping (problem focused coping dan emotion focused coping) tersebut dalam menghadapi tuntutan internal dan eksternal. Individu yang hanya menyelesaikan sumber masalah namun dengan mengorbankan perasaan, tidak dikatakan efektif dalam penanggulangannya. Demikian juga apabila individu berhasil

38 meredakan ketegangan emosinya namun tidak menyelesaikan sumber masalahnya. Untuk mencapai strategi coping yang efektif diperlukan penggunaan kedua fungsi strategi penanggulangan stres tersebut. Masalah tersebut harus mendapat perhatian dari guru khususnya guru BK. Sesuai dengan perannya dalam memahami kebutuhan siswa, guru BK memberikan bimbingan pribadi terkait dengan pemilihan strategi coping yang tepat sesuai permasalahan yang mereka hadapi. Selanjutnya memberikan bimbingan belajar agar siswa dapat mempertahankan prestasinya meski masalah yang dihadapi begitu kompleks.