ANALISA FAKTOR RISIKO LINGKUNGAN TERHADAP KEJADIAN TUBERKULOSIS PARU Dhilah Harfadhilah* Nur Nasry Noor** I Nyoman Sunarka***

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksi menular langsung yang

BAB I PENDAHULUAN. di kenal oleh masyarakat. Tuberkulosis disebabkan oleh Mycobacterium

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat di dunia walaupun upaya pengendalian dengan strategi Directly

HUBUNGAN STATUS GIZI DAN KELEMBABAN UDARA DENGAN KEJADIAN TB PARU DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PUTRI AYU KOTA JAMBI TAHUN 2014

BAB I PENDAHULUAN. pelayanan kesehatan yang baik dan berkeadilan, sebagaimana diatur dalam Undang-undang

SKRIPSI. Penelitian Keperawatan Komunitas

BAB I PENDAHULUAN.

BAB I PENDAHULUAN. penyakit infeksi yang disebabkan oleh Mycobacterium Tuberculosis. Penyakit ini

SKRIPSI ANALISIS FAKTOR RISIKO KEJADIAN PENYAKIT TUBERKULOSIS PADA ANAK DI BALAI BESAR KESEHATAN PARU MASYARAKAT SURAKARTA

BAB 1 PENDAHULUAN. menular yang muncul dilingkungan masyarakat. Menanggapi hal itu, maka perawat

GAMBARAN PRAKTIK PENCEGAHAN PENULARAN TB PARU DI KELUARGA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS KEDUNGWUNI I KABUPATEN PEKALONGAN ABSTRAK

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit TB paru merupakan penyakit menular langsung yang disebabkan

I. PENDAHULUAN. Penyakit Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit infeksi yang masih menjadi

BAB 7 KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

Tuberkulosis (TB) adalah penyakit yang sudah ada sejak zaman purbakala. Hal ini terbukti dari penemuan-penemuan kuno seperti sisa-sisa tulang belakang

BAB I PENDAHULUAN. Menurut laporan World Health Organitation tahun 2014, kasus penularan

I. PENDAHULUAN. Mycobacterium tuberculosis. Menurut World Health Organization (WHO)

BAB I PENDAHULUAN. (laki-laki, perempuan, tua, muda, miskin, kaya, dan sebagainya) (Misnadiarly,

BAB I PENDAHULUAN. TB (Mycobacterium Tuberculosis) (Depkes RI, 2011). Mycobacrterium tuberculosis

melebihi 40-70%, pencahayaan rumah secara alami atau buatan tidak dapat menerangi seluruh ruangan dan menyebabkan bakteri muncul dengan intensitas

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. bertambah, sedangkan insiden penyakit menular masih tinggi. Salah satu penyakit

BAB 1 PENDAHULUAN. Berdasarkan laporan WHO (World Health Organisation) pada tahun 2014,

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. penyakit yang disebabkan oleh sejenis mikroba atau jasad renik. Mikroba ini

BAB II KAJIAN PUSTAKA. pemeriksaan dahak penderita. Menurut WHO dan Centers for Disease Control

BAB I PENDAHULUAN. yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis. tanah lembab dan tidak adanya sinar matahari (Corwin, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Mycobacterium tuberculosis. Penyakit menular Tuberkulosis masih menjadi

BAB I PENDAHULUAN. Tuberkulosis atau sering disebut dengan istilah TBC merupakan penyakit

BAB I PENDAHULUAN. Mycobacterium Tuberculosis dan paling sering menginfeksi bagian paru-paru.

GAMBARAN PENGETAHUAN DAN SIKAP PENDERITA TENTANG PENULARAN TUBERKULOSIS PARU DI PUSKESMAS TANRUTEDONG KABUPATEN SIDENRENG RAPPANG

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. sering ditemukan pada usia muda atau usia produktif yaitu tahun,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Tuberkulosis atau TB merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh

BAB 1 PENDAHULUAN. yang dikategorikan high burden countries. Kasus baru Tuberkulosis di dunia

DELI LILIA Dosen Program Studi S.1 Kesehatan Masyarakat STIKES Al-Ma arif Baturaja ABSTRAK

BAB 1 PENDAHULUAN. Faktor risiko..., Helda Suarni, FKM UI, 2009 Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Asam) positif yang sangat berpotensi menularkan penyakit ini (Depkes RI, Laporan tahunan WHO (World Health Organitation) tahun 2003

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

KARAKTERISTIK KONDISI RUMAH PENDERITA KUSTA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS TURIKALE DAN MANDAI KABUPATEN MAROS

BAB 1 PENDAHULUAN. dengan sinar matahari, tetapi dapat hidup beberapa jam di tempat yang gelap dan

HUBUNGAN ANTARA KONDISI RUMAH DENGAN KEJADIAN TUBERKULOSIS PARU DI PUSKESMAS KISMANTORO KABUPATEN WONOGIRI PUBLIKASI ILMIAH

SUMMARY GAMBARAN KARAKTERISTIK PENDERITA TBC PARU DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PAGIMANA KECAMATAN PAGIMANA KABUPATEN BANGGAI TAHUN 2012

BAB I PENDAHULUAN. masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di dunia maupun di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

FAKTOR RISIKO YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN TUBERKULOSIS (TBC) PADA KELOMPOK USIA PRODUKTIF DI KECAMATAN KARANGANYAR, DEMAK

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan di seluruh dunia. Sampai tahun 2011 tercatat 9 juta kasus baru

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. jumlah kasus yang terus meningkat, terutama negara-negara yang

BAB 1 : PENDAHULUAN. dalam kehidupannya. Millenium Development Goal Indicators merupakan upaya

BAB I PENDAHULUAN. Tuberkulosis (TB) adalah penyakit yang disebabkan oleh Mycobacterium

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan terutama di Negara berkembang seperti di Indonesia. Penyebaran

Diponegoro, Semarang. Diponegoro, Semarang. Abstract

BAB 1 PENDAHULUAN. kadang-kadang juga berhenti minum obat sebelum masa pengobatan selesai,

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh kuman TB (Mycobacterium tuberculosis). Gejala utama

SAFII, 2015 GAMBARAN KEPATUHAN PASIEN TUBERKULOSIS PARU TERHADAP REGIMEN TERAPEUTIK DI PUSKESMAS PADASUKA KECAMATAN CIBEUNYING KIDUL KOTA BANDUNG

BAB I PENDAHULUAN. menyerang paru dan dapat juga menyerang organ tubuh lain (Laban, 2008).

BAB I PENDAHULUAN. karena adanya interaksi antara manusia dengan lingkungan. Terutama

KARAKTERISTIK PASIEN TUBERKULOSIS PARU DI PUSKESMAS TUMINTING MANADO

KERANGKA ACUAN PROGRAM TB PARU UPTD PUSKESMAS BANDA RAYA KECAMATAN BANDA RAYA

ANALISA DETERMINAN YANG BERHUBUNGAN DENGAN PENYAKIT TUBERKULOSIS (TBC) DI RSUD PROF. DR. MARGONO SOEKARJO

HUBUNGAN FAKTOR LINGKUNGAN RUMAH DENGAN KEJADIAN TB PARU DI KOTA MAGELANG

BAB 1 PENDAHULUAN. bentuk percikan dahak (droplet nuclei) ( Lippincott, 2011). 39 per penduduk atau 250 orang per hari. Secara Global Report

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pneumonia adalah penyakit batuk pilek disertai nafas sesak atau nafas cepat,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Kegiatan penanggulangan Tuberkulosis (TB), khususnya TB Paru di

KEPADATAN HUNIAN, VENTILASI DAN PENCAHAYAAN TERHADAP KEJADIAN TB PARU DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS BINANGA KABUPATEN MAMUJU SULAWESI BARAT


BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Puskesmas Marisa Kec. Marisa merupakan salah satu dari 16 (enam belas)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. mencanangkan TB sebagai kegawatan dunia (Global Emergency), terutama


BAB I PENDAHULUAN. komplek dan heterogen yang disebabkan oleh berbagai etiologi dan dapat. berlangsung tidak lebih dari 14 hari (Depkes, 2008).

BAB 1 : PENDAHULUAN. tahun 2013 terjadi kenaikan jumlah kasus terinfeksi kuman TB sebesar 0,6 % pada tahun

BAB 1 : PENDAHULUAN. tertinggi di antara negara-negara di Asia. HIV dinyatakan sebagai epidemik

BAB 1 PENDAHULUAN. nasional dilaksanakan secara bertahap dan berkesinambungan serta ditujukan

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh bakteri mycobacterium tuberculosis. Bakteri ini

HUBUNGAN ANTARA KELEMBABAN, PENCAHAYAAN, DAN KEPADATAN HUNIAN DALAM RUMAH DENGAN KEJADIAN TB PARU DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS TIKALA BARU KOTA MANADO

BAB 1 PENDAHULUAN. Tuberkulosis atau TB (singkatan yang sekarang ditinggalkan adalah TBC)

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Departemen Kesehatan RI (2008) tuberkulosis merupakan

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat di dunia termasuk Indonesia. World. Health Organization (WHO) dalam Annual report on global TB

BAB I PENDAHULUAN. Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit infeksi kronis yang masih menjadi

BAB I PENDAHULUAN. Tuberkulosis (TBC) adalah penyakit menular langsung yang. disebabkan oleh kuman TB yaitu Mycobacterium Tuberculosis yang pada

HUBUNGAN KARAKTERISTIK RUMAH DENGAN KEJADIAN PENYAKIT TUBERKULOSIS PARU DI PUSKESMAS SIMPANG KIRI KOTA SUBULUSSALAM TAHUN 2012

I. PENENTUAN AREA MASALAH

BAB I PENDAHULUAN. ditemukannya kuman penyebab tuberkulosis oleh Robert Koch tahun 1882

HUBUNGAN ANTARA RIWAYAT KONTAK, KELEMBABAN, PENCAHAYAAN, DAN KEPADATAN HUNIAN DENGAN KEJADIAN TUBERKULOSIS PARU PADA ANAK DI KABUPATEN SUKOHARJO

Kata Kunci: Merokok, Kepadatan Hunian, Ventilai, TB Paru

1 Universitas Kristen Maranatha

PENDAHULUAN. Herdianti STIKES Harapan Ibu Jambi Korespondensi penulis :

BAB 1 PENDAHULUAN. oleh Mycobacterium tuberculosis dan bagaimana infeksi tuberkulosis (TB)

BAB 1 PENDAHULUAN. Organisasi Kesehatan Dunia/World Health Organization (WHO) memperkirakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. Tuberkulosis Paru (TB Paru) suatu penyakit kronis yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. berbentuk batang (basil) yang dikenal dengan nama Mycobacterium

BAB 1 PENDAHULUAN. yang disebabkan oleh kuman TB (Mycobacterium tuberculosis). Sebagian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Transkripsi:

ANALISA FAKT RISIKO LINGKUNGAN TERHADAP KEJADIAN TUBERKULOSIS PARU Dhilah Harfadhilah* Nur Nasry Noor** I Nyoman Sunarka*** * Program Studi Pendidikan Dokter UHO ** Bagian Kimia Bahan Alam Prodi Farmasi UHO *** Bagian Patologi Klinik UHO ABSTRAK WHO Report 2009 menyatakan bahwa Indonesia menempati peringkat kelima dari 22 negara di dunia dengan jumlah penderita TB terbanyak. Diperkirakan jumlah pasien TB di Indonesia sebanyak 0.34 sampai 0.52 juta kasus atau sekitar 5.7% dari jumlah penderita TB di dunia. Laporan P2TB Kota Kendari tahun 2011 tercatat penderita TB Paru BTA (+) sebanyak 448 kasus. Lingkungan merupakan salah satu faktor risiko yang mempengaruhi kejadian TB paru. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui besar risiko kondisi lingkungan terhadap kejadian tuberkulosis paru di wilayah kerja Puskesmas Poasia tahun 2011-2012. Penelitian ini merupakan penelitian kasus kontrol dengan variabel independen yang diteliti adalah kepadatan hunian rumah, ventilasi, jenis dinding, jenis lantai rumah dan kontak serumah dengan keluarga yang menderita TB paru. Besar sampel untuk penelitian ini menggunakan total pada tahun 2011-September 2012, yaitu 68 sampel untuk kasus dan 68 sampel untuk kontrol. Analisis data untuk mengetahui besarnya risiko variabel independen dapat dilihat dari nilai Odds Ratio. Hasil analisis menunjukkan bahwa 5 variabel diperkirakan sebagai faktor risiko TB Paru, yaitu : Kepadatan hunian rumah (:7.756, CI 95%:3.546-16.967), ventilasi (:6.651, CI 95%:3.145-14.068), jenis lantai (:6.217, CI 95%:2.952-13.095), jenis dinding (:1.548, CI 95%:1.277-5.753), dan kontak serumah dengan keluarga yang TB (:18.962, CI 95%:2.426-148.192). Disarankan perlunya penyuluhan tentang syarat rumah sehat, perilaku hidup sehat, dan peningkatan kerja sama lintas sektoral yang lebih komprehensif dan adekuat. Kata kunci : tuberkulosis paru, faktor risiko lingkungan PENDAHULUAN Indonesia menempati peringkat kelima setelah India, China, Afrika Selatan, dan Nigeria dari 22 negara ddunia dengan jumlah penderita tuberkulosis (TB) terbanyak. Diperkirakan jumlah pasien TB di Indonesia sebanyak 0,34 sampai 0,52 juta kasus atau sekitar 5,7% dari jumlah penderita TB di dunia (WHO Report 2009). Laporan Bidang Pencegahan Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (P2PL) pada Program Pencegahan dan Penanggulangan TBC (P2TB) Kota Kendari tahun 2011 tercatat penderita suspek TB paru sebanyak 4623 kasus pada tahun 2010 dan mengalami peningkatan menjadi 5517 kasus pada 7

tahun 2011. Selain itu, penemuan penderita TB paru BTA positif juga mengalami peningkatan pada tahun 2011 yaitu 448 kasus dibanding tahun 2010 sebanyak 447 kasus (Dinkes Kota Kendari, 2012). Lingkungan merupakan salah satu faktor risiko yang mempengaruhi kejadian TB paru terutama wilayah yang padat penduduk. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan di Georgia oleh Vashakidze etc. tahun 2006-2007 membuktikan bahwa penderita TB paru yang tinggal di wilayah dengan kepadatan penduduk yang tinggi memiliki risiko 1,42 kali mengalami kejadian resistensi. Selain itu keadaan fisik rumah, kontak serumah dengan penderita TB paru lain dan ketersediaan tempat membuang dahak juga berhubungan dengan risiko kejadian TB paru (Bloom Barry dalam Rusnoto dkk., 2006). berdasarkan latar belakang tersebut, maka peneliti tertarik untuk melihat peran faktor lingkungan dalam peningkatan kejadian TB paru. METODE Penelitian ini menggunakan rancangan retrospektif. Lokasi penelitian berada di wilayah kerja puskesmas Poasia Kota Kendari Sulawesi Tenggara. Pemilihan lokasi didasarkan pada data P2TB Kota Kendari yang menjelaskan bahwa penemuan BTA (+) terbesar pada triwulan I-IV tahun 2011 terdapat pada Puskesmas Poasia (Dinkes Kota Kendari, 2011). Selain itu, wilayah kerja puskesmas poasia termasuk dalam urutan tiga besar prevalensi terbesar kekadian TB paru di Kota Kendari tahun 2011.Waktu penelitian dilaksanakan pada bulan Juni hingga Oktober 2012. Populasi penelitian adalah seluruh pasien yang berkunjung dan memeriksakan diri di puskesmas poasia pada tahun 2011-2012. Sampel yang digunakan adalah penderita TB paru BTA (+), berusia lebih dari 15 tahun, berdomisili di wilayah kerja puskesmas dan bersedia di wawancara. Sebagai kontrol digunakan pasien yang berkunjung ke puskesmas pada periode yang sama, usia lebih dari 15 tahun dan tercatat sebagai pasien dengan hasil pemeriksaan BTA (-). Jumlah sampel 68 orang masing masing untuk kelompok sampel dan kontrol. Teknik pengambilan sampel adalah total sampling. Informasi mengenai faktor risiko yang akan dinilai diperoleh menggunakan kuesioner meliputi kepadatan hunian rumah, ventilasi, jenis lantai, jenis dinding. riwayat kontak serumah dengan penderita TB Paru. Data yang diperoleh dianalisis dengan menentukan Odds Ratio untuk menilai hubungan antara variabel penelitian. HASIL Analisis Faktor Kepadatan Hunian Rumah dengan Kejadian TB Paru Terdapat dua kriteria kepadatan hunian rumah dalam penelitian ini, yaitu padat bila anggota keluarga yang tinggal di dalam ruangan rumah dengan ukuran luas kurang dari 10 m 2 untuk tiap orang dan tidak padat, bila anggota keluarga yang tinggal di dalam ruangan rumah dengan ukuran luas minimal 10 m 2 untuk tiap orang. Tabel 1 menunjukkan bahwa kepadatan hunian rumah berisiko sebesar 7.756 terhadap kejadian TB paru, secara statistik signifikan karena nilai lower limit dan upper limit tidak mencakup nilai satu. Hal ini juga 8

Tabel 1. Distribusi Kejadian TB Paru Berdasarkan Kepadatan Hunian Rumah Kepadatan Hunian Kasus Kontrol Rumah n % n % N % Padat 44 64.7 13 19.1 57 41.9 Tidak Padat 24 35.3 55 80.9 79 58.1 (Sumber: Data Primer, 2011-2012) menunjukkan bahwa ada faktor lain yang berisiko secara langsung terhadap kejadian TB paru. Faktor risiko tersebut bisa berasal dari faktor lingkungan lainnya meliputi ventilasi udara, lama pengobatan, perilaku maupun status gizi dari penderita TB paru. Hal ini sejalan dengan penelitian Sugiharto tahun 2004 yang menemukan bahwa ada hubungan signifikan antara kepadatan hunian rumah dengan kejadian TB paru dengan nilai =3.161, p=0.001. Begitupun dengan penelitian Tobing tahun 2009 di Medan yang membuktikan bahwa kepadatan hunian mempunyai hubungan yang signifikan terhadap peningkatan potensi penularan TB paru dimana nilai sebesar 3.3, artinya potensi penularan TB paru 3.3 kali lebih besar pada penderita yang padat hunian rumahnya. Oleh karena itu penderita TB paru terutama yang padat hunian rumahnya harus memanfaatkan ventilasi udara dengan baik berupa kebiasaan membuka jendela setiap hari terutama pagi hari, dipisah alat makan atau minum penderita TB dan tidak membuang dahak di sembarangan tempat guna mencegah penularan TB paru terhadap anggota keluarga yang lain. Analisis Faktor Ventilasi Udara dengan Kejadian TB Paru Ventilasi adalah usaha untuk memenuhi kondisi atmosfer yang 7.756 3.546-16.967 menyenangkan dan menyehatkan manusia (Lubis, 1989 dalam Nurhidayah, dkk., 2007). Fungsi ventilasi udara adalah untuk menjaga agar aliran udara di dalam rumah tetap segar. Kurangnya ventilasi udara akan menyebabkan kelembaban udara di dalam ruangan naik karena rendahnya cahaya matahari yang masuk dan terjadinya proses penguapan cairan dari penyerapan kulit. Kelembaban ini merupakan media yang baik untuk perkembangan Mycobacterium tuberculosis. Hasil penelitian menunjukkan ada hubungan yang signifikan antara ventilasi udara dengan kejadian TB paru. Risiko kejadian TB paru pada penderita TB yang memiliki ventilasi udara yang kurang yaitu 6.651 kali lebih besar dibandingkan dengan yang tidak menderita TB paru yang memiliki ventilasi udara yang baik ( 6.651; 95%CI 3.145-14.068) (Tabel 2). Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Sumarjo (2004) di Kabupaten Banjarnegara mendapatkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara ventilasi rumah dengan kejadian TB paru, diperoleh nilai = 6,176, p=0,003 (Tobing, 2009). Penelitian lain yang telah dilakukan Tobing tahun 2009 di Tapanuli juga mendapatkan bahwa ventilasi yang kurang berisiko 2,4 kali lebih besar untuk potensi penularan TB. 9

Tabel 2. Distribusi Kejadian TB Paru Berdasarkan Ventilasi Udara Ventilasi Kasus Kontrol Udara n % n % N % Kurang 49 72.1 19 27.9 68 50.0 Cukup 19 27.9 49 72.1 68 50.0 Sumber: Data Primer, 2011-2012 6.651 3.145 14.068 Selain itu cahaya matahari yang menyinari rumah melalui bantuan ventilasi yang cukup akan bermanfaat bagi tubuh manusia guna mengaktifkan provitamin D (7-dehydrocholesterol) menjadi vitamin D yang terdapat di bawah timbunan kulit yang berfungsi meningkatkan kekebalan tubuh guna mencegah kejadian TB dan mengurangi keparahan akibat penyakit TB. Oleh karena itu penderita TB paru dan keluarganya perlu memahami cara penggunaan ventilasi udara yang baik yaitu ventilasi udara atau jendela harus dibuka setiap harinya agar cahaya matahari dapat masuk ke dalam rumah. Meskipun jumlah ventilasi udara cukup tetapi tidak dibuka setiap harinya maka tujuan ventilasi sebagai pertukaran udara tidak akan berfungsi dengan baik. Analisis Faktor Jenis dinding terhadap kejadian TB paru Dinding rumah yang jarang dibersihkan, banyak mengandung debu dan lembab serta mengandung bakteri merupakan tempat berkembang biak bakteri yang baik termasuk Mycobacterium tuberculosis (Notoatmodjo, 1997). Jenis dinding yang dimaksud dalam penelitian ini adalah konstruksi dinding yang dominan terbuat dari bahan yang kedap air dan mudah dibersihkan. Hasil penelitian ini menunjukkan ada hubungan yang signifikan antara jenis dinding dengan kejadian TB paru. Risiko kejadian TB paru dengan jenis dinding yang tidak memenuhi syarat yaitu 1.548 kali lebih besar dibandingkan dengan penderita TB paru yang memiliki jenis dinding yang memenuhi syarat ( 1.548; 95%CI 1.277-5.753) (Tabel 3). Penelitian ini sejalan dengan penelitian Rusnoto dkk. pada tahun 2006 yang menunjukkan bahwa jenis dinding yang tidak memenuhi standar kesehatan memiliki sebesar 7,095 dengan 95 % Confidence Interval (CI) 2,930 17,179, dengan nilai p = 0,0001 terhadap kejadian TB. Jenis dinding yang tidak memenuhi syarat terutama dinding yang lembab karena Tabel 3. Distribusi Kejadian TB Paru Berdasarkan Jenis Dinding Jenis Dinding Kasus Kontrol n % n % N % Tidak memenuhi syarat 6 8.8 4 5.9 10 7.4 Memenuhi Syarat 62 91.2 64 94.1 126 92.6 (Sumber: Data Primer, 2011-2012) 1.548 1.277 5.753 10

Tabel 4. Distribusi Kejadian TB Paru Berdasarkan Jenis Lantai Jenis Lantai Kasus Kontrol n % n % N % Tidak Memenuhi Syarat 50 73.5 21 30.9 71 52.2 Memenuhi Syarat 18 26.5 47 69.1 65 47.8 (Sumber: Data Primer, 2011-2012) 6.217 2.952 13.095 kemampuannya menyimpan air. Penderita TB paru yang bertempat tinggal di rumah dengan kondisi dinding yang lembab akan menjadi media yang baik untuk perkembangan bakteri TB sehingga meskipun pengobatan telah diberikan tetapi lingkungan luar mendukung perkembangan kuman TB maka dapat memperberat kondisi penderita TB. Semakin parahnya kondisi penderita yang terinfeksi M.tuberculosis berpengaruh terhadap lemahnya kekebalan tubuh penderita yang menjadi peluang besar munculnya kasus TB. Analisis Faktor Risiko Jenis lantai terhadap kejadian TB paru Komponen yang harus dipenuhi rumah sehat memiliki lantai kedap air dan tidak lembab. Jenis lantai tanah memiliki peran terhadap proses kejadian Tuberkulosis paru, melalui kelembaban dalam ruangan. Jenis lantai yang dimaksud dalam penelitian ini adalah konstruksi lantai rumah yang dominan terbuat dari bahan yang kedap air dan mudah dibersihkan. (Fatimah, 2008). Berdasarkan penelitian ini sebagian besar responden memiliki jenis lantai yang tidak baik yaitu sebanyak 71 orang (52.2%) terdiri dari 50 orang (73.5%) dari kelompok kasus (penderita TB paru) dan sebanyak 21 orang (30.9%) dari yang tidak menderita TB paru. Dari hasil penelitian didapatkan bahwa jenis lantai terhadap kejadian TB paru sebesar 6.217 dengan tingkat kepercayaan 95% didapatkan nilai batas bawah atau lower limit sebesar 2.952 dan batas atas atau upper limit sebesar 13.095, oleh karena lebih dari 1 maka dapat disimpulkan bahwa jenis lantai merupakan faktor risiko kejadian TB paru. Secara statistik signifikan karena nilai lower limit dan upper limit tidak mencakup nilai satu (Tabel 4). Penelitian ini sejalan dengan Rusnoto dkk. pada tahun 2006 menunjukkan bahwa jenis lantai yang tidak memenuhi standar kesehatan memiliki sebesar 7,095 dengan 95 % Confidence Interval (CI) 2,930 17,179, dengan nilai p = 0,0001 terhadap kejadian TB. Penelitian Rusnoto dkk bertujuan melihat pengaruh jenis lantai terhadap risiko kejadian TB paru pada orang yang sehat dan hasilnya berisiko secara signifikan sedangkan pada penelitian ini melihat pengaruh jenis lantai pada orang yang menderita TB paru dan hasilnya signifikan. Analisis Faktor Riwayat Kontak serumah dengan Penderita TB terhadap kejadian TB paru Adanya interaksi dalam keluarga merupakan sarana yang baik untuk penularan TB. Riwayat kontak anggota 11

Tabel 5. Distribusi Kejadian TB Paru Berdasarkan Kontak Serumah dengan Penderita TB Paru Kontak Serumah Kasus Kontrol dengan n % n % N % Penderita TB Ya 15 22.1 1 1.5 16 11.8 Tidak 53 77.9 67 98.5 120 88.2 Sumber: Data Primer, 2011-2012 18.962 2.426 148.192 keluarga yang serumah dan terjadi kontak lebih dari atau sama dengan 3 bulan berisiko untuk terjadinya TB paru terutama kontak yang berlebihan melalui penciuman, pelukan, berbicara langsung, dsb. Kontak serumah dengan keluarga yang TB yang dimaksud dalam penelitian ini adalah interaksi serumah yang terjadi pada penderita TB paru dengan keluarganya yang menderita TB paru sehingga dapat menimbulkan kasus TB. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kontak serumah dengan keluarga yang TB memiliki risiko sebesar 18.962 terhadap kejadian TB paru ( 18.962; 95%CI 2.426-148.192). Secara statistik hasilnya signifikan karena nilai lower limit dan upper limit tidak mencakup nilai satu (Tabel 5). Hasil ini tidak sejalan dengan penelitian Vashakidze etc. tahun 2006-2007 di Georgia yang membuktikan bahwa penderita TB yang kontak serumah dengan keluarganya yang menderita TB tidak memiliki hubungan yang signifikan dengan kejadian TB paru (=1.36; 0.89-2.06). Jadi hasil ini juga menunjukkan terdapat faktor risiko lain yang secara langsung berpengaruh terhadap kejadian TB paru, faktor tersebut bisa meliputi lingkungan lainnya, perilaku atau status gizi. SIMPULAN Kesimpulan yang diperoleh dari penelitian ini adalah kepadatan hunian rumah memiliki risiko sebesar 7.756 terhadap kejadian TB paru dan signifikan, ventilasi rumah memiliki risiko sebesar 6.651 terhadap terjadinya TB paru dan signifikan, jenis lantai memiliki faktor risiko sebesar 6.217 terhadap kejadian TB paru dan signifikan, Jenis dinding memiliki risiko sebesar 1.548 terhadap kejadian TB paru dan signifikan, Kontak serumah dengan keluarga yang TB memiliki risiko sebesar 18.962 terhadap kejadian TB paru dan signifikan. Pentingnya penyuluhan tentang lingkungan fisik rumah terutama rumah yang padat huniannya, ventilasi, jenis lantai dan jenis dinding yang tidak memenuhi syarat guna mencegah terjadinya penyakit TB paru. Selain itu ventilasi atau jendela harus selalu terbuka setiap harinya terutama pagi hari agar cahaya matahari dapat masuk ke dalam rumah guna membunuh kuman-kuman TB dan meningkatkan kekebalan tubuh terhadap M. tuberculosis melalui pengaktifan vitamin D dengan bantuan sinar matahari. Penderita TB Paru harus menjaga kontak terhadap keluarganya yang sehat yaitu mengurangi kontak dengan keluarga lainnya untuk sementara selama pengobatan guna mencegah penularan terhadap keluarga serumah 12

terutama kelompok yang rentan yaitu bayi dan lansia. Keluarga penderita TB paru harus diberikan pemahaman bahwa keluarganya yang menderita TB paru harus selalu diusahakan berada pada tempat yang memiliki ventilasi udara yang cukup, dinding dan lantai yang kedap air dan pencahayaan yang baik guna mengurangi risiko terjadinya keparahan penyakit TB paru. DAFTAR PUSTAKA Dinkes Kota Kendari. 2012. P2TB Kota Kendari tahun 2010 2011. Dinkes Kota Kendari. Kendari. Fatimah, S. 2008. Faktor Kesehatan Lingkungan Rumah yang Berhubungan dengan Kejadian TB Paru di Kabupaten Cilacap (Kecamatan Sidareja, Cipari, Kedungreja, Patimuan, Gandrungmangu, Bantasari) tahun 2008. Universitas Diponegoro. Semarang. Notoatmodjo, Soekidjo. 1997. Ilmu Kesehatan Masyarakat, Rineka Cipta. Jakarta. Nurhidayah, Ikeu. Lukman, Mamat. Rakhmawaty, Windy. 2007. Hubungan antara Karakteristik Lingkungan Rumah dengan Kejadian Tuberkulosis pada Anak di Kecamatan Paseh Kabupaten Sumedang. Universitas Padjajaran. Bandung. Rusnoto, Rahmatullah P., Udiono A. (2006). Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Tb Paru pada Usia Dewasa. Balai Pencegahan dan Pengobatan Penyakit Paru (BP4). Pati. Sugiharto. 2004. Hubungan Kepadatan Hunian Rumah dengan Kejadian Penyakit Tuberkulosis Paru di Puskesmas Jenggot. Universitas Diponegoro. Semarang. Sumarjo. 2004. Hubungan Ventilasi dan Pencahayaan Rumah dengan Kejadian Penyakit Tuberrkulosis Paru di Puskesmas I Punggelan Kecamatan Punggelan Kabupaten Banjarnegara. Universitas Diponegoro. Semarang. Tobing, Lumban, T. 2009. Pengaruh Perilaku Penderita TB Paru dan Kondisi Rumah terhadap Pencegahan Potensi Penularan TB Paru pada Keluarga di Kabupaten Tapanuli Utara Tahun 2008. Universitas Sumatera Utara. Medan. Vashakidze, L. Salakaia, A. Shubladze, N. Cynamon, M at all. 2009. Prevalence and Risk Factors for Drug Resistance Among Hospitalized TB Patients in Georgia. NIH Public Access 13 (9) : 1148-1153. World Health Organitation (WHO). 2008. Global Tuberculosis Control Surveillance Planning Financing: WHO Report 2008. World Health Organitation (WHO). 2009. Global Tuberculosis Control A Short Update to The 2009 Report: WHO Report 2009. 13