I. PENDAHULUAN. kayu yang memiliki nilai gizi tinggi dan dapat dimanfaaatkan untuk berbagai jenis

dokumen-dokumen yang mirip
I. PENDAHULUAN. Jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus) merupakan salah satu jenis sayuran sehat

I. PENDAHULUAN. Jamur tiram (Pleurotus ostreatus) merupakan salah satu jenis sayuran sehat yang

I PENDAHULUAN. Pada pendahuluan menjelaskan mengenai (1) Latar Belakang, (2)

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. dan dikenal dengan nama latin Cucurbita moschata (Prasbini et al., 2013). Labu

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesa Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I PENDAHULUAN. Bab ini membahas mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2)

PENDAHULUAN. dikonsumsi oleh manusia dan termasuk salah satu bahan pangan yang sangat

I PENDAHULUAN. kandungan gizi yang cukup baik. Suryana (2004) melaporkan data statistik

PERBEDAAN KANDUNGAN PROTEIN, ZAT BESI DAN DAYA TERIMA PADA. PEMBUATAN BAKSO DENGAN PERBANDINGAN JAMUR TIRAM (Pleurotus

BAB I PENDAHULUAN. penyakit pada konsumen (Silalahi, 2006). Salah satu produk yang. makanan ringan, jajanan atau cemilan. Makanan ringan, jajanan atau

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi

HASIL DAN PEMBAHASAN Pembuatan Adonan Kerupuk

BAB I PENDAHULUAN. sangat terkenal dan digemari oleh semua lapisan masyarakat, karena memiliki

BAB I PENDAHULUAN. berupa lempengan tipis yang terbuat dari adonan dengan bahan utamanya pati

I. PENDAHULUAN. dimanfaatkan sebagian kecil masyarakat (Chasanah dkk., 2013).

I. PENDAHULUAN. Provinsi Lampung merupakan daerah penghasil ubi kayu terbesar di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. semua lapisan masyarakat. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) pada

I. PENDAHULUAN. Bab ini akan menguraikan mengenai: (1.1) Latar belakang, (1.2) Identifikasi

BAB I PENDAHULUAN. kandungan protein yang tinggi yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : 1.1. Latar Belakang, 1.2. Identifikasi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permen jelly merupakan salah satu produk pangan yang disukai semua orang dari kalangan anak-anak hingga dewasa.

BAB I PENDAHULUAN. antara lain serealia, palmae, umbi-umbian yang tumbuh subur di hampir

PERBANDINGAN TEPUNG SINGKONG DENGAN TEPUNG TALAS DAN KONSENTRASI SERBUK TEH HIJAU TERHADAP KARAKTERISTIK COOKIES (KUE KERING) BERBASIS UMBI- UMBIAN

1 I PENDAHULUAN. yang cukup baik terutama kandungan karbohidrat yang tinggi.

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (1.6) Hipotesis Penelitian dan (1.7) Tempat dan Waktu Penelitian. Jamur tiram putih atau dalam bahasa latin disebut Plerotus

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. misalnya sebagai lauk pauk, hal ini karena rasanya yang enak dan memiliki nilai. pangan juga tidak jauh berbeda (Hadiwiyoto, 1993).

BAB I PENDAHULUAN. gram jamur kering juga mengandung protein 10,5-30,4%, lemak 1,7-2,2%, kalsium 314 mg, dan kalori 367 (Suwito, 2006).

PERBANDINGAN KADAR PROTEIN DAN LEMAK MI ALTERNATIF DARI PATI GANYONG (Canna edulis Ker) DAN PATI UBI KAYU (Manihot utilissima Pohl) SKRIPSI

TINJAUAN PUSTAKA. berat kering beras adalah pati. Pati beras terbentuk oleh dua komponen yang

LAPORAN PRAKTIKUM TEKNOLOGI PENGOLAHAN PANGAN TEKNOLOGI PENGOLAHAN DAGING PEMPEK

BAB I PENDAHULUAN. kuning melalui proses fermentasi jamur yaitu Rhizopus oryzae, Rhizopus stolonifer, atau Rhizopus oligosporus. Tempe dikenal sebagai

I PENDAHULUAN. Hipotesis Penelitian dan Tempat dan Waktu Penelitian. Kg/Kap/Thn, sampai tahun 2013 mencapai angka 35 kg/kap/thn.

I. PENDAHULUAN. Sayur-sayuran dan buah-buahan adalah jenis komoditi pertanian yang mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia terdapat tanaman pisang, hal ini dikarenakan tanaman cepat

I PENDAHULUAN. (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu

I PENDAHULUAN. udang kerang/tiram, kepiting, tripang, cumi-cumi, rumput laut dan lain sebagainya.

I PENDAHULUAN. Pemikiran, 1.6 Hipotesis Penelitian, dan 1.7 Tempat dan Waktu Penelitian.

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1.1) Latar Belakang, (1.2) Identifikasi

I PENDAHULUAN. Bab ini akan menguraikan mengenai : (1.1.) Latar Belakang, (1.2.) Identifikasi

I. PENDAHULUAN. saji kaya protein yang bersumber dari bahan pangan hewani, memengaruhi

BAB I PENDAHULUAN. sebagian besar masyarakat. Sampai saat ini produk-produk sumber protein

1 I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Waktu dan Tempat Penelitian.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jagung merupakan palawija sumber karbohidrat yang memegang peranan penting kedua setelah beras.

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Perbandingan Tepung Tapioka : Tepung Terigu :

II. TINJAUAN PUSTAKA. tapioka menjadi adonan yang kemudian dibentuk menjadi bola-bola seukuran bola

1 I PENDAHULUAN. Penelitian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis Penelitian, dan (1.7) Waktu

mi. Sekitar 40% konsumsi gandum di Asia adalah mi (Hoseney, 1994).

BAB I PENDAHULUAN. yang ada di negara berkembang. Asia Tenggara memiliki prevalensi KVA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kekurangan protein merupakan salah satu masalah gizi utama di

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Kebutuhan masyarakat Indonesia terhadap pemenuhan nilai gizi

I PENDAHULUAN. Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian,

BAB I PENDAHULUAN. Kekurangan Vitamin A (KVA) adalah keadaan di mana simpanan. pada malam hari (rabun senja). Selain itu, gejala kekurangan vitamin A

I. PENDAHULUAN. produk yang praktis dan digemari adalah chicken nugget. Chicken nugget

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi

I PENDAHULUAN. Penelitian merupakan sebuah proses dimana dalam pengerjaannya

I PENDAHULUAN. Hipotesis Penelitian, Tempat dan Waktu Penelitian. dapat diolah menjadi berbagai jenis makanan bernilai gizi tinggi seperti kacang

I. PENDAHULUAN. baik yang diolah maupun yang tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai

I PENDAHULUAN. selain sebagai sumber karbohidrat jagung juga merupakan sumber protein yang

PENDAHULUAN. kemiskinan. Padahal potensi umbi-umbian cukup tinggi untuk digunakan sebagai

HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian Tahap Pertama. Tabel 6. Komposisi Kimia TDTLA Pedaging

BAB I PENDAHULUAN. maka perlu untuk segera dilakukan diversifikasi pangan. Upaya ini dilakukan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masyarakat Indonesia memiliki kebiasaan bahwa belum makan kalau belum mengkonsumsi nasi. Adanya kebiasaan ini

I PENDAHULUAN. 6. Hipotesis Penelitian, dan 7. Waktu dan Tempat Penelitian. keperluan. Berdasarkan penggolongannya tepung dibagi menjadi dua, yaitu

II. TINJAUAN PUSTAKA. Upaya mengurangi ketergantungan konsumsi beras masyarakat Indonesia adalah

I. PENDAHULUAN. Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan

BAB 1 PENDAHULUAN. macam komoditi pangan pertanian, tetapi kemampuan produksi pangan di

BAB I PENDAHULUAN. Makanan merupakan kebutuhan pokok bagi manusia, mengingat. pentingnya kebutuhan pangan untuk mencapai angka kecukupan gizi.

I PENDAHULUAN. (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. Indonesia memiliki beraneka ragam jenis umbi-umbian yang belum

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara berkembang selalu berupaya melakukan

I. PENDAHULUAN. Ubi jalar (Ipomoea batatas L) merupakan salah satu hasil pertanian yang

BAB I PENDAHULUAN. mempertahankan hidup. Pemenuhan kebutuhan pangan dapat dilakukan dengan

PENDAHULUAN. ekonomi yang masih lemah tersebut tidak terlalu memikirkan akan kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I PENDAHULUAN. Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, (7) Tempat dan

I. PENDAHULUAN. Mie adalah produk makanan yang pada umumnya dibuat dari tepung terigu

I PENDAHULUAN. berlebihan dapat disinyalir menyebabkan penyakit jantung dan kanker. Menurut

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

I PEDAHULUAN. Pemikiran,(6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

KADAR PROTEIN DAN BETAKAROTEN BAKSO IKAN TUNA YANG DIPERKAYA JAMUR MERANG (Volvariella volvaceae) DAN UMBI WORTEL NASKAH PUBLIKASI

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1.1.) Latar Belakang, (1.2.) Identifikasi

BAB I PENDAHULUAN. pembuatan tempe, tahu, kecap, oncom, susu, dan lain-lain. Kacangkacangan

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. aroma spesifik dan mempunyai nilai gizi cukup tinggi. Bagian kepala beratnya

BAB I PENDAHULUAN. penganekaragaman produk pangan, baik berupa serealia (biji-bijian), tahun terjadi peningkatan konsumsi tepung terigu di

I. PENDAHULUAN ton (US$ 3,6 juta) (Jefriando, 2014). Salah satu alternatif pemecahan

I. PENDAHULUAN. dalam negeri maupun ekspor. Hewan ini sangat digemari, terutama di negaranegara

I. PENDAHULUAN. (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian,

Transkripsi:

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang dan Masalah Jamur tiram (Pleurotus oestreatus) merupakan jamur konsumsi dari jenis jamur kayu yang memiliki nilai gizi tinggi dan dapat dimanfaaatkan untuk berbagai jenis makanan seperti crispy, nugget, burger, keripik, kerupuk, permen jelly, hingga puding jamur. Martawijaya dan Nurjayadi (2010) menyatakan bahwa jamur tiram memiliki kandungan nutrisi yang lebih lengkap dan lebih kaya dibandingkan komoditas sayuran yang lain. Jamur tiram memiliki kandungan protein dan karbohidrat lebih tinggi dibandingkan dengan daging sapi. Kadar lemaknya pun jauh lebih rendah daripada daging sapi, sehingga jamur tiram dapat dimanfaatkan sebagai sumber gizi yang cukup potensial dan baik bagi orang-orang yang melakukan diet. Setiap tahunnya kebutuhan jamur tiram di berbagai kota terus bertambah. Kebutuhan jamur tiram dikota-kota besar diatas 3000kg/hari, kebutuhan tersebut baru dalam pasokan jamur tiram segar. Berdasarkan sumber BPS (2008), volume permintaan akan jamur olahan sangat tinggi dibandingkan jamur segar, dari tahun 2000-2006 volume permintaan jamur segar meningkat dari 492.489 kg menjadi 1.284.784 kg, sedangkan volume permintaan jamur olahan dari 980.294 kg meningkat menjadi 1.630.710 kg. Data ini menunjukkan bahwa jamur tiram bukan hanya dikonsumsi dalam keadaan segar saja, namun jamur tiram dalam

2 bentuk produk olahan siap saji. Produk-produk tersebut selain meningkatkan nilai tambah, dapat memperluas jaringan pemasaran terhadap konsumen yang lebih luas. Jamur tiram memiliki beberapa jenis warna, tetapi yang paling disukai konsumen adalah jamur tiram putih. Jamur ini memiliki aroma yang khas karena mengandung muskorin, dan penting bagi kesehatan karena mampu menyediakan kebutuhan gizi manusia tanpa harus menaikkan tekanan darahnya (Anonim, 1995). Selain itu jamur tiram juga mempunyai khasiat untuk kesehatan, yaitu mencegah timbulnya penyakit darah tinggi, jantung dan diabetes (Suriawiria (a), 2000). Jamur tiram termasuk bahan pangan yang mudah rusak, seperti jenis sayuran lainnya. Beberapa hari setelah panen, mutu jamur tiram turun dengan cepat sampai tidak layak dimakan. Perubahan mutu yang terjadi antara lain layu, warna menjadi kecoklatan, lunak dan cita rasanya berubah. Usaha pengawetan jamur pangan komersial belum banyak dilakukan di Indonesia. Di pasar swalayan, jamur biasanya disimpan pada suhu dingin yaitu 4 8 o C. Pada suhu tersebut, jamur hanya dapat bertahan (masih layak dimakan) selama 3 5 hari, meskipun telah dibungkus dengan plastik polietilen (Koesnandar, 2005 dalam Hayyuningsih, 2009). Pengolahan bahan pangan merupakan salah satu fungsi untuk memperbaiki mutu bahan pangan, memberikan kemudahan dalam penanganan, efisiensi biaya produksi, memperbaiki cita rasa dan aroma, menganekaragamkan produk dan dapat mempertahankan nilai guna jamur tiram yang memiliki sifat mudah rusak

3 (perishable). Pengolahan jamur tiram menjadi produk kerupuk merupakan salah satu upaya diversifikasi produk olahan jamur. Kerupuk oleh sebagian masyarakat Indonesia dikenal sebagai makanan ringan dan praktis tidak memerlukan metode penyimpanan khusus dalam hal distribusi. Menurut Siaw dkk, (1984), kerupuk adalah makanan kecil yang mengalami pengembangan volume, membentuk produk berongga dan memiliki densitas yang rendah pada saat penggorengan. Tapioka merupakan jenis tepung yang banyak digunakan sebagai bahan baku kerupuk. Penggunakan tapioka sebagai bahan baku kerupuk berperan dalam pembentukan tekstur dan pembentukan adonan. Tapioka memiliki daya ikat yang tinggi dan membentuk struktur yang kuat dibandingkan tepung jagung, kentang, dan gandum atau terigu (Widowati, 1987 dan Haryadi, 1999 dalam Darmadi, 2005). Tapioka mengandung pati yang hampir seluruhnya bersifat lunak dan membentuk pasta, sehingga cocok digunakan dalam pembuatan berbagai macam produk olahan pangan. Gel yang lunak akan memudahkan penyerapan air sehingga proses gelatinisasi akan berjalan dengan sempurna. Tapioka tersusun dari amilosa dan amilopektin. Apabila kandungan amilopektin tinggi, maka tapioka akan bersifat lengket dan kenyal sebab amilopektin dalam tapioka mempunyai sifat yang dapat memperkuat permukaan produk dan berpengaruh terhadap tekstur produk yang dihasilkan. Tapioka terdiri atas granula pati yang berwarna putih, tidak berbau dan tidak berasa. Semakin putih granula pati, tapioka akan nampak semakin mengkilat dan terasa licin (Winarno, 2004).

4 Umumnya tapioka digunakan sebagai bahan baku kerupuk karena memiliki kandungan amilopektin yang lebih tinggi sebesar 83% dibanding amilosa sebesar 17%. Rasio pengembangan kerupuk dipengaruhi oleh kandungan amilopektin. Semakin tinggi kandungan amilopektin, rasio pengembangan kerupuk makin besar karena amilopektin memiliki daya pengembangan yang lebih tinggi dibandingkan amilosa. Variasi rasa kerupuk dilakukan dengan membuat kerupuk berdasarkan jenis kerupuk yaitu kerupuk kasar dan kerupuk halus. Kerupuk kasar dibuat dari bahan baku pati yang ditambahkan bumbu, sedangkan kerupuk halus ditambah lagi dengan bahan berprotein seperti ikan, udang, susu, telor, jamur dan lain-lain sebagai bahan tambahan (Wijandi dkk., 1975). Kerupuk tapioka mempunyai kandungan protein yang rendah karena bahan baku yang digunakan (tapioka) memiliki kandungan protein yang rendah, sedangkan kerupuk udang, kerupuk ikan, kerupuk susu dan kerupuk kedelai adalah kerupuk yang memiliki kandungan protein tinggi. Jamur tiram dapat dimanfaatkan untuk membuat kerupuk yang memiliki kandungan protein dan karbohidrat yang tinggi dengan aroma dan rasa yang khas. Tingginya kandungan protein pada jamur tiram sebesar 27% dan karbohidrat sebesar 58%, serta tersedianya bahan baku jamur tiram memungkinkan pemanfaatan jamur tiram untuk dibuat kerupuk sehingga dapat meningkatkan nilai guna jamur tiram. Selama ini, belum diketahui formulasi jamur tiram dan tapioka yang tepat dalam pembuatan kerupuk jamur tiram. Menurut Martawijaya dan Nurjayadi (2010) kerupuk jamur tiram dengan formulasi 50% jamur tiram : 50% tapioka menghasilkan rasa kerupuk jamur tiram yag disukai, namun belum ada informasi

5 sifat fisik dan kimia kerupuk dari formulasi tersebut. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan formulasi yang tepat antara jamur tiram dan tapioka sehingga kerupuk jamur tiram yang dihasilkan memenuhi standar mutu kerupuk (SNI 01-2713-1999). 1.2. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan formulasi jamur tiram dan tapioka yang tepat sehingga menghasilkan kerupuk dengan sifat fisik, organoleptik dan kimia terbaik. 1.2. Kerangka Pemikiran Kerupuk merupakan makanan kudapan yang bersifat kering, ringan dan porous yang sangat populer, mudah cara pembuatannya, beragam warna dan rasa, serta disukai oleh segala lapisan usia dan suku bangsa di Indonesia. Kerupuk adalah makanan kecil yang mengalami pengembangan volume, membentuk produk berongga dan memiliki densitas yang rendah saat penggorengan (Siaw dkk, 1985). Pada umumnya, produk sejenis kerupuk banyak mengandung karbohidrat karena bahan baku yang digunakan mengandung karbohidrat tinggi terutama kandungan pati. Mutu kerupuk ditentukan berdasarkan parameter yang dihasilkan meliputi volume pengembangan, uji inderawi dan analisis kimianya. Jamur tiram merupakan bahan pangan yang memiliki kandungan protein cukup tinggi. Menurut Cahyana dkk (1999) kandungan protein jamur tiram rata-rata 3,5-4% dari berat basah, dua kali lipat lebih tinggi dibandingkan asparagus dan kubis. Menurut Suriawiria (b) (2002), komposisi kimia jamur tiram terdiri dari kadar

6 protein (27 %), karbohidrat (58 %), lemak (1,6 %), abu (9,3%), tiamin (4,8 mg), riboflavin (4,7 mg), niasin (108,7 mg), kalsium (33 mg) dan serat (11,5%) dari berat kering. Penambahan jamur tiram dalam jumlah yang tinggi dapat mengakibatkan timbulnya warna coklat pada yang dihasilkan dan menghambat proses gelatinisasi. Menurut Schwimmer (1981) dalam Dewi (2004), warna coklat tersebut merupakan hasil reaksi pencoklatan non enzimatis. Reaksi pencoklatan non enzimatis umumnya menghasilkan warna kuning, coklat kemerahan sampai coklat gelap pada produk. Warna-warna ini umumnya tidak diinginkan karena mengurangi daya tarik konsumen Selain itu, reaksi pencoklatan ini akan mempengaruhi sifat organoleptik kerupuk jamur tiram yang dihasilkan. Tapioka mengandung komponen pati sebesar 86,4%. Pati tapioka mengandung 17% amilosa dan 83% amilopektin (Glickman, 1969 dalam Indraria, 2004). Rasio antara amilosa dan amilopektin yang menyusun molekul pati akan mempengaruhi pola gelatinisasi, dan kadar amilopektin akan memberikan sifat mudah membentuk gel. Pati tapioka memiliki suhu gelatinisasi yaitu 58,5-70 o C. Pati dengan kandungan amilopektin tinggi (80%) akan menghasilkan gel yang tidak kaku. Gel yang lunak akan memudahkan penyerapan air sehingga pada pemasakan, proses gelatinisasi akan berjalan sempurna. Gelatinisasi adalah peristiwa pembengkakan granula pati dalam air pada suhu 55 o C sampai dengan 65 o C sehingga pati tidak dapat kembali pada kondisi semula (Winarno, 2004).

7 Di dalam pembuatan kerupuk akan terjadi proses gelatinisasi pati dari tapioka yang ditambahkan pada saat pengukusan. Proses gelatinisasi diduga berhubungan erat dengan pembentukan tekstur, karena setelah terjadi gelatinisasi akan terbentuk gel. Peranan amilopektin pada proses gelatinisasi berkaitan dengan kerenyahan kerupuk yang dihasilkan. Faktor yang mempengaruhi gelatinisasi adalah amilopektin dari tapioka, kadar protein dan kadar serat dari jamur tiram. Semakin tinggi amilopektin yang diberikan akan menghasilkan gel yang tidak kaku, dan semakin tinggi kadar protein dan serat yang digunakan, dapat menurunkan derajat pengembangan kerupuk. Formulasi tapioka dan jamur tiram yang digunakan pada pembuatan kerupuk akan berpengaruh terhadap sifat fisik, organoleptik dan kimia kerupuk. Penambahan bahan selain pati yang suka mengikat air dapat menyulitkan proses pemasakan pati (Chinachoti dkk., 1990 dalam Rahardjo dan Haryadi, 1997). Menurut Rahardjo dan Haryadi (1997), semakin tinggi kandungan protein pada adonan kerupuk menyebabkan denaturasi protein pada saat pemasakan adonan sehingga mengakibatkan penurunan mengikat air. Air yang dilepas digunakan untuk gelatinisasi pati. Semakin banyak penambahan bahan yang mengandung protein, semakin cepat proses pemasakan pati. Pemasakan adonan pati mempengaruhi pengembangan dan kerenyahan kerupuk. Semakin banyak penambahan bahan bukan pati, semakin kecil pengembangan kerupuk pada saat penggorengan. Pengembangan kerupuk akan menentukan kerenyahannya.

8 1.3. Hipotesis Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah : 1) Formulasi jamur tiram dan tapioka berpengaruh terhadap sifat fisik, organoleptik dan kimia kerupuk jamur tiram. 2) Terdapat formulasi jamur tiram dan tapioka yang tepat sehingga menghasilkan kerupuk jamur tiram dengan sifat fisik, organoleptik dan kimia yang terbaik.