GAMELAN RINDIK DI DESA SEDANG KECAMATAN ABIAN SEMAL KABUPATEN BADUNG OLEH : I MADE SUDIATMIKA NIM

dokumen-dokumen yang mirip
Tabuh Angklung Keklentangan Klasik Oleh: I Gede Yudarta (Dosen PS Seni Karawitan)

Wujud Garapan Anda Bhuwana Kiriman I Kadek Alit Suparta, Mahasiswa PS Seni Karawitan, ISI Denpasar. Instrumentasi dan Fungsi Instrumen

Peranan Sruti dalam Patutan Gambelan Semar Pagulingan Saih Pitu

Gender Wayang di Banjar Kayumas Kaja. Kiriman I Nyoman Gede Haryana BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. Begitu pesatnya perkembangan Gong Kebyar di Bali, hampir-hampir di setiap Desa atau

1. Pendahuluan. Konsep Musikal Gamelan Semara Pagulingan Banjar Teges Kanginan. Kiriman I Ketut Partha, SSKar., M. Si., dosen PS Seni Karawitan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Dalam bab pertama ini akan diuraikan secara berturut-turut : (1) latar

Genggong Kiriman: I Made Budiarsa, Mahasiswa PS Seni Karawitan ISI Denpasar Jumlah Instrumentasi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1) Nilai Religius. Nilai Nilai Gamelan Semara Pagulingan Banjar Teges Kanginan. Kiriman I Ketut Partha, SSKar., M. Si., dosen PS Seni Karawitan

BAB I PENDAHULUAN. Gamelan, seniman, serta pengrajin gamelan merupakan tiga unsur yang tidak dapat

SKRIP KARYA SENI GENITRI OLEH: I PUTU GEDE WAHYU KUMARA PUTRA NIM: PROGRAM STUDI S-1 SENI KARAWITAN JURUSAN SENI KARAWITAN

Bentuk Musikalitas Gambuh Kedisan Kiriman I Wayan Sucipta, Mahasiswa PS. Seni Karawitan ISI Denpasar

Gambar 15. Foto Kendang Dalam Gamelan Terompong Beruk Foto: Ekalaiani, 2011.

Gamelan Gong luang Kiriman I Wayan Putra Ivantara, Mahasiswa PS Seni Karawitan, ISI Denpasar.

BAB I PENDAHULUAN. yang disediakan oleh alam dengan segala fenomenanya dan bisa timbul dari manusia

PEMBELAJARAN NILAI MELALUI GENDER WAYANG DI SANGGAR GENTA MAS CITA, PANJER, DENPASAR SELATAN

Tabuh Kreasi Pepanggulan Gamelan Smarandhana Lemayung, Bagian II

Fenomena dan Dampak Arus Globalisasi Terhadap Perkembangan Kesenian Joged Bumbung

ANGKLUNG KEBYAR. Oleh I Wayan Muliyadi Mahasiswa S2 Institut Seni Indonesia Denpasar ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. proses pembaharuan atau inovasi yang ditandai dengan masuknya gagasan-gagasan baru dalam

BAB I PENDAHULUAN. tengah berbagai perubahan, lebih jauh lagi mampu menjadikan dirinya secara aktif

ARTIKEL KARYA SENI PIS BOLONG

DESKRIPSI KARYA TARI KREASI S O M Y A. Dipentaskan pada Festival Nasional Tari Tradisional Indonesia di Jakarta Convention Centre 4-8 Juni 2008

Struktur Tabuh Lelambatan I Oleh: I Gede Yudartha, Dosen PS Seni Karawitan - Pangawit Pangawit berasal dari kata dasar yaitu ngawit/kawit yang

Wujud Garapan Komposisi Kung Kiriman: I Ketut Suarjana, Mahasiswa PS. Seni Karawitan ISI Denpasar

Perspektif Musikalitas Tabuh Lelambatan Banjar Tegaltamu Kiriman: I Nyoman Kariasa,S.Sn., Dosen PS Seni Karawitan ISI Denpasar Sebagai salah satu

Analisa Penyajian Garapan Kembang Ratna Kiriman Ni Luh Lisa Susanti Mahasiswa PS. Seni Tari ISI Denpasar Garapan tari kreasi Palegongan Kembang Ratna

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat Bali secara umum memiliki peran di dalam keberlangsungan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

ARTIKEL KARYA SENI TRIDATU OLEH : I WAYAN ENDRA WIRADANA NIM :

BAB I PENDAHULUAN. Karo merupakan merupakan salah satu etnis di provinsi Sumatera Utara yang

Kerangka Materi, Narasi, dan Hasil Produk

pergelaran wayang golek. Dalam setiap pergelaran wayang golek, Gending Karatagan berfungsi sebagai tanda dimulainya pergelaran.

BAB I PENDAHULUAN. Pusat Pelestarian Kesenian Wayang Kulit Tradisional Bali di Kabupaten Badung 1

SKRIP KARYA SENI KELANGEN

Aplikasi Gamelan Gong Kebyar Instrumen Gangsa dan Kendang Berbasis Android

Bentuk Tungguhan dan Ornamentasi Gender Wayang. Oleh: I Wayan Diana Putra (Mahasiswa PS Seni Karawitan)

BABII KEHIDUPAN SENI BUDAYA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 14 TAHUN 2015 TENTANG JENIS, MUTU DAN TEMPAT PERTUNJUKAN KESENIAN DAERAH UNTUK WISATAWAN

Elemen-Elemen Pertunjukan Tari Siwa Nataraja

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia terdiri dari banyak suku yang tersebar dari Sabang sampai

BAB I PENDAHULUAN. Sebuah karya seni tidak terlepas dari pembuatnya, yaitu lebih dikenal dengan

BAB I PENDAHULUAN. Rudat adalah salah satu kesenian tradisional yang berkembang di Jawa

BAB V KESIMPULAN. 5.1 Alasan Kehadiran Rejang Sangat Dibutuhkan dalam Ritual. Pertunjukan rejang Kuningan di Kecamatan Abang bukanlah

SUARA DAN GAYA Instrumentasi 1

BAB II LANDASAN TEORI. tradisi slametan, yang merupakan sebuah upacara adat syukuran terhadap rahmat. dan anugerah yang diberikan oleh Allah SWT.

14 Alat Musik Tradisional Jawa Tengah, Gambar dan Penjelasannya

UCAPAN TERIMA KASIH...

TARI ADI MERDANGGA SIWA NATA RAJA LINGGA

misalnya : puisi, lukisan, tarian, kerajinan, dan sebagainya8. Sedangkan

Instrumen Pengiring Tari Telek Anak Anak di Desa Jumpai Kiriman: Ayu Herliana, PS. Seni Tari ISI Denpasar

TIGA KONSEP PENTING: VARIASI, PENGOLAHAN DAN KAIT-MENGAIT Variasi

Bentuk Dan Deskripsi Karya Tawur Agung Oleh : I Ketut Partha, SSKar., M.Si. Bentuk Karya 4.2 Deskripsi Karya

BAHAN USBN AKORD. = 2 1 ½ m = 1 ½ 2 dim = 1 ½ - 1 ½ M 7 = 2 1 ½ - 2 m 7 = 1 ½ 2-1 ½ 7 = 2 1 ½ - 1 ½ Sus 4 = = 2 ½ - 1 Sus 2 = = 1 2 ½

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN INSTITUT SENI INDONESIA DENPASAR LEMBAGA PENELITIAN DAN PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT (LP2M)

BAB I PENDAHULUAN. bangsa Indonesia. Akar tradisi melekat di kehidupan masyarakat sangat

ARTIKEL LAGU PERAHU LAYAR PADA SEKA JOGED BUMBUNG CIPTA DHARMA KAJIAN ESTETIS, PROSES TRANSFORMASI, FUNGSI, DAN MAKNA

SKRIP KARYA SENI YOWANA GIRANG OLEH : IDA BAGUS KESUMA ANANDA NIM

ARTIKEL TENTANG SENI TARI

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Yulia Afrianti, 2014

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat majemuk dalam berbagai

ARTIKEL KARYA SENI KAJIAN ESTETIS DAN NILAI-NILAI PENDIDIKAN DALAM TARI TELEK DI DESA JUMPAI KABUPATEN KLUNGKUNG

Pemodelan Sistem Informasi Gamelan Bali Menggunakan Tree Diagram

GONG DAN ALAT-ALAT MUSIK LAIN DALAM ENSAMBEL

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Proses realisasi karya seni bersumber pada perasaan yang

Rancang Bangun Media Pembelajaran Alat Musik Gamelan Gong Kebyar Berbasis Android

BAB III PENUTUP. diciptakannya. Pencapaian sebuah kesuksesan dalam proses berkarya

PENGARUH RESONATOR TERHADAP BUNYI NADA 3 SLENTHEM BERDASARKAN SOUND ENVELOPE. Agung Ardiansyah

2015 TARI MAKALANGAN DI SANGGAR SAKATA ANTAPANI BANDUNG

DASAR-DASAR PENGETAHUAN BELAJAR KARAWITAN UNTUK ANAK SD

SKRIP KARYA SENI ELING OLEH : KADEK INDRA KESUMAJAYA NIM :

Falsafah hidup masyarakat jawa dalam pertunjukan musik gamelan. Falsafah hidup masyarakat jawa dalam pertunjukan musik gamelan.zip

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang kaya keanekaragaman seni dan budaya.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

dari pengalaman tertentu dalam karya seninya melainkan formasi pengalaman emosional yang bukan dari pikiranya semata. 2.

SKRIP KARYA SENI BAYUH

TEKNIK PERMAINAN INSTRUMEN DAN FUNGSI MUSIK TRADISIONAL PHEK BUNG di DESA WIJIREJO, KABUPATEN BANTUL, DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA SKRIPSI

ALAT MUSIK DAN FENOMENA AKUSTIKA MUSIK GONG

BAB I PENDAHULUAN. Seni pertunjukan merupakan sebuah penyajian bentuk karya seni dengan cara

TARI BARIS RASA CINA Oleh I Nyoman Payuyasa Dosen Prodi Film dan Televisi FSRD ISI DENPASAR

KARYA ILMIAH : KARYA SENI MONUMENTAL

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Kritik Seni Tari Tarunajaya Kembar dalam Tayangan VCD Balinese Dance Tari Bali Produksi Bali Record Vol.1

BAB I PENDAHULUAN. di Indonesia disatupadukan dari kebudayaan nasional dan kebudayaan. daerah. Kebudayaan nasional Indonesia merupakan puncak puncak

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI. landasan teori. Sebelum memaparkan landasan teori pada bab ini terlebih dahulu

Contoh Alat Musik Ritmis dan Melodis

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan sehari-hari, kita ketahui terdapat beberapa jenis seni yang di

ARTIKEL KARYA SENI KLAPA WREKSA OLEH: I WAYAN PRADNYA PITALA NIM:

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Berbagai budaya masyarakat, adat istiadat dan kebiasaan yang dilakukan turun

ANALISIS MUSIK CALEMPONG (LAGU MUARA TAKUI) DI KECAMATAN BANGKINANG SEBERANG KABUPATEN KAMPAR RIAU

BAB I PENDAHULUAN. berkembang ditengah-tengah kehidupan manusia, karena pada dasarnya seni

ARTIKEL KARYA SENI PENGEMBANGAN VIDEO PEMBELAJARAN TARI MREGAPATI DI SANGGAR APTI BANGLI

DESKRIPSI TARI TABUH TUAK OLEH : I Gede Oka Surya Negara,SST.,M.Sn

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Musik merupakan simponi kehidupan manusia, menjadi bagian yang mewarnai kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A.Latar Belakang Masalah

Transkripsi:

GAMELAN RINDIK DI DESA SEDANG KECAMATAN ABIAN SEMAL KABUPATEN BADUNG OLEH : I MADE SUDIATMIKA NIM 2009 02 025 PROGRAM STUDI S-1 SENI KARAWITAN JURUSAN SENI KARAWITAN FAKULTAS SENI PERTUNJUKAN INSTITUT SENI INDONESIA DENPASAR 2014

SKRIPSI GAMBELAN RINDIK DI DESA SEDANG KECAMATAN ABIAN SEMAL KABUPATEN BADUNG Skripsi ini telah disetujui untuk diajukan guna melengkapi tugas-tugas dan memenuhi syarat-syarat untuk mencapai gelar Sarjana Seni (S-1) Nama : I Made Sudiatmika NIM : 2009 02 025 PROGRAM STUDI S-1 SENI KARAWITAN JURUSAN SENI KARAWITAN FAKULTAS SENI PERTUNJUKAN INSTITUT SENI INDONESIA DENPASAR 2014 i

GAMBELAN RINDIK DI DESA SEDANG KECAMATAN ABIAN SEMAL KABUPATEN BADUNG Diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan Memperoleh gelar Sarjana Seni (S1) MENYETUJUI : PEMBIMBING I PEMBIMBING II Drs.I Ketut Muryana,M.Si Drs.I Nengah Sarwa,M.Pd NIP.1961 1231 1989 03 1014 NIP. 1950 1231 1975 03 1005 ii

Skripsi ini telah dipertahankan di depan Dewan Penguji, Fakultas Seni Pertunjukan, Institut Seni Indonesia Denpasar, pada: Hari, tanggal : Senin, 12 Mei 2014 Ketua : I Wayan Suharta, S.SKar., M.Si (..) NIP. 19630703 199002 1 001 Anggota : Dr. I Nyoman Astita., MA (..) NIP. 19520924 197703 1 001 Anggota : Drs.I Ketut Muryana,M.Si (..) NIP. 19611231 1989 03 1 014 Anggota : Drs.I Nengah Sarwa,M.Pd (..) NIP. 19501231 1975 03 1 005 Disahkan pada tanggal: Mengesahkan : Mengetahui : Fakultas Seni Pertunjukan Jurusan Seni Karawitan Institut Seni Indonesia Denpasar Ketua, Dekan, I Wayan Suharta, S.SKar., M.Si Wardizal, S.Sen.,M.Si. NIP. 19630703 199002 1 001 NIP. 19660624 199303 1 002 iii

MOTTO Semangat, kerja keras, dan usaha mencerminkan seniman yang penuh tanggung jawab iv

KATA PENGANTAR Dengan menghaturkan puji syukur kehadapan Tuhan Yang Maha Esa Ida Sang Hyang Widhi Wasa, atas berkat rahmat-nya segala kesulitan yang dihadapi dalam penyusunan skripsi ini dapat diatasi. Adapun judul dari skripsi ini adalah: Gambelan Rindik di Desa Sedang, Kecamatan Abian Semal, Kabupaten Badung. Tujuan penyusunan skripsi ini adalah untuk memenuhi salah satu persyaratan guna memperoleh Gelar Sarjana Program S1 Program Studi Seni Karawitan Fakultas Seni Pertunjukan Institut Seni Indonesia Denpasar. Menyadari bahwa sepenuhnya skripsi ini dapat diselesaikan karena bimbingan serta bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, sepatutnyalah melalui kesempatan ini diucapkan terimakasih dan penghargaan yang setinggitingginya kepada : 1. Bapak Dr. I Gede Arya Sugiartha, S.SKar., M.Hum, selaku Rektor Institut Seni Indonesia Denpasar, atas segala motivasi dan fasilitas yang diberikan kepada kami selama menjadi mahasiswa; 2. Bapak I Wayan Suharta, S.SKar., M.Si selaku Dekan Fakultas Seni Pertumjukan Institut Seni Indonesia Denpasar; 3. Bapak I Dewa Ketut Wicaksana, SSP., M.Hum, selaku pembantu Dekan I Fakultas Seni Pertunjukan Institut Seni Indonesia Denpasar; 4. Bapak Wardizal, S.Sen., M. Si selaku Ketua Program Studi Seni Karawitan Fakultas Seni Pertunjukan Institut Seni Indonesia Denpasar; v

5. Bapak Drs. I Ketut Muryana, M.Si, selaku Pembimbing Akademik, segaligus sebagai pembimbing 1 yang selalu memberikan dukungan serta saran-saran maupun bimbingannya dari semester I sampai dengan semester X; 6. Bapak Drs. I Nengah Sarwa, M.Pd, selaku pembimbing 2 yang telah membimbing dengan penuh kesabaran, sehingga skripsi ini dapat diselesaikan; 7. Bapak/Ibu Dosen dalam lingkungan Institut Seni Indonesia Denpasar yang telah membantu menyelesaikan skripsi ini; 8. Seluruh teman-teman angkatan 2009 sudah banyak memberikan semangat serta motivasi dalam penyelesaian skripsi ini. Semoga kebersamaan dan persaudaraan kita akan terjalin sepanjang hayat; 9. I Ketut Suparna selaku pengajin rindik di Desa Sedang yang telah banyak memberikan informasi mengenai objek yang diteliti. 10. Orang tua tercinta yang sudah dengan sabar serta berusaha sangat keras untuk menyekolahkan serta menguliahkan dari bangku SD sampai jenjang perguruan tinggi seperti sekarang; 11. Berbagai pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang juga dengan ikhlas membantu penyelesaian skripsi ini. Penulisan skripsi ini, sangat diharapkan agar dapat memberikan manfaat bagi semua pihak yang berkepentingan. Disadari dalam skripsi ini masih banyak terdapat kekurangan, oleh karena itu masukan berupa kritik dan saran sangat vi

diharapkan demi kesempurnaan skripsi ini agar bisa dijadikan referensi bagi pembaca. Denpasar, 28 April 2014 Penulis vii

ABSTRAK Rindik sebagai salah satu gamelan yang berkembang di Bali memiliki beberapa faktor yang mendukung untuk berkembang sebagai seni pariwisata. Faktor tersebut seperti perangkat instrument yang sangat simpel, menarik, suara/ nada yang menawan enak didengar menjadikan suasana yang nyaman, gendinggendingnya sederhana mudah dilagukan, dapat dijadikan pajangan yang artistik, dan memberikan pencitraan seni bagi pemiliknya, murah untuk dijadikan cendramata. Penelitian Gambelan Rindik di Desa Sedang, Kecamatan Abian Semal, Kabupaten Badung bertujuan untuk mengetahui (1) Bentuk Karawitan Rindik di Desa Sedang, (2) Estetika Gambelan Rindik di Desa Sedang, (3) Fungsi Gambelan Rindik di Desa Sedang. Penelitian ini berpendekatan kualitatif dengan obyek instrumen Gambelan Rindik di Desa Sedang, Kecamatan Abian Semal, Kabupaten Badung. Pengumpulan data dilakukan dengan metode observasi, wawancara, dokumentasi dan pengolahan data menggunakan metode analisis deskriptif. Hasil penelitian ini dapat dijabarkan sebagai berikut: (1) Bentuk Karawitan Rindik di Desa Sedang adalah: bentuk instrumentasi dan bentuk komposisi gending, dalam bentuk komposisi gending ini terdapat: bentuk nada, bentuk laras, bentuk melodi, bentuk irama, dan teknik permainan. (2) Estetika Karawitan Rindik di Desa Sedang adalah: Wujud (bentuk dan struktur), Bobot (suasana, ide dan ibarat/pesan), dan Penampilan (bakat, ketrampilan dan media/sarana). (3) Fungsi gambelan rindik yang ada di Desa Sedang meliputi: fungsi ritual keagamaan, fungsi secara ekonomi, dan fungsi secara sosial. Kata kunci : Rindik, Bentuk, Estetika dan Fungsi viii

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL..... i HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING..... ii HALAMAN PERSETUJUAN DEWAN PENGUJI.. iii MOTTO..... iv KATA PENGANTAR.... v ABSTRAK.... viii DAFTAR ISI..... ix DAFTAR FOTO..... xiii DAFTAR LAMPIRAN.... xiv BAB I PENDAHULUAN.... 1 1.1 Latar Belakang Masalah.... 1 1.2 Rumusan Masalah.... 4 1.3 Tujuan Penelitian. 5 1.4 Manfaat Hasil Penelitian. 5 1.4.1 Manfaat Teoritis. 6 1.4.2 Manfaat Praktis. 6 1.5 Ruang Lingkup Penelitian. 7 BAB II KAJIAN SUMBER DAN LANDASAN TEORI... 8 2.1 Kajian Sumber.... 13 2.2 LandasanTeori. 13 ix

2.2.1 Bentuk Karawitan 13 2.2.1.1 Bentuk Instrumentasi 13 2.2.1.2 Bentuk Komposisi Gending 16 2.2.1.2.1 Bentuk Nada 17 2.2.1.2.2 Bentuk Laras 17 2.2.1.2.3 Bentuk Melodi 19 2.2.1.2.4 Bentuk Irama 19 2.2.1.2.5 Teknik Permainan 19 2.2.2 Estetika Karawitan 20 2.2.2.1 Wujud... 20 2.2.2.2 Bobot 21 2.2.2.3 Penampilan 22 2.2.3 Fungsi Karawitan 23 2.2.3.1 Fungsi Ritual Keagamaan 23 2.2.3.2 Fungsi Sosial....... 24 2.2.3.3 Fungsi Ekonomi 25 BAB III METODE PENELITIAN 27 3.1 Rancangan Penelitian 27 3.2 Lokasi Penelitian 28 3.3 Jenis dan Sumber Data 28 3.3.1 Data Primer 28 3.3.2 Data Sekunder.. 29 x

3.4 Instrumen Penelitian 29 3.5 Metode Pengumpulan Data 29 3.5.1 Teknik Observasi 30 3.5.2 Teknik Wawancara.... 31 3.5.3 Teknik Dokumentasi 31 3.5.4 Metode Pengumpulan Dokumen 32 3.6 Analisis Data 32 BAB IV PEMBAHASAN 34 4.1 Bentuk Rindik Di Desa Sedang 34 4.1.1 Bentuk Instrumentasi Rindik 34 4.1.2 Bentuk Komposisi Gending Rindik 53 4.1.2.1 Teknik Permainan Rindik. 57 4.1.2.2 Laras Gambelan Rindik. 58 4.1.2.3 Irama Gambelan Rindik. 58 4.1.2.4 Melodi Gambelan Rindik. 60 4.1.2.5 Nada Gambelan Rindik. 60 4.2 Estetika Gamelan Rindik..... 61 4.2.1 Wujud.... 62 4.2.1.1 Keindahan Bentuk.... 63 4.2.1.2 Struktur Rindik... 65 4.2.2 Bobot 71 4.3.3 Penampilan. 72 xi

4.3 Fungsi Gambelan Rindik. 73 4.3.1 Fungsi Ritual Keagamaan 75 4.3.2 Fungsi Sosial 76 4.3.3 Fungsi Ekonomi. 77 BAB V PENUTUP 81 5.1 Kesimpulan 81 5.2 Saran 83 DAFTAR PUSTAKA 84 LAMPIRAN 86 xii

DAFTAR GAMBAR Gambar 1. Bambu yang Dipotong untuk Bahan Rindik 37 2. Susunan Bambu dari Nada Rendah ke Nada Tinggi 39 3. Pengambilan Nada Pertama. 44 4. Bilah Rindik sebagai Nada Pertama 45 5. Pola Tangga pada Rindik di Desa Sedang... 46 6. Menentukan Lubang pada Bilah Rindik 47 7. Pembuatan Lubang pada Bilah Rindik 48 8. Penentuan Lubang Pada Pelawah 49 9. Pemasangan Tali Dan Penyuluban 51 10. Kancing 51 11. Pemasangan Tali pada Bilah 52 12. Panggul Rindik 53 13. Rindik yang Menggunakan Pelawah Bambu 64 14. Pementasan Rindik dengan Tambahan sebuah Suling 69 xiii

DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Daftar Informan...... 87 2. Glosarium...... 89 3. Instrumen penelitian.. 91 4. Notasi Gending Rindik.. 92 xiv

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bali merupakan salah satu daerah pariwisata di Indonesia yang memiliki daya tarik yang sangat tinggi. Selain dari segi panorama alam yang eksotik, salah satu yang menjadi daya tarik wisatawan adalah kebudayaan Bali. Perkembangan pariwisata Bali yang mengedepankan kebudayaan sebagai fondasi utama mengakibatkan Bali dikenal sebagai Pariwisata Budaya. Unsur-unsur kebudayaan terdiri atas tujuh bagian pokok salah satu diantaranya adalah kesenian. Selain dikenal dengan sebutan Pulau Seribu Pura, Bali juga sering dijuluki Pulau Kesenian. Hal ini dikarenakan Bali memiliki berbagai macam kesenian baik yang bersifat sakral ataupun hiburan. Sejak Bali dibuka menjadi salah satu daerah tujuan wisata di Indonesia pada akhir tahun 1960-an, semakin banyak kesenian Bali dikembangkan menjadi seni pertujukan wisata yang disajikan untuk para wisatawan. (Ruastiti, 2005 : 1). Kesenian itu diantaranya seni suara, seni lukis, seni pedalangan, seni tari, dan seni tabuh. Salah satu kesenian yang memiliki daya pikat bagi wisatawan adalah seni tabuh atau yang sekarang dikenal dengan istilah karawitan. Karawitan adalah seni mengolah bunyi benda atau alat bunyi-bunyian (instrumen) tradisional. Instrumen tradisional di Bali dikenal dengan istilah Gamelan. Di Bali terdapat berbagai jenis gamelan yang terdiri dari berbagai 1

instrumen pendukung seperti contoh gamelan Gong Kebyar, Gamelan Angklung, Gamelan Semar Pagulingan, Gamelan Rindik dan masih banyak lagi yang lainnya. Salah satu gamelan yang memiliki keunikan yaitu gamelan rindik. Seperangkat gamelan rindik yang biasa dipentaskan terdiri dari dua instrumen yaitu rindik dan sebuah suling bambu. Secara organologi yaitu ilmu yang mempelajari tentang alat-alat musik, kedua instrumen ini tergolong kedalam dua kelas yang berbeda. Rindik merupakan instrumen yang tergolong kedalam kelas Idiophone. Sedangkan suling tergolong kedalam kelas aerophone. Pada penelitian ini lebih ditekankan pada pengkajian instrumen rindik. Rindik sebagai salah satu gamelan yang berkembang di Bali memiliki beberapa faktor yang mendukung untuk berkembang sebagai seni pariwisata. Faktor tersebut seperti perangkat instrumen yang sangat simpel, menarik, suara/nada yang menawan enak didengar menjadikan suasana yang nyaman, gending-gendingnya sederhana mudah dilagukan, dapat dijadikan pajangan yang artistik, dan memberikan pencitraan seni bagi pemiliknya, dan murah untuk dijadikan cendramata. Gamelan rindik merupakan instrumen gamelan yang keseluruhan instrumennya terbuat dari bambu, kecuali panggul (alat pukul dari instrumen rindik) yang terbuat dari bahan karet. Proses pembuatan gamelan rindik tergolong mudah, hanya saja yang menjadi poin utama adalah menentukan nada pertama ketika merangkai satu tungguh (rangkaian) instrumen rindik. Pada umumnya 2

bambu yang digunakan untuk membuat rindik adalah tiing santong atau tiing tabah. Pembuatan rindik dimulai dengan menjemur bambu yang telah ditebang yang akan dijadikan bahan instrumen. Panjang bambu yang akan dijadikan bilah rindik mulai dari 45 cm sampai 95 cm. Penyangga atau pelawah tempat bilah diletakkan dibuat dari kayu atau bambu,berbentuk trapesium berkaki empat seperti kaki meja. Satu instrumen rindik memiliki dua buah panggul (alat pemukul rindik) kiri dan kanan yang tangkainya terbuat dari bambu yang dibelah, dimana bentuknya menyerupai stik pancing dan pada bagian ujungnya dikaitkan dengan karet berbentuk bulat pipih. Alternatif gamelan rindik dapat menjadi seni pariwisata dalam menunjang pariwisata budaya Bali dimasa yang akan datang. Pengembangan instrumen rindik merupakan salah satu cara untuk melestarikan kesenian tradisional Bali yang masih ada sampai saat ini. Keberadaan gamelan ini tidak hanya bermanfaat bagi seniman, melainkan masyarakat pendukung serta peminat seni secara keseluruhan, oleh karena gamelan rindik memiliki nilai ekonomis yang tinggi. Gamelan rindik dapat dijadikan sebagai barang komoditi yang memiliki daya jual yang tinggi, selain itu dari segi pementasan iringan gambelan rindik juga mampu menarik minat wisatawan untuk menyaksikan sehingga mampu memberikan kontribusi bagi masyarakat seni. Keberadaan gamelan rindik seperti yang kita ketahui selama ini adalah berfungsi sebagai pengiring dalam pementasan joged bumbung. Tarian joged bumbung merupakan salah satu tari pergaulan dimana setiap penonton yang menyaksikan pertunjukan dapat ikut serta menari dengan sang penari. (Aryasa, 3

1984/1985 : 58) Melalui media ini pengembangan gamelan rindik bisa sampai pada kaum generasi muda. Seperti yang kita ketahui selama ini pengembangan gamelan ini hanya terbatas pada pengrajin rindik serta sekaa rindik. Dimana yang mendominasi peran dalam hal ini adalah kaum tua-tua. Untuk itulah gamelan rindik perlu diadakan penelitian sebagai ilmu pengetahuan yang dapat mendukung perkembangan seperti tersebut di atas. Pada penelitian ini yang menjadi fokus pembahasan adalah gamelan rindik di Desa Sedang, Kecamatan Abian Semal, Kabupaten Badung. Gamelan Rindik di Desa Sedang memiliki ciri khas seperti diuraikan sebelumnya sehingga menarik minat peneliti untuk melakukan penelitian di daerah ini. 1.2 Rumusan Masalah Rumusan masalah adalah deskripsi setiap masalah penelitian dalam bentuk satu kalimat pertanyaan atau kalimat tanya. Perumusan ini sangat penting, karena akan menjadi penuntun bagi langkah-langkah penelitian selanjutnya, seperti sangat berkaitan dengan landasan teori, analisis data, maupun kesimpulan yang akan diperoleh. Dalam menelaah permasalahan-permasalahan yang timbul dari uraian di atas, maka dalam penelitian ini ada beberapa masalah yang ingin mendapat suatu jawaban, antara lain : (1) Bagaimanakah bentuk dari Gamelan Rindik yang ada di Desa Sedang, Kecamatan Abian Semal, Kabupaten Badung? 4

(2) Bagaimanakah nilai estetis dari Gamelan Rindik yang ada di Desa Sedang, Kecamatan Abian Semal, Kabupaten Badung? (3) Bagaimanakah fungsi dari Gamelan Rindik yang ada di Desa Sedang, Kecamatan Abian Semal, Kabupaten Badung? 1.3 Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui mengenai kesenian tradisional khususnya dalam bidang seni karawitan, dalam rangka melestarikan kebudayaan Indonesia yang merupakan warisan dari leluhur. Adapun tujuan penelitian adalah untuk mengetahui bagaimana penyelesaian atau jawaban dari rumusan masalah, sebagai berikut: (1) Untuk mengetahui bagaimana bentuk dari instrumen Gamelan Rindik di Desa Sedang, Kabupaten Badung. (2) Untuk mengetahui nilai estetis gamelan rindik di Desa Sedang, Kabupaten Badung. (3) Untuk mengetahui fungsi dari keberadaan gamelan rindik di Desa Sedang, Kabupaten Badung. 1.4 Manfaat Hasil Penelitian Manfaat penelitian yaitu menjelaskan kegunaan yang akan diberikan setelah masalah itu terjawab. Uraian manfaat penelitian ini akan menjadi dasar informasi untuk mengajukan saran dan rekomendasi kepada pihak lain yang 5

berkepentingan dengan hasil penelitian ini. Beberapa manfaat yang diharapkan baik secara teoritis maupun manfaat praktis diantaranya: 1.4.1 Manfaat Teoritis (1) Penelitian ini diharapkan mampu memberikan wawasan mengenai pengetahuan karawitan secara umum dan instrumen karawitan yang ada di desa Sedang. (2) Penelitian ini diharapkan mampu memberikan wawasan mengenai bentuk, estetika dan fungsi dari gamelan rindik di desa Sedang. 1.4.2 Manfaat Praktis (1) Memberikan gambaran tentang gamelan rindik khususnya yang berada di desa Sedang. (2) Memberikan gambaran bentuk dari gamelan rindik secara khusus dari segi bentuk instrument yaitu bentuk fisik dari gambelan rindik itu sendiri ataupun dari segi bentuk gending yang merupakan melodi yang membangun suara atau nada dalam pementasan rindik (3) Memberikan gambaran mengenai estetika atau keindahan dari gamelan rindik. Estetika dalam gamelan rindik meliputi wujud, bobot dan penampilan dari gamelan rindik. 6

(4) Memberikan gambaran mengenai fungsi dari gamelan rindik bagi masyarakat, baik dari segi fungsi sakral, fungsi sosial dan fungsi ekonomi. 1.5 Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup dalam penelitian ini bertujuan untuk mengemukakan mengenai hal-hal yang berhubungan dengan batasan penelitian, serta untuk menghindari perluasan penafsiran sehubungan obyek penyelidikan yang dilakukan. Adapun fokus daripada penelitian Gamelan rindik Di Desa Sedang Kecamatan Abian Semal Kabupaten Badung ini adalah : (1) Bentuk karawitan dari Gamelan Rindik yang ada di Desa Sedang, Kecamatan Abian Semal, Kabupaten Badung. (2) Nilai estetis dari Gamelan Rindik yang ada di Desa Sedang, Kecamatan Abian Semal, Kabupaten Badung. (3) Fungsi dari Gamelan Rindik yang ada di Desa Sedang, Kecamatan Abian Semal, Kabupaten Badung 7

BAB II KAJIAN SUMBER DAN LANDASAN TEORI 2.1 Kajian Sumber Kajian sumber merupakan telaah dari referensi-referensi yang mempunyai relevansi terkait dengan penelitian. Referensi yang ditelaah akan dijadikan acuan baik langsung maupun tidak langsung terkait dengan penelitian ini. Dalam kaitannya dengan kajian sumber, penulis berusaha mengumpulkan serta mempelajari berbagai hasil penelitian terdahulu yang relevan dan dapat memberi arahan pemecahan masalah terhadap penelitian yang akan dilakukan. Adapun beberapa buah sumber tertulis yang penulis gunakan sebagai acuan serta pedoman dalam penelitian antara lain: Buku Ajar Estetika Karawitan, oleh I Wayan Suweca, Fakultas Seni Pertunjukan Institut Seni Indonesia Denpasar 2009. Dalam buku ini disebutkan bahwa definisi estetika adalah: Ilmu pengetahuan tentang pengamatan suatu obyek yang bersifat indrawi, renungan mengenai filsafat seni, pengetahuan tentang keindahan, keindahan karya seni, sebuah nilai yang berkaitan dengan nilai keindahan dan karya seni, telaah tentang aktivitas penciptaan suatu karya seni sehubungan dengan makna karya seni dengan kehidupan, hal inilah yang akan dipakai pedoman untuk mengkaji estetika dalam Gambelan Rindik di Desa Sedang, Kecamatan Abian Semal, Kabupaten Badung. 8

Belajar Karawitan Dasar, oleh Yohanes Mardimin diterbitkan oleh Satya Wacana Semarang 1991. Dalam buku ini tersirat beberapa hal yang terkait dengan karawitan, seperti: Pengertian karawitan, sistem nada baik yang berlaras pelog maupun selendro, dan juga menjelaskan tentang irama. Hal-hal tersebut merupakan faktor-faktor yang dapat digunakan sebagai acuan untuk mengetahui nada-nada serta irama pada ensamble gambelan Rindik Di Desa Sedang Kecamatan Abian Semal Kabupaten Badung. Komposisi Karawitan IV, oleh I Ketut Garwa, yang diterbitkan oleh Fakultas Seni Pertunjukan Institut Seni Indonesia Denpasar 2009. Dalam buku ini membahas mengenai media ungkap yaitu tentang gamelan, karena sebelum munculnya istilah karawitan istilah gong dan gamelanlah yang dipakai. Gamelan sebenarnya memiliki arti sendiri yaitu perangkat instrumen untuk menyajikan karawitan. Karawitan, baik vokal maupun instrumental merupakan musik tradisi Indonesia yang berlaras pelog dan selendro. Yang dimaksud dengan laras adalah urutan nada nada di dalam satu oktaf dengan jarak nada nada atau jarak nada tertentu. Karawitan merupakan sebutan dari perangkat gamelan yang terbatas pada daerah Jawa dan Bali. Selain itu dalam buku ini juga dibahas mengenai bentuk gending yang juga akan dikaji dalam gending (musik) rindik yang memang media ungkapnya adalah gamelan. Pengantar Dasar Ilmu Estetika Jilid I Estetika Instrumental oleh Dr.A.A.M. Djelantik yang diterbitkan oleh Sekolah Tinggi Seni Indonesia (STSI) Denpasar 1990. Dalam buku tersebut dijelaskan bahwa estetika adalah ilmu yang mempelajari segala sesuatu yang berkaitan dengan keindahan, yang mempelajari 9

semua aspek dari apa yang kita sebut keindahan. (Djelantik, 1990 : 6).Selain membicarakan tentang estetika, buku ini juga menjelaskan tentang tiga aspek yang mendasar dalam kesenian yaitu : wujud, bobot dan penampilan. Di dalam wujud juga terdapat dua unsur utama yaitu bentuk dan susunan. Dalam bobot juga terdapat tiga aspek utama yaitu suasana, gagasan, dan pesan. Di dalam penampilan terdapat tiga unsur yakni bakat, ketrampilan, dan sarana. Sekelumit Cara Cara Pembuatan Gamelan Bali oleh I Nyoman Rembang, dkk diterbitkan oleh Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan Direktorat Jendral Kebudayaan Proyek Pengembangan Kesenian Bali Th. 1981/1985. Materi yang dilaporkan dalam buku ini yaitu tentang teknik pembuatan gamelan baik yang terbuat dari kerawang, besi, bambu dan kayu. Disini dijelaskan pembuatan rindik dilakukan dengan dua cara : Apabila lapis buku dari ruas bambu itu cembung ke bagian pucuk (ke atas), maka bagiannya yang ke atas dijadikan bilah dan yang kearah bawah menjadi bumbungannya (resonator) dan apabila kalau lapis buku penutup ruasnya cembung ke bagian bawah (kearah pangkal), maka bagian yang ke bawah dijadikan bilah, sedangkan yang ke atas menjadi bumbungannya. (Rembang, dkk 1981/1985 : 33). Jadi, arah bilah mengikuti arah cembungnya lapis penutup bukunya dari pada ruas bambu. Maksudnya, supaya ujung bawah bumbung itu dapat pas potongannya pada batas buku dan tidak menyentuh cembung lapis penutup buku dari pada ruas bambu. Pengetahuan Karawitan Bali. oleh Drs. I W.M. Aryasa, dkk diterbitkan oleh Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jendral Kebudayaan Proyek Pengembangan Kesenian Bali 1984, Di dalam buku ini membahas 10

beberapa pengetahuan karawitan Bali yaitu antara lain pengertian karawitan vokal, pengertian karawitan instrumental, alat alat karawitan instrumental, barungan gamelan/ensambel, fungsi dan bentuk karawitan instrumental, dan tata penyajian tetabuhan. Dalam penyajian fungsi dan bentuk karawitan instrumental ini dikatakan bahwa fungsi karawitan instrumental dapat diklarifikasikan menjadi tiga jenis yaitu : (1). Berfungsi sakral/suci. Alat gamelan yang masih disakralkan oleh masyarakat pemiliknya dihubungkan dengan acara acara upacara suci, antara lain adalah gamelan selonding yang ada di beberapa desa di kabupaten Karangasem : desa tenganan, desa asak dan desa bungaya. Gong beri juga masih disakralkan, seperti ada di desa Renon, kabupaten Badung. (2). Berfungsi ikut menunjang kekhidmatan suasana berupacara. Alat musik/instrumen tetap ada dipakai sebagai penunjang khusus kekhidmatan, keagungan, kemegahan dan kesucian suasana berupacara. Sebagian besar dari ke 28 jenis barungan gamelan tersebut di atas dipakai untuk hidangan musik dalam upacara. (3). Berfungsi sebagai hiburan. Musik hiburan ini berkaitan dengan tari tarian hiburan itu sendiri. Karena musik menghidupkan ekspresi tarian, maka musik iringannya ikut dinikmati penonton, akhirnya ikut menghibur dan kemudian musik musik yang selalu berkaitan dengan tarian hiburan menjadilah juga sebagai musik hiburan. Betuk daripada karawitan dapat dilihat dari dua unsur, yaitu bentuk fisik dan bentuk gending/komposisi. Dalam bentuk fisik dapat ditinjau adanya tiga kelengkapan yaitu : (1) Don gamelan atau bungan gamelan ialah alat alat gamelan yang umumnya berbentuk bilah dan pencon. (2) Trampan, tatakan atau pelawah gamelan yaitu tempat meletakkan don atau bungan gamelan. (3) Panggul 11

gamelan adalah alat alat untuk memukul gamelan. Sedangkan bentuk gending/komposisi dapat dibedakan menjadi dua motif tetabuhan. Kedua motif itu dikenal dengan istilah lelambatan dan gegancangan. Peralatan Hiburan dan Kesenian Tradisional Daerah Bali, oleh Ida Bagus Gede Yudha Triguna dkk yang diterbitkan oleh Departemen pendidikan dan kebudayaan, direktorat sejarah dan nilai tradisional, proyek inventaris dan dokumentasi kebudayaan daerah 1985/1986. Dalam buku ini menjelaskan tentang proses pembuatan gamelan rindik yaitu proses pengeringan dan penghalusan sama seperti pembuatan suling, sedangkan cara pembuatannya jelas berbeda. Bambu yang dipergunakan adalah tiing santong dan panjangnya satu ruas sampai tiga ruas, atau antara 45 cm sampai 95 cm dari nada tinggi sampai dengan nada terendah. Skripsi yang berjudul Gamelan Joged Bumbung Di Banjar Kaje Kauh Desa Tulikup, oleh I Wayan Muliada, 1985. Skripsi ini juga menjelaskan instrumen yang terbuat dari tiing dan sangat erat hubungannya dengan gamelan rindik, dimana dalam barungan gamelan joged bumbung yang menjadi ciri khasnya adalah instrumen rindiknya. Adapun fungsi instrumen rindik yang dipakai dalam barungan joged bumbung ini adalah berfungsi sebagai pembawa melodi pokok. Pada pementasannya rindik yang dipergunakan sebagai pengiring tarian joged bumbung mempunyai teknik pukulan sejenis gender wayang yang mempergunakan kedua tangan dengan memakai pukulan ngotek pada tangan kanan dan pukulan nyacah pada tangan kiri. 12

2.2 Landasan Teori Teori adalah seperangkat konsep definisi dan proposisi yang menyajikan gejala secara sistematis, merinci hubungan variable-variabel, dengan tujuan meramalkan dan menerangkan gejala tersebut. (Tim Penyusun Kamus Pusat Pembina dan Pengembangan Bahasa 1989 : 932) Teori dibutuhkan sebagai pegangan-pegangan pokok secara umum dan dibangun dengan data yang tersusun dalam satu sistem pemikiran yang sistematik. Dengan demikian dapat dipahami bahwa teori tidak dapat disamakan dengan pengertian semacam metafisik yang tidak praktis, justru segala tindakan praktis di dalam kehidupan didasarkan atas satu sudut pandangan dan teori tertentu. (Cholid Narbuko dan Abu Achmadi, 2009 : 28) Landasan teori dalam hal ini berfungsi untuk memberikan arahan yang lebih jelas tentang upaya menjawab masalah yang dikaji. Sebagai landasan teori dalam tulisan ini meliputi : 2.2.1 Bentuk Karawitan Bentuk adalah unsur-unsur dasar dari semua perwujudan dalam seni, baik itu seni karawitan, seni tari, seni pedalangan, seni rupa, dan sebagainya. Dalam bentuk karawitan ini dapat dilihat dari dua unsur, yaitu unsur bentuk fisik/ instrumentasi dan unsur komposisi/gending. 2.2.1.1 Bentuk instrumentasi Secara umum mengenai bentuk instrumen dalam gamelan bali meliputi satu barung gamelan dan satu tungguh gamelan. Yang dimaksud dengan satu barung gamelan itu adalah seluruh perangkat gamelan yang ada, misalkan barung 13

gamelan gong kebyar. Kalau yang dimaksud dengan satu tungguh gamelan bali adalah satu buah instrumen yang didalamnya ada bilah atau pencon dan pelawah gamelan. Barung gong kebyar itu meliputi : empat tungguh gangsa pemade, empat tungguh kantilan, dua tungguh giying (ugal), dua tungguh jegogan, dua tungguh jublag, dua tungguh penyahcah, satu tungguh reyong, satu tungguh terompong, dua buah kendang lanang wadon, satu pangkon ceng ceng rincik, dua buah gong besar lanang wadon, satu buah kemong/kempur (gong kecil), satu buah bende, satu buah kempli, dan satu buah kajar. Berbicara mengenai bentuk fisik karawitan instrumental dalam buku pengetahuan karawitan yang disusun oleh I WM. Aryasa mengatakan bahwa bentuk fisik karawitan dapat ditinjau adanya sumber kelengkapan yakni : (1) Don gamelan atau bungan gamelan adalah bagian gamelan yang mengeluarkan bunyi atau sebagai sumber bunyi. Ditinjau dari bahan sumber bunyi meliputi idiophone, aerophone, memberanophone, dan kordophone. Yang dimaksud dengan Idiophone adalah alat musik yang sumber bunyinya berupa kayu, besi, perunggu, dan bambu. Sumber bunyinya berasal dari alat musik itu sendiri dan cara memainkannya dengan dipukul menggunakan alat bantu. Aerophone adalah alat musik yang sumber bunyinya dari udara yang masuk melalui pipa melalui alat musik itu sendiri. Membranophone adalah musik yang sumber bunyinya dari selaput kulit atau plastik. Dan Kordofoone adalah alat musik yang sumber bunyinya dari tali senar, kawat. Dilihat dari bahan don/bungan gamelan dapat berupa bahan bambu, kerawang, kayu dan lain-lain. Jenis 14

gamelan yang terbuat dari kerawang adalah gamelan gong gede, gamelan gong kebyar, gamelan angklung, gamelan semar pagulingan, dan lain lain. Jenis gamelan yang terbuat dari kayu sangat sulit untuk ditemukan. Jenis gamelan yang terbuat dari bambu adalah gamelan jegog, angklung kocok, instrument suling, juga rindik. Don gamelan dengan bahan kayu sudah sulit lagi ditemukan. Ditinjau dari segi bentuk sumber bunyi maka pada umumnya berbentuk bilah dan pencon. Cara memasang don/bungan gamelan yang berbilah maupun berpencon biasanya dengan cara menggantungkan memakai tali (jangat) dan ada juga yang dipasak dengan paku atau ada yang diletakkan di atas dua utas tali yang dibentangkan. Sistem pembuatan lobang pada don atau bungan gamelan, ada yang dilobangi pada bagian badan (pada beberapa alat bilah). Ada yang dilobangi pada bagian kaki (pada alat instrument gong, kempul, bende, reyong, trompong, kempli, klenang). Sedangkan ceng-ceng dilobangi pada bagian ujung pencon. Untuk memperkeras bunyi, sumber bunyi dilengkapi dengan resonator. Misalnya pada gong gede, gong kebyar, gender wayang dan lain-lain, yang resonatornya terpisah dengan bilah. Ada pula yang resonatornya menyatu dengan bilah, seperti pada gamelan jegog, angklung kocok, juga rindik. (2) Trampan gamelan, tatakan gamelan atau pelawah gamelan ialah tempat meletakkan don atau bungan gamelan agar sumber suara dapat bergetar secara alami sehingga memberikan bunyi yang alami. Trampan bisa terbuat dari kayu atau bambu yang biasanya diberi hiasan ukiran supaya 15

kelihatan lebih indah. Bentuk tatakan dapat berupa balok seperti pada gamelan salunding, berupa selinder seprti pada kempluk/ kajar, berupa prisma seperti pada tatakan reyong, berupa balok pada gender wayang dan berupa trapesium pada tatakan rindik. (3) Panggul gamelan adalah alat untuk memukul gamelan. Bagian dari panggul adalah kepala, dan tangkai (katik). Bagian kepala panggul, yaitu bagian yang langsung dipukulkan pada instrumen gamelan. Bagian kepala ada yang berbentuk lonjong, juga bulat. Bagian kepala ada yang terbuat dari kayu, karet, kain, sesuai dengan suara yang diinginkan dari gamelan tersebut. Bagian tangkai digunakan untuk memegang panggul. Menurut sifatnya, ada yang keras dan ada yang lentur. Kalau yang sifatnya keras dipakai pada gamelan yang membutuhkan tutupan yang segera (kerep, padat dan mati) setelah dipukul. Kalau yang lentur atau kenyal, dipakai pada alat-alat gamelan yang tidak membutuhkan tutupan yang segera. Menurut bahannya, terbuat dari kayu dan umumnya terbuat dari kayu kemoning yang baik untuk panggul gangsa, supaya suara gamelan indah/lembut. Kalau bambu, paku, benang, kain, kapuk, jangat, dan karet hanya untuk kelengkapan panggul saja. 2.2.1.2 Bentuk komposisi gending Dalam bentuk komposisi/gending ada 2 (dua) motif tetabuhan yang masing masing dapat dilihat ciri cirinya sebagai memiliki ke-khasannya yang khusus, namun tetap kedua motif itu sama-sama berciri umum. Kedua motif itu dikenal dengan istilah lelambatan dan gegancangan. (Aryasa, 1984/1985 : 64) 16

1. Motif lelambatan : ukuran lagu/gendingnya panjang, suasana lagu umumnya tenang, sistem permainan didominir oleh sistem kekenyongan, sifat gendingnya metris, suasana khidmat agung suci dan ikatan komposisi dalam pola yang ketat. 2. Motif gegancangan : ukuran lagu/gendingnya umumnya pendek, suasanya lagu umumnya gelisah, sistem permainan didominir oleh sistem ubitubitan dan bentuk-bentuk angsel, sifat gendingnya umumnya ritmis, suasana sibuk cermat semangat, dan ikatan pola komposisinya kurang ketat. 2.2.1.2.1 Bentuk nada Nada adalah tinggi rendahnya bunyi yang diukur dengan frekuensi yaitu jumlah getaran per satuan waktu. Nada sebagai suatu bunyi yang teratur, yang ditangkap oleh teling yang bersala dari suatu sumber bunyi, dalam hal ini sumber bunyi yang dimaksud ialah : alat-alat gambelan dan juga vokal. 2.2.1.2.2 Bentuk laras Laras adalah suatu tangga nada atau susunan nada di dalam suatu gembyangan, oktaf ataupun angkep yang telah di tentukan jumlah serta tinggi rendahnya. Karawitan bali memiliki 2 (dua) macam laras yakni : laras selendro dan laras pelog. (Dibia, 1977/1978 : 4). Pada umumnya masing-masing laras ini dipergunakan secara terpisah dan menyendiri sesuai dengan bentuk-bentuk yang telah ada. 1. Laras selendro 17

Laras selendro adalah susunan nada-nada di dalam satu gembyangan atau oktaf/ bersruti 5 (lima) sama rata atau paling tidak dapat dikatakan sama. Susunan nada-nada dapat dimulai dari nada mana saja, ndang, nding, ndung dan lain sebagainya. Umpama nada pertama adalah nding, maka susunan nadanya menjadi : nding, ndong, ndeng, ndung, ndang, nding. Di dalam kenyataannya sungguhpun laras selendro ini mempunyai 5 (lima) nada pokok, namun beberapa instrument atau bagian karawitan Bali lainnya yang hanya mempergunakan 4 buah nada yakni : ndeng, ndung, ndang, nding. Selendro yang memakai empat nada ini disebut selendro cumbang kirang sedangkan selendro yang memakai lima nada dinamakan selendro panca nada (selendro lima). Yang menggunakan laras selendro biasanya pada gending-gending gamelan semar pagulingan, gender wayang, juga rindik. 2. Laras pelog Laras pelog adalah susunan nada-nada dalam satu gemyangan, angkep atau oktaf yang bersruti 5 (lima) tidak sama, terdiri dari panjang dan pendek. Dalam pemakaiannya, selain yang memang tetap memakai lima nada pokok, pada variasinya yang lain, karawitan Bali ada juga yang menampilkan laras pelog tujuh nada. Pelog tujuh nada ini dinamakan pelog saih pitu sedangkan yang memakai lima nada disebut pelog panca nada atau pelog lima. Mengenai nada awalnya dapat dimulai dari mana saja sesuai dengan patet-patet yang ada dalam karawitan bali, kususnya dalam laras pelog yang terdiri dari patet : baro, selisir, sundaren, tembung 18

dan pangenter. Pada laras selendro juga terdapat patet yakni : patet sekar kemoning dan pudak sategal. Yang biasanya menggunakan laras pelog adalah gending-gending gamelan gong gede, gong kebyar, gamelan balaganjur 2.2.1.2.3 Bentuk melodi Melodi adalah susunan nada yang diatur tinggi rendahnya, pola, dan tangga nada sehingga menjadi kalimat lagu. Melodi merupakan elemen musik yang terdiri dari pergantian berbagai suara yang menjadi satu kesatuan, di antaranya adalah satu kesatuan suara dengan penekanan yang berbeda, intonasi dan durasi yang hal ini akan menciptakan sebuah musik yang enak didengar. 2.2.1.2.4 Bentuk irama Irama adalah perulangan bunyi-bunyian menurut pola tertentu dalam sebuah lagu. Perulangan bunyi-bunyian ini juga menimbulkan keindahan dan membuat sebuah lagu menjadi enak didengar. Irama juga dapat disebut sebagai gerakan berturut secara teratur.irama keluar dari perasaan seseorang sehubungan dengan apa yang dia rasakan. 2.2.1.2.5 Teknik permainan Teknik permainan merupakan apratus utama dalam gamelan Bali dan teknik teknik itu menjadi indikator pokok dalam mempelajari gaya (style) gamelan itu sendiri. (Mustika dkk, 1996 : 3). Melalui teknik permainan dan menyajikan jenis jenis pukulan atau disebut juga dengan istilah gegedig/gegebug. Tentunya di dalam gamelan Bali memiliki teknik permainan yang berbeda beda. 19

Teknik tersebut yang menyebabkan setiap kelompok instrumen memiliki bunyi dan warna suara yang berlainan. Ada yang disebut dengan polos dan nyangsih. 2.2.2 Estetika Karawitan Dalam buku Pengantar Dasar Ilmu Estetika Jilid I : Estetika Instrumental yang disusun oleh A.A.M. Djelantik tahun 1990, menjelaskan bahwa estetika adalah ilmu yang mempelajari segala sesuatu yang berkaitan dengan keindahan, yang mempelajari semua aspek dari apa yang kita sebut keindahan. Dalam teori ini dikatakan bahwa semua benda atau peristiwa kesenian mengandung tiga aspek yang mendasar yakni : wujud, bobot, dan penampilan. 2.2.2.1 Wujud Wujud dimaksudkan kenyataan yang nampak secara kongkrit di depan kita (dapat dipersepsi mata atau telinga) dan juga kenyataan yang tidak nampak secara kongkrit, tetapi secara abstrak wujud itu dapat dibayangkan, seperti sesuatu yang diceritakan atau yang kita baca dalam buku. Kalau dalam karya seni karawitan berwujud lelambatan, kebyar, pelegongan, tabuh telu, dandang gendis dan sebagainya. Wujud mempunyai dua unsur utama yaitu bentuk dan susunan. (1) Bentuk adalah kumpulan beberapa titik yang ditempatkan di area tertentu sehingga akan mempunyai arti. Dalam seni musik atau karawitan bentuk bentuk dasar yang berbeda beda. Kita akan menjumpai not, nada, kempul, ketukan dan sebagainya. 20

(2) Susunan adalah mengacu pada bagaimana unsur unsur dasar masing masing kesenian tersusun sehingga berwujud. Dalam seni musik not not sendirian belum berarti. Setelah not not yang beraneka suara disusun dengan menggunakan irama dan nada kemudian dinyanyikan dengan kekuatan suara tertentu dan berganti ganti maka tersusunlah lagu yang berarti bagi pendengar. 2.2.2.2 Bobot Bobot dari suatu karya seni kita maksudkan isi atau makna dari apa yang disajikan pada sang pengamat. Dalam seni musik dan karawitan tidak ada gambar atau kata-kata yang memberi penjelasan tentang isi karya seninya, namun tidak dapat dikatakan bahwa kesenian itu tidak berisi apa-apa. Dalam hal ini, isinya tidak menyangkut pengertian tetapi perasaan. Nada-nada, lagu, irama, dan caracara bermain yang khas dapat menciptakan rasa sedih, gembira, jengkel, marah, kecewa, bersemangat, ragu-ragu, takut atau rasa terancam bahaya. Namun ada pula seni musik atau karawitan dimana pencipta bermaksud menyampaikan suatu pengertian kepada pendengar, tetapi memerlukan penjelasan dengan kata-kata sebelumnya. Secara umum bobot kesenian dapat diamati setidak-tidaknya pada tiga hal yakni : (1) Suasana adalah merupakan bobot tunggal atau bobot pendukung daripada terciptanya seni musik karawitan karena suasana merupakan pendukung paling jelas untuk menentukan adegan-adegan dalam film, drama, sendratari, seni tari, dan drama gong. 21

(2) Gagasan adalah suatu pemikiran, konsep atau pandangan yang bisa dihayati dari lakon, cerita, atau juga dari suatu lukisan. Dalam hal ini gagasan dari seni karawitan lebih susah dihayati karena lebih terkandung dalam perasaan. (3) Ibarat atau pesan adalah adalah anjuran sesuatu kepada sang pengamat atau lebih sering kepada khalayak ramai. 2.2.2.3 Penampilan Penampilan adalah cara penyajian, bagaimana kesenian itu disuguhkan kepada yang menyaksikannya, penonton, para pengamat, pembaca, pendengar, khalayak ramai pada umumnya. Tiga unsur yang berperan dalam penampilan adalah : (1) Bakat adalah potensi kemampuan khas yang dimiliki oleh seseorang yang didapatkan berkat keturunannya. (2) Keterampilan adalah kemahiran dalam pelaksanaan sesuatu yang dicapai dengan latihan. (3) Sarana adalah faktor-faktor penunjang yang sangat mempengaruhi kesenian yang ditampilkan, baik itu busana, make up, cahaya, pengeras suara, termasuk tata panggung tempat dimana akan dipentaskannya pagelaran bai berupa seni gerak ataupun seni suara. Sarana merupakan faktor eksternal yang juga berperan penting dalam suatu pementasan. 22

2.2.3 Fungsi Karawitan jenis yaitu : Fungsi dari karawitan instrumental dapat diklarifikasikan menjadi 3 tiga 2.2.3.1 Fungsi Ritual Keagamaan Dalam buku Filsafat Seni Sakral Dalam Kebudayaan Bali yang disusun oleh Yudabakti dan Watra (2007) mengatakan bahwa seni yang berfungsi sakral adalah sebuah kesenian yang lahirnya dari perjuangan rasa bakti manusia untuk dipersembahkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa. Fungsi ini dapat dibagi menjadi tiga jenis yaitu : (1) Wali : yaitu seni yang dipertunjukkan di pura-pura dan di tempattempat yang ada hubungannya dengan acara atau upacara agama. (2) Bebali : yaitu seni yang berfungsi sebagai pengiring upacara dan upakara yang bertempat di pura-pura dan di luar pura, serta pada umumnya kesenian ini mempergunakan lakon. Lakon adalah tokoh atau penokohan yang diambil dalam suatu pementasan kesenian. (3) Balih-balihan : yaitu segala seni yang mempunyai unsur dan dasar dari seni tari yang luhur. Dalam hal ini tidak tergolong dalam seni wali dan bebali. Seni ini dipentaskan untuk sarana pelestari budaya, pementasan ini biasanya dipakai sebagai sarana hiburan untuk masyarakat. 23

2.2.3.2 Berfungsi Sosial Fungsi sosial merupakan suatu fungsi seni yang bermanfaat sebagai pemenuhan kebutuhan sosial suatu individu, orang perorang maupun sebagai keluarga, kolektif, masyarakat, organisasi dsb. Pelaksanaan fungsi sosial dapat dievaluasi/dinilai apakah memenuhi kebutuhan dan membantu mencapai kesejahteraan bagi masyarakat, apakah normal dapat diterima masyarakat sesuai dengan norma sosial. (Herman Zulkarnaen, 2011). Untuk dapat berfungsi sosial secara baik ada tiga faktor penting yang saling berkaitan untuk dilaksanakan yaitu: (1) Faktor status sosial yaitu kedudukan seseorang dalam suatu kehidupan bersama, dalam keluarga, kelompok, organisasi atau masyarakat yaitu seseorang yang diberi kedudukan agar melakukan tugas-tugas yang pokok sebagai suatu tanggung jawab atas kewajibannya (kompetensi). Misalnya seorang berstatus sebagai : Ketua, Ayah, Mahasiswa, Pegawai, dsb. (2) Faktor role sosial yaitu peranan sosial, berupa kegiatan tertentu yang dianggap penting dan diharapkan harus dikerjakan sebagai kosekwensi dari status sosialnya dalam kehidupan bersama ( keluaraga, kelompok, masyarakat ). Misalnya ayah harus berperan sebagai pencari nafkah bagi keluarga, Ibu berperan sebagai pengurus rumah tangga dan mengasuh anak, anak berperan sebagai pembantu mengurus adik-adiknya yang kesekolah, dsb. Penampilan peranan sosial secara efektif menyangkut penyediaan sumber dan pelakasanan tugas sehingga individu atau kelompok, seperti keluarga, mampu 24

mempertahankan diri, tumbuh dan berkembang, menyenangi dan menikmati kehidupan. Penampilan peran ini dinilai baik oleh orang yang bersangkutan maupun dinilai normal oleh masyarakat dilingkungannya. (3) Faktor norma sosial yaitu hukum, peraturan, nilai-nilai masyarakat, adat istiadat, dan agama yang menjadi patokan apakah status sosial sudah diperankan atau dilaksanakan sebagaiman mestinya dengan normal, wajar, dapat diterima oleh masyarakat, bermanfaat bagi orang-orang dalam kehidupan bermasyarakat. 2.2.3.3 Fungsi Ekonomi Adapun pengertian dari pada fungsi ekonomi tersebut yaitu fungsi ekonomi mempunyai tugas menjalin hubungan dengan berbagai pihak dalam bidang perekonomian, perdagangan, investasi, pariwisata, dan tenaga profesional. (vhinta, 2011). 25

BAB III METODE PENELITIAN Metode penelitian adalah suatu cabang ilmu pengetahuan yang membicarakan/mempersoalkan mengenai cara-cara melaksanakan penelitian (yaitu meliputi kegiatan-kegiatan mencari, mencatat, merumuskan, menganalisis sampai menyusun laporannya) berdasarkan fakta-fakta atau gejala-gejala secara ilmiah. (Cholid Narbuko dan Abu Achmadi, 2009 : 2) Metode yang akan dipergunakan dalam penelitian Gambelan Rindik di Desa Sedang Kecamatan Abian Semal Kabupaten Badung ini adalah metode penelitian kualitatif. Metode penelitian kualitatif adalah suatu pendekatan yang juga disebut pendekatan investigasi karena biasanya peneliti mengumpulkan data dengan cara bertatap muka langsung dan berinteraksi dengan orang-orang di tempat penelitian. (McMillan & Schumacher, 2003). dalam (http://www.diaryapipah.com/2012/05/pengertian-penelitian-kualitatif.html) 3.1 Rancangan Penelitian Rancangan atau desain penelitian dalam arti sempit dimaknai sebagai suatu proses pengumpulan dan analisis data penelitian. Dalam arti luas rancangan penelitian meliputi proses perencanaan dan pelaksanaan penelitian. Pada dasarnya rancangan penelitian merupakan yang menjelaskan setiap prosedur penelitian mulai dari awal hingga tercapainya kesimpulan dalam penelitian. Rancangan 27

penelitian dibuat dengan tujuan agar pelaksanaan penelitian dapat dijalankan dengan baik, benar dan lancar. Ada beberapa komponen umum yang terdapat dalam rancangan penelitian Gambelan Rindik ini yaitu : jenis dan sumber data, instrumen penelitian, teknik pengumpulan data, analisis data dan penyajian hasil analisis data. 3.2 Lokasi Penelitian Secara umum lokasi dapat diartikan sebagai tempat, namun tempat dalam hal ini adalah untuk melakukan penelitian yang berkaitan dengan proses pengumpulan data yang diperlukan. Lokasi dalam penelitian ini adalah di Desa Sedang Kecamatan Abian Semal Kabupaten Badung. 3.3 Jenis dan Sumber Data Jenis dan sumber data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer yaitu data yang diperoleh langsung dari lapangan. Data Sekunder yaitu data-data yang diperoleh dari informan yang berkompeten dalam bidangnya. Kedua jenis data ini sangat diperlukan dalam proses analisis data selanjutnya. 3.3.1 Data Primer Data primer (first hand data) adalah data yang kita peroleh dari sumber yang pertama. Jadi kita peroleh secara langsung. Misalnya : diperoleh melalui interview pada subjek penelitian. 28

3.3.2 Data Sekunder Data sekunder (scond hand data) adalah data yang kita peroleh dari sumber yang kedua. Jadi kita peroleh secara tidak langsung. Misalnya : diperoleh melalui literatur literatur ataupun dokumen-dokumen seperti : catatan sensus, lembaran negara, buku laporan pendidikan, foto-foto, rekaman dan sebagainya. 3.4 Instrumen Penelitian Secara fungsional kegunaan instrumen penelitian adalah untuk memperoleh data yang diperlukan ketika peneliti sudah menginjak pada langkah pengumpulan informasi di lapangan. (Sukardi, 2012 : 75) Sebagai instrumen penelitian adalah daftar pertanyaan yang disusun sesuai dengan objek yang diteliti (instrumen pertanyaan terlampir). Dalam instrumen penelitian juga digunakan alat bantu yang dipilih dan digunakan untuk kegiatan mengumpulkan data. Alat bantu pengumpulan data tersebut adalah: 1. Alat perekam suara berupa hand phone dengan merk Nokia 5800. Sebagai pembanding hasil suara, penulis juga merekam mempergunakan sebuah hand phone Black Berry, sehingga wawancara yang direkam kualitasnya bagus hal ini bertujuan untuk mempermudah mengananalisis data. 2. Alat tangkap gambar maupun video berupa camera digital merk Cannon IXUS 105 alat ini kualitas gambarnya cukup bagus, simple dan mudah di bawa kemana mana. 3.5 Metode Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data merupakan teknik yang khusus dipergunakan sebagai alat mencari data dalam suatu penelitian. Data dalam hal ini adalah bahan 29

mentah yang tidak mempunyai arti apa-apa apabila data tersebut tidak segera diolah. Jenis data tersebut berupa data primer (data yang diperoleh dari sumber yang pertama secara langsung) dan data sekunder (data yang diperoleh dari sumber yang kedua secara tidak langsung). Dalam penelitian ini teknik yang dipergunakan untuk mengumpulkan atau mencari data adalah: 3.5.1 Teknik Observasi Teknik Observasi yaitu pengamatan dan pencatatan secara sistematik terhadap gejala yang tampak pada objek penelitian. Teknik pelaksanaan observasi ini dapat dilakukan secara langsung yaitu pengamat berada langsung bersama objek yang di diteliti dan tidak langsung yakni pengamatan yang dilakukan tidak pada saat berlangsungnya suatu peristiwa yang diselidiki. Observasi juga disebutkan sebagai alat pelengkap instrumen lain, termasuk kuesioner dan wawancara. Observasi akan lebih efektif jika informasi yang hendak diambil berupa kondisi atau fakta alami, tingkah laku dan hasil kerja responden dalam situasi alami. (Sukardi, 2012 : 78) Oleh karena itu, penelitian langsung dilakukan di Desa Sedang Kecamatan Abian Semal Kabupaten Badung. Ada beberapa ciri yang harus dipenuhi observasi sebagai metode ilmiah, yakni ; a) Digunakan untuk penelitian yang telah direncanakan secara sistematik, b) Harus berkaitan dengan tujuan penelitian yang telah direncanakan, c) Harus dicatat secara sistematis dan d) Observasi dapat di cek dan dikontrol atas validitas dan realibilitasnya. 30

3.5.2 Teknik Wawancara Wawancara atau (interview) adalah suatu bentuk komunikasi verbal jadi semacam percakapan yang bertujuan memperoleh informasi. Dalam wawancara pertanyaan dan jawaban diberikan secara verbal yang biasanya dilakukan dalam keadaan saling berhadapan, namun komunikasi-komunikasi dapat juga dilaksanakan melalui telepon. Interview dilakukan antara dua orang atau lebih. Wawancara diharapkan untuk mampu memperoleh gambaran yang lebih obyektif tentang masalah yang diselidiki. (Nasution, 2011 : 113). Berdasarkan strukturnya, wawancara dibedakan menjadi wawancara terstruktur dan tidak terstruktur. Pada wawancara terstruktur, hal-hal yang akan ditanyakan telah terstruktur atau telah ditetapkan sebelumnya secara rinci. Pada wawancara tak terstruktur yaitu hal-hal yang akan ditanyakan belum ditetapkan secara rinci. Rincian dari topik pertanyaan pada wawancara yang tak terstruktur disesuaikan dengan pelaksanaan wawancara di lapangan. Dalam penelitian ini jenis wawancara yang digunakan adalah wawancara terstruktur. Informan yang diwawancarai dalam hal ini adalah orang-orang yang memiliki pengetahuan komprehenship tentang Rindik. Para informan tersebut tentunya memiliki pengetahuan yang luas tentang obyek penelitian ini, yang meliputi budayawan, seniman, kritikus dan juga informan pendukung yaitu mereka yang dapat menyumbangkan ide serta informasi tentang penelitian ini. 3.5.3 Teknik Dokumentasi Teknik dokumentasi menjadi suatu keharusan yang harus dilakukan dengan tujuan untuk dapat mengingatkan dan lebih mempertajam kajian-kajian 31

yang diinginkan, disamping itu untuk menghindari ketidak jelasan data yang diperoleh dari pengamatan langsung. Apalagi mengamati sebuah seni pertunjukan, data rekaman merupakan hal yang sangat penting, terutama rekaman gerak dan suara (gending) yang tersaji dalam durasi yang terbatas. Sehingga data yang terekam baik berupa gambar (foto-foto) di lapangan beserta rekaman hasil dokumentasi yang telah dilaksanakan dapat dipelajari kemudian diolah sesuai dengan kepentingan dari penelitian ini. 3.5.4 Metode Pengumpulan Dokumen Metode Pengumpulan dokumen merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari penelitian ilmiah, karena melalui metode pengumpulan dokumen ini dapat dipetik berbagai konsep, ide, gagasan atau teori yang relevan dengan proses penelitian seperti dalam mengumpulkan data, mengolah maupun penyajian hasil analisis data nantinya. Buku-buku yang telah diterbitkan, hasil penelitianpenelitian terdahulu, majalah atau jurnal merupakan sumber-sumber yang dapat dipergunakan sebagai acuan dalam penelitian yang dilakukan. Dokumen dalam hal ini mengacu pada buku-buku tentang seni pertunjukan pada umumnya dan rindik pada khususnya, hasil-hasil penelitian terdahulu tentang seni karawitan, majalah atau jurnal serta catatan-catatan yang berkaitan dengan penelitian. 3.6 Analisis Data Analisis data adalah pengambilan keputusan untuk menerima atau tidak suatu hipotesis dari penelitian tersebut. Di dalam hal ini penulis akan memilih 32

analisis deskriptif karena dirasa tepat untuk penelitian kualitatif yang dilakukan. Yang dimaksud analisis deskriptif adalah suatu cara pengolahan data yang dilakukan dengan jalan menyusun secara sistematis data yang ada sehingga diperoleh suatu kesimpulan umum. Penelitian Deskriptif merupakan metode penelitian yang berusaha menggambarkan dan menginterpretasi sesuai dengan apa adanya. (Sukardi, 2012 : 157). Disamping itu, penelitian deskriptif juga merupakan penelitian, dimana pengumpulan data untuk mengetes pertanyaan penelitian atau hipotesis yang berkaitan dengan keadaan dan kejadian sekarang. Penelitian deskriptif pada umumnya dilakukan dengan tujuan utama, yaitu menggambarkan secara sistematis fakta dan karakteristik subjek atau objek yang diteliti secara tepat. Ada dua alasan kenapa penelitian deskriptif banyak dilakukan oleh para peneliti akhir-akhir ini. Pertama, dari pengamatan empiris didapat bahwa sebagian besar laporan penelitian dilakukan dalam bentuk deskriptif. Kedua, metode deskriptif sangat berguna untuk mendapatkan variasi permasalahan yang berkaitan dengan bidang pendidikan maupun tingkah laku manusia. 33

BAB IV PEMBAHASAN 4.1 Bentuk Rindik Di Desa Sedang Karawitan adalah seni mengolah bunyi benda atau alat bunyi-bunyian (instrumen) tradisional. Pengertian bentuk mengacu pada kenyataan yang tampak secara kongkrit berarti dapat diapresiasi dengan mata atau telinga. Rindik merupakan salah satu instrumen karawitan yang terbuat dari bambu. Bentuk dari instrumen gamelan rindik dapat dilihat dari dua unsur, yaitu yang pertama adalah unsur bentuk fisik instrumen dan yang kedua adalah bentuk komposisi atau bentuk gending. 4.1.1 Bentuk Instrumentasi Rindik Rindik merupakan salah satu dari perangkat gamelan Bali yang terbuat dari bambu. Gamelan rindik mempunyai bentuk yang sangat berbeda dan khusus jika dibandingkan dengan gamelan lain yang terbuat dari bambu. Dari segi pembuatan, gamelan Rindik di Desa Sedang menggunakan bambu khusus yang disebut tiing santong. Jenis bambu ini dipilih karena memiliki kualitas yang baik. Dari segi kekuatan bambu ini memiliki daya tahan yang kuat terhadap serangga. Dari segi kualitas bunyi jenis bambu ini menghasilkan warna suara yang baik. Hal inilah yang menyebabkan tiing sentong ini dipilih sebagai bahan rindik di desa Sedang. Seperti alat-alat gamelan bambu lainnya, rindik di desa Sedang terbuat dari bambu khusus 34

dan cara pembuatan yang khusus pula. Panjang bambu yang akan dipergunakan untuk membuat rindik di Desa Sedang ini yaitu satu ruas sampai tiga ruas, dengan panjang 45cm untuk nada tertinggi sampai 95cm untuk nada yang terendah. Menurut I Ketut Suparta jenis bambu yang digunakan untuk membuat rindik adalah jenis tiing santong. Bambu ini biasa ditemukan di daerah Ubud. Menurut beliau bambu yang biasanya dibeli dari penjual bambu yang berada di Ubud adalah bambu yang masih berbentuk batangan utuh, bukan yang sudah dipotong. Hal ini dikarenakan beliau ingin sendiri memotong bambu dengan ukuran sendiri yang telah biasa dilakukan. Langkah pertama yang dilakukan dalam pembuatan rindik adalah memotong batang-batang bambu menjadi bagian-bagian bilah rindik. Bagian luar bambu dibersihkan dengan menggunakan serabut kelapa. Serabut kelapa pada bagian dalam digosokkan kebagian luar bambu. Hal ini dimaksudkan agar bagian luar bambu terlihat halus dan bersih. Biasanya pada bagian luar bambu terdapat kotoran-kotoran yang menempel yaitu lumut atau bekas-bekas tanah. Penampilan fisik ini juga akan menambah daya tarik dari gamelan rindik selain dari segi suara yang dihasilkan. Ukuran yang dijadikan patokan adalah rindik yang sudah ada. Rindik yang sudah ada ini merupakan patokan dalam membuat rindik. Menurut I Ketut Suparna ukuran bilah-bilah rindik ini merupakan patokan yang memang sudah diwariskan secara turun-temurun. 35

Sebatang bambu yang akan dijadikan bahan pembuatan rindik sangat diperhatikan dengan teliti, seperti bagian pangkal, ujungnya, serta ruas-ruasnya. Batangan bambu sebagai bilahan instrumen atau bumbung juga mempunyai bagian pangkal dan ujung, yang tidak secara otomatis mengikuti pangkal dan ujung bahan bambu yang panjang. Bila pada ruas-ruas cembungnya ke arah ujung maka bagian yang keatas dijadikan bilahan bumbung, dan bagian yang keaarah bawah dijadikan bumbung (resonator). Demikian pula sebaliknya, kalau lapis buku penutup ruasnya cembung kebagian bawah (ke arah pangkal), maka bagian yang ke bawah dijadikan bilah. Sedangkan ke atas menjadi bumbungnya. Jadi arah bilah mengikuti arah cembungnya lapis penutup, bukannnya mengikuti ujung pangkal bambu. Maksudnya, supaya ujung bawah bumbung itu dapat pas potongannya pada batas buku (batas ruas) dan tidak menyentuh cembung lapis penutup buku (batas ruas) daripada ruas bambu. Teknik ini juga digunakan oleh pengrajin rindik di Desa Sedang. Penggunaan cara ini dianggap memiliki dua keuntungan diantaranya: 1). Dari segi suara ukuran bumbung bilah yang lebih besar akan mampu menghasilkan gema yang lebih indah, sehingga hal ini akan mempengaruhi suara yang dihasilkan oleh satu tungguh rindik. 2). Selain dari segi bunyi, jika kita lihat dari segi penampilan, penyajian atau rangkaian rindik yang seperti ini terlihat lebih indah karena don bilah yang tersusun terlihat sejajar dan ukurannya terlihat seimbang. Hal ini tentu akan menambah daya tarik estetika gamelan rindik yang disajikan. Untuk mulai membuat satu rangkaian rindih sebaiknya diketahui dulu panjang pendek rindik yang akan dibuat. Penentuan 36

bilah pertama sebagai nada pertama juga menjadi kunci utama dalam penyusunan satu rangkaian bilah-bilah bambu yang akan dijadikan instrumen rindik. Pada saat memotong bambu ada hal yang perlu diperhatikan. Potongan bambu yang akan dijadikan bumbung pada bilah rindik hendaknya dipotong pada bagian bawah buku(batas ruas). Hal ini dimaksudkan agar bagian bumbung tertutup oleh buku (batas ruas). Bagian buku ini juga hendak diperhatikan dengan teliti karena ini akan dapat mempengaruhi suara yang dihasilkan oleh bilah rindik. Bagian buku (batas ruas) yang dijadikan sebagai penutup bilah haruslah baik. Baik dalam artian tidak terdapat lubang pada bagain buku(batas ruas), baik di bagian dalam ataupun di bagian luar. Jika pada bagian buku tesebut terdapat lubang maka suara yang dihasilkan oleh bilah rindik akan sumbang (nada tidak tepat). Gambar 1 Bambu yang sudah dipotong untuk bahan rindik (Koleksi : I Made Sudiatmika) 37

Bambu yang sudah dipotong sesuai dengan ukuran yaitu nada paling tinggi berukuran 45 cm, kemudian nada berikutnya ditambah 5 cm begitu seterusnya sampai nada terendah berukuran 95 cm. Bilah rindik pertama yang merupakan nada tinggi dapat dibuat dengan menggunakan satu ruas bambu, hal ini dikarenakan untuk bilah pertama memiliki ukuran yang paling pendek. Sedangkan untuk nada rendah menggunakan dua sampai tiga ruas bambu, ini dikarenakan ukurannya yang lebih panjang. Batang bambu ini kemudian disusun berdasarkan dua hal yaitu: (1). Dari nada tinggi ke nada rendah, dan (2). Ukuran bilah bambu dari yang pendek sampai yang panjang, hal ini agar memudahkan pengrajin merangkai instrumen rindik yang akan dibuat. Hal ini dikarenakan agar ketika membentuk batang mambu yang sudah dipotong menjadi bilah-bilah rindik tidak tertukar karena jika hal tersebut terjadi maka satu rangkaian bambu yang sudah dipotong tidak akan berguna atau tidak dipakai. Ini akan menyebabkan kerugian bagi sang pengerajin karena bahan yang dimiliki terbuang sia-sia. Teknik ini umum dilakukan oleh pengrajin di Desa Sedang, menurut mereka hal ini akan mempermudah mereka ketika akan mulai membentuk batang bambu menjadi bilah rindik. 38

Gambar 2 Susunan bambu dari nada rendah ke nada tinggi (Koleksi : I Made Sudiatmika) Gamelan Rindik berbentuk menyerupai sebuah tabung yang terdiri atas beberapa bilah. Pada bagian bawah bilahnya berbentuk tabung dan bagian atas bilah berbentuk agak melengkung yang biasa disebut metundun klipes. Banyaknya bilah pada satu rangkaian gamelan rindik di desa Sedang bermacam-macam. Ada yang menggunakan sebelas bilah ada juga yang memakai tiga belas bilah. Bilah-bilah yang berbentuk tabung ini kemudian digantung sedemikaian rupa pada pelawahnya sendiri. Penyangga atau Pelawah gamelannya dibuat dari kayu atau bambu berkaki empat seperti kaki meja. Karena bilahannya yang terpasang dari kiri ke kanan hal ini 39

menyebabkan nadanya berubah, semakin lama semakin pendek sesuai dengan tinggi rendah nadanya, maka baik penampang bawah maupun atas yang kita andaikan ada, yang dibuat oleh kaki-kaki pelawah tersebut berupa trapesium. Begitu pula badannya akan berbentuk trapesium juga. Satu tungguh gamelan dipukul oleh satu orang sambil duduk bersila dengan memakai panggul dua batang. Gamelan rindik di desa Sedang panjang panggul yang dipergunakan adalah 40 cm, tangkainya dibuat dari bambu atau stik pancing. Sedangkan ujungnya yang akan mengenai bilahan gamelan bentuknya bundar pipih, dibuat dari karet yang agak keras. Rindik di desa Sedang tiap tungguh memiliki sebelas bilah nada, yaitu berlaraskan selendro (5) lima nada. Nada pertama dimulai dari nada : ndung, ndang, nding, ndong, ndeng. Dalam satu barung gamelan rindik di desa Sedang mempunyai dua tungguh instrumen rindik yaitu pemade lanang dan pemade wadon dan satu buah suling kecil. Rindik wadon ukuran bilahnya dari nada tertinggi adalah 45 cm sampai nada paling rendah 95 cm. Nada rindik wadon tersebut lebih rendah daripada rindik lanang. Rindik lanang memiliki ukuran bilah 43cm untuk nada yang tertinggi, dan 93cm untuk nada terendah. Nada rindik lanang lebih tinggi daripada rindik wadon. Dibuat berpasangan karena dalam permainan sering ada yang memakai teknik pukulan polos dan yang satu lagi teknik pukulan sangsih. Ciri khas yang menjadi daya tarik gamelan rindik di Desa Sedang ini adalah suara yang dihasilkan hampir tidak berubah walaupun sudah lama di buat. Hal ini disebabkan pada pemilihan bahan bambu yang digunakan, serta diolah oleh 40

pengerajin rindik sedemikian rupa hingga menjadi satu tungguh gamelan rindik yang awet. Umumnya bambu yang akan dijadikan bahan untuk rindik setelah ditebang kemudian dikeringkan selama beberapa hari agar benar-benar kering sehingga tidak mudah pecah. Ada pula yang menggunakan cara lain yaitu dengan merendam bambu yang sudah di tebang dalam air agar tidak cepat lapuk. Uniknya dari pembuatan Gamelan Rindik di Desa Sedang adalah bambu yang dipergunakan adalah bambu santong yang sudah tua dan kering. Menurut sumber yang penulis dapatkan di lapangan yaitu dari seorang pengrajin asli yang berasal dari Desa Sedang, bambu yang baik digunakan untuk bahan pembuatan rindik adalah bambu santong yang sudah tua dan kering atau dalam istilah Bali dikenal dengan mati di punya. Alasannya adalah bambu yang mati tua memiliki tinggkat kekeringan yang lebih baik dibandingkan dengan bambu yang ditebang lalu dikeringkan dengan menggunakan sinar matahari. Alat- alat yang perlu dipersiapkan untuk memulai pembuatan bilah rindik adalah gergaji untuk memotong, belakas(parang) untuk memotong dsn mengiris potongan bambu, dan pengutik (pisau kecil yang memiliki ujung runcing) untuk menghaluskan. Potongan-potongan bambu yang sudah tersusun tadi kemudian dibenahi dengan menggunkan belakas (parang), kulit-kulit bambu yang masih menempel pada batang bambu dibersihkan agar bilah terlihat halus. Pada bagian dalam bakal bilah juga dibersihkan dengan sebatang kayu kecil pada bagian ujungnya diisi serabut kelapa yang bisa masuk kedalam lubang bambu dimana. Serabut kelapa 41

inilah yang akan membantu membersihkan lubang pada bakal bilah. Jika ada bilah bambu yang lebih dari satu ruas, maka buku (batas ruas)selain di ujung juga dibersihkan dengan terlebih dahulu bembersihkan penutup buku (batas ruas)yang ada di dalamnya. Langkah pertama yang dilakukan adalah membuat bakal bilah pertama yang merupakan nada tertinggi. Pembuatan bilah ini menggunakan belakas (parang) Ini digunakan untuk memotong bagian sisi bambu yang akan dijadikan bilah rindik. Untuk ukuran bilah dan bumbung menggunakan patokan dari bilah yang sudah ada (bilah yang dijadikan contoh). Menurut I Ketut Suparna ukuran untuk masing-masing bilah yang dibuat sudah memiliki patokan yang merupakan warisan dari turuntemurun leluhur. Sehingga sampai saat ini ukuran itu tetap digunakan, karena mampu menghasilkan nada-nada yang sesuai dan seimbang. Begitupula dengan bilah-bilah yang lain sudah memiliki ukuran atau patokan yang jelas. Setelah membuat mulut bumbung menggunakan alat berupa gergaji dan belakas (parang). Proses selanjutnya lalu menghaluskan atau menipiskan bilah dengan menggunakan pisau kecil (pangutik). Bilah yang sudah tipis ini kemudian dicocokkan dengan nada bumbung yang menjadi patokan dengan cara memukul bilah rindik yang menjadi patokan dengan bilah rindik yang akan ditentukan nadanya. Bila bilah rindik yang akan bentuk nadanya belum sesuai maka bilah bagian pinggir diiris sedikit demi sedikit sambil kembali mencocokkan dengan nada dasar. I Made Sabar menerangkan ketika nada yang dicari belum cocok biasanya dapat mengiris bagian 42

bumbung dari bilah tersebut. Namun hal ini hendak dilakukan dengan hati-hati karena jika irisan pada bumbung terlalu banyak maka nada yang dihasilkan akan semakin buruk. Bahkan ini juga dapat membuat bilah tersebut terbuang karena sudah tidak dapat digunakan kembali. Dalam hal ini ketika pengerajin hendak merangkai nada harus memiliki pendengaran yang tajam agar nada yang dihasilkan sesuai dengan nada dasar atau patokan bilah yang sudah ada. Untuk pembuatan bilah pertama tingkat kesulitannya adalah ketika menentukan nada pertama agar sesuai dengan nada dasar yang sudah ada. Kesulitan kedua yang ditemui oleh pengerajin menurut pengakuan I Made Sabar ialah ketika membuat bilah untuk nada-nada yang tergolong nada rendah. Biasanya bilah yang digunakan untuk nada dasar mempergunakan bambu dengan panjang lebih dari satu buku (batas ruas). Lubang pada buku (batas ruas) juga dapat mempengaruhi hasil suara yang dikeluarkan oleh bilah rindik. Biasanya lubang pada buku (batas ruas) yang kecil tidak akan menghasilkan nada yang bagus, sehingga biasanya bahan bambu seperti itu tidak digunakan. Selain mempengaruhi kualitas suara, bambu ini juga akan mudah rusak dan lapuk. Untuk menghasilkan nada rendah pada bilah maka sisi bilah diiris sedikit demi sedikit sampai pada nada yang ditentukan. Untuk meninggikan nada pada bilah maka langkah yang dilakukan adalah memotong ujung bilah sampai pada nada yang ditentukan. Selanjutnya untuk merendahkan nada dapat juga dilakukan dengan cara menggunakan bambu yang lebih panjang, sedangkan 43

untuk meninggikan nada bahan bambu yang yang digunakan lebih pendek dengan ukuran yang lebih kecil dan diameter yang lebih kecil. Dalam wawancara bersama I Ketut Suparta, beliau mengungkapkan bahwa kualitas bambu yang akan dijadikan rindik olehnya sangat diperhatikan dengan teliti. Hal ini dimaksudkan agar nada yang dihasilkan nyaring dan indah. Selain itu dari segi penampilan agar lebih indah di pandang. Kualitas bambu yang bagus akan membuat instrumen rindik lebih awet dan tahan lama. Hal ini lah yang sangat diperhatikan oleh I Ketut Suparna, karena kualitas yang baik akan dapat menumbuhkan rasa percaya dari konsumen terhadap dirinya. Gambar 3 Pengambilan nada pertama (Koleksi : I Made Sudiatmika) 44

Gambar 4 Bilah Rindik sebagai Nada Pertama (Koleksi : I Made Sudiatmika) Pembuatan nada selanjutnya menggunakan cara sama seperti pembuatan nada pertama. Hanya saja ada perbedaan ketika memasuki pembuatan nada-nada rendah yang biasanya menggunakan lebih dari satu buku ( batas ruas). I Ketut Suparna mengatakan untuk pembuatan nada rendah yang menggunakan lebih dari satu buku (batas ruas) harus diperhatikan benar ketika membuat lobang pada ruas buku (batas ruas) karena hal itu akan mempengaruhi kualitas suara yang dihasilkan oleh bilah. 45

Pola pembuatan mulut bumbung yang ada memiliki ciri khas khusu yaitu menggunakan pola tangga. Kebanyakan pengerajin rindik khusnya yang berada di daerah Gianyar, Singaraja dan Jembrana pola yang biasa digunakan oleh pengrajin disana adalah pola diagonal. I Ketut Suparna menjelaskan pola tangga yang digunakan merupakan teknik yang memang diturunkan dari leluhur terdahulu. Pola ini dikatakan mampu memberi corak khas pada bunyi yang dihasilkan oleh bilah rindik. Pola ini memberikan keseimbangan nada pada setiap bilah rindik. dan satu buah suling kecil. Gambar 5 Pola tangga pada Rindik di Desa Sedang (koleksi: I Made Sudiatmika) 46

Bila semua bilah telah selesai dikerjakan dan nada-nada pada masing-masing bilah sudah sesuai, selanjutnya adalah pembuatan lubang pada bilah rindik yang fungsinya sebagai tempat mengikatkan tali yang akan digunakan untuk menggantung bilah ke pelawah. Teknik yang digunakan untuk menentukan lubang pada bilah dengan menggunakan dua ujung jari tangan. I Ketut Suparna menjelaskan hal teknik penggunakan dua ujung jari tangan dengan cara menjepit pada satu titik dengan halus. Pemeganan dengan ujung jari ini, hanya sekedar saja agar getaran bilah tidak terhalang sehingga nada atau suara yang dihasilkan jernih (tidak sumbang). Jika nada yang dicari belum jernih maka titik jepitan ujung jari tangan dapat dipindah kearah atas atau ke arah bawah, hingga nada yang dicari terdengar jernih. Gambar 6 Menentukan Lubang pada Bilah Rindik (Koleksi: I Made Sudiatmika) 47

Titik yang telah ditemukan sebagai lubang rindik kemudian dilubagi dengan menggunakan bor. I Ketut Suparna menjelaskan bor yang digunakan bukanlah bor listrik. Hal ini dikarenakan bahan rindik yang terbuat dari bambu akan mudah pecah jika menggunakan bor listrik. Berdasarkan pengalaman beliau bor yang biasa digunakan untuk membuat lubang pada bilah rindik adalah bor yang menggunakan tenaga manusia. Bor ini sangat sederhana, dimana cara menggunaanya dengan memutar pedal yang ada pada bagian bor sehingga bor dapat berputar. Penggunaan bor ini menurut I Ketut Suparna dapat mengurangi resiko bilah rindik akan pecah. Hal ini dilakukan karena pada saat membuat lubang kita dapat merasakan tekanan yang diberikan ke bagian bilah rindik dapat disesuaikan agar bilah tidak pecah. Gambar 7 Pembuatan Lubang pada Bilah Rindik (Koleksi; I Made Sudiatmika) 48

Bilah-bilah rindik yang sudah dilubangi kemudian dikumpulkan untuk selanjutnya diletakkan pada pelawah. Pada saat penelitian dilakukan, I Ketut Suparna sedang mengerjakan rindik dengan menggunakan pelawah yang terbuat dari bambu. Pelawah ini dibentuk menyerupai meja dengan kaki empat. Bilah-bilah yang sudah siap kemudian diletakkan diatas pelawah, ini dikarenakan agar dapat menentukan lubang pada pelawah. Lubang ini nantinya akan digunakan untuk meletakkan tali penggantung antara bilah dengan pelawah. Tali yang biasa digunakan untuk menggantung pelawah dengan bilah adalah tali yang terbuat dari plastik. Menurut I Ketut Suparna tali yang baik digunakan untuk menggantung bilah adalah tali yang terbuat dari karet. Ini dikarenakan suara yang dihasilkan oleh bilah akan lebih nyaring dan menyatu. Gambar 8 Penentuan Lubang pada Pelawah (Koleksi: I made Sudiatmika) 49

Lubang pada bagian pelawah ditentukan pada bagian kosong antara bilah dengan bilah lainnya. Pemasangan tali pada pelawah ini dilakukan dengan cara melipat tali, kemudian lipatan tali itu yang dimasukkan kedalam lubang dari pelawah. Nantinya lipatan tali yang berada di bagian atas akan ditahan oleh potongan bambu kecil yang dalam bahasa di daerah Sedang dinamakan penyuluban (bambu penahan tali pada bagian atas pelawah). Batang bambu inilah yang nantinya akan menahan lipatan tali agar tidak tertarik ke bawah, karena bilah akan diletakkan pada bagian bawah dari pelawah. Teknik dengan menggunakan penyuluban ini digunakan untuk meletakkan bumbung. Untuk bagian bilah atas tidak menggunakan penyuluban, yang digunakan ialah kancing (dalam bahasa Sedang). Kancing ini adalah batang bambu kecil yang berukuran 5 cm. Kancing ini nantinya diletakkan pada bagian bawah bilah tepat di bawah lubang bilah. Teknik ikat yang digunakan pada bumbung dan bilah rindik tidaklah sama. Pada bumbung bilah tali penggantung di kaitkan langsung pada bagian penyangga pelawah. Sedangkan pada bagian bilah tali hanya dikaitkan pada kedua kaki bilah pada bagian ujung saja. Pada bagian bilah yang berfungsi sebagai penahan tali adalah kancing. 50

Gambar 9 Pemasangan Tali dan Penyuluban (Koleksi : I Made Sudiatmika) Gambar 10 Kancing (Koleksi: I Made Sudiatmika) 51

Gambar 11 Pemasangan Tali pada Bilah (Koleksi: I Made Sudiatmika) Bilahan bumbung rindik ini dipasang dengan cara digantung yang dilobangi hanya bilahan bagian ujungnya saja yang cara menggantungnya sama dengan pada rindik gandrung. Sedangkan bagian pangkal atau bumbungnya hanya diikat saja sedemikian rupa dengan tali berupa jalinan yang teratur. Satu set gambelan rindik yang sudah jadi biasanya diamainkan dengan menggunakan dua buah panggul dan sebuah suling kecil sebagai pengiring melodi. Panjang panggul yang dipergunakan adalah 40 cm, tangkainya dibuat dari bambu 52

atau stik pancing. Sedangkan ujungnya yang akan mengenai bilahan gamelan bentuknya bundar pipih, dibuat dari karet yang agak keras. Gambar 12 Panggul Rindik (Koleksi: I Made Sudiatmika) 4.1.2 Bentuk Komposisi Gending Rindik Bentuk gending rindik di desa sedang memiliki motif tetabuhan. Motifmotif tersebut yaitu motif lelambatan dan motif gencangan. Gamelan rindik di desa sedang yang menjadi motif lelambatannya adalah tabuh telu, karena melodi dalam tabuh ini memiliki ukuran/gending yang panjang dan suasana lagu yang tenang. Untuk lebih jelasnya pada motif ini, penulis akan lampirkan contoh notasi gending tabuh telu dan gending putri ayu. 53

Gending Tabuh Telu. 3 3 4 3 4 3 4 3 4 3 4 3.1 7 1. 3 4 5 7 4 5 7 5 4 7 5 4 3 4 5. 7 7 5 7 5 3 4. 5 5 4 3 4 5 7. 1 1 3 1 4 3 1. 7 7 5 4 1 3 4 5 3 4 3 5 4 3 4 5 3 4 3 5 4 3 4. 3 3 4 3 4 3 4 3 4 3 4 3.1 7 1. 3 4 5 7 4 5 7 5 4 7 5 4 3 4 5. 7 7 5 7 5 3 4. 5 5 4 3 4 5 7. 1 1 3 1 4 3 1. 7 7 5 4 1 3 4 5 3 4 3 5 4 3 4 5 3 4 3 5 4 3 4. 7 5 4 3 7 1 3 1 7 3 1 7 5 7 1. 3 3 1 3 7 1 3. 1 1 3 1 4 3 1. 7 7 1 3 4 1 3. 4 4 3 4 7 5 4. 3 3 1 3 7 1 3 4 3 1 4 3 1 4 3. 1 1 3. 1 3 4. 5 5 4 5 4 7 5 54

. 4 4 3 4. 7 1 3.7 1 3 1 7 3 1 7 3 7 1 3. 7 1 3 1 7 3 1 7 3 7 1 7 Penyalit :. 4 4 3 4. 7 1 3.7 1 3 1 7 3 1. 7. 1 3.3 3 3 3.7 7 7 7 7 1 1 (3) Ngecet :... 3... 3. 7. 5. 1. 7... 5... 1. 3. 7. 4. 5... 5... 5. 7. 5. 1. 7... 5... 1. 3. 7. 4. 5... 5... 5. 3. 5. 4. 3... 1... 7. 3. 1. 4. 3... 4... 1... 5. 7 5 4... 3... 7. 3. 1. 4. 3 55

Gending Putri Ayu........ 1 3 1 3 1 7 5 7... 4... 3. 4. 5 7 1. 7........ 1 3 1 3 1 7 5 7... 4... 3. 4. 5 7 1. 7.........5 5 5. 4 3 4 5.3 4 5 4 3 5 4 3.7 1 7 1 3 4 1 3.3 3 3 3 7. 1 3.3 3 3 3 7. 1 3.4 5 7 5. 4. 3..... 7. 1 3 4. 3. 1. 7..... 1 3 4. 7. 5. 4. 3..... 7. 1 3 4. 3. 1. 7..... 1 3 4. 7. 5. 4. 3 3. 1 7.3 1 7 3.7 1 3 1 7 3 1. 7 7 1 3.3 3 3. 4 5 7 5. 4. 3... 5... 7 56

... 5. 7 5 4... 1. 3 1 7... 1. 7 1 3.3 3 3. 1 3 4 5.4 3 4 1 3 7 1 3.3 3 3. 1 3 4 5.4 3 4 1 3 7 1 3.3 3 3. 1 3 4 5.5 7 5 4 3 4 5 7 4.1.2.1 Teknik permainan rindik Dalam konteks permainan gamelan Bali khususnya pada instrumen rindik yang memakai dua buah alat pemukul pada satu pemain, istilah ubit-ubitan dimaksud sebagai sebuah teknik permainan yang dihasilkan dari perpaduan antara sistem polos dan sangsih. Pukulan polos dan nyangsih jika dipadukan akan menimbulkan perpaduan bunyi yang dinamakan ubit-ubitan. Terkait dengan teknik permainan instrumen rindik di Desa Sedang yang memakai dua alat pukul dalam satu pemain. Adapun pembagian alat pemukul pada pemain itu sendiri, tak lain tangan kiri yang memegang satu alat pemukul yang mempunyai fungsi sebagai menjalankan melodi pokok (lagu pokok). Sedangkan tangan dari masing-masing pemain memegang satu buah alat pemukul yang masingmasing mempunyai tugas atau bagian sendiri-sendiri yaitu : adanya sistem polos dan sangsih. Dalam arti masing-masing pemain pada tangan kanannya bisa menampilkan permainan polos dan bisa juga memainkan sangsih. Sehingga kalau sudah dipadukan 57

akan terdengar warna suara yang berbeda tetapi saling berkaitan atau saling mengunci. 4.1.2.2 Laras Gambelan Rindik Laras adalah suatu tangga nada atau susunan nada di dalam suatu gembyangan, oktaf ataupun angkep yang telah di tentukan jumlah serta tinggi rendahnya (Dibia, 1977/1978 : 4). Dalam gambelan rindik di Desa Sedang laras yang umumnya digunakan adalah laras selendro. Laras selendro adalah susunan nada-nada di dalam satu gembyangan atau oktaf/bersruti 5 (lima) sama rata atau paling tidak dapat dikatakan sama. 4.1.2.3 Irama Gambelan Rindik Irama adalah perulangan bunyi-bunyian menurut pola tertentu dalam sebuah lagu. Dalam satu gending rindik biasanya tejadi beberapa pengulangan bunyi. Seperti misalnya bagian pengawak terdapat dua kali pengulangan pada empat baris melodi yang sama. Ini terlihat pada gending tetangisan, seperti contoh berikut: Pengawak Gending Tabuh Telu. 3 3 4 3 4 3 4 3 4 3 4 3.1 7 1. 3 4 5 7 4 5 7 5 4 7 5 4 3 4 5. 7 7 5 7 5 3 4. 5 5 4 3 4 5 7 58

. 1 1 3 1 4 3 1. 7 7 5 4 1 3 4 5 3 4 3 5 4 3 4 5 3 4 3 5 4 3 4. 3 3 4 3 4 3 4 3 4 3 4 3.1 7 1. 3 4 5 7 4 5 7 5 4 7 5 4 3 4 5. 7 7 5 7 5 3 4. 5 5 4 3 4 5 7. 1 1 3 1 4 3 1. 7 7 5 4 1 3 4 5 3 4 3 5 4 3 4 5 3 4 3 5 4 3 4. 7 5 4 3 7 1 3 1 7 3 1 7 5 7 1. 3 3 1 3 7 1 3. 1 1 3 1 4 3 1. 7 7 1 3 4 1 3. 4 4 3 4 7 5 4. 3 3 1 3 7 1 3 4 3 1 4 3 1 4 3. 1 1 3. 1 3 4. 5 5 4 5 4 7 5. 4 4 3 4. 7 1 3.7 1 3 1 7 3 1 7 3 7 1 3. 7 1 3 1 7 3 1 7 3 7 1 7 59

4.1.2.4 Melodi Gambelan Rindik Melodi adalah susunan nada yang diatur tinggi rendahnya, pola, dan tangga nada sehingga menjadi kalimat lagu. Satu nada yang hanya berdiri sendiri tidak akan menghasilkan satu buah gending. Nada-nada yang ada dalam gamelan rindik di Desa Sedang diolah sedemikian rupa sehingga menghasilkan sebuah gending-gending rindik dengan melodi yang sangat indah. Satu baris melodi terdiri atas beberapa nada yang tersusun sehingga membentuk satu melodi. Contoh satu baris melodi pada bagian pengawak Gending Tabuh Telu. 3 3 4 3 4 3 4 3 4 3 4 3.1 7 1 4.1.2.5 Nada Gambelan Rindik Nada adalah sebagai suatu bunyi yang teratur, yang ditangkap oleh teling yang bersala dari suatu sumber bunyi. Laras selendro yang biasanya digunakan pada gambelan rindik yaitu laras selendro lima nada yang terdiri dari : Nada pertama : ndung (7) Nada kedua : ndang (1) Nada ketiga : nding (3) Nada keempat : ndong (4) Nada kelima : ndeng (5) 60

4.2 Estetika Gambelan Rindik Estetika merupakan ilmu yang mempelajari tentang segala sesuatu yang berkaitan dengan keindahan. Keindahan meliputi keindahan alam dan keindahan buatan manusia. Estetika berasal dari bahasa yunani yaitu aisthetikos yang berarti mengamati dengan indera (Suweca, 2009 : 1). Dalam buku ini juga dijelaskan tentang definisi estetika adalah: Ilmu pengetahuan tentang pengamatan suatu obyek yang bersifat inderawi, renungan mengenai filsafat seni, pengetahuan tentang keindahan, keindahan karya seni (Louis Kattsoff), sebuah nilai yang berkaitan dengan nilai keindahan dan karya seni, telaah tentang aktivitas penciptaan suatu karya seni sehubungan dengan makna karya seni dengan kehidupan, tidak hanya menjadikan keindahan obyek karya seni tapi juga yang buruk (Stolnitz), dan sebuah renungan tentang obyek estetis dan karya seni, juga melahirkan konsep-konsep dari suatu karya seni (John Hospers). Dari keseluruhan hal tersebut sudah terlihat jelas bahwa hal yang ditekankan adalah mengenai keindahan tentang suatu karya seni. Namun menurut Suweca (2009 : 44) karawitan adalah sebuah istilah komposisi musik baik instrumental maupun vokal yang digunakan dibeberapa daerah di Indonesia seperti: Jawa, Sunda, Padang Panjang, Bali, Sulawesi, Kalimantan, Nusa Tenggara Barat dan daerah lainnya di Indonesia. Dalam menikmati keindahan karya komposisi karawitan secara umum dapat dibedakan menjadi dua bagian atau dua kepentingan yang berbeda yaitu, cara pandang yang disebut auditivisual dan cara 61

pandang konseptual. Cara menikmati keindahan karya komposisi karawitan secara auditivisual adalah memberi kebebasan dalam menilai karya tersebut. Mereka yang memiliki pengalaman estetis yang tinggi akan sangat sensitif dan dapat menikmati secara maksimal, dibandingkan mereka yang kurang memiliki pengalaman estetis yang memadai. Cara pandang dari sudut konseptual, mereka harus mampu mengorbankan hal-hal bersifat subyektif, kenikmatan yang dirasakan oleh sentuhan aspek musikalitas terhadap rasa sentimental harus diabaikan bila karya itu secara konseptual tidak dapat terpenuhi. Bagian-bagian dari estetika karawitan adalah: (1) Dasar keindahan komposisi, tiga aspek utama dalam komposisi karawitan yaitu, ide, bentuk dan penampilan. (2) Keindahan bentuk meliputi aspek media dan aspek musikalitas. Sedangkan estetika menurut Djelantik yang menjelaskan bahwa semua benda atau peristiwa kesenian mengandung tiga aspek yang mendasar, yakni wujud atau rupa, bobot atau isi dan penampilan atau penyajian. Namun perbedaan seluruh makna estetika dari hasil penelitian tersebut di atas akan dijadikan acuan untuk mengetahui tentang estetika Gambelan Rindik di Desa Sedang dengan cara mengamati dengan indera terhadap wujud, bobot dan penampilan Gambelan Rindik tersebut. Unsurunsur estetika meliputi:1). wujud,2). Bobot dan 3). penampilan. 4.2.1 Wujud Wujud mengacu pada kenyataan yang nampak secara kongkrit (berarti dapat dipersepsi dengan mata atau telinga) maupun kenyataan yang tidak tampak 62

secara kongkrit, yaitu abstrak, yang hanya bisa ditayangkan, seperti seuatu yang diceritakan atau dibaca dalam buku (Djelantik, 2004:17). Aspek keindahan wujud meliputi dua hal yaitu bentuk (form) dan struktur (structure). 4.2.1.1 Keindahan Bentuk Aspek dari keindahan bentuk pada seni karawitan meliputi aspek media (bentuk fisik dari instrumen) dan aspek musikal (gending instrumen). 4.2.1.1.1 Aspek Bahan Aspek bahan, bahan adalah alat sebagai sumber bunyi yang merupakan bahan pokok lahirnya sebuah komposisi, sebagaimana kita ketahui bahwa media karawitan adalah suara, baik yang dihasilkan oleh alat maupun vocal (suara manusia). Aspek media disini juga meliputi bentuk fisik dari gambelan, dari bentuk fisik inilah yang mampu menghasilkan bunyi atau nada-nada. Gambelan rindik di Desa Sedang memiliki bentuk yang unik. Hal ini dapat dilihat dari segi pelawah dan bilah-bilah yang tersusun. I Ketut Suparna mengatakan rindik yang biasa dibuat ada yang menggunakan pelawah dari bambu dan ada juga pelawah yang terbuat dari kayu lengkap dengan hiasan berupa ukir-ukiran. Pelawah yang terbuat dari bambu memang terkesan unik selain sederhana kesan klasik yang timbul dari penampilan rindik menggunakan pelawah bambu lebih terlihat. 63

Rangkaian bambu yang sudah menjadi bilah mampu menghasilkan bunyi berupa nada-nada. Melalui bilah bambu ini nada-nada yang terbentuk disajikan enjadi satu rangkain yang tersusun dalam satu pelawah. Urutan nada-nada dari yang terendah sampai yang tertinggi jika dimainkan dengan gending yang sesuai maka akan menghasilkan suatu komposisi gending yang indah. Sehingga gagasan dari instrumen ini dapat sampai kepada penikmat seni. Gamabar 13 Rindik yang menggunakan pelawah bambu (Koleksi : I Made Sudiatmika) 4.2.1.1.2 Aspek Musikal Aspek musikal, aspek musikal yang terkandung dalam Gending yang dihasilkan oleh satu set rindik yang ditambah dengan sebuah suling : Melodi 64

(rangkaian nada-nada yang membentuk suatu lagu), aksen (tekanan atau hentakan khusus pada suatu lagu), interval (jarak nada yang sangat teratur untuk mengetahui tinggi rendahnya suatu nada), ritme (tekanan yang terjadi secara berulang-ulang dan teratur pada suatu lagu), tempo (cepat lambatnya suatu lagu), dinamika (perubahanperubahan suasana yang terjadi, termasuk keras lemahnya suatu lagu), amplitude (tinggi rendahnya suatu nada), tangga nada (urutan nada-nada atau jarak nada-nada dalam satu oktaf), sumber bunyi (bahan-bahan atau alat-alat yang mengeluarkan suara), oktaf (urutan nada-nada secara teratur dari nada pertama hingga kembali kepertama) 4.2.1.2 Struktur Rindik Struktur adalah bagian-bagian yang tersusun menjadi satu-kesatuan dalam sebuah komposisi karawitan. Pada komposisi yang bersufat konvensional di Bali struktur ini dikenal dengan istilah tri angga, yang artinya tiga bagian pokok yang sering disebut dengan istilah kawitan (pendahuluan), pangawak (isi) dan pangecet (penutup) (Suweca, 2009 : 54). Aspek struktur yang mendasar dalam setiap karya seni meliputi tiga hal yaitu : keutuhan, penonjolan dan keseimbangan. Pada gending Rindik di Desa Sedang yang biasa dimainkan juga dibagi menjadi tiga bagian yaitu kawitan, pengawak dan pangecet. Berikut akan dijelaskan ketiga bagian struktur gending rindik : 65

Contoh Gending Tetangisan Bagian Pengawit 7 7 5. 3 3. 4 3 1 7. 7 7 1 3 4. 3 4 1 3 4 1 3 1 4 3 1 3 4. Bagian Pengawak 7 7 5. 3 3. 4 3 1 7. 7 7 1 3 4. 3 4 1 3. 4. 5 7. 7 7. 7 7 5 7. 1. 7 4 5 4 7 5 4 5 7 4 5 4 7 5 4 5 3 5 4 3 5 3 4 5 3 5 4 3 5 3 4 5. 7 7 5 7 4 5 4. 3 3 1 3 7 1 3. 1 1 3 1 4 3 1. 7 1 7 1 3 4 1 3 7 1 7 3 1 7 1 3 7 1 7 3 1 7 1 3. Pada bagian pengawak diatas, mulai peralihan gendingnya di bait yang kedua, dan juga setelah bagian pengawak ini habis, akan terjadi lagi pengulangan ke bagian pengawit sampai 4 (empat kali). Setelah perulangan tersebut, masuklah ke bagian penyalit, dimana nantinya gending akan masuk ke pengecet. 66

Penyalit 1 7 1 3 4. 3 3 4 4 5 5 4 4 3 3 4 4 5 5 4 4 3.3 3 3. 4 5 3 4.5 5 5. 3 4 5 7 Pengecet... 1. 7. 5. 3. 1. 3 1 7... 1. 7. 5. 3. 1. 3 1 7....... 4... 3... 5... 5... 3.. 1 7.7 1 3. 4. 5 7.7 1 7. 5. 4 3.3 3. 4 5 7 5 4 3.3 3. 7 1 3 4.5 5 5. 3 4 5 7 4.2.1.2.1 Keutuhan Keutuhan dimaksudkan adalah dalam suatu karya seni menunjukkan adanya sifat yang utuh, yang tidak ada cacat tidak ada yang kurang dan tidak ada yang dilebihkan. Hal ini terlihat ketika saat pementasan gambelan Rindik di Desa Sedang. 67

Menurut I Wayan Sanyoga Yasa rindik yang dipentaskan ketika upacara pernikahan yaitu menggunakan dua set rindik ditambah sebuah suling. Rindik yang digunakan satu berfungsi sebagai lanang dan yang satu berfungsi sebagai wadon, serta ditambahkan satu buah instrumen suling sebagai penambah irama. Ketika instrumen ini memiliki keterikatan satu dengan yang lainnya. Jika hanya satu rindik yang digunakan dengan sebuah suling, suara yang dihasilkan tidak menyatu. Begitu pula sebaliknya jika hanya menggunakan dua buah rindik lanang dan wadon lantutan gending yang dimainkan terkesan kurang menyatu. Begitu pula dengan rindik lanang dan wadon, dalam pementasannya tidak ada yang terlalu menonjol. Hanya saja biasanya rindik lanang memiliki nada yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan rindik wadon. Keduanya saling beriringan membentuk nada yang seimbang. Sehingga ketiga instrumen ini saling melengkapi satu dengan yang lainnya. Dari segi gending keutuhan dimaksudkan adalah ketiga bagian dari gending (tri angga), yang artinya tiga bagian pokok yang sering disebut dengan istilah kawitan (pendahuluan), pangawak (isi) dan pangecet (penutup), harus kesemuanya terdapat dalam gending yang dimainkan. Ketiga bagian ini merupakan satu kesatuan yang terpisahkan dari sebuah gending rindik. 68

Gambar 14 Pementasan Rindik dengan tambahan sebuah suling (Koleksi : I Made Sudiatmika) 4.2.1.2.2 Penonjolan Penonjolan memiliki makna dan maksud untuk memperkenalkan instrumentasi atau orkestrasi banyaknya alat yang terlibat dalam komposisi yang dimaksud, memperkenalkan peran masing-masing instrumen, sejauh mana tugas masing-masing instrumen yang ada, memperkenalkan warna suara masing-masing alat untuk diketahui peranannya dalam menciptakan suasana yang di inginkan, memperkenalkan teknik permainan, memperkenalkan gaya dan ekspresi masingmasing. Penonjolan pada gending rindik terlihat ketika pementasan sedang berlangsung. Ini terlihat ketika adanya perubahan bagian ketika gending sedang 69