I. PENDAHULUAN. I. 1. Latar Belakang Masalah. Kebudayaan dipandang sebagai sarana bagi manusia dalam beradaptasi terhadap

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia Kelenteng Tanjung..., Nandita Erisca, FIB UI, 2008

BAB 1 PENDAHULUAN. Menurut sejarah Cina kuno dikatakan bahwa orang-orang Cina mulai

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki banyak suku bangsa (etnik) yang tersebar di seluruh

BAB I PENDAHULUAN. Kontak antara Cina dengan Nusantara sudah terjadi sejak berabad-abad

BAB I PENDAHULUAN. bangsa Indonesia. Agama ini pernah berkembang pesat dan menjadi bagian

BAB I PENDAHULUAN. menyebut dirinya dengan istilah Hokkian, Tiochiu, dan Hakka. Kedatangan

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah Indonesia yang terbentang dari Sabang s2ampai Merauke dengan

BAB IV ANALISIS AKULTURASI BUDAYA CHINA DAN JAWA TERHADAP MASJID CHENG HOO

BAB I PENDAHULUAN. mereka sebut sebagai kepercayaan Tri Dharma. Perpindahan masyarakat Tiongkok

BAB I PENDAHULUAN. Ragam hias di Indonesia merupakan kesatuan dari pola pola ragam hias

BAB I PENDAHULUAN. 2013),p Sobur Alex, Semiotika Komunikasi (Bandung : PT Remaja Rosdakarya :

BAB IV KESIMPULAN. Universitas Indonesia. Kesesuaian Feng Shui..., Stephany Efflina, FIB UI, 2009

BAB I PENDAHULUAN. yang terbentang sepanjang Selat Malaka dan Selat Karimata.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Di dunia ini banyak hal yang tidak terbaca karena selalu ada sesuatu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kewajiban umat Islam untuk melaksanakan shalat, rukun kedua dari agama

MODUL PERKULIAHAN. Sejarah Desain. Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh

BAB IV PENUTUP. dengan masuknya etnik Tionghoa di Indonesia. Medio tahun 1930-an dimulai. dan hanya mengandalkan warisan leluhurnya.

INTERAKSI KEBUDAYAAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. menjadi pusat perhatian (Singarimbun, 1989: 33).

BAB I PENDAHULUAN. di Bengkalis, Indragiri Hulu, Kampar, dan wilayah Pekanbaruyang merupakan kekuatan

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan yang dinyatakan oleh Prasetya dalam bukunya yang berjudulilmu

BAB I PENDAHULUAN. dimana arsitektur itu berada (Rapoport, 1969). Rapoport membagi arsitektur menjadi

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Kesesuaian Feng Shui..., Stephany Efflina, FIB UI, 2009

I. PENDAHULUAN. masing-masing sukunya memiliki adat-istiadat, bahasa, kepercayaan,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. kebudayaan yang berbeda-beda. Koentjaranigrat (2009:144) mendefenisikan

MASJID CHENG HOO SURABAYA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Bangsa Indonesia adalah bangsa yang besar yang terdiri dari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Agama memiliki hubungan yang erat dengan kebudayaan. Banyak

BAB I PENDAHULUAN. sistem religi/kepercayaan terhadap sesuatu menjadi suatu Kebudayaan. Sistem

BAB I PENDAHULUAN. Daerah Khusus Ibukota Jakarta (DKI Jakarta) adalah ibu kota Negara

BAB I PENDAHULUAN. dengan Konfusianisme adalah konsep bakti terhadap orang tua.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia dan masuk ke Indonesia melalui jalur perdagangan pada abad ke-16. Masyarakat

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. pelestarian budaya lokal oleh pemprov Bangka dan proses pewarisan nilai

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan teknologi. Perkembangan teknologi mengakibatkan terjadinya

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Koentjaraningrat (1947), wujud kebudayaan ada tiga macam: 1)

BAB VII KESIMPULAN. (Ch I). Empat Binatang Langit yang menaungi atau melindungi lokasi. Putih, Naga Hijau dan Burung Phoenix.

BAB 1 PENDAHULUAN. kebudayaan yang berbeda-beda. Hal ini oleh dilambangkan oleh bangsa Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. halnya di daerah Sumatera Utara khususnya di kabupaten Karo, rumah adat

BAB I PENDAHULUAN. formal dalam bentuk sebuah negara. Sub-sub etnik mempunyai persamaanpersamaan

NOMOR 10 TAHUN 1980 TENTANG TANDA KEHORMATAN BINTANG BUDAYA PARAMA DHARMA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Masyarakat Indonesia adalah masyarakat yang majemuk, salah satu akibat

BAB I PENDAHULUAN. kata songket. Tanjung Pura Langkat merupakan pusat Pemerintahan Kesultanan

BAB I PENDAHULUAN. kebudayaan yang mewakili daerahnya masing-masing. Setiap Kebudayaan

BAB III. Pengertian Thian Kong (Tian Gong) 天公

Sejarah dan Arsitektur Kawasan Pecinan

BAB V KAJIAN TEORI. Pengembangan Batik adalah arsitektur neo vernakular. Ide dalam. penggunaan tema arsitektur neo vernakular diawali dari adanya

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan hukum lingkungan tidak dapat dipisahkan dari gerakan sedunia

BAB I PENDAHULUAN. keberagaman suku, agama, ras, budaya dan bahasa daerah. Indonesia memiliki

BAB I PENDAHULUAN. etnis Tionghoa sudah terjadi sejak lama. Orang-orang China yang bermukim

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian Rumah Ibadat Kelenteng. Gondomanan, Jl. Brigjend. Katamso No.3, Yogyakarta

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada era modern saat ini sangat jarang terlihat rumah-rumah tradisional

I. PENDAHULUAN. Budaya pada dasarnya merupakan cara hidup yang berkembang, dimiliki dan

BAB IV ANALISIS AKTIVITAS KOMUNITAS KHONGHUCU DI KELENTENG HWIE ING KIONG KOTA MADIUN

BAB I PENDAHULUAN. yang subordinatif, di mana bahasa berada dibawah lingkup kebudayaan.

BAB I PENDAHULUAN. berkembang dalam kehidupan masyarakat Tionghoa. Seni meramal ini muncul

Ranggih Semeru. Analisis Bentuk Fasade dan Tata Ruang Masjid Agung Tuban

BAB I PENDAHULUAN. yang terdapat pada tujuh unsur kebudayaan universal. Salah satu hal yang dialami

BAB I PENDAHULUAN I. 1. Latar Belakang Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Seni adalah karya cipta manusia yang memiliki nilai estetika dan artistik.

BAB V PENUTUP. masjid yang didirikan di Indonesia. Masjid telah menjadi salah satu bangunan. atau RW, instansi pendidikan, dan instansi pemerintahan.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang memiliki bermacam-macam suku bangsa,

BAB I PENDAHULUAN. yang memiliki lingkungan geografis. Dari lingkungan geografis itulah

BAB I PENDAHULUAN. pemberontakan, dan masih banyak lagi yang lainnya.

BAB II DATA DAN ANALISA. Sumber data-data untuk menunjang studi Desain Komunikasi Visual diperoleh. 3. Pengamatan langsung / observasi

PENATAAN KAWASAN GEDONG BATU SEBAGAI KAWASAN WISATA BUDAYA DI SEMARANG

BAB I PENDAHULUAN. sekaligus penduduk terpadat di Kabupaten Langkat. Kecamatan ini dilalui oleh

BAB I PENDAHULUAN. Komunikasi adalah transmisi informasi, gagasan, emosi, keterampilan dan. proses transmisi itulah yang biasanya disebut komunikasi.

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan perdagangan. Ramainya perdagangan di daerah pesisir Tenggara

I. PENDAHULUAN. Etnis Bali memiliki kebudayaan dan kebiasaan yang unik, yang mana kebudayaan

BAB I PENDAHULUAN. memiliki adat istiadat (kebiasaan hidup) dan kebudayaan masing-masing,

INTERAKSI LOKAL - HINDU BUDDHA - ISLAM

BAB I PENDAHULUAN. sekarang ini sedang dikembangkan oleh pemerintah Indonesia. Selain bertujuan

I. PENDAHULUAN. masyarakatnya. Salah satu adat budaya yang ada di Indonesia adalah adat budaya

I. PENDAHULUAN. Sansekerta buddhayah, yaitu bentuk jamak dari buddhi yang berarti budi atau

I. 1. LATAR BELAKANG I. 1. A. LATAR BELAKANG PENGADAAN PROYEK

BAB I PENDAHULUAN. Menurut sejarah, sesudah Kerajaan Pajajaran pecah, mahkota birokrasi

Bab 5. Ringkasan Skripsi. Kebudayaan merupakan bagian dari identitas diri suatu negara. Kata kebudayaan

BAB I PENDAHULUAN. meliputi segala daya dan aktivitas manusia untuk mengolah dan mengubah

BAB I PENDAHULUAN. cukup kaya akan nilai sejarah kebudayaannya.

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan Bangsa yang majemuk, artinya Bangsa yang terdiri dari beberapa suku

BAB IV PERBANDINGAN PERSAMAAN DAN PERBEDAAN GAYA KALIGRAFI

BAB I PENDAHULUAN. Negara menjamin setiap warga untuk memeluk agama masing-masing dan

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang multi culture yang berarti didalamnya

BAB I PENDAHULUAN. adalah sajada dimana sajada berarti sujud atau tunduk. Pada masa Nabi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang sangat kompleks. Didalamnya berisi struktur-struktur yang

BAB I PENDAHULUAN. Utara yang berjarak ± 160 Km dari Ibu Kota Provinsi Sumatera Utara (Medan). Kota

MAKNA SIMBOL UPACARA MANGONGKAL HOLI (PENGGALIAN TULANG BELULANG) PADA MASYARAKAT BATAK TOBA DI BEKASI

BAB I PENDAHULUAN. asia, tepatnya di bagian asia tenggara. Karena letaknya di antara dua samudra,

BAB I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Di era globalisasi ini, bangunan bersejarah mulai dilupakan oleh

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebudayaan merupakan corak kehidupan di dalam masyarakat yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Menara Kudus. (Wikipedia, 2013)

Kajian Perhiasan Tradisional

BAB II URAIAN TEORITIS KEPARIWISATAAN. suci. Ritual menciptakan dan memelihara mitos, adat, sosial, dan agama, ritual

I. PENDAHULUAN. sebut kebudayaan. Keanekaragaman budaya yang terdapat di Indonesia

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Transkripsi:

I. PENDAHULUAN I. 1. Latar Belakang Masalah Kebudayaan dipandang sebagai sarana bagi manusia dalam beradaptasi terhadap lingkungan alam dan sosial budayanya. Kebudayaan juga berfungsi untuk membantu manusia dalam memenuhi kebutuhan dan mempertahankan hidupnya. Dalam suatu kebudayaan, terdapat pula beragam tanda (sign) untuk merujuk pada sesuatu, untuk mengkomunikasikan sesuatu, misalnya warna hitam yang menurut kebudayaan Barat merujuk pada dukacita. Indonesia memiliki beranekaragam suku, budaya, dan adat istiadat. Salah satu suku yang ada di Indonesia adalah suku Tionghoa, yang identik dengan simbol-simbol etnisnya, yang telah ada di Indonesia sejak ribuan tahun yang lalu. Catatan-catatan literatur Cina menyatakan bahwa kerajaan-kerajaan kuno di Nusantara telah berhubungan erat dengan dinasti-dinasti yang berkuasa di Cina. Faktor inilah yang kemudian menyuburkan perdagangan dan lalu lintas barang maupun manusia dari Cina ke Nusantara dan sebaliknya. Persebaran orang-orang Cina ini ikut serta membawa kebudayaan asli mereka yang kemudian diturunkan dari generasi ke generasi.

Kebudayaan juga memiliki tujuh unsur yang dianggap sebagai cultural universals, diantaranya adalah sistem kepercayaan (religi) dan kesenian (seni rupa, seni suara, seni gerak, dan sebagainya). Sejak zaman kuno, masyarakat Cina memuja Tuhan, para leluhur, dewa-dewi dalam bentuk patung pemujaan yang ditata pada altar dalam sebuah bangunan yang dalam bahasa Indonesia disebut vihara, yang bentuk arsitekturnya dibuat semegah istana raja (bangunan istana raja di Cina yang masih berdiri sampai sekarang disebut sebagai Istana Kota Terlarang atau The Forbidden City) karena penghormatan dan penghargaan yang tinggi terhadap keyakinan tersebut (Harry T Morgan, 2007). Menilik arsitektur vihara di Indonesia pada umumnya, bentuknya tak jauh beda dengan biara-biara di Cina dimana unsur warna merah mendominasi, terdapat ukiran naga (yang hanya boleh dipakai di istana raja dan bangunan vihara), dan lain sebagainya. Hubungan Indonesia dengan Cina telah berlangsung lama. hubungan itu diperkirakan telah berlangsung sejak abad ke-5 M. Menurut berita Cina, diketahui bahwa Sriwijaya mengirimkan utusan ke negeri Cina sejak abad ke-5 M sampai pertengahan abad ke-6 M (Poesponegoro dan Marwati Djoened, 1993:74). Seiring dengan merantaunya orang Cina ke Indonesia maka masuk pula kebudayaan mereka, seperti bahasa, religi, kesenian, sistem pengetahuan, organisasi sosial, sistem peralatan hidup, teknologi dan sistem mata pencaharian hidup (Koentjaraningrat, 1979).

Dari segi religi, masyarakat Cina menganut tiga agama dari negara asal mereka yang disebut Sam Kauw. Di Indonesia ajaran ini dikenal dengan sebutan Tri Dharma (Ensiklopedia Nasional Indonesia, 1996:436). Tiga agama yang banyak dianut oleh masyarakat Cina yaitu Buddha, Tao dan Konghucu. Setiap agama dan kepercayaan, dengan segala peraturan beserta kegiatannya memerlukan sarana atau wadah untuk mendukung perilaku keagamaan setiap pemeluknya. Sarana tersebut jenisnya beragam sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan pemeluknya, bisa berupa peralatan keagamaan maupun bangunan peribadahan. Bangunan peribadahan merupakan salah satu kebutuhan keagamaan dalam rangka mewadahi segala aktivitas ritual yang dilakukan masyarakat pendukungnya. Demikian pula halnya dengan orang Cina, mereka memiliki tempat peribadahan yang disebut vihara. Vihara merupakan rumah ibadah yang digunakan oleh masyarakat Cina (Tionghoa) untuk melaksanakan ibadah sembahyang kepada Tuhan, nabi-nabi, serta arwah-arwah leluhur yang berkaitan dengan ajaran Buddhisme, Taoisme, dan Konfusianisme (Depdiknas, 2000:22). Pada mulanya sebutan untuk tempat ibadah umat Tri Dharma (Buddha, Tao dan Konghucu) adalah klenteng, namun setelah tahun 1965, sebutan untuk klenteng mengalami perubahan menjadi vihara. Hal ini sebagai akibat dari situasi politik pada saat itu dan juga berkaitan dengan pengakuan Indonesia sebagai negara berketuhanan Yang Maha Esa. Kecenderungan kearah monotheis menyebabkan kaum Tri Dharma (masyarakat yang menganut tiga agama sekaligus) ingin

ditiadakan. Tujuan dari pergantian nama itu adalah untuk memberikan pada klenteng-klenteng itu kesan Buddhanya (Denys Lombard dan Claudine Salmon, 1985:48). Selain pemakaian istilah vihara untuk menyebut bangunan suci tempat beribadah masyarakat Cina, banyak juga vihara yang memakai nama atau gelar dewa utama yang dipujaa di dalamnya. Misalnya Vihara Dewi Samudera (Tian Hou Gong), Vihara Dewi Welas Asih. Nama vihara juga seringkali di hubungkan dengan keutamaan dewa atau dewi yang dipujanya, misalnya Jin De Yuan atau Vihara Keutaman Emas. Kemudian ditemukan juga nama-nama vihara yang menggunakan beberapa kata Sansekerta seperti: dharma, jaya, ratna, dan sassana untuk menunjukan aspek Buddhisnya. Bahkan terdapat juga vihara yang memakai nama yang disesuaikan dengan komunitas masyarakat pendukungnya, seperti Vihara Padi Lapa, yaitu vihara persekutuan pedagang minyak dan beras (Denys Lombard dan Claudine Salmon, 1985:48). Di Cina vihara dikenal dengan beberapa istilah yaitu Bio atau Miao, Sie atau Si, Koan atau Guan. Sie atau Si untuk vihara Buddha, Koan atau Guan untuk vihara Tao, Kiong atau Gong untuk vihara Konghucu (Yoest, 2008:142-143). Banyaknya vihara di Indonesia menimbulkan perhatian Denys Lombard dan Claudine Salmon. Menurut mereka, fungsi vihara terdiri dari vihara komunal dan vihara privat. Vihara komunal adalah vihara yang terbuka bagi seluruh umat, sedangkan vihara privat adalah vihara perorangan yang terbatas pada suatu kelompok sosial tertentu, contohnya vihara pasar, organisasi-organisasi mata pencaharian, vihara untuk penyembahan abu leluhur marga, vihara yang

menyediakan pelayanan ritual kematian dan rumah duka (Denys Lombard dan Claudine Salmon, 1985:85). Dari segi arsitektur, bangunan vihara sangat menarik karena memiliki pola penataan ruang, struktur konstruksi, dan ornamentasi yang khas. Arsitektur yang menjadi bagian dari suatu bangunan, juga berfungsi sebagai prasarana upacara keagamaan. Keberadannya dapat memberikan nuansa bagi kegiatan-kegiatan tertentu, mengingatkan orang tentang jenis kegiatan, menyatakan kekuasaan, status atau hal pribadi, menampilkan dan mendukung keyakinan-keyakinan tertentu, menyampaikan informasi, membantu menetapkan identitas pribadi atau kelompok dan lain sebagainya. Selain itu, arsitektur juga dapat memisahkan wilayah dan membedakan ruang suci dan duniawi, pria dan wanita, depan dan belakang, pribadi dan umum (Amost Rapoport, 1989:25). Dari segi kepercayaan dan agama, ada dua jenis konsep ruang yaitu ruang yang dianggap suci atau disebut dengan ruang kudus (sacred), yakni ruang yang didiami dan dikenal sebagai dunia yang sudah teratur. Ruang yang lain adalah ruang yang tidak kudus (profan), yaitu ruang yang dianggap mempunyai keteraturan, tidak berbentuk, sehingga menjadi pembeda utama dari suatu ruang adalah kekudusan atau tidak ruang tersebut (Amost Rapoport, 1989:25). Dalam mendirikan sebuah bangunan suci sebagai tempat ibadah suatu agama, ada beberapa ketentuan yang harus diterapkan pada bangunan tersebut misalnya: arsitektur prasejarah pada umumnya dibagi menjadi dua: pertama nature, contohnya adalah cave (gua), kedua man made berupa punden berundak. Punden berundak merupakan suatu jenis bangunan kuno yang berupa bangunan terbuka

berstruktur tingkat yang tidak mempunyai ruang dan tidak pula dilindungi oleh atap. Bangunan ini seluruhnya terbentuk oleh tembok-tembok batu yang disusun satu di atas yang lainnya mirip susunan anak tangga, semakin tinggi tingkat itu semakin kebelakang letaknya, karena hampir semua punden berundak ditempatkan pada lereng-lereng bukit maka konstrukisnya umumnya selalu miring. Punden berundak merupakan contoh struktur tertua buatan manusia yang tersisa di Indonesia, beberapa diantara struktur tersebut bertanggal lebih dari 2000 tahun yang lalu. Punden berundak bukan merupakan bangunan tapi merupakan pengubahan bentang lahan atau undakan yang memotong lereng bukit, seperti tangga raksasa. Bahan utamanya tanah dan bahan pembantunya adalah batu, menghadap ke anak tangga tegak, lorong melapisi jalan setapak tangga dan monolit yang besar (John Miksic, 2002:74). Selain dari masa prasejarah, bangunan masa klasik juga meliki konsep dalam pembuatan bangunan keagamaan yaitu bangunan candi. Konsep dasar rangsangan candi klasik Indonesia adalah keinginan menciptakan gunung pada pusat alam semesta, tempat roh para dewa dapat dibujuk untuk menjelma menjadi patungpatung yang ditempatkan dalam ruangan yang menyerupai gua (John Miksic, 2002:52). Dalam pembuatan candi, sebuah candi harus di bangun pada tempat yang sepi seperti puncak gunung, maupun di dekat sungai\mata air. Lokasi candi harus memiliki tanah yang subur dianggap suci, kemudian lokasi candi harus diberi pagar untuk mengusir bahaya magis, dan sebuah candi pada umumnya memiliki brahmastana, yaitu tempat menentukan letak arah utama.

Sama halnya dengan punden berundak dan candi, dalam pembuatan masjid juga memiliki aturan tertentu yaitu sebuah masjid biasanya didirikan menghadap ke arah kiblat yang merupakan arah Ka bah di kota Mekah. Mekah merupakan tempat kelahiran nabi Muhammad SAW, yang hingga saat ini menjadi kota suci Islam dan tujuan haji. Poros tiap masjid dimana pun tempatnya pasti bertemu dengan arah Ka bah. Arah tiap masjid menunjukan pusat alam dan mengkongkretkan kesatuan masyarakat Islam yang universal (Ashari Noer, 2002:312-313). Bangunan keagamaaan memiliki aturan tertentu dalam pembuatannya maka bangunan vihara juga memiliki aturan tertentu dalam pembuatannya, walaupun tidak memiliki aturan baku tapi pada dasarnya dalam pembuatan vihara tentu saja menerapkan konsep arsitektur Cina, misalnya pada arsitektur Cina ditandai dengan adanya impluvium, mempunyai atap dengan arsitektur Cina, dan sistem strukturnya terdiri dari tiang dan balok serta motif dekoratif untuk memperindah bangunan (Evelyn Lip,1986:9). Pada bangunan arsitektur Cina biasanya terdapat ornamen yang merupakan pelengkap dalam suatu karya arsitektur. Ornamen pada bangunan arsitektur Cina antara lain berbentuk fauna (hewan), berbentuk flora (tumbuhan), kaligrafi Cina, lambang geometris, fenomena alam dan tokoh. Warna pada vihara biasanya warna-warna terang seperti merah, kuning, hijau dan biru. Warna merah yang memiliki makna kebahagiaan, kuning memiliki makna kekaisaran. Mahkota tiang biasanya berwarna merah sedangkan atap genteng berwarna hijau, abu-abu, hitam, dan biru (Depdiknas, 2000:35-36).

Bangunan vihara tersebar di tanah air, banyak diantaranya yang tergolong bangunan kuno serta dikategorikan sebagai warisan budaya. Banyak yang masih tetap dipergunakan hingga sekarang, namun ada pula yang sudah lama ditinggalkan. Biasanya bangunan ini terdapat di sepanjang pantai yang dahulunya merupakan jalur perdagangan yang banyak terdapat komunitas orang Cina. Selain itu juga terdapat di kota-kota besar yang dijadikan pemukiman Cina. Salah satu vihara yang terdapat di kota besar yang dijadikan pemukiman Cina yaitu Vihara Senapati. Secara administratif vihara ini terletak di Jalan Yos Sudarso Kelurahan Panjang Utara Kecamatan Panjang Kota Bandar Lampung. Di sebelah Timur dan Barat vihara berbatasan dengan pertokoan, di sebelah Utara berbatasan dengan pemukiman, sedangkan di sebelah Selatan berbatasan dengan pertokoan. Ornamen-ornamen pada bangunan Vihara Senapati mempunyai perlambangperlambang tertentu, yaitu sebagai perlambang kebaikan pengusir kejahatan, perlambang sesuatu yang meluhurkan kebesaran raja-raja Cina kuno dan sebagai perlambang pelestari tradisi budaya Cina yang telah berumur ribuan tahun. Berdasarkan latar belakang tersebut maka peneliti tertarik ingin mengetahui lebih banyak dan jelas lagi tentang macam-macam ornamen yang ada di Vihara Senapati sehingga macam-macam ornamen ini dapat diketahui oleh penulis dan para pembaca umunya.

I.2.IdentifikasiMasalah Berdasarkan uraian latar belakang di atas maka dapat diidentifikasikan masalahnya sebagai berikut: 1. Adanya kebudayaan Cina yang dikenal dengan istilah Sam Kauw atau Tridharma sebagai suatu kepercayaan yang dianut dan dipuja. 2. Adanya kepercayaan masyarakat Cina yang memuja Tuhan, para leluhur, dewa-dewi dalam bentuk patung pemujaan yang ditata pada altar dalam sebuah bangunan yang disebut vihara. 3. Adanya berbagai macam ornamen pada bangunan Vihara Senapati di Kelurahan Panjang Utara Kecamatan Panjang Kota Bandar Lampung. I. 3. Pembatasan Masalah Agar penyusunan penelitian ini sesuai dengan yang diharapkan, maka batasan masalah dalam penelitian ini adalah: ornamen pada bangunan Vihara Senapati di Kelurahan Panjang Utara Kecamatan Panjang Kota Bandar Lampung. I. 4. Rumusan Masalah Berdasarkan pembatasan masalah di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah Apasajakah ornamen yang ada pada bangunan Vihara Senapati di Kelurahan Panjang Utara Kecamatan Panjang Kota Bandar Lampung?.

I. 5. Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Untuk mengetahui ornamen yang ada pada bangunan Vihara Senapati di Kelurahan Panjang Utara Kecamatan Panjang Kota Bandar Lampung. 2. Untuk menambah wawasan penulis dan masyarakat pada umumnya tentang macam-macam ornamen yang ada pada bangunan Vihara Senapati. I. 6. Kegunaan Penelitian Kegunaan dari penyusunan penelitian ini adalah: 1. Sebagai sumbangan referensi bagi mahasiswa dan masyarakat umum agar mengetahui ornamen yang ada pada bangunan Vihara Senapati. 2. Sebagai sarana untuk melestarikan dan mengembangkan kebudayaan bangsa khususnya kebudayaan masyarakat Tionghoa. I. 7. Ruang Lingkup Penelitian 1. Objek Penelitian : Ornamen yang ada pada bangunan Vihara Senapati 2. Subjek Penelitian : Struktur bangunan Vihara Senapati 3. Tempat Penelitian : Kelurahan Panjang Utara Kecamatan Panjang Kota Bandar Lampung 4. Waktu Penelitian : Juli-Agustus 2010 5. Bidang Ilmu : Antropologi Budaya