66 Pendahuluan Cahaya merupakan faktor penting bagi pertumbuhan dan perkembangan tanaman, karena selain berperan dominan pada proses fotosintesis, jug

dokumen-dokumen yang mirip
80 meniran (Phyllanthus urinaria L.) needs manure + NPK to produce the highest contain of anthocyanin (5.00 mg g -1 ). Key words: green meniran, red m

BAHAN DAN METODE. Y ijk = μ + U i + V j + ε ij + D k + (VD) jk + ε ijk

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Bahan Alat Rancangan Percobaan Yijk ijk

100 level of chlorophyll a, chlorophyll b and total chlorophyll. The high contain of anthocyanins is able to achieve with 50% soil moisture available

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Percobaan

BAHAN DAN METODE Waktu dan tempat Bahan dan alat Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE. Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Penelitian

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

114 biomassa. Produksi bioaktif ditunjukkan oleh kandungan flavonoid. Tinggi tanaman, jumlah daun, jumlah cabang, diameter batang dan bobot basah tota

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2016 sampai dengan Juli 2016

PENGARUH AKSESI GULMA Echinochloa crus-galli TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADI

TATA CARA PENELITIAN

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat. Bahan dan Alat

BAHAN METODE PENELITIAN

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan dan Alat. diameter 12 cm dan panjang 28 cm, dan bahan-bahan lain yang mendukung

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian telah dilaksanakan di Green House Fakultas Pertanian UMY dan

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Percobaan

METODOLOGI Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Bahan tanaman Bahan kimia Peralatan Metode Penelitian

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Istimewa Yogyakarta. Waktu pelaksanaan dimulai pada bulan September 2015

I. TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat Dan Waktu Penelitian. Penelitian ini dilakukan pada bulan Juni 2016 Agustus 2016 yang

III. TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian dilakukan di Laboratorium dan Lahan Percobaan Fakultas

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Metode

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan dan Alat. Metode Penelitian

BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian 3.2 Alat dan Bahan 3.3 Prosedur Penelitian Persiapan

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan. Percobaan ini dilakukan mulai

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

BAHAN DAN METODE. Metode Penelitian Percobaan I: Pengaruh Tingkat Berbuah Sebelumnya dan Letak Strangulasi Terhadap Pembungaan Jeruk Pamelo Cikoneng

2 METODE PENELITIAN. Waktu dan Tempat Penelitian. Alat dan Bahan. Rancangan Penelitian

III. METODE PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu penelitian. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2015 sampai Mei 2016

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dilaksanakan pada bulan November Februari 2017, di

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. Percobaan 1 : Pengaruh Pertumbuhan Asal Bahan Tanaman terhadap Pembibitan Jarak Pagar

III. BAHAN DAN METODE. laut, dengan topografi datar. Penelitian dilakukan mulai bulan Mei 2015 sampai

METODE. Lokasi dan Waktu. Materi

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian

Metode Penelitian. commit to user 100% 13,33% 50% 26,67% 30% 46,67% 25% 60,00% 15% 66,67% 10% 73,33% 4% 80,00% 2% 86,67%

PENGARUH JARAK TANAM TERHADAP HASIL PADI VARIETAS UNGGUL

Lampiran 1. Data persentase hidup (%) bibit A. marina dengan intensitas naungan pada pengamatan 1 sampai 13 Minggu Setelah Tanam (MST)

I. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Politeknik Negeri Lampung, Bandar Lampung.

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Green House dan Laboratorium penelitian

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Muhammadiyah Yogyakarta pada bulan Januari sampai Maret B. Penyiapan Bahan Bio-slurry

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III METODE PENELITIAN. secara faktorial yang terdiri atas dua faktor dan tiga kali ulangan.

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Metode Penelitian

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Fakultas Pertanian Universitas

BAHAN DAN METODE. Y ij = + i + j + ij

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian

MATERI DAN METODE. Riau Jalan H.R Subrantas Km 15 Simpang Baru Panam. Penelitian ini berlangsung

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP)

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

III. BAHAN DAN METODE

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Sumatera Utara, Medan dengan ketinggian tempat ± 32 meter di atas permukaan

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Rancangan Percobaan

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Muhammadiyah Yogyakarta pada bulan Mei 2016 sampai bulan Agustus 2016.

III. BAHAN DAN METODE. Universitas Lampung pada titik koordinat LS dan BT

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat

Tata Cara penelitian

berdasarkan kriteria Gleason dengan LD mg kg BB -1 dan tidak ditemukan gejala klinis ketoksikan yang nyata pada mencit sebagai hewan

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

I. TATA CARA PENELITIAN. Muhammadiyah Yogyakarta di Desa Tamantirto, Kecamatan Kasihan, Kabupaten

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian ini dilaksanakan di lahan Percobaan dan Laboratorium

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Politeknik Negeri Lampung (POLINELA). Waktu

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Metode Percobaan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan September 2015 di

Laboratorium Teknologi Benih Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran, Jatinangor, Jawa Barat, dengan ketinggian 725 m di atas permukaan laut.

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian. Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Yogyakarta, GreenHouse di Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah

I. BAHAN DAN METODE. dan Peternakan Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau Pekanbaru,

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di Screen House, Balai Penelitian Tanaman Sayuran

TATA CARA PENELITIAN. A. Rencana Waktu dan Tempat. Penelitian ini dilakukan pada bulan Juni - Juli 2017 bertempat di

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan jenis penelitian eksperimental menggunakan

MATERI DAN METODE. A 2 : 120 g/tanaman. A 3 : 180 g/tanaman

METODE PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian dilakukan di Laboratorium Proteksi Tanaman dan di Green

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai Juni 2014 di Greenhouse

AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Pengendalian hama dan penyakit pada pembibitan yaitu dengan menutup atau mengolesi luka bekas pengambilan anakan dengan tanah atau insektisida,

BAB III BAHAN DAN METODE. Medan Area yang berlokasi di Jalan Kolam No. 1 Medan Estate, Kecamatan

I. TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian telah dilaksanakan dengan percobaan rumah kaca pada bulan

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Pertanian, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), Yogyakarta.

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan waktu penelitian. Kabupaten Bantul, Daerah istimewa Yogyakarta. Waktu pelaksanaan dimulai

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilakukan di rumah kaca gedung Hortikultura Universitas Lampung

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat Metode Penelitian

PRODUKSI PROTEIN DAN ANTOSIANIN PUCUK KOLESOM (Talinum triangulare (Jacq.) Willd) DENGAN PEMUPUKAN BERTAHAP NITROGEN+KALIUM PADA DUA INTERVAL PANEN

BAHAN DAN METODE. Sumatera Utara (USU), Medan pada ketinggian tempat sekitar 25 m dpl. Analisis

Transkripsi:

65 PERTUMBUHAN DAN KANDUNGAN TOTAL FILANTIN & HIPOFILANTIN AKSESI MENIRAN HIJAU (Phyllanthus niruri L.) DAN MENIRAN MERAH (Phyllanthus urinaria L.) PADA BERBAGAI TINGKAT NAUNGAN Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh naungan terhadap pertumbuhan, produksi biomassa dan kandungan total filantin dan hipofilantin beberapa aksesi meniran. Penelitian dilakukan di Kebun Percobaan Babakan Sawah Baru IPB, Bogor, Jawa Barat dengan ketinggian 250 m dpl dari Maret 2009 sampai September 2009. Percobaan disusun dalam rancangan petak terbagi dengan 3 kali ulangan. Petak utama adalah taraf naungan (N) terdiri dari 0% (N0), 25% naungan (N1) dan 50% naungan (N2). Anak petak adalah aksesi meniran (A) terdiri dari A1, A2, A3, A4, A5, A6 merupakan meniran hijau (Phyllanthus niruri L.) dari Bangkalan dan A7, A8, A9, A10, A11, A12 merupakan meniran hijau (Phyllanthus niruri L.) dari Gresik. A13 merupakan meniran merah (Phyllanthus urinaria L.) dari Bangkalan. Hasil penelitian menunjukkan untuk menghasilkan pertumbuhan dan produksi biomassa yang tinggi, meniran hijau (A6 dan A7) membutuhkan kondisi terbuka hingga naungan 25%. Meniran hijau (A7) pada kondisi tanpa naungan menghasilkan kandungan total filantin yang tinggi (0,12% bobot kering) pada kondisi ternaungi 50% menghasilkan kandungan hipofilantin yang tinggi (0.13%). Meniran merah (A13) pada naungan 50% terdeteksi menghasilkan kandungan total filantin tertinggi. Kata kunci : filantin, hipofilantin, naungan, aksesi, biomassa Abstract The objectives these researches were to identify the effect of intensity of shade on the growth, biomass production and total containt of phyllanthin and hypophyllanthin from some accession Phyllanthus sp. L. The experiment was arranged in split plot design with three replications. The main plot was intensities of shade (N) throughout 0% (N0), 25% shading (N1) and 50% shading (N2). The sub plot was accessions of Phyllanthus (A) that consist of A1, A2, A3, A4, A5, A6, green meniran (Phyllanthus niruri L.) from Bangkalan and A7, A8, A9, A10, A11, A12 green meniran from Gresik. A13 was red meniran (Phyllanthus urinaria L.) from Bangkalan. The result of this research indicated that high level on growth and biomass production can achieve, green meniran (A6 and A7) need to open condition until 25% shading. Green meniran (Phyllanthus niruri L.) without shading identified the high total phyllantin content (0,12% dry weight) with 50% shading reached the high total hypophyllantin content (0,13% dry weight). The highest total phyllantin came from red meniran (Phyllanthus urinaria L.) were considerably shading (50%). Key words : phyllanthin, hypophyllanthin, shading, accession, biomass

66 Pendahuluan Cahaya merupakan faktor penting bagi pertumbuhan dan perkembangan tanaman, karena selain berperan dominan pada proses fotosintesis, juga sebagai pengendali, pemicu, dan modulator respon morfogenesis khususnya pada tahap awal pertumbuhan tanaman (Mc Nellis dan Deng 1995). Spektrum cahaya yaang dibutuhkan tanaman berkisar antara 400 700 nm, yang biasanya disebut photosynthetically active radiation (PAR). Chozin et al. (2000), Taiz dan Zeiger (2002) menyatakan bahwa daun yang ternaungi memiliki total klorofil tiap pusat reaksi yang lebih banyak, memiliki rasio klorofil b/a yang lebih besar dan daunnya lebih tipis. Sel palisade lebih pendek dan konsentrasi rubisco lebih sedikit. Daun yang ternaungi mempunyai laju fotosintsis yang lebih rendah daripada daun yang tidak ternaungi. Titik kejenuhan akan cahaya pada sun plant 10-20 μ mol m -2 s -1 dan shade plant sekitar 1-5 μ mol m -2 s -1. Nilai kejenuhan cahaya tanaman shade plant lebih rendah karena laju respirasinya sangat rendah sehingga dengan sedikit saja fotosintesis netto dihasilkan sudah cukup membuat laju pertukaran netto CO 2 menjadi nol. Laju respirasi yang rendah menunjukkan bentuk adaptasi tanaman bertahan terhadap lingkungan dengan cahaya yang terbatas. Stimulasi produksi bioaktif pada tanaman dapat dilakukan melalui manipulasi faktor lingkungan seperti cahaya, air dan pemupukan. Khan et al. (2010) mendapatkan pengaruh faktor lingkungan dan faktor genetik terhadap peningkatan kandungan filantin pada P. amarus (P. niruri). Gould dan Lister (2006) mendapatkan terjadinya peningkatan kandungan flavonoid pada tanaman yang mengalami cekaman cahaya. Hasil penelitian Nirwan et al. (2007) pada tanaman daun dewa menunjukkan terjadinya perubahan mekanisme adaptasi tanaman daun dewa antara yang tumbuh pada cahaya 100% dan dalam naungan dengan periode pencahayaan yang berbeda-beda. Jumlah stomata, jumlah trikoma dan tebal daun cenderung lebih rendah pada naungan yang semakin tiinggi dibandingkan dengan cahaya penuh. Kandungan enzim superoxide dismutase (SOD) mengalami peningkatan dengan srmakin meningkatnya persentase naungan, sedangkan rasio klorofil a/b semakin rendah dan kloroplas mengalami pembengkakan (dilatasi).

67 Struktur kloroplas antara 50-25% naungan memiliki bentuk yang proporsional. Naungan dan periode pencahayaan yang optimum yang menghasilkan antosianin, total flavonoid kasar (17.371%) dan kadar kuersetin tertinggi adalah naungan 50% dibandingkan dengan periode pencahayaan 25 dan 100%. Penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh naungan terhadap pertumbuhan, produksi biomassa dan kandungan total filantin dan hipofilantin beberapa aksesi meniran. Bahan dan Metode Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan di Kebun Percobaan Sawah Baru Dramaga Kabupaten Bogor Jawa Barat pada bulan April 2009 sampai dengan September 2009. Analisis antosianin dan klorofil di Laboratorium Molekuler dan Kloning Departemen AGH IPB. Analisis anatomi daun di Laboratorium Teknik mikro Departemen AGH IPB. Analisis kandungan bioaktif filantin dan hipofilantin di Laboratorium Terpadu Pusat Studi Biofarmaka IPB berakhir pada Desember 2010. Bahan dan Alat Penelitian ini menggunakan 13 aksesi meniran yang berasal dari Jawa timur terdiri dari enam aksesi meniran hijau (A1, A2, A3, A4, A5, A6) asal Kabupaten Bangkalan, enam aksesi meniran hijau (A7,A8,A9,A10,A11,A12) asal Kabupaten Gresik dan satu aksesi meniran merah (A13) asal Kabupaten Bangkalan. Paranet 25%, dan 50%, 400 kg ha -1 Urea (46% N), 150 kg ha -1 SP-36 (36% P205) dan 200 kg ha -1 KCl (60% K 2 0) serta pupuk kandang (pupuk organik) 20 ton per hektar, insektisida hayati, bambu dan bahan pembantu untuk penanaman. Bahan kimia yang digunakan antara lain untuk analisis kadar antosianin, klorofil, dan analisis kandungan bioaktif filantin dan hipofilantin. Peralatan yang digunakan terdiri atas peralatan tanam, satu set peralatan pengamatan anatomi daun, analisis antosianin, klorofil dan analisis bahan bioaktif filantin dan hipofilantin.

68 Metodologi Penelitian Percobaan disusun berdasarkan Rancangan Petak Terpisah (split plot design) dengan 3 ulangan. Petak utama adalah persentase naungan (N) yang terdiri dari tanpa naungan (No), naungan 25% (N1), dan naungan 50% (N2). Sebagai anak petak adalah aksesi meniran (A) yang berasal dari Kabupaten Bangkalan dan Kabupaten Gresik yang terdiri dari A1, A2, A3, A4, A5, A6, A7, A8, A9, A10, A11, A12, A13. Secara keseluruhan terdapat 39 kombinasi perlakuan dan diulang 3 kali sehingga terdapat 117 kombinasi perlakuan. Setiap perlakuan terdapat 10 polibag tanaman sehingga terdapat 1170 satuan percobaan. Model linier yang digunakan adalah : Yijk = µ + Ki +Nj +δ ij +Kk +(NK)jk + Є ijk Dengan : Yijk = nilai pengamatan akibat pengaruh kelompok ke-i, naungan ke-j dan aksesi ke-k µ = nilai rata-rata umum Ki Nj δ ij Kk = nilai pengamatan akibat pengaruh kelompok ke-i = nilai pengamatan akibat pengaruh naungan ke-j = galat akibat pengaruh kelompok ke-i dan naungan ke-j = nilai pengamatan akibat pengaruh aksesi ke-k (NK)jk = nilai interaksi antara faktor naungan ke-j dengan aksesi ke-k Є ijk = galat akibat pengaruh kelompok ke-i, naungan ke-j dan aksesi ke-k Data pengamatan diuji keragamannya. Analisis sidik ragam menggunakan software SAS versi 9.1, jika berpengaruh nyata dilanjutkan dengan uji Duncan s Multiple Range Test (DMRT) pada taraf 5% (Steel dan Torrie 1993; Mattjik dan Sumertajaya 2002). Penataan tempat percobaan Naungan dibuat dengan sistem para-para dengan ukuran 5 m x 4 m dengan tinggi 2 meter dan disusun sesuai dengan pengacakan perlakuan. Polibag diisi media tanah dan pupuk kandang sehingga bobot akhirnya menjadi 5 kg.

69 Kemudian disusun pada lokasi penelitian dan dibiarkan selama satu minggu. Pengukuran jumlah cahaya yang masuk ke dalam naungan menggunakan lux meter. Penanaman Biji meniran yang didapat dari eksplorasi di Kabupaten Bangkalan dan Kabupaten Gresik dikeringanginkan selama 24 jam, kemudian disemai. Media semai berupa campuran antara tanah, sekam dan kompos dengan perbandingan 1:1:1. Biji yang disemai ditutup dengan kompos agar tidak mudah diterbangkan angin. Selanjutnya media disiram air. Untuk menjaga kelembaban, persemaian ditutup dengan plastik bening tembus cahaya. Wadah diletakkan ditempat yang ternaungi. Setelah tumbuh kecambah, tutup plastik dibuka. Dilakukan pemeliharaan sampai bibit siap untuk dipindahkan ke polibag. Bibit yang dipindah telah mempunyai minimal 4 daun majemuk. Kegiatan pemeliharaan tanaman meliputi penyiraman, pemupukan, penyiangan gulma dan pencegahan hama dan penyakit. Penyiraman dilakukan setiap hari pada pagi atau sore hari pada awal tanam selama sebulan dengan asumsi tidak ada hujan. Selanjutnya dilakukan sesuai dengan kebutuhan. Pengendalian hama dan penyakit dengan cara mekanis dan bila perlu menggunakan insektisida hayati. Pengendalian gulma dilakukan dengan cara penyiangan. Pengamatan 1. Tinggi tanaman (cm) diukur dari pangkal batang sampai ujung pucuk tanaman, diamati setiap 2 minggu. 2. Jumlah daun majemuk, dihitung bila daun telah membuka sempurna, diamati setiap 2 minggu. 3. Jumlah cabang, dihitung setiap 2 minggu. 4. Diameter batang (mm), diamati pada tanaman yang sudah dipanen dengan cara mengukur panjang diameter pada sisi tengah batang dengan menggunakan jangka sorong digital. 5. Produksi biomassa basah (g), diamati pada akhir percobaan dengan cara menimbang dengan timbangan neraca analitik bobot basah akar, daun dan batang.

70 6. Produksi biomassa kering (g), diamati pada akhir percobaan dengan cara menimbang dengan timbangan neraca analitik bagian akar, daun dan batang yang telah dioven pada suhu 105 o C selama 24 jam. 7. Analisis High Performance Liquid Chromatography (HPLC) kandungan total filantin (% bobot kering) dan hipofilantin (% bobot kering) berdasarkan Tripathi et al. (2006) yang dimodifikasi. Prosedur analisis : 1 gram sampel kering meniran yang telah dihaluskan diekstraksi dengan metanol (3 x 10 ml masing-masing 10 jam) pada suhu kamar (25 ± 5 o C), selanjutnya disaring untuk mendapatkan filtrat yang ditera menjadi 50 ml. Analisis HPLC : menggunakan Shimadzu (Tokyo, Japan) model LC 20AD yang dilengkapi dengan dioda Shimadzu SPD-M20A dilengkapi PAD (Photodiode Array Detector) untuk menentukan kemurnian puncak dan kesamaan uji lignan. Pelarut HPLC disaring dengan nylon membrans filter 0.45 μ m x 47 mm. Kolom menggunakan LiChroCART 250-4RP- 18e(5μ m). Panjang gelombang deteksi 220 nm. Volume injeksi untuk standar dan sampel 20 μ L. Contoh perhitungan kandungan total filantin dan hipofilantin meniran disajikan pada Lampiran 9.

71 Hasil dan Pembahasan Perlakuan naungan dan aksesi berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman, jumlah daun majemuk dan diameter batang (Tabel 17). Perlakuan naungan secara nyata meningkatkan tinggi tanaman. Makin tinggi persentase naungan makin tinggi pertumbuhan tanaman meniran. Pada keadaan tanpa naungan rata-rata tinggi tanaman adalah 45.96 cm, lebih rendah dan berbeda nyata dengan tinggi tanaman pada naungan 25% sebesar 58.56 cm dan naungan 50% sebesar 62.15 cm. Tabel 17 Pengaruh naungan terhadap tinggi tanaman,jumlah daun majemuk dan diameter batang 13 aksesi meniran umur 10 minggu setelah tanam Peubah pengamatan Perlakuan Tinggi tanaman (cm) Jumlah daun majemuk Diameter batang (mm) Aksesi Meniran hijau A1 55.11 b 240.89 b 3.59 abc A2 56.11 b 235.56 b 3.63 abc A3 55.62 b 239.67 b 3.47 bc A4 55.22 b 248.00 b 3.31 c A5 55.55 b 241.33 b 3.49 bc A6 63.56 a 317.00 a 3.87 ab A7 62.78 a 342.67 a 3.91 a A8 57.55 b 243.89 b 3.47 bc A9 54.11 b 247.67 b 3.55 abc A10 55.33 b 228.56 b 3.39 c A11 57.00 b 258.89 b 3.32 c A12 56.14 b 248.67 b 3.42 c Meniran merah A13 37.78 c 165.11 c 3.41 c Naungan 0% 45.96 c 281.21 a 3.99 a 25% 58.56 b 244.69 b 3.41 b 50% 62.15 a 225.92 c 3.17 c Keterangan : Angka rata-rata pada satu kolom yang sama dan diikuti huruf menunjukkan tidak berbeda nyata dengan uji DMRT pada ά : 0.05. yang sama Sebaliknya, perlakuan naungan secara nyata menurunkan jumlah daun majemuk dan diameter batang. Semakin tinggi persentase tingkat naungan semakin rendah jumlah daun majemuk dan diameter batang. Pada keadaan terbuka menghasilkan daun majemuk sebanyak 281.21 dengan diameter batang 3.99 lebih tinggi dan berbeda nyata dengan jumlah daun majemuk dan diameter batang pada

72 naungan 25% (244.69; 3.41) dan naungan 50% (225.92; 3.17). Salisbury dan Ross (1995) mendapatkan tanaman yang hidup pada kondisi ternaungi akan menunjukkan gejala etiolasi. Perubahan yang lebih tinggi pada tanaman yang ternaungi disebabkan karena morfogenesis tanaman yang lebih cepat karena peningkatan zat pengatur tumbuh tanaman terutama auksin dan giberelin. Devlin dan Witham (1983) menyatakan bahwa tanaman yang tumbuh dalam kondisi ternaungi memiliki kandungan auksin dan giberelin yang tinggi dan berpengaruh pada plastisitas dinding sel sehingga morfogenesis pada tanaman mengalami peningkatan. Hasil analisis statistik menunjukkan adanya interaksi naungan terhadap parameter jumlah cabang 13 aksesi meniran (Tabel 18). ά Tabel 18 Pengaruh interaksi naungan terhadap jumlah cabang 13 aksesi meniran Aksesi Naungan 0% 25% 50% Meniran hijau A1 65.00 cde 46.00 efghij 36.33 hij A2 79.33 bc 43.33 fghij 34.33 hij A3 82.67 bc 47.33 efghij 30.67 ij A4 56.67 defg 52.67 defgh 32.33 hij A5 69.33 cd 48.33 efghij 36.33 hij A6 93.33 ab 82.00 bc 50.00 defghi A7 106. 67a 79.33 bc 42.67 fghij A8 80.00 bc 57.33 defg 32.67 hij A9 57.33 defg 39.33 ghij 28.00 j A10 50.00 defghi 46.00 efghij 33.00 hij A11 64.00 cde 58.33 defg 34.67 hij A12 60.33 def 58.00 defg 38.33 ghij Meniran merah A13 42.33 fghij 30.67 ij 38.33 ghij Keterangan : Angka rata-rata yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata dengan uji DMRT pada : 0.05. Berdasarkan hasil uji Duncan terhadap jumlah cabang terdapat 3 kelompok aksesi yang mempunyai respon yang berbeda terhadap naungan. Kelompok 1 terdiri dari A1, A4, A6, A9, A10, A11 dan A12. Jumlah cabang pada aksesi kelompok ini turun secara nyata bila berada pada kondisi ternaungi hingga 50%. Kelompok 2 terdiri dari A2, A3, A5, A7 dan A8 dimana naungan 25% telah dapat menurunkan secara nyata jumlah cabang. Sedangkan kelompok 3 adalah A13. Aksesi nomor 13 mempunyai jumlah cabang yang tidak berbeda

73 nyata antara kondisi tanpa naungan dengan naungan 25% maupun 50%. Hal ini menunjukkan bahwa A13 merupakan aksesi yang memiliki kemampuan dapat beradaptasi pada kondisi cahaya matahari penuh maupun di bawah naungan. Meniran merah (A13) toleran terhadap intensitas cahaya yang berbeda dan dapat digunakan sebagai sumber genetik apabila ingin mengembangkan tanaman meniran dengan gen yang toleran terhadap cahaya. Adanya perbedaan respon meniran terhadap cahaya berhubungan dengan asal usul tanaman yang berbeda habitatnya. Khan et al. (2010) mendapatkan terjadinya perbedaan tinggi tanaman, jumlah daun, dan jumlah biji P. amarus dengan adanya perbedaan ketinggian tempat karena faktor lingkungan dan genetik. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Tunggal (2004), penggunaan taraf naungan yang semakin meningkat dan jarak tanaman yang lebar dapat menurunkan pertumbuhan dan produksi herba meniran. Pembudidayaan meniran pada kondisi tanpa naungan menghasilkan pertumbuhan dan produksi herba yang tertinggi, sedangkan penggunaan naungan dapat menurunkan hasil. Tabel 19 Pengaruh aksesi terhadap bobot basah daun (BBD), bobot basah batang (BBB), bobot basah akar (BBA) dan bobot basah total (BBT) meniran umur 10 minggu setelah tanam Aksesi Peubah Pengamatan ά BBD (g tan -1 ) BBB (g tan -1 ) BBA (g tan -1 ) BBT (g tan -1 ) Meniran hijau A1 7.20 bc 7.68 bc 1.05 bc 15.93 cd A2 6.19 c 7.15 bc 0.99 bc 14.28 cd A3 6.57 bc 6.10 bc 1.12 bc 13.79 d A4 8.45 b 8.35 ab 1.21 bc 18.00 bc A5 6.98 bc 7.27 bc 1.15 bc 15.40 cd A6 10.89 a 10.15 a 1.14 bc 22.17 a A7 10.75 a 8.17 ab 1.18 bc 20.10 ab A8 6.59 bc 7.46 bc 1.16 bc 15.21 cd A9 6.64 bc 6.91 bc 1.03 bc 14.58 cd A10 5.82 c 5.82 c 0.79 c 12.42 d A11 6.67 bc 7.79 bc 1.25 ab 15.72 cd A12 6.10 c 7.01 bc 1.06 bc 14.16 cd Meniran merah A13 7.33 bc 6.72 bc 1.59 a 15.64 cd Keterangan : Angka rata-rata pada satu kolom yang sama dan diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata dengan uji DMRT pada : 0.05.

74 Tabel 19 menunjukkan perlakuan aksesi mempunyai pengaruh nyata terhadap bobot basah daun, batang, akar dan bobot basah total. Perlakuan naungan menunjukkan tidak berbeda nyata terhadap bobot basah daun, batang, akar dan total. Sejalan dengan pertumbuhan tanaman, aksesi no. 6 diikuti aksesi no. 7 merupakan aksesi dengan bobot basah daun, bobot basah batang dan bobot basah total tertinggi. Bobot basah akar tertinggi ditunjukkan pada A13 (1.59 gram tanaman -1 ). Meniran merah (A13) mempunyai keunggulan dalam perakaran. Kondisi di lapangan menunjukkan adanya pertumbuhan akar serabut pada cabang tanaman paling bawah yang berhubungan dengan tanah disamping akar utama yang berkembang sempurna. Hal ini menunjukkan bahwa meniran merah kemungkinan toleran terhadap kekeringan dan potensial digunakan sebagai aksesi yang toleran terhadap kekeringan. ά Tabel 20 Pengaruh aksesi terhadap bobot kering daun (BKD), bobot kering batang (BKB), bobot kering akar (BKA) dan bobot kering total (BKT) meniran umur 10 minggu setelah tanam Aksesi Peubah Pengamatan BKD (g tan -1 ) BKB (g tan -1 ) BKA (g tan -1 ) BKT (g tan -1 ) Meniran hijau A1 2.98 c 2.92 ab 0.57 bcd 6.48 cd A2 2.88 c 2.63 abcd 0.51 cd 6.01 cd A3 2.97 c 2.31 cd 0.60 bcd 5.89 cd A4 2.91 c 2.31 cd 0.58 bcd 5.79 cd A5 3.04 c 2.45 bcd 0.56 bcd 6.05 cd A6 5.05 a 3.31 a 0.88 a 9.25 a A7 4.18 b 3.05 ab 0.68 bc 7.91 b A8 3.32 c 2.84 abc 0.60 bcd 6.76 bc A9 2.68 c 2.13 de 0.51 cd 5.32 cd A10 2.48 c 2.08 de 0.388 d 4.95 d A11 2.93 c 2.72 abc 0.55 bcd 6.19 cd A12 3.22 c 2.36 cd 0.52 cd 6.09 cd Meniran merah A13 2.80 c 1.73 e 0.75 ab 5.28 cd Keterangan : Angka rata-rata pada satu kolom yang sama dan diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata dengan uji DMRT pada : 0.05. Aksesi meniran menunjukkan keragaman yang nyata dalam bobot kering daun, batang, akar dan bobot kering total. Perlakuan naungan tidak berpengaruh nyata terhadap bobot kering daun, batang, akar dan total (Tabel 20). Aksesi

75 meniran hijau asal Bangkalan (aksesi nomor 6) mempunyai bobot kering daun (5.05 g tanaman -1 ), bobot kering batang (3.31 g tanaman -1 ), bobot kering akar (0.88 g tanaman -1 ) dan bobot kering total (9.25 g tanaman -1 ) tertinggi diikuti aksesi nomor 7 mempunyai bobot kering daun 4.18 g tanaman -1, bobot kering batang 3.05 g tanaman -1 dan bobot kering total 7.19 g tanaman -1. Aksesi nomor 6 dan nomor 7 menunjukkan pertambahan tinggi tanaman, jumlah daun majemuk dan jumlah cabang maksimal. Hal ini akan mempengaruhi laju fotosintesis di dalam daun yang akan mempengaruhi jumlah fotosintat yang dihasilkan. Pada aksesi nomor 6 dan nomor 7 didapatkan bobot kering daun, batang, akar dan bobot kering total yang maksimal. Penambahan bobot kering daun, batang, akar dan bobot total maksimal terdapat pada A6 yaitu 5.05 gram tanaman -1, 3.31 gram tanaman -1, 0.88 gram tanaman -1 dan 9.25 gram tanaman -1 (Tabel 20). Hal ini sejalan dengan pertumbuhan vegetatif yang baik pada A6 menyebabkan tanaman dapat menghasilkan bobot kering yang maksimal. Perbedaan diantara aksesi akibat perlakuan naungan menunjukkan hasil kandungan total filantin maupun hipofilantin yang berbeda. Aksesi enam dan aksesi tujuh dipilih untuk dilakukan analisis lebih lanjut karena memperlihatkan respon terhadap parameter pertumbuhan yang lebih baik bila dibandingkan dengan aksesi meniran hijau lainnya. Aksesi nomor 13 merupakan meniran merah yang menunjukkan potensi kandungan bioaktif yang tinggi. Data ini tidak dianalisis statistik karena merupakan hasil analisis komposit (analisis dilakukan dengan cara mencampurkan bahan contoh menjadi satu pada perlakuan yang sama dari 3 ulangan). Berdasarkan data yang disajikan pada Tabel 21 dan Gambar 16, kandungan total filantin tertinggi (0.12 % bobot kering) dihasilkan aksesi meniran hijau asal Gresik (A7) tanpa naungan (N0). Kandungan total hipofilantin tertinggi (0.13 % bobot kering) ditunjukkan oleh perlakuan pemberian naungan 50% pada aksesi meniran hijau asal Gresik (A7).

76 Tabel 21 Kandungan total filantin dan hipofilantin dari tiga aksesi meniran pada berbagai tingkat naungan Aksesi Naungan A6 (meniran hijau) A7 (meniran hijau) A13 (meniran merah) Filantin (%) 0% 0.05 0.12 td 25% 0.08 0.11 td 50% 0.08 0.09 0.001 Hipofilantin (%) 0% 0.06 0.12 td 25% 0.09 0.12 td 50% 0.08 0.13 td Keterangan : td = tidak terdeteksi 0.14 0.12 0.12 0..12 0.12 0.11 0.13 persen (%) 0.1 0.08 0.06 0.04 0.02 0 0.09 filantin hipofilantin 0 25 50 Tingkat naungan (%) Gambar 16 Kandungan total filantin dan hipofilantin meniran aksesi tujuh pada beberapa tingkat naungan. Hasil ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan kandungan total filantin maupun hipofilantin meniran pada perlakuan naungan yang berbeda. Perlakuanan pemberian naungan 50% meningkatkan kandungan total hipofilantin sedangkan perlakuan tanpa naungan didapatkan kandungan total filantin tertinggi. Hasil penelitian Figuera et al. (2006) menunjukkan adanya produksi biomassa, kandungan lignan (filantin dan hipofilantin) yang berbeda diantara 4 daerah yang

77 diteliti. Produksi biomassa berkisar antara 16.97 hingga 20.75 g tanaman -1 dan kandungan lignan dari 0.65 hingga 1.24 % berat berat -1. Untuk meniran merah asal Bangkalan (A13), kandungan total filantin dapat terdeteksi pada perlakuan naungan 50% sebesar 0.001 %, sedangkan pada perlakuan yang lain tidak terdeteksi. Meniran merah (A13) pada hampir semua perlakuan naungan tidak terdeteksi. Hasil ini sejalan dengan hasil penelitian Tripathi et al. (2006) yang menggunakan analisis HPLC dan HPTLC terhadap P. amarus, P. fraternus, P. urinaria, P. maderaspatensis, P. virgatus dan P. debilis yang menunjukkan bahwa P. urinaria dan P. debilis tidak terdeteksi. Kandungan total filantin pada naungan 50% menunjukkan bahwa terpacunya pembentukan filantin pada meniran merah (A13) dengan adanya naungan. Simpulan 1. Meniran hijau membutuhkan kondisi terbuka hingga ternaungi 25% untuk menghasilkan pertumbuhan dan produksi biomassa yang tinggi. 2. Meniran hijau membutuhkan kondisi tanpa naungan, merah memerlukan naungan 50% untuk menghasilkan filantin. 3. Meniran hijau membutuhkan naungan 50% untuk menghasilkan kandungan total hipofilantin yang tinggi.