4 KEADAAN UMUM WILAYAH PENELITIAN 4.1 Letak Geografi dan Topografi Kabupaten Nunukan merupakan kabupaten hasil pemekaran dari Kabupaten Bulungan, yang terbentuk berdasarkan pertimbangan luas wilayah, peningkatan pembangunan dan peningkatan pelayanan kepada masyarakat. Kabupaten Bulungan, yang saat itu diperintah oleh Almarhum R.A BESSING sebagai inisiator pembentukan kabupaten pemekaran, saat itu terdiri dari 15 Kecamatan termasuk Kecamatan Nunukan. Setelah ditetapkannya Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, maka dimekarkanlah Kabupaten Bulungan menjadi 2 (dua) daerah pemekaran, yaitu Kabupaten Nunukan dan Kabupaten Malinau yang tertuang dalam Undang-undang Nomor 47 Tahun 1999 tentang Pembentukan Kabupaten Nunukan, Kabupaten Malinau, Kabupaten Kutai Timur, Kabupaten Kutai Barat dan Kota Bontang yang ditetapkan pada tanggal 4 Oktober 1999 sebagaimana telah diubah menjadi Undang-undang nomor 7 tahun 2000. Kabupaten Nunukan terletak antara 115 33' sampai dengan 118 3' Bujur Timur dan 3 15'00" sampai dengan 4 24'55" Lintang Utara. Kabupaten ini merupakan wilayah paling utara dari Propinsi Kalimantan Timur. Posisinya yang berada di daerah perbatasan Indonesia - Malaysia menjadikan Kabupaten Nunukan sebagai daerah yang strategis dalam peta lalu lintas antar Negara dengan berbagai permasalahan yang dihadapinya. Wilayah Kabupaten Nunukan di sebelah Utara berbatasan langsung dengan Negara Malaysia Timur-Sabah, sebelah Timur dengan Laut Sulawesi, sebelah Selatan dengan Kabupaten Bulungan dan Kabupaten Malinau, sebelah Barat berbatasan langsung dengan Negara Malaysia Timur-Serawak. Kabupaten yang berdiri pada tahun 1999 ini merupakan hasil pemekaran Kabupaten Bulungan dengan luas wilayah 14.263,68 km 2. Kabupaten ini memiliki 10 sungai dan 17 pulau. Sungai terpanjang adalah Sungai Sembakung dengan panjang 278 km sedangkan Sungai Tabut merupakan sungai terpendek dengan panjang 30 km. Topografi Kabupaten Nunukan cukup bervariasi, kawasan perbukitan terjal terdapat di sebelah utara bagian barat, perbukitan sedang di bagian tengah
45 dan dataran bergelombang landai di bagian timur memanjang hingga ke pantai sebelah timur. Perbukitan terjal di sebelah utara merupakan jalur pegunungan dengan ketinggian 1.500 m-3.000 m di atas permukaan laut. Kemiringan daerah dataran tinggi berkisar antara 8-15%, sedangkan untuk daerah perbukitan memiliki kemiringan yang sangat terjal, yaitu di atas 15%. Dengan demikian kemiringan rata-rata berkisar antara 0-50%. Gambar 8 Peta Kabupaten Nunukan Secara administrasi, Kabupaten Nunukan terdiri atas 8 kecamatan dan 223 desa. Kecamatan Lumbis merupakan kecamatan dengan wilayah terluas, yaitu 3.645,50 km 2 atau sekitar 25,56 persen dari luas Kabupaten Nunukan. Selain itu, kecamatan ini juga memiliki jumlah desa terbanyak dibandingkan kecamatan lainnya, yaitu sebanyak 77 desa. Sedangkan kecamatan dengan luas wilayah terkecil adalah Kecamatan Sebatik, yaitu 104,42 km 2 atau sekitar 0,73% dari luas Kabupaten Nunukan. Kecamatan Nunukan yang juga merupakan ibukota kabupaten memiliki luas wilayah 1.596,77 km 2 atau sekitar 11,19% dari luas wilayah Kabupaten Nunukan. Berdasarkan letaknya, kecamatan tersebut dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu kecamatan pedalaman yang terdiri dari Kec. Krayan, Krayan Selatan, Lumbis dan Sebuku; dan kecamatan pesisir yang meliputi Kec. Sembakung,
46 Nunukan, Sebatik dan Sebatik Barat. Luas masing-masing kecamatan disajikan pada Tabel 5. Tabel 5 Nama kecamatan di Kabupaten Nunukan dan luas wilayahnya Kec. Pedalaman 1. Krayan Nama Kecamatan Jumlah Desa Luas Wilayah (km 2 ) 2. Krayan Selatan 3. Lumbis 4. Sebuku 65 24 77 22 1.837,54 1.756,46 3.645,50 3.124,90 Sub Jumlah 10.364,40 Kec. Pesisir 5. Sembakung 20 2.055,90 6. Nunukan 7 1.421,98 7. Sebatik 4 104,42 8. Sebatik Barat 4 142,19 9. Nunukan Selatan 4 174,79 Sub Jumlah 3.899,28 Jumlah 14.263,68 Sumber : BPS Kabupaten Nunukan, 2011 Berdasarkan tabel diatas terlihat bahwa proporsi kecamatan pesisir mencapai 27 % dari luas wilayah kabupaten secara keseluruhan. Namun demikian kecamatan-kecamatan pesisir ini relatif lebih maju dibandingkan dengan kecamatan pedalaman. Hal ini salah satunya disebabkan oleh aksesibilitas dengan wilayah luar yang relatif terbuka. Kabupaten Nunukan dapat dikatagorikan sebagai kabupaten kepulauan. Hal ini terlihat dari banyaknya pulau yang ada di wilayah ini yang mencapai 17 pulau. Terdapat 3 pulau besar yang luasnya diatas 10.000 km 2 yaitu Pulau Nunukan, Pulau Sebatik dan Pulau Sebaung. Sedangkan pulau yang lainnya merupakan pulau yang lebih kecil bahkan ada beberapa pulau yang belum diketahui luasannya. Pulau Sebatik sendiri merupakan wilayah terluar dari Kabupaten Nunukan sekaligus terluar dari wilayah Indonesia. Pulau Sebatik terbagi dua dimana satu sisi masuk ke wilayah Indonesia dan sisi yang lain masuk ke wilayah Malaysia.
47 Tabel 6 Nama pulau di Kabupaten Nunukan dan luasannya Nama Pulau Luas (km 2 ) 1. Nunukan 23.346,00 2. Tinabasan 1.790,00 3. Aus 6.117,00 4. Bukat 1-5. Bukat 2-6. Sebatik 24.661,00 7. Sinogolan 3.395,00 8. Sinelak 138,00 9. Iting-Iting Besar 1.099,64 10. Iting-Iting Kecil -- 11. Sebaung 16.387,00 12. Itai - 13. Pelanduk 1 0,01 14. Pelanduk 2-15. Sekapal - 16. Tembalan 0,04 17. Mengkasak - Sumber : Dinas Perikanan Dan Kelautan Kabupaten Nunukan, 2008 4.2 Kependudukan Jumlah penduduk Kabupaten Nunukan sejak tahun 2000 sampai 2009 mengalami pertumbuhan rata-rata 5,90 %. Pertumbuhan tertinggi terjadi pada tahun 2002 sebesar 16,17 % dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Sedangkan kepadatan penduduk tahun 2009 sebesar 9,29 jiwa/km 2 meningkat 66,48 % dibandingkan dengan kepadatan penduduk tahun 2000 yang mencapai 5,58 jiwa/km 2. Pertumbuhan tertinggi terjadi pada tahun 2002 dimana penduduk pada tahun tersebut mencapai 97.398 jiwa meningkat 16,17 % dibandingkan tahun sebelumnya yang hanya mencapai 83.841 jiwa. Data selengkapnya disajikan pada Tabel 7. Tabel 7 juga menunjukkan bahwa terdapat kecenderungan peningkatan kepadatan penduduk selama tahun 2000-2009 mulai dari 5,58 jiwa/km 2 pada tahun 2000 menjadi 9,29 jiwa/km 2 pada tahun 2009. Namun demikian kecenderungan sebaliknya terjadi pada tingkat pertumbuhan dimana pada selang waktu yang sama relatif mengalami penurunan dimana pada tahun 2000 5,30 % menjadi hanya 2,74 % pada tahun 2009.
48 Tabel 7 Jumlah dan kepadatan penduduk tahun 2000-2009 Tahun Jumlah Penduduk (jiwa) Kepadatan Penduduk (jiwa/km²) Pertumbuhan Penduduk (%) 2000 79.620 5,58 2001 83.841 5,88 5,30 2002 97.398 6,83 16,17 2003 106.323 7,45 9,16 2004 109.527 7,68 3,01 2005 115.210 8,08 5,19 2006 118.707 8,32 3,04 2007 125.585 8,80 5,79 2008 129.011 9,04 2,73 2009 132.542 9,29 2,74 Rata-rata pertumbuhan per tahun 5,90 Berdasarkan sebarannya, penduduk relatif terkonsentrasi pada beberapa kecamatan. Tabel 7 memperlihatkan bahwa penduduk terbanyak berada di Kecamatan Nunukan dan disusul kemudian Kecamatan Sebatik. Apabila ditelusuri lebih jauh maka dapat dikatakan bahwa jumlah penduduk Kabupaten Nunukan berada di wilayah-wilayah pesisir. Hal ini ditunjukkan dengan proporsi jumlah penduduk di wilayah pesisir dibandingkan dengan jumlah penduduk secara keseluruhan yang mencapai 77 %. Demikian pula halnya dengan kepadatan penduduknya dimana wilayah pesisir mempunyai kepadatan penduduk yang jauh diatas wilayah pedalaman. Kecamatan dengan penduduk paling padat adalah Kecamatan Sebatik sebanyak 207 jiwa/km 2, disusul oleh Kecamatan Sebatik Barat dan Kecamatan Nunukan yang masing-masing 81 jiwa/km 2 dan 60 jiwa/km 2. Berdasarkan jenis kelamin, penduduk Kabupaten selama 2000-2009 lebih banyak laki-laki dibandingkan dengan perempuan. Pada tahun 2000 jumlah penduduk laki-laki dan perempuan masing-masing adalah 42.556 jiwa dan 37.064 jiwa dengan nilai rasio jenis kelamin 114,82. Demikian pula pada tahun 2009 kondisinya relatif tidak berbeda dimana jumlah penduduk untuk masing-masing jenis kelamin 70.372 jiwa laki-laki dan 62.170 perempuan dengan nilai rasio jenis kelamin 113,19.
49 Tabel 8 Jumlah dan kepadatan penduduk tiap kecamatan tahun 2009 Kecamatan Kec. Pedalaman Luas Wilayah (km 2 ) Jumlah Penduduk (jiwa) Kepadatan Penduduk (jiwa/km 2 ) 1. Krayan 1.837,54 9.058 4,93 2. Krayan Selatan 1.756,46 2.372 1,35 3. Lumbis 3.645,50 9.634 2,64 4. Sembakung 3.124,90 8.580 2,75 Sub Jumlah 10.364,40 29.644 2,86 Kec. Pesisir 5. Nunukan 1.421,98 47.056 33,09 6. Nunukan Selatan 174,79 10.543 60,32 7. Sebuku 1.596,77 12.236 7,66 8. Sebatik 104,42 21.610 206,95 9. Sebatik Barat 142,19 11.543 81,18 Sub Jumlah 3.899,28 102.988 26,41 Jumlah 14.263,68 132.632 9,30 Tabel 9 Perkembangan jumlah penduduk menurut jenis kelamin dan rasionya Kecamatan Laki-laki Perempuan Rasio Jenis Kelamin 2000 42.556 37.064 114,82 2001 44.455 39.386 112,87 2002 51.731 45.667 113,28 2003 57.627 48.696 118,34 2004 59.466 50.061 118,79 2005 62.063 53.147 116,78 2006 63.267 55.470 114,12 2007 67.102 58.483 114,74 2008 68.716 60.295 113,97 2009 70.372 62.170 113,19 Kondisi tersebut juga relatif sama apabila dilihat dari sebaran wilayah. Semua kecamatan yang ada mempunyai rasio jenis kelamin diatas 100. Rasio yang paling tinggi terdapat di Kecamatan Sebuku dengan nilai 121,36 artinya jumlah penduduk laki-laki jauh lebih banyak, sedangkan rasio yang paling rendah terdapat di Kecamatan Sebatik Barat dengan nilai 108,81. Data selengkapnya disajikan pada Tabel 10.
50 Tabel 10 Jumlah penduduk tiap kecamatan menurut jenis kelamin dan rasio jenis kelamin 2009 Kecamatan Laki-laki Perempuan Rasio Jenis Kelamin Krayan 4.863 4.195 115,92 Krayan Selatan 1.282 1.090 117,51 Lumbis 5.059 4.575 110,58 Sembakung 4.502 4.078 110,40 Nunukan 24.940 22.116 112,77 Nunukan Selatan 5.586 4.867 114,77 Sebuku 6.715 5.521 121,36 Sebatik 11.410 10.200 111,86 Sebatik Barat 6.015 5.528 108,81 Jumlah 70.372 62.170 113,19 4.3 Ketenagakerjaan Persentase penduduk usia kerja masih lebih banyak yang tergolong dalam angkatan kerja daripada yang bukan angkatan kerja. Penduduk yang tergolong angkatan kerja mencapai 64,89 persen, dimana 61,03 persen nya merupakan mereka yang bekerja, sementara 3,86 persen tergolong pengangguran atau sedang mencari pekerjaan. Sementara itu untuk golongan bukan angkatan kerja masih didominasi oleh kegiatan mengurus rumah tangga yang mencapai 22,30 persen kemudian disusul sekolah sebesar 9,49 persen dan lainnya sebesar 3,32 persen. Tabel 11 Persentase penduduk berumur 15 tahun keatas menurut kegiatan utama 2003 2009 (%) Keterangan 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 Angkatan Kerja Bekerja 55,31 51,28 48,63 44,76 58,49 50,90 61,03 Mencari Kerja 2,14 2,33 7,27 10,62 3,28 4,14 3,86 Bukan Angkatan Kerja Sekolah 8,41 7,69 17,88 17,51 8,88 8,54 9,49 Mengurus Rumah 29,79 22,30 29,27 30,46 20,79 23,53 24,20 Tangga Lainnya 4,86 8,24 5,43 3,58 5,15 6,63 3,32 Sektor pertanian masih merupakan sektor penggerak utama roda perkonomian masyarakat Kabupaten Nunukan. Kabupaten yang wilayahnya sebagian besar berada di daratan Pulau Kalimantan, dilihat dari jumlah penduduknya yang bekerja terlihat persentase terbesar lapangan usahanya adalah sektor pertanian yaitu mencapai 54,60 persen, yang kemudian diikuti sektor
51 keuangan dan jasa-jasa yaitu 20,28 persen. Selanjutnya sektor perdagangan yang mencapai 10,06 persen seperti terlihat dalam Tabel 12. Tabel 12 Persentase penduduk usia kerja yang bekerja menurut lapangan usaha utama tahun 2009 Lapangan Usaha Utama Jumlah tenaga kerja (%) 2008 2009 Pertanian 77,04 52,34 Pertambangan dan Penggalian 0,08 1,53 Industri 1,11 0,63 Listrik, Gas dan Air 0,22 1,10 Konstruksi 2,15 5,24 Perdagangan 5,81 9,96 Transportasi dan Komunikasi 3,48 4,41 Keuangan dan Jasa-jasa 0,43 2,15 Lainnya 8,36 20,37 Jumlah 100,00 100,00 Rasio antara angkatan kerja dengan jumlah penduduk usia kerja dikenal dengan istilah Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK), yang notabene merupakan besarnya jumlah penduduk masuk dalam pasar kerja. TPAK pada tahun 2006 sebesar 55,38 persen dan pada tahun 2009 sebesar 64,86 persen. Penduduk yang tidak bekerja tetapi sedang mencari pekerjaan disebut menganggur (unemployed). Jadi pengangguran termasuk mereka yang tidak bekerja tetapi sedang mencari pekerjaan, telah diterima bekerja tetapi belum mulai bekerja dan yang di PHK (Pemutusan Hubungan Kerja) tetapi masih berhasrat untuk bekerja. Angka Pengangguran Terbuka merupakan perbandingan antara jumlah pencari kerja dengan jumlah angkatan kerja. Angka tersebut sering disebut juga dengan Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT). Tingkat Pengangguran Terbuka mencerminkan jumlah orang yang kegiatannya mencari kerja untuk setiap seratus orang angkatan kerja. Perubahan kondisi perekonomian suatu daerah akan mempengaruhi profil ketenagakerjaan di daerah tersebut baik secara langsung maupun tidak langsung. Perbandingan antara Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK), Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) serta Tingkat Kesempatan Kerja (TKK) terlihat dalam Tabel 13.
52 Tabel 13 TPAK, TPT dan TKK tahun 2006-2009 (%) Item 2006 2007 2008 2009 Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja 64,89 55,38 61,77 55,05 (TPAK) Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) 19,17 5,31 7,53 5,94 Tingkat Kesempatan Kerja (TKK) 80,83 94,69 92,47 94,06 Sumber: BPS Kab. Nunukan, 2010 Secara umum tingkat pengangguran terbuka menunjukkan angka 5,94 persen. Besarnya angka pengangguran terbuka ini disebabkan karena angka ini selain mereka yang benar-benar menganggur juga mencakup mereka yang sudah bekerja tetapi masih mencari pekerjaan. Kebijakan tentang ketenagakerjaan pada umumnya tidak hanya diarahkan pada besarnya angka pengangguran terbuka namun juga pada produktivitas tenaga kerja yang rendah. Penyebab rendahnya produktivitas tenaga kerja adalah kualitas sumberdaya manusia yang rendah, upah yang rendah dan ketidaksesuaian antara latar belakang pendidikan/ketrampilan dengan bidang pekerjaan yang dilakukan (mismatching). Berbicara masalah tingkat pengangguran terbuka maka sangat erat kaitannya dengan Tingkat Kesempatan Kerja (TKK). Pengertian kesempatan kerja adalah banyaknya penduduk usia kerja yang terserap dalam pasar kerja atau penduduk 15 tahun ke atas yang bekerja. Tingkat kesempatan kerja merupakan komplemen dari tingkat pengangguran terbuka. Jika tingkat pengangguran terbuka semakin besar maka kesempatan kerja akan semakin kecil dan sebaliknya jika tingkat pengangguran terbuka semakin kecil maka kesempatan kerja akan semakin besar. Berkaitan dengan penjelasan diatas, bila dilihat tingkat kesempatan kerja di Kabupaten Nunukan tahun 2009 berlawanan dengan besarnya tingkat pengangguran terbuka yaitu sebesar 94,06% yang berarti dari setiap 100 orang penduduk yang termasuk dalam angkatan kerja sekitar 94 orang terserap dalam pasar kerja atau sudah bekerja. Berdasarkan indicator ketenagakerjaan (Tabel 14) terlihat bahwa upah minimum yang berlaku belum menjamin pemenuhan kebutuhan hidup yang layak. Pada tahun 2009, rata-rata kebutuhan hidup layak mencapai 1.555.938 rupiah, sedangkan upah minimum regional mencapai 960.000,00 rupiah. Artinya, untuk
53 dapat hidup layak, seorang karyawan masih harus mencari tambahan penghasilan sekitar 500.000,00 rupiah lagi. Tabel 14 Indikator ketenagakerjaan Kabupaten Nunukan Indikator Kependudukan Satuan Tahun 2006 2007 2008 2009 PHK kasus 5 14 13 21 Jumlah TK PHK (jumlah orang) orang 167 35 753 49 Rata-rata kebutuhan hidup layak rupiah 1.093.780 1.278.985 1.418.961 1.555.938 Rata-rata upah minimum regional rupiah 701.640 787.033 842.000 960.000 4.4 Kebijakan Pembangunan Daerah Kabupaten Nunukan sebagai salah satu wilayah pemekaran sekaligus juga wilayah perbatasan Negara mempunyai tantangan pembangunan yang cukup besar baik kaitannya dengan pembangunan ekonomi wilayah maupun hubungannya dengan Negara tatangga. Beberapa isu Strategis Rencana Pembangunan Jangka Panjang Kabupaten Nunukan (Bappeda 2005) adalah : Ketergantungan anggaran pembangunan pada sektor migas dan dana perimbangan baik pusat maupun propinsi, hal inin tergambar dari nilai rasio kemadirian yang sangat kecil Aksesibilitas wilayah yang kemudian menyebabkan kesenjangan pembangunan antar wilayah dan disparitas harga yang tinggi Kualitas dan kualitas sumberdaya manusia (SDM) yang belum mampu memenuhi kebutuhan akselerasi pembangunan serta tidak merata di semua wilayah kabupaten Nunukan Pola pemanfaatan sumberdaya alam yang belum optimal dan berkelanjutan serta berkeadilan-proporsional terutama sektor pertanian (perkebunan, perikanan) dan pertambangan, penggalian Persaingan hasil dan kapasitas produksi secara regional dalam negeri Persaingan perdagangan internasional Budaya konsumsi masyarakat yang berorientasi fanatis pada produk luar negeri
54 Perkembangan mutakhir politik luar negeri terhadap pertahananan keamanan nasional di wilayah perbatasan Keterlibatan pihak swasta dalam investasi pembangunan daerah terutama sektor pertanian dalam arti luas Berdasarkan isu strategis tersebut, maka pemerintah daerah menetapkanarah Utama (Mainstream) Pembangunan Jangka Panjang Kabupaten Nunukan yaitu : Pembangunan dan pengembangan Integrated Agriculture dalam arti agroindustri dan agribisnis yang meliputi sub sektor Perkebunan, Tanaman Pangan, Perikanan dan Peternakan. Prasyarat mutlak yang diperlukan dalam perencanaan pembangunan ini (i) Transformasi struktural dan kultural masyarakat dalam mengikuti dan menyukseskan pembangunan agroindustri dan agribisnis (sebagai prasyarat) dan (ii) Implementasi agroindustri berdasarkan hirarki wilayah (hinterland nodal) yang meliputi ketersediaan infrastruktur, potensi SDA, SDM. Perdagangan pertanian dalam arti luas (Agribisnis). Berkaitan dengan perencanaan ini, maka Nunukan yang berada di daerah perbatasan dengan negara lain (Malaysia) merupakan pusat (i) Etalase dan pintu gerbang perdagangan regional dan internasional. Pusat aktivitas perdagangan berada di Pulau Nunukan, (ii) pemberlakukan Grading dan sortasi komoditas perdagangan, (iii) Legal formal dokumen perdagangan ditingkat regional dan internasional, (iv) Kontrol (kendali) Kuota/mekanisme demand supply berkaitan dengan komoditas yang diperdagangkan. Jasa : (i) Pos pelayanan embarkasi dan penyaluran TKI yang minim penyimpangan dari sisi sosekbud (kemiskinan, kriminalitas, dll), (ii) Kontrol (kendali) Kuota/mekanisme demand supply berkaitan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) yang dikirim ke luar negeri melalui jalur Nunukan Bappeda, 2005 menyebutkan bahwa tujuan dan sasaran pembangunan jangka panjang tahun 2006-2025 adalah melaksanakan pembangunan daerah di Kabupaten Nunukan selama periode waktu 2006-2025 dalam rangka mewujudkan visi dan misi pembangunan daerah. Sebagai ukuran tercapainya visi dan misi jangka panjang tersebut serta mengacu pada tujuan yang diusulkan, maka
55 pembangunan daerah dalam 20 tahun mendatang diarahkan pada pencapaian sasaran-sasaran pokok sesuai sasaran pembangunan bidang/sektor-sektor pembangunan yang berpijak pada isu-isu strategis. Selanjutnya, beberapa sasaran yang diusulkan adalah : Terwujudnya kehidupan masyarakat/sdm yang berkualitas yang ditandai oleh meningkatnya Indeks Pembangunan Manusia (IPM) melalui pemenuhan kebutuhan dasar, ditunjukkan oleh (i) Peningkatan aksesibiltas masyarakat terhadap sarana dan prasarana pelayanan publik yang berkualitas bidang infrastruktur, pendidikan, dan kesehatan (ii) peningkatan aksesibilitas masyarakat terhadap lapangan kerja, meliputi perluasan dan pengembangan kesempatan kerja. peningkatan kualitas dan produktivitas tenaga kerja, serta perlindungan dan pengembangan lembaga tenaga kerja Terwujudnya perbaikan sistem pemerintahan, pelaksanaan pembangunan daerah dan pemberdayaan masyarakat yang berbudaya, berkeadilan, berwawasan kebangsaan dan berbasis pengetahuan, yang ditandai oleh (i) penyelenggarakan pemerintahan yang baik, bersih dan berwibawa melalui penerapan prinsip pokok good and clean governance (ii) Pembangunan daerah yang berkelanjutan (sustainability), berkeseimbangan (equality), dan berkeadilan (fairness), disertai pertumbuhan (growth) ekonomi dan stabilitas fiscal, (iii) peningkatan kerja sama dengan investor dan lembaga keuangan pemerintah dan swasta baik dari dalam maupun luar negeri, (iii) pengembangan pengelolaan perusahaan daerah, (iv) pemberian insentif regulasi untuk kemudahan berinvestasi dan (v) pemberdayaan potensi ekonomi melalui peningkatan kinerja koordinasi lembaga pelayanan publik dalam mengoptimalkan sumberdaya ekonomi secara produktif, Terwujudnya sistem dan iklim daerah yang aman, demokratis berdasarkan nilai-nilai budaya lokal serta berketerampilan dan menguasai IPTEK. Yang ditandai oleh Perwujudan jaminan sosial dan stabilitas keamanan, pengembangan nilai-nilai budaya dan spiritual penguasaan teknologi mutakhir sesuai kebutuhan daerah Dalam hal penanganan wilayah perbatasan, pemerintah daerah Kabupaten Nunukan telah diidentifikasi, dan melihat potensi yang dimiliki kawasan
56 perbatasan baik potensi sumber daya alam, letak geografis, dan potensi lainnya, Pemerintah kabupaten Nunukan menyusun Kebijakan Pembangunan guna percepatan pembangunan di kawasan perbatasan, yaitu : Penguatan struktur ekonomi kawasan perbatasan Nunukan. Perluasan ketersediaan sarana dan prasarana/ infrastruktur dasar wiiayah, transportasi dan telekomunikasi. Peningkatan rasa nasionalisme dan pemahaman politik bagi masyarakat perbatasan. Peningkatan kesadaran hukum masyarakat perbatasan dan peningkatan pengawasan dan pengamanan terhadap pelanggar lintas batas. Peningkatan ekonomi masyarakat dengan pembentukan 14 kawasan-kawasan sentra produksi sebagai titik-titik kuat dan pengelolaan sumber daya lokal dengan memperhatikan kelestarian hutan secara berkelanjutan.