BAB I PENDAHULUAN. maksimum termanfaatkan bila tanpa disertai dengan pola operasi yang sesuai.

dokumen-dokumen yang mirip
BAB III METODOLOGI. mendekati kapasitas lintas maksimum untuk nilai headway tertentu. Pada

BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN. angkutan kereta api batubara meliputi sistem muat (loading system) di lokasi

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

III. METODE PENELITIAN

2013, No Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2009 tentang Pembentukan dan Organisasi Kementerian Negara sebagaimana telah diubah terakhir deng

B A B 1 P E N D A H U L U A N. bernama Pelabuhan Panjang yang merupakan salah satu Pelabuhan Laut kelas

OPTIMASI POLA OPERASI PERJALANAN KERETA API ANGKUTAN BATUBARA DI SUMATRA SELATAN HALAMAN COVER DEPAN SKRIPSI. Oleh : ASTRI JUWITA PERDANI

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : PM. 35 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA DAN STANDAR PEMBUATAN GRAFIK PERJALANAN KERETA API

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Peran dan Karakteristik Angkutan Kereta Api Nasional

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Peran dan Karakteristik Moda Transportasi Kereta Api Nasional

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Bukit Asam Tbk, PT. Sumatera Bahtera Raya dan PT Putera Lampung. Ada beberapa

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Rancangan Tata Letak Jalur Stasiun Lahat

Perencanaan Jalur Ganda Kereta Api Lintas Cirebon Kroya Koridor Prupuk Purwokerto BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki sumber cadangan batubara yang cukup besar, akan tetapi

b. angkutan untuk orang dan barang diberi pelayanan yang

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. yang meliputi angkutan penumpang, angkutan barang, dan angkutan non barang.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Peran dan Karakteristik Angkutan Kereta Api Nasional

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 72 TAHUN 2009 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN KERETA API DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

KERANGKA ACUAN KERJA (KAK) PENYIAPAN DOKUMEN PROYEK INVESTASI PENYELENGGARAAN MONOREL DI PULAU BATAM

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 52 TAHUN 2000 TENTANG JALUR KERETA API MENTERI PERHUBUNGAN,

BAB 1 PENDAHULUAN. Dewasa ini penggunaan alat berat jenis Tower Crane pada proyek-proyek

BAB VI PENUTUP 6.1. Kesimpulan

Bab I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. sosial. Selain itu pembangunan adalah rangkaian dari upaya dan proses yang

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 110 TAHUN 2017 TENTANG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TENGAH NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PERKERETAAPIAN DARI PURUK CAHU BANGKUANG BATANJUNG

PROGRAM STUDI D4REKAYASA SISTEM TRANSPORTASI JALAN SIKAP

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Sebuah perusahaan kereta api merupakan suatu organisasi yang

, No.2007 Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 65, Tamb

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Peran dan Karakteristik Angkutan Kereta Api Nasional

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III LANDASAN TEORI

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. suatu pengeluaran adalah beban atau aktiva dapat berpengaruh sangat besar pada

BAB I PENDAHULUAN. dalam masyarakat dapat dikatakan baik apabila transportasi tersebut dapat

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. A. Kesimpulan

Analisis Pola Operasi Mempawah-Sanggau Kalimantan Barat

angkutan umum missal merupakan system angkutan umum yang efektif dan

BAB 1 PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Rencana Jaringan Kereta Api di Pulau Sumatera Tahun 2030 (sumber: RIPNAS, Kemenhub, 2011)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Peran Dan Karakteristik Moda Transportasi Kereta Api Nasional

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Sektor perekonomian salah satunya ditunjang oleh lapangan usaha

REKAYASA JALAN REL. MODUL 8 ketentuan umum jalan rel PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PERENCANAAN JALUR GANDA KERETA API DARI STASIUN PEKALONGAN KE STASIUN TEGAL

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Peran dan Karakteristik Angkutan Kereta Api Nasional

1. BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR GAMBAR... DAFTRAR TABEL... DAFTAR LAMPIRAN...

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I Pendahuluan I.1. Umum. I.2. Latar Belakang.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

DAFTAR ISI HALAMAN PERNYATAAN... KATA PENGANTAR... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR TABEL DAFTAR DIAGRAM... DAFTAR GRAFIK...

BAB III LANDASAN TEORI. International Airport akan melibatkan partisipasi dari stakeholders termasuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. baik transportasi darat, laut maupun udara. Perkembangan ini diiringi dengan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

LAMPIRAN C DAFTAR ISTILAH

2 2015, No.322 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4722) 3. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 tahun 2009 tentang Pelayanan Publi

2018, No Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 176, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5086), sebagaimana telah diubah dengan Perat

BAB I PENDAHULUAN. murah, aman dan nyaman. Sebagian besar masalah transportasi yang dialami

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2007 TENTANG PERKERETAAPIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

1.1 Latar Belakang Masalah

BAB III LANDASAN TEORI. Untuk mengukur tingkat keberhasilan atau kinerja dari sistem operasi

D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG BAB I PENDAHULUAN

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENGENALAN ANALISIS OPERASI & EVALUASI SISTEM TRANSPORTASI SO324 - REKAYASA TRANSPORTASI UNIVERSITAS BINA NUSANTARA 2006

Rp ,- (Edisi Indonesia) / Rp ,- (Edisi Inggris) US$ 750 Harga Luar Negeri

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Batubara merupakan bahan galian yang strategis dan salah satu sumber energi nasional yang mempunyai peran besar

BAB. I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

Bab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang

KATA PENGANTAR DAFTAR ISI. Kata Pengantar... i Daftar Isi... ii

BAB I PENDAHULUAN. sistem transportasi yang dimiliki oleh PT.KAI yang berada di masing masing

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2007 TENTANG PERKERETAAPIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. terdapat 5211 Pintu perlintasan di seluruh Jawa dan Sumatera. Perlintasan resmi

I. PENDAHULUAN. 105º50 dan 103º40 Bujur Timur. Batas wilayah Provinsi Lampung sebelah

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 1998 TENTANG PRASARANA DAN SARANA KERETA API PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DESAIN JALAN REL UNTUK TRANSPORTASI BATU BARA RANGKAIAN PANJANG (STUDI KASUS: SUMATERA SELATAN)

BAB. 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

gerak yang ada, keselamatan, kenyamanan, dan lain-lain.

BAB III LANDASAN TEORI. mengetahui pelayanan angkutan umum sudah berjalan dengan baik/ belum, dapat

*35899 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 69 TAHUN 1998 (69/1998) TENTANG PRASARANA DAN SARANA KERETA API PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 1998 TENTANG PRASARANA DAN SARANA KERETA API PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB 1 PENDAHULUAN. sebagai pihak pengelola, PT. KAI Commuter Jabodetabek (KCJ) masih perlu

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam suatu sistem transportasi, hubungan antara prasarana, sarana, dan operasi sangat erat. Suatu ketersediaan prasarana dan sarana dapat secara maksimum termanfaatkan bila tanpa disertai dengan pola operasi yang sesuai. Sebaliknya suatu pola operasi, dalam sistem angkutan kereta api, yang terkait dengan jumlah perjalanan atau frekwensi sesuai estimasi demand, tidak bisa dijalankan tanpa dukungan prasarana dan sarana yang memadai. Pada angkutan penumpang, estimasi kebutuhan agak sulit dipertahankan akurasinya karena mempunyai fluktuasi yang sangat dinamis. Pada angkutan barang, terutama batubara, estimasi demand bisa dilakukan relatif tepat. Oleh karena itu, pola operasi dapat digunakan sebagai salah satu alat untuk menentukan kebutuhan prasarana dan sarana untuk tingkat pelayanan tertentu, terutama pada jalur baru. Sebagai produk dari pasangan prasarana, sarana, dan operasi, biasanya berupa produk hasil angkutan yang bisa dibandingkan antara satu pola operasi dengan pola operasi lainnya. 1.2. Identifikasi Masalah Masalah pemilihan keputusan strategi pembangunan akan berdampak serius dan dalam jangka yang panjang, baik pembangunan tersebut diselenggarakan oleh pemerintah maupun pihak swasta. 1

2 Kesalahan dalam suatu program pembangunan akan mengurangi bahkan meniadakan dampak manfaat program maupun efektifitas penggunaan sumber daya. Begitu juga pada pembangunan sistem angkutan kereta api yang merupakan prasarana penting baik bagi angkutan penumpang maupun barang. Perencanaan sistem angkutan kereta api khusus untuk batubara ini memerlukan kajian yang menyeluruh atas segala aspek termasuk pola operasi agar diperoleh sistem yang sesuai dengan kebutuhan. Sistem angkutan kereta api mempunyai berbagai komponen yang harus saling selaras agar operasi yang dijalankan berlangsung lancar. Komponen dalam suatu sistem angkutan kereta api terdiri atas prasarana, sarana, dan sistem operasi atau pengendalian. Prasarana meliputi jalan rel, stasiun, sinyal, sistem komunikasi, dan sistem catu daya listrik, sedangkan sarana terdiri atas lokomotif, kereta, wagon, KRL/KRD. Sistem operasi terdiri atas serangkaian prosedur dan panduan untuk melaksanakan perjalanan kereta api reguler dan luar biasa sesuai keperluan. Keterkaitan antar komponen tersebut sedemikian rupa sehingga suatu sistem angkutan kereta api seolah-olah menjadi satu kesatuan yang tidak terpisah. Oleh karenanya pembangunan suatu sistem angkutan kereta api harus disusun dengan pertimbangan menyeluruh agar setiap komponen dapat termanfaatkan dengan optimal. Dalam keseluruhan sistem angkutan kereta api, pembangunan komponen prasarana memerlukan biaya terbesar, sekitar 60% hingga 70% dari keseluruhan biaya yang diperlukan, sehingga cukup beralasan bila hanya pemerintah atau perusahaan besar yang mampu membiayainya. Berdasarkan kriteria teknis jalan rel, maka geometri yang terdiri atas plan dan profile mempunyai batasan spesifikasi yang ketat. Hal ini terkait dengan

3 karakteristik sarana yang akan menggunakannya, yang pada umumnya memiliki beberapa keterbatasan. Sebagai contoh suatu rangkaian kereta api tidak mampu berjalan pada jalan rel dengan gradien > 6 0 / 00 dan radius tikungan < 300 m. Oleh karena itu pembangunan prasarana kereta api, terutama jalan rel, baik menyangkut geometri maupun pentahapannya harus direncanakan secermat mungkin, termasuk memperhitungkan kemungkinan pengembangannya di masa depan. Hal tersebut juga menjadi topik bahasan yang dihadapi oleh PT. Bukit Asam (Persero), BUMN pengelola tambang batubara di Sumatera Selatan. Dalam rangka mendukung program peningkatan produksinya, PT. Bukit Asam berencana membangun suatu sistem angkutan kereta api baru yang menghubungkan lokasi tambang di Tanjung Enim, Sumatra Selatan, dengan lokasi terminal di Srengsem, Lampung, sejauh 307,5 km. Sesuai dengan hasil kajian pemasaran yang telah dilakukan PT. Bukit Asam, maka peningkatan produksi direncanakan bertahap, yaitu 5 juta ton/tahun atau 5 MTA pada tahun pertama, meningkat menjadi 8 MTA pada tahun kedua, kemudian 10 MTA pada tahun ketiga, dan menjadi 20 MTA mulai tahun keempat hingga tahun ke dua puluh. Masalah mendasar yang dihadapi adalah apakah PT. Bukit Asam harus membangun sistem angkutan kereta api khusus batubara tersebut, terutama prasarana, secara bertahap sesuai dengan pola produksi ataukah membangun langsung dengan kapasitas angkut terbesar yaitu 20 MTA mulai dari awal. Pembangunan secara bertahap tentunya akan membutuhkan biaya lebih kecil di tahap awal, namun mengingat kesulitan teknis yang mungkin dialami pada saat konstruksi maka mungkin kesiapan sistem angkutan untuk keperluan

4 tahap-tahap selanjutnya tidak dapat tercapai sesuai waktu pola produksi. Sebaliknya, pembangunan langsung kapasitas angkut sebesar keperluan maksimum akan memerlukan biaya yang sangat besar, terutama pembangunan jalan rel, namun mempunyai kepastian bahwa pada saat produksi meningkat maka prasarana sudah siap mengangkut hasil produksi tambang batubara. Untuk menjawab masalah tersebut maka dalam penelitian ini dilakukan kajian melalui pendekatan analisis optimasi operasi dengan menggunakan hasil produksi angkutan sebagai kriteria untuk menentukan alternatif optimum. Permasalahan pada sistem angkutan kereta api batubara untuk PT. Bukit Asam terkait dengan pemilihan keputusan apakah penyediaan sistem angkutan perlu mengikuti skenario pola produksi yang meningkat secara bertahap, atau langsung ke pembangunan skala penuh sesuai target puncak produksi. Kedua pilihan tersebut sangat terkait dengan kapasitas angkutan. Besarnya kapasitas angkutan dalam hal ini bisa didekati dengan pola operasi perjalanan kereta api sebagai salah satu variabel yang menentukan, karena setiap pola operasi akan menghasilkan jumlah angkutan yang berbeda. Oleh karena itu optimasi operasi perjalanan kereta api dapat digunakan untuk menganalisis efektifitas keputusan yang layak secara teknis dan diharapkan dapat memenuhi kebutuhan kapasitas angkut yang diperlukan. 1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian Tujuan untuk menentukan pola operasi perjalanan yang optimum sehingga diperoleh hasil angkutan batubara maksimum sesuai dengan rencana produksi.

5 Pola operasi sistem angkutan kereta api batubara yang optimum akan memberi hasil produksi angkutan maksimum. Optimasi tersebut akan memberi manfaat yang mengarah pada efektifitas penggunaan sumber daya dalam pembangunan sarana dan prasarana perkeretaapian yang baru. 1.4. Lingkup Penelitian Lingkup penelitian meliputi aspek-aspek yang diperlukan untuk melakukan optimasi pola perjalanan kereta api yaitu: 1. Pemodelan masalah Pemodelan diawali dengan pemilihan model yang mampu menirukan permasalahan sebenarnya menjadi persamaan matematis atau grafis. Untuk dapat melakukan analisis optimasi maka permasalahan yang timbul harus dinyatakan dalam model optimasi sehingga dapat diketahui fungsi tujuan, fungsi batasan, dan variabel yang berperan dalam pola operasi perjalanan kereta api. Adapun obyek yang menjadi bahan kajian adalah rencana jalur kereta api angkutan batubara baru sepanjang 320 km yang menghubungkan lokasi tambang di Sumatra Selatan dengan pelabuhan terminal di Srengsem, Lampung. 2. Perhitungan variabel model berupa pola operasi perjalanan kereta api yang mewakili strategi dan hasil produksi angkutan yang merupakan dampak strategi dari setiap pola operasi. 3. Melakukan optimasi solusi masalah sesuai dengan fungsi tujuan yang telah dirumuskan dalam pemodelan. Asumsi yang diunakan adalah bahwa pola operasi berbanding lurus dengan sumber daya untuk pembangunan prasarana

6 dan penyediaan sarana serta untuk penyelenggaraan angkutan kereta api. Disamping itu hasil komersial dianggap proporsional dengan hasil produksi angkutan. Adapun batasan yang digunakan adalah segala bentuk biaya tidak termasuk dalam tinjauan. 4. Menyusun diagram ruang waktu atau grafik perjalanan kereta api bagi pola operasi perjalanan kereta api optimal yang menunjukkan pergerakan dan posisi seluruh perjalanan kereta api per 24 jam. 1.5. Sistematika Penulisan Sistematika penulisan dalam laporan penelitian ini mencakup beberapa bab, yaitu : BAB 1 PENDAHULUAN Pendahuluan berisi latar belakang penelitian, tujuan dan manfaat penelitian, lingkup penelitian serta sistematika pembahasan. BAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAAN Berisi uraian mengenai landasan teori berupa acuan pustaka mengenai pola operasi perjalanan kereta api. Teori yang terkait bersandar pada azas permintaan-penawaran (demand-supply), headway, kapasitas lintas jalur kereta api, diagram waktu-ruang, dan metoda optimasi. BAB 3 METODOLOGI Adalah uraian mengenai tahapan dan metoda analisis yang dilakukan untuk mencapai tujuan penelitian, serta teknik yang digunakan pada setiap tahapan yang akan mempermudah pemahaman proses analisis.

7 BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Membahas hasil pengumpulan data, proses perhitungan, analisis hasil perhitungan, proses optimasi dan penyusunan grafik perjalanan kereta api. BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN Uraian berisi kesimpulan hasil analisis optimasi pola operasi perjalanan kereta api dan saran-saran teknis yang berkaitan dengan analisa yang telah dilakukan.