PENDAHULUAN. Latar Belakang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. mencapai sasaran-sasaran pembangunan yang dituju harus melibatkan dan pada

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. peranan yang sangat penting dalam ketahanan nasional, mewujudkan ketahanan

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

Diterbitkan melalui:

BAB I PENDAHULUAN. kepada pemberdayaan dan partisipasi. Sebelumnya telah dilalui begitu banyak

I. PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia, karena itu pemenuhan

Optimalisasi UPK Dalam Rangka Mencapai Ketahanan Pangan Nasional

PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Sumber : Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor (2009)

BAB I PENDAHULUAN. Beras merupakan bahan pangan pokok bagi sebagian besar penduduk

I. PENDAHULUAN. membentuk sumberdaya manusia (SDM) Indonesia yang berkualitas. Menurut

I. PENDAHULUAN. orang pada tahun (Daryanto 2010). Daryanto (2009) mengatakan

BAB I PENDAHULUAN. Kesepakatan global yang dituangkan dalam Millenium Development Goals

I. PENDAHULUAN. menyebabkan terjadinya perubahan struktur penguasaan lahan pertanian, pola

Bab I. Pendahuluan. memberikan bantuan permodalan dengan menyalurkan kredit pertanian. Studi ini

III. RUMUSAN, BAHAN PERTIMBANGAN DAN ADVOKASI ARAH KEBIJAKAN PERTANIAN 3.3. PEMANTAPAN KETAHANAN PANGAN : ALTERNATIF PEMIKIRAN

KEMANDIRIAN PANGAN DI DAERAH 1.

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. Kebijakan pembangunan merupakan persoalan yang kompleks, karena

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. mewujudkan ketahanan pangan, penciptaan lapangan kerja,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. rakyat secara merata dan adil, penyediaan pangan dan gizi yang cukup memadai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. penduduknya seperti Indonesia. Kemiskinan seharusnya menjadi masalah

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Hal ini dapat dilihat dari kontribusi yang dominan, baik

BAB I PENDAHULUAN. oleh si miskin. Penduduk miskin pada umumya ditandai oleh rendahnya tingkat

I. PENDAHULUAN. Salah satu kebutuhan dasar manusia sebagai makhluk hidup adalah kebutuhan

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. wilayah. Harapannya, pengembangan wilayah dilakukan agar dapat meningkatkan

PROFIL BADAN KETAHANAN PANGAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. bangsa. Banyak permasalahan-permasalahan sosial yang terjadi di Indonesia.

PENDAHULUAN Latar Belakang

SEMINAR NASIONAL Dinamika Pembangunan Pertanian dan Pedesaan: Mencari Alternatif Arah Pengembangan Ekonomi Rakyat.

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 Universitas Indonesia

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LANDAK NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG KETAHANAN PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LANDAK,

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sampai saat ini, karena itulah program-program pengentasan

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Otonomi daerah adalah hak dan wewenang daerah untuk mengatur dan

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Indonesia saat ini tengah menghadapi sebuah kondisi krisis pangan seiring

BAB I PENDAHULUAN. mulai dari yang terdapat di daratan hingga di lautan. Negara Kesatuan Republik

Membangun Proposisi, Menemukan Kebenaran: 10 Kebenaran Tentang Kemiskinan di Pedesaan

BAB I PENDAHULUAN. merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan cita-cita bangsa yakni terciptanya

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan suatu bangsa dapat dilihat dari tingkat perkembangan pembangunan

I. PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara beriklim tropis mempunyai potensi yang besar

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN. berasal dari sumber hayati produk pertanian, perkebunan, kehutanan, perikanan,

BAB I PENDAHULUAN. mempertahankan hidup dan kehidupannya. Undang-Undang Nomor 18 Tahun

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kemiskinan merupakan suatu kondisi bukan hanya hidup dalam

I. PENDAHULUAN. terpadu dan melanggar kaidah pelestarian lahan dan lingkungan. Eksploitasi lahan

BAB I PENDAHULUAN. berpenduduk besar. Perhatian terhadap ketahanan pangan (food security) mutlak

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang

PEMANTAPAN KETAHANAN PANGAN BERDASARKAN KEMANDIRIAN DAN KEDAULATAN PANGAN

PERMUKIMAN UNTUK PENGEMBANGAN KUALITAS HIDUP SECARA BERKELANJUTAN. BAHAN SIDANG KABINET 13 Desember 2001

I. PENDAHULUAN. kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia.

prasyarat utama bagi kepentingan kesehatan, kemakmuran, dan kesejahteraan usaha pembangunan manusia Indonesia yang berkualitas guna meningkatkan

MENINGKATKAN PERAN SEKTOR PERTANIAN DALAM PENANGGULANGAN KEMISKINAN 1

POLA PENGEMBANGAN ENERGI PERDESAAN DENGAN SWADAYA MASYARAKAT

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN

CUPLIKAN RUMUSAN HASIL KONFERENSI DEWAN KETAHANAN PANGAN TAHUN 2010

KETAHANAN PANGAN: KEBIJAKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL

1.1. Latar Belakang Perlunya Pembaruan Kebijakan Pembangunan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan

I. PENDAHULUAN. Pada dasarnya setiap pembangunan di suatu daerah seyogyanya perlu dan

PERAN TEKNOLOGI PANGAN DALAM MEWUJUDKAN DESA MANDIRI PANGAN

I PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian memiliki peran yang strategis dalam perekonomian

BAB. I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. pembangunan sektor pertanian telah memberi kontribusi yang besar

Pengertian Paradigma. Paradigma I Normal Sc. Anomalies Crisis Revol Paradigma II

PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 15 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN KOORDINASI PENYULUHAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2002 TENTANG KETAHANAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2002 TENTANG KETAHANAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. sektor yang penting yaitu sebagian besar penggunaan lahan. Pertanian di Indonesia dapat berjalan dengan baik karena didukung adanya

PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Padi merupakan salah satu komoditi pangan yang sangat dibutuhkan di

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN I.I

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan tersebut membuat mereka jatuh kejurang kemiskinan.

BAB VI LANGKAH KE DEPAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Indonesia telah mencapai 240 juta jiwa (BPS, 2011). Hal ini merupakan sumber daya

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan suatu usaha yang dilakukan untuk. meningkatkan kualitas hidup dengan cara menggunakan potensi yang dimiliki.

BAB I PENDAHULUAN. berkesinambungan dengan tujuan mencapai kehidupan yang lebih baik dari

BAB I PENDAHULUAN. energi, serta untuk mengelola lingkungan hidupnya. Tidak perlu di ragukan lagi

BAB II RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD)

Transkripsi:

PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan pedesaan sebagai bagian dari pembangunan nasional memfokuskan diri pada masalah kemiskinan di pedesaan. Jumlah penduduk miskin di Indonesia pada bulan Maret 2006 sebanyak 39,05 juta (17, 75 %). Sebagian besar penduduk miskin, sekitar 63,41 persen berada di pedesaan, umumnya bergantung pada sektor pertanian. Selama periode tahun 1993-2003 terjadi kecenderungan peningkatan jumlah rumah tangga pertanian dan jumlah petani gurem di pedesaan Jawa dan luar Jawa. Sebagian besar petani gurem (75 %), berada di pedesaan Jawa dan seluruhnya tergolong miskin. Kemiskinan petani gurem di pedesaan yang sepertinya tidak kunjung terselesaikan. Salah satu penyebabnya bahwa kebijakan pertanian pemerintah yang tidak tepat. Baik dalam pendekatan yang dilakukan maupun pemilihan bentuk program seringkali tidak mengakomodir secara langsung kepentingan rumah tangga miskin. Upaya pemerintah dalam mengatasi masalah kemiskinan melalui program pengentasan kemiskinan seperti KUT, IDT, Raskin dan BLT secara empiris terbukti tidak efektif dan banyak kasus menemui kegagalan. Kondisi ini terjadi terutama disebabkan oleh adanya penyimpangan yang dilakukan oleh penerima program dalam pelaksanaan program-program tersebut. Penyelewengan tersebut terjadi antara lain disebabkan karena kesengajaan para pelakunya dan kebijakan yang terlalu berorientasi pada proyek. Menjadi hal yang sulit dalam keadaan seperti ini lalu kepentingan rumah tangga miskin berharap dapat terakomodir. Hal inilah yang pada akhirnya menyebabkan implementasi program tidak partisipatif dan mengabaikan modal sosial atau energi sosial lokal (sumberdaya manusia, jaringan sosial, kelembagaan). Kondisi ini menyebabkan proses perencanaan dan implementasi program/proyek tersebut mengabaikan partisipasi keluarga miskin sebagai subyek utama. Sebagai konsekuensi dari hal tersebut, program-program pembangunan hanya dinikmati oleh golongan lapisan elit desa dan kerabat-kerabatnya yang secara sosial-ekonomi relatif mampu. 1

Kondisi ini selaras dengan apa yang dikemukakan Chambers (1987) bahwa jaringan kekerabatan dan koneksi kelompok lapisan elit pedesaan kerapkali menjadi jaring penangkap bagi bantuan-bantuan yang diperuntukan bagi keluarga-keluarga miskin. Pendekatan politik pembangunan di pedesaan masih bias elit desa, baik elit aparat pemerintahan desa maupun elit yang menguasai faktor-faktor produksi di pedesaan. Kebijakan dan implementasi pembangunan pertanian di pedesaan pada masa pemerintahan Orde Baru lebih banyak ditekankan pada upaya peningkatan produksi pangan (terutama beras) yang dilakukan secara terpusat, searah (top-down) dan seragam. Sebagaimana halnya program revolusi hijau yang didasarkan pada penyebaran teknologi baru berupa bibit unggul dan penambahan pemakaian pupuk dan bahan kimia, meskipun berhasil meningkatkan produksi pangan (beras) nasional, namun karena tanpa didukung dengan pembangunan kapasitas diri manusia dan kapasitas kelembagaan lokal yang kuat, pada akhirnya memberikan gambaran tidak mampu mempertahankan keberlanjutan swasembada beras. Meskipun pemerintah di masa lalu telah berupaya membangun kelembagaan di tingkat desa (seperti kelompok tani, pemerintahan desa dan KUD), namun karena dibentuk dan dijalankan secara terpusat, maka kelembagaan-kelembagaan tersebut cenderung berorientasi pada kepentingan supra-desa dan memarginalkan kepentingan masyarakat strata bawah. Kondisi seperti ini, digambarkan oleh Sayogyo (1982) sebagai proses modernisasi yang tidak diiringi dengan proses pembangunan (modernization without development). Pendekatan pembangunan pertanian di masa lalu juga cenderung menekankan pada pembangunan perangkat keras dan input teknologi yang relatif tinggi. Fokus utama pembangunan sumberdaya manusia dan pengembangan kelembagaan lokal, adalah manusia atau masyarakat. Mengacu pada Hayami (1985), jika kondisi lingkungan sosial dimana inovasi teknologi akan diterapkan ditandai dengan adanya distribusi kekayaan dan kekuasaan yang timpang (masalah struktural), maka perbaikan kelembagaan menjadi penting dan sangat dibutuhkan. Agar pencapaian penyebaran menjadi lebih luas, sehingga inovasi teknologi bukan saja memberi sumbangan, pada pertumbuhan melainkan juga pemerataan hasilnya. 2

Kemiskinan merupakan isu dan masalah sangat strategis dalam pembangunan masyarakat pedesaan di Indonesia, dalam hal ini berkorelasi positif atau erat kaitannya dengan masalah pangan. Masalah ketahanan pangan yang dihadapi masyarakat pedesaan ini, tidak hanya terbatas pada sistem produksi (ketersediaan), melainkan juga pada sistem distribusi dan sistem konsumsi (Dewan Ketahanan Pangan, 2006). Hal pokok yang dihadapi pada sistem ketersedian pangan di Indonesia adalah laju peningkatan produksi (penyediaan) pangan nasional belum mampu mengejar laju peningkatan kebutuhan pangan penduduk. Kondisi ini ditunjukkan dengan adanya ketergantungan negara kita terhadap impor pangan pada beberapa komoditas pangan tertentu (seperti beras, gandum dan kedelai) yang masih relatif tinggi. Dalam sistem distribusi pangan, kita masih dihadapkan pada masalah terbatasnya sarana dan prasarana perhubungan yang dapat menjangkau seluruh wilayah terutama daerah terpencil. Sistem distribusi pangan untuk mengatasi kerawanan pangan disamping masih belum tertata dengan baik, juga belum bekerja secara efektif. Harga pangan yang sampai ke tingkat rumah tangga tidak menunjukan harga yang sebenarnya karena prasarana dan kelembagaan pasar belum mampu menjamin terciptanya sistem distribusi yang adil, merata dan terjangkau. Pada akhirnya hal ini berakibat pada semakin lemahnya kemampuan rumah tangga (terutama rumah tangga petani miskin) untuk dapat mengakses pangan secara cukup dan terjangkau. Daya beli serta penguasaan atau pemilikan lahan juga menjadi penyebab serius terjadinya kerawanan pangan di pedesaan. Pola konsumsi masyarakat Indonesia hingga saat ini masih belum mampu mendukung ketahanan pangan. Secara umum hal ini ditunjukkan dengan ketergantungan yang masih sangat tinggi terhadap beras. Kebijakan pemerintah masa lalu yang berusaha mempertahankan harga beras relatif rendah ikut mendorong terjadinya pergeseran pola konsumsi masyarakat pada beras. Program diversifikasi pangan selain tidak optimal juga menunjukan gejala salah arah, yaitu ditunjukkan adanya pergeseran pola konsumsi kearah diversifikasi pangan berbasis gandum. 3

Salah satu upaya pemerintah untuk mengatasi masalah kemiskinan rumah tangga petani di pedesaan adalah melalui program Aksi Mandiri Pangan dengan sasaran wilayah adalah desa rawan pangan dan rumah tangga miskin sebagai penerima manfaat program. Program ini sudah dimulai sejak tahun 2006, salah satunya di Kabupaten Klaten, Propinsi Jawa Tengah. Program mapan berpontensi menjadi kelembagaan yang bisa mempertemukan kepentingan rumah tangga miskin dengan pihak supradesa. Oleh karena itu dalam permasalahan penelitian yang ingin diketahui adalah; bagaimana keberpihakan terhadap kepentingan rumahtangga petani miskin dalam pengembangan kelembagaan ketahanan pangan lokal untuk mengatasi kemiskinan dan kerawanan pangan di pedesaan? Perumusan Masalah Dari berbagai penelitian diperoleh gambaran bahwa upaya pemerintah untuk mengatasi masalah kerawanan pangan dan pengentasan kemiskinan hingga saat ini belum memberikan hasil yang memuaskan. Secara umum dapat dikatakan bahwa kepentingan rumah tangga petani masih terabaikan, baik dalam kegiatan perumusan konsep kebijakan maupun dalam implementasinya di lapangan. Pada masa pemerintahan orde baru, program-program pertanian cenderung dirancang secara terpusat, searah (top-down) dan seragam. Selain itu orientasi pembangunan pertanian didominasi dan bertumpu pada kegiatan fisik dan bantuan modal melalui kredit. Dalam upaya meningkatkan kemandirian dan kesejahteraan petani termarginalkan. Kondisi ini menyebabkan tidak adanya titik temu atau harmonisasi antara kepentingan negara/pemerintah dengan kepentingan petani. Bahwasanya upaya penanggulangan kemiskinan rumah tangga petani gurem tidak dapat dilakukan dengan menggunakan pendekatan terpusat, searah (top-down) dan seragam untuk seluruh wilayah, melainkan harus terdesentralisasi, partisipatif, spesifik dan beragam sesuai dengan tipe sosialbudaya, ekonomi masyarakat dan ekologi setempat. 4

Selain itu, kebijakan-kebijakan pembangunan di bidang ketahanan pangan seyogyanya dapat mempertemukan dan mengharmoniskan antara aparat kepentingan pemerintah dengan kepentingan rumah tangga petani. Agar kedua kepentingan tersebut dapat bertemu dan harmonis, maka harus ada kelembagaan yang menyediakan ruang yang luas untuk mendialogkan dua kepentingan tersebut. Dalam pengertian, baik mulai dari tahap perencanaan, implementasi dan hingga tahap evaluasi, seluruh pihak yang terlibat, terutama kepentingan petani gurem di akomodir secara aktif dan intensif di dalamnya. Program aksi mandiri pangan (Mapan) sebagai salah satu program pengentasan kemiskinan rumah tangga petani dan kerawanan pangan, yang bertujuan untuk meningkatkan ketahanan pangan masyarakat melalui pendayagunaan sumberdaya, kelembagaan dan budaya lokal pedesaan, hadir dengan bentuk dan model baru. Program Mapan adalah suatu kegiatan strategis yang menjadi andalan pemerintah untuk mewujudkan ketahanan pangan di wilayah pedesaan, dimana perwujudan ketahanan pangan nasional dimulai dari pemenuhan pangan di wilayah terkecil (pedesaan) sebagai basis kegiatan pertanian dimana rumah tangga miskin sebagai penerima manfaat program. Secara aturan, langkah-langkah pelaksanaan program ini bisa dikatakan sudah bercirikan memberdayakan rumah tangga petani miskin di pedesaan. Berdasarkan konsepnya, melalui program aksi mandiri pangan diharapkan masyarakat desa mempunyai kemampuan untuk mewujudkan ketahanan pangan dan gizi sehingga dapat menjalani hidup sehat dan produkstif dari hari kehari, secara berkelanjutan. Upaya tersebut dilakukan melalui proses pemberdayaan masyarakat untuk mengenali potensi dan kemampuannya, mencari alternatife peluang dan pemecahan masalah serta melatih untuk mampu mengambil keputusan dalam memanfaatkan sumberdaya alam secara efisien dan berkelanjutan sehingga mencapai kemandirian. Lokasi penelitian ini adalah Desa rawan pangan di Kabupaten Klaten, Propinsi Jawa Tengah, yaitu Desa Jambakan Kecamatan Bayat. Desa rawan Pangan adalah kondisi suatu daerah dimana masyarakat atau rumah tangga dengan tingkat ketersediaan dan keamanan pangannya tidak cukup untuk memenuhi standar kebutuhan fisiologis bagi pertumbuhan dan kesehatan sebagian besar masyarakatnya. 5

Keberadaan kelembagaan lokal di desa berfungsi sebagai panutan berperilaku dalam menjaga keutuhan masyarakat setempat baik dalam kehidupan beragama, berekonomi maupun juga berpolitik serta dalam berinteraksi dengan pihak luar desa. Bahwasanya, secara sosiologis suatu kondisi desa miskin terjadi bukan karena mentalitas penduduk yang malas bekerja sehingga menjadi miskin dan tidak mampu memenuhi kebutuhannya, tetapi terjadi karena masalah struktural yaitu kelembagaan yang dapat memfasilitasi proses kemandirian tidak pernah dibangun keberadaannya. Kelembagaan lokal yang terdapat di pedesaan telah memainkan peranannya dalam ikut menggiatkan aktivitas perekonomian dengan menggerakkan, memberdayakan dan memandirikan masyarakat sekitarnya dengan semua potensi sumberdaya alam dan sumberdaya manusia yang dimiliki. Kaitannya dengan pola-pola hubungan yang berpusat pada aktivitas masyarakat dalam mengentaskan kemiskinan dan pemenuhan kebutuhan pangan, kelembagaan lokal mampu mengoptimalkan kekuatan-kekuatan sosiologis berupa modal-modal sosial, kekuatan tindakan-tindakan kolektif, kepemimpinan ekonomi, juga kemampuan membangun jaringan dengan pihak-pihak luar sehingga terjadi kolaborasi yang menguntungkan antara kekuatan-kekuatan lokal dengan institusi-institusi lainnya. Oleh karena itu perlu upaya untuk mengkaji, bagaimana program ketahanan pangan lokal untuk mengatasi kemiskinan dan kerawanan pangan? Hal menarik adalah ketika dalam suatu masyarakat sudah terbangun kelembagaan ketahanan pangan, kemudian terjadi interaksi dengan masuknya intervensi dari pemerintah dalam upaya pengembangan kelembagaan ketahanan pangan lokal, maka pertanyaan berikutnya adalah, bagaimana pengaruh kepentingan berbagai aktor dalam program pengembangan kelembagaan ketahanan pangan lokal? Kepentingan rumah tangga miskin adalah hal utama yang harus diperhatikan dalam berbagai program pengembangan kelembagaan ketahanan pangan lokal. Sehingga sangat penting untuk mengkaji sejauh mana kepentingan rumah tangga petani miskin dijadikan dasar untuk mengevaluasi pencapaian program ketahanan pangan lokal? 6

Pada akhirnya penelitian ini diharapkan dapat menghasilkan konsep bagaimana melihat dimensi kepentingan dalam pengelolaan kelembagaan ketahanan pangan lokal serta interaksinya dengan program pemerintah (mapan) pada suatu komunitas yang mengembangkan partisipasi masyarakat pedesaan melalui kelembagaan lokal setempat. Dalam konteks pembangunan, membangun sebuah kemandirian masyarakat pedesaan harus didasarkan dan berbasis pada kelembagaan lokal yang terdapat dalam suatu wilayah tersebut. Belum berhasilnya program penanggulangan rawan pangan yang telah dilakukan selama ini karena tidak diiringi dengan perubahan kelembagaan yang ada. Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah yang telah diuraikan diatas, maka tujuan pokok penelitian adalah menganalisis kelembagaan ketahanan pangan lokal dan interaksinya dengan program Mapan dalam upaya pengentasan kemiskinan dan sejauh mana program tersebut mampu menjadi ruang untuk mendialogkan berbagai kepentingan yang berbeda. Secara khusus, penelitian ini bertujuan : 1. Mengkaji pelaksanaan program ketahanan pangan lokal untuk mengatasi kemiskinan dan kerawanan pangan 2. Menganalisis pengaruh berbagai kepentingan (ekonomi, sosial, politik) aktor dalam program pengembangan Kelembagaan ketahanan pangan lokal 3. Mengkaji sejauh mana kepentingan rumah tangga petani miskin dijadikan dasar untuk mengevaluasi pencapaian program ketahanan pangan lokal 7

Kegunaan Penelitian Kegunaan penelitian ini terutama bagi penulis adalah memperkaya pengalaman penelitian dan kegiatan keilmuan, disamping dapat mengetahui lebih banyak tentang konsep dimensi kepentingan dalam emberdayaan masyarakat di desa rawan pangan. Pengetahuan tentang dimensi kepentingan ini dapat dijadikan sebagai informasi tambahan bagi peneliti lain yang berminat mengkaji tema ini lebih dalam. Kegunaan hasil penelitian juga untuk masukan kepada pemerintah dalam melakukan evaluasi terhadap program mandiri pangan yang sekarang masih berjalan. Terdapat lebih dari 100 kabupaten rawan pangan di Indonesia yang didalamnya terdapat kelembagan lokal pengelolaan ketahanan pangan yang barangkali berkondisi sama secara politik maupu ekonomi dengan lokasi penelitian ini, namun masing-masing masyarakat mempunyai respon sendirisendiri. Salah satunya adalah daerah penelitian ini, yaitu desa Jambakan, Kecamatan Bayat, Kabupaten Klaten, Propinsi Jawa Tengah. Hal ini tentunya akan menjadi pengalaman dan pengetahuan tersendiri bagi peneliti baik secara kuantitas maupun secara kualitas, khususnya yang terkait dengan tema pokok yang diangkat dalam penelitian ini. 8