BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. dikenal dengan istilah susut tetas. Pengaruh perlakuan terhadap susut tetas

dokumen-dokumen yang mirip
IV HASIL DAN PEMBAHASAN. banyaknya telur yang menetas dibagi dengan banyaknya telur yang fertil.

PENDAHULUAN. penyediaan daging itik secara kontinu. Kendala yang dihadapi adalah kurang

PENDAHULUAN. semakin pesat termasuk itik lokal. Perkembangan ini ditandai dengan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Kelompok Tani Ternak Rahayu merupakan suatu kelompok peternak yang ada di

PENDAHULUAN. memenuhi kebutuhan sumber protein. Di Indonesia terdapat bermacam-macam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. hingga menetas, yang bertujuan untuk mendapatkan individu baru. Cara penetasan

I. PENDAHULUAN. serta meningkatnya kesadaran akan gizi dan kesehatan masyarakat. Akan

PENGARUH UMUR INDUK ITIK DAN SPECIFIC GRAVITY TERHADAP DAYA TETAS DAN MORTALITAS EMBRIO

Pengaruh Umur Induk dan Specific...Netty Siboro PENGARUH UMUR INDUK ITIK DAN SPESIFIC GRAVITY TERHADAP KARAKTERISTIK TETASAN

I. PENDAHULUAN. Seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk di Indonesia, permintaan

I. PENDAHULUAN. Peningkatan populasi penduduk di Indonesia menyebabkan perkembangan

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. 3.1 Alat Penelitian Adapun alat-alat yang digunakan dalam penelitian adalah sebagai

HASIL DAN PEMBAHASAN. morfologi. Penilaian dilakukan pada DOD yang baru menetas untuk melihat

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Itik merupakan ternak jenis unggas air yang termasuk dalam kelas Aves, ordo

TINJAUAN PUSTAKA. Itik adalah salah satu jenis unggas air ( water fowls) yang termasuk dalam

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan selama satu bulan pada 28 Mei--28 Juni 2012,

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ayam Lokal

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ayam arab (Gallus turcicus) adalah ayam kelas mediterain, hasil persilangan

Sumber pemenuhan kebutuhan protein asal hewani yang cukup dikenal. masyarakat Indonesia selain ayam ialah itik. Usaha beternak itik dinilai

PENGARUH UMUR TELUR TETAS PERSILANGAN ITIK TEGAL DAN MOJOSARI DENGAN PENETASAN KOMBINASI TERHADAP FERTILITAS DAN DAYA

I. PENDAHULUAN. unggas di Sumatera Barat, salah satunya adalah peternakan Itik. Di Nagari Pitalah,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. species dari Anas plitirinchos yang telah mengalami penjinakan atau domestikasi

HASIL DAN PEMBAHASAN. perkembangan ayam. Hasil penelitian panjang tubuh anak ayam yang diinkubasi. Tabel 2. Panjang Tubuh Anak Ayam Lokal

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. konstruksi khusus sesuai dengan kapasitas produksi, kandang dan ruangan

I. PENDAHULUAN. peternakan seperti telur dan daging dari tahun ke tahun semakin meningkat.

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Desa Bumirestu, Kecamatan Palas, Kabupaten

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memperbanyak jumlah daya tetas telur agar dapat diatur segala prosesnya serta

1. PENDAHULUAN. Salah satu produk peternakan yang memberikan sumbangan besar bagi. menghasilkan telur sepanjang tahun yaitu ayam arab.

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. 1. Telur itik Pajajaran sebanyak 600 butir. Berasal dari itik berumur 25 35

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 6. Kualitas Eksterior Telur Tetas Ayam Arab

Pengaruh Umur Telur Tetas Itik Mojosari dengan Penetasan Kombinasi terhadap Fertilitas dan Daya Tetas

Pengaruh Umur dan Pengelapan Telur terhadap Fertilitas dan Daya Tetas

HASIL DAN PEMBAHASAN. Total jumlah itik yang dipelihara secara minim air sebanyak 48 ekor

Penyiapan Mesin Tetas

BAB 1 PENDAHULUAN. Tingginya kebutuhan masyarakat akan daging ayam membuat proses

II. TINJAUAN PUSTAKA. potensial di Indonesia. Ayam kampung dijumpai di semua propinsi dan di

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini dilakukan di Pusat Pembibitan Puyuh Fakultas Peternakan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Itik lokal Indonesia dikenal sebagai keturunan itik Indian Runner yang banyak

HATCH PERIOD AND WEIGHT AT HATCH OF LOCAL DUCK (Anas sp.) BASED ON DIFFERENCE OF INCUBATOR HUMIDITY SETTING AT HATCHER PERIOD

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian tentang Pengaruh Indeks Bentuk Telur terhadap Daya Tetas dan

PERBANDINGAN FERTILITAS SERTA SUSUT, DAYA DAN BOBOT TETAS AYAM KAMPUNG PADA PENETASAN KOMBINASI

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada1 Maret--12 April 2013 bertempat di Peternakan

III. BAHAN DAN MATERI. Penelitian ini dilaksanakan selama 3 minggu pada Desember 2014 Januari 2015,

PENDAHULUAN. salah satunya pemenuhan gizi yang berasal dari protein hewani. Terlepas dari

HASIL DAN PEMBAHASAN. Inseminasi Buatan pada Ayam Arab

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Aves, ordo Anseriformes, famili Anatidae, sub famili Anatinae, tribus Anatinae

Peningkatan jumlah penduduk diikuti dengan meningkatnya kebutuhan akan. bahan pangan yang tidak lepas dari konsumsi masyarakat sehari-hari.

Penelitian ini telah dilakukan selama 2 bulan pada bulan Februari-Maret di Laboratorium Patologi, Entomologi dan Mikrobiologi, dan Laboratorium

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penetasan telur ada dua cara, yaitu melalui penetasan alami (induk ayam)

Kata kunci: penetasan, telur itik Tegal, dan mesin tetas

1. PENDAHULUAN. pengetahuan dan tingkat kesadaran masyarakat tentang kebutuhan gizi

I. PENDAHULUAN. Ketersediaan telur yang tidak mengenal musim, keunggulan gizi dari telur dan

HASIL DAN PEMBAHASAN

I PENDAHULUAN. lokal adalah salah satu unggas air yang telah lama di domestikasi, dan

II. TINJAUN PUSTAKA. Kalkun (turkey) adalah jenis unggas darat yang berasal dari kalkun liar yang

I PENDAHULUAN. tidak dapat terbang tinggi, ukuran relatif kecil berkaki pendek.

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April November 2016 di Desa

TATALAKSANA PENETASAN TELUR ITIK

TINJAUAN PUSTAKA. Itik adalah salah satu jenis ungags air ( water fawls) yang termasuk dalam

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Keadaan Umum Kampung Teras Toyib Desa Kamaruton

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dengan metode-metode mengajar lainnya. Metode ini lebih sesuai untuk mengajarkan

PELUANG BISNIS PENETASAN TELUR ITIK

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan selama satu bulan pada 1 Maret--5 April 2013

PENDAHULUAN. Indonesia pada tahun 2014 telah mencapai 12,692,213 ekor atau meningkat. sebesar 1,11 persen dibandingkan dengan tahun 2012.

1. Pendahuluan. 2. Kajian Pustaka RANCANG BANGUN ALAT PENETAS TELUR SEDERHANA MENGGUNAKAN SENSOR SUHU DAN PENGGERAK RAK OTOMATIS

PENGARUH LAMA PENYIMPANAN TERHADAP FERTILITAS, SUSUT TETAS, DAYA TETAS DAN BOBOT TETAS TELUR AYAM ARAB

I. PENDAHULUAN. dengan susunan asam amino lengkap. Secara umum telur ayam ras merupakan

I. PENDAHULUAN. dalam kehidupan sehari-hari. Saat ini kemajuan teknologi di dunia elektronika dan

HASIL DAN PEMBAHASAN. pada Tabel 4 dan 5. Berdasarkan sampel yang diteliti didapatkan daya tetas telur

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam Kedu merupakan salah satu ayam lokal langka Indonesia. Ayam. bandingkan dengan unggas lainnya (Suryani et al., 2012).

II. TINJAUAN PUSTAKA. arab dengan ayam buras. Ayam arab mulai dikenal oleh masyarakat kira-kira

TINJAUAN PUSTAKA. Burung puyuh dalam istilah asing disebut quail yang merupakan bangsa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam pembibit atau parent stock (PS) adalah ayam penghasil final stock

Perbandingan Fase Produksi Telur Kalkun Terhadap Fertilitas, Susut Tetas, Daya Tetas, dan Bobot Tetas

Nilai Kualitatif Anak Itik Lokal...Andira Bram Falatansa

I. PENDAHULUAN. pengetahuan dan tingkat kesadaran masyarakat tentang kebutuhan gizi

OTOMATISASI MESIN TETAS UNTUK MEINGKATKAN PRODUKSI DOC (DAY OLD CHICK) AYAM LURIK DAN EFISIENSI USAHA

Jurnal Ilmiah Peternakan Terpadu Vol. 3(4): , November 2015

BAB II LANDASAN TEORI

I. PENDAHULUAN. Usaha peternakan merupakan salah satu usaha yang dapat dilakukan untuk

KAJIAN KEPUSTAKAAN. tidak memiliki karakterisik disebut ayam kampung (Nataamijaya, 2010). Ayam

I PENDAHULUAN. Hal tersebut menjadi masalah yang perlu diupayakan melalui. terurai menjadi bahan anorganik yang siap diserap oleh tanaman.

PENGARUH BOBOT TELUR TERHADAP FERTILITAS, SUSUT TETAS, DAYA TETAS, DAN BOBOT TETAS TELUR KALKUN

Gambar 1. Itik Alabio

SISTEM KONTROL SUHU PADA MESIN TETAS TELUR AYAM BURAS HEMAT ENERGI DAYA TETAS OPTIMAL

PENGARUH KONSENTRASI ASAP CAIR TEMPURUNG KELAPA PADA FUMIGASI TELUR ITIK TERHADAP DAYA TETAS DAN KEMATIAN EMBRIO

I. PENDAHULUAN. Ternak itik yang berkembang sekarang merupakan keturunan dari Wild

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. membentuk beberapa variasi dalam besar tubuh, konformasi, dan warna bulu.

KAJIAN KEPUSTAKAAN. tubuhnya relatif kecil dan berkaki pendek. Puyuh merupakan burung liar yang

SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 8. FOTOSINTESISLatihan Soal ph (derajat keasaman) apabila tidak sesuai kondisi akan mempengaruhi kerja...

Nama : MILA SILFIA NIM : Kelas : S1-SI 08

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 9. Rataan Tebal Cangkang telur puyuh.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

PENGARUH TEMPERATUR TERHADAP DAYA TETAS DAN HASIL TETAS TELUR ITIK (Anas plathyrinchos)

HASIL DAN PEMBAHASAN. tetas dan ruang penyimpanan telur. Terdapat 4 buah mesin tetas konvensional dengan

Gambar 3. Kondisi Kandang yang Digunakan pada Pemeliharaan Puyuh

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam broiler atau yang juga disebut ayam pedaging merupakan salah satu

BAB I PENDAHULUAN. unggas untuk mewujudkan beternak itik secara praktis. Dahulu saat teknologi

Transkripsi:

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Perlakuan Terhadap Susut Telur Selama proses inkubasi, telur akan mengalami penyusutan yang dikenal dengan istilah susut tetas. Pengaruh perlakuan terhadap susut tetas disajikan pada Tabel 3. Tabel 3. Pengaruh Perlakuan Terhadap Susut Tetas Kelompok Perlakuan (Spesific Gravity) P1 P2 P3.. (%).... K1 10.52 9.77 16.67 K2 12.76 12.42 10.73 K3 10.49 11.30 12.36 K4 10.76 11.59 12.20 K5 8.06 10.99 10.56 52.60 56.06 62.52 10.52 11.21 12.50 Keterangan: P1 : Umur induk 25-35 minggu P2 : Umur induk 36-55 minggu P3 : Umur induk 56-65 minggu K1 : SG 1,074 K2 : SG 1,078 K3 : SG 1,082 K4 : SG 1.086 K5 : SG 1.090

30 Berdasarkan hasil analisis statistik, umur induk dan specific gravity tidak memberikan pengaruh yang nyata (P > 0,05) terhadap susut tetas (Lampiran 1). Umur induk yang semakin tua akan menghasilkan bobot telur yang tinggi dan mempunyai kerabang yang lebih tipis dan memiliki nilai specific gravity (SG) yang rendah (Butcher dan Miles, 2014). SG yang memiliki nilai yang rendah akan memiliki susut tetas normal (12-14%), tetapi dalam penelitian ini susut tetas tidak dipengaruhi oleh umur induk. Hal ini sesuai dengan pernyataan Applegate (1996) yang menyatakan bahwa tidak ada efek umur induk terhadap penyusutan bobot telur pada hari ke 25. Telur pada fase muda dan fase puncak memiliki kerabang yang lebih tebal dan kualitas kerabang yang baik jika memiliki nilai specific gravity lebih dari 1.080 (North, 1984). Nilai SG fase muda dan pada masa puncak produksi pada penelitian ini yaitu antara 1,080-1,090. Kerabang telur pada fase muda dan fase puncak produksi tidak terlalu tebal dan tidak terlalu tipis, sehingga akan memiliki penyusutan yang sempurna, tetapi berbeda dengan hasil pada penelitian ini. Susut bobot telur itik dibawah rata-rata. Rata-rata peyusutan bobot telur menurut Rahn dkk., (1981) selama inkubasi berkisar 12-14% pada telur broiler dan kalkun. Hasil penelitian pada Tabel 3 menunjukkan bahwa susut tetas pada fase puncak sangat rendah, dan berada dibawah rata-rata. Susut telur pada penelitian ini berada pada kisaran 10-12%. Rata-rata penyusutan bobot telur pada P1 adalah 10,52%, P2 11,21%, dan P3 12,51%. Kisaran penyusutan bobot telur berdasarkan pengaruh umur induk dan specific

31 gravity dari hasil penelitian ini lebih rendah dari hasil penelitian Rahn, dkk., (1981). Penyusutan bobot telur hari ke-25 tidak berpengaruh disebabkan oleh proses inkubasi yang tidak sempurna selama penelitian. Pada saat proses inkubasi, terjadi ketidakstabilan tegangan listrik, sehingga menyebabkan suhu dan kelembapan tidak stabil. Suhu yang baik untuk pertumbuhan embrio adalah berkisar diantara 35 37 o C (Jasa, 2006). Suhu mesin tetas pada saat penelitian terkadang menurun hingga 33 0 C pada hari ke 14 dan hari ke-21. Suhu dibawah rata-rata ini menyebabkan pertumbuhan embrio menjadi lambat (Jasa, 2006), dan menyebabkan kelembaban yang berlebih pada embrio serta menyebabkan gangguan pertukaran gas (Romanof 1930 dalam Nackage 2003). Menurut Buhr dan Wilson (1991), kelembaban memiliki hubungan terbalik dengan persentase kehilangan berat telur. Menurut Paimin (2003), kelembaban yang dibutuhkan pada penetasan umur 1-25 hari yang ideal antara 60-70% sedangkan pada hari ke-26 sampai menetas membutuhkan lebih tinggi yaitu 75%. Penyusutan bobot telur yang rendah menunjukkan perkembangan embrio menjadi lebih rendah dan dapat menyebabkan embrio mati. Peebles dan Brake (1985) menyatakan bahwa penyusutan berat telur selama masa pengeraman menunjukkan adanya perkembangan embrio yaitu dengan adanya pertukaran gas vital oksigen dan karbondioksida serta penguapan air melalui kerabang telur. Hal ini disebabkan telur itik tidak dapat menyerap panas, dan beradaptasi dengan seluruh permukaan telur melalui reabsorbsi air dari allantois, tidak seperti telur ayam yang mampu

32 beradaptasi dan mengalami penyusutan selama dalam mesin tetas (Tullett, 1981) dan mampu menyerap air dari allantois (Hoyt, 1979). 4.2 Pengaruh Perlakuan Terhadap Lama tetas Telur itik secara umum menetas setelah dierami selama 28 hari. Lama menetas telur itik dengan mesin tetas adalah hari ke-27-28 hari (655-684 jam). Hasil penelitian pengaruh perlakuan terhadap lama menetas disajikan pada Tabel 4. Tabel 4. Pengaruh Perlakuan Terhadap Lama Menetas KELOMPOK (Spesific Gravity) Perlakuan P1 P2 P3. jam.... K1 681.00 681.00 666.43 K2 681.80 664.08 664.25 K3 655.75 674.00 680.00 K4 693.20 660.33 682.09 K5 677.03 658.67 684.00 3388.78 3338.08 3376.77 677.75 667.62 675.35 Keterangan : Rata-rata lama menetas menunjukkan perbedaan yang tidak signifikan Umur induk itik dan specific gravity tidak berpengaruh nyata terhadap lama tetas telur itik (P > 0,05). Umur induk muda dan puncak memiliki SG diatas 1,080 yang memungkinkan memiliki lama tetas yang ideal (28 hari), tetapi dalam penelitian ini, rata-rata lama menetas telur adalah lebih dari 28 hari. Penyusutan bobot yang rendah juga mempengaruhi lama tetas. Tabel 4 menunjukkan bahwa rata-rata lama

33 menetas adalah 677,75 (28,91 hari), 667,62 (28,50 hari), dan 675,35 (28,13 hari). Lama tetas yang tidak tepat ini dipengaruhi oleh lingkungan dalam penetasan. Hal ini sesuai dengan peryataan Soesanto (2002) bahwa lama tetas sangat dipengaruhi oleh lingkungan didalam inkubator. Salah satu faktor lingkungan inkubator adalah suhu. Suhu yang tidak stabil pada penelitian ini menjadi faktor perbedaan lama menetas karena embrio akan berkembang pada temperatur yang optimal. Suhu embrio yang tidak sesuai dengan kondisi pada proses penetasan alami menggunakan induk akan menyebabkan telur lebih lama menetas (Nafiu L.O, dkk, 2014). Suhu normal selama proses penetasan, maka akan memberikan waktu tetas yang tepat (misal : telur puyuh masa inkubasi 17 hari, ayam 21 hari, itik 28 hari). Peningkatan dan penurunan suhu yang tidak konstan selama penetasan dapat menyebabkan kematian embrio, hal tersebut dipertegas dengan pernyataan Mc Daniel (1979), menyatakan peningkatan suhu penetasan pada saat hari ke-16 akan mengurangi telur fertil yang menetas. Hodgtts (2000) menyatakan bahwa embrio muda sangat sensitif terhadap perubahan suhu penetasan. Suhu di ruang inkubasi tidak boleh lebih panas atau lebih dingin 2 C dari kisaran suhu standar. Suhu standar untuk penetasan berkisar antara 36 C - 39 C (Ningtyas, dkk., 2013). Jika terjadi penurunan suhu terlalu lama biasanya telur akan menetas lebih lambat dari 21 hari dan jika terjadi kenaikan suhu melebihi dari suhu normal maka embrio akan mengalami dehidrasi dan akan mati (Hamdy, 1991). Hal ini sesuai dengan pernyataan Jasa (2006), apabila suhu dan kelembaban inkubator stabil,

34 maka embrio dapat berkembang dengan normal. Lebih lanjut dijelaskan bahwa agar embrio dapat berkembang dengan baik, maka suhu di dalam ruang penetasan diatur dengan kisaran suhu 35 48 0 C sehingga menjamin embrio mendapatkan suhu yang ideal untuk perkembangan yang normal (Nafiu L.O, dkk.,2014). Lingkungan pada mesin tetas saat hatcher juga sangat menentukan perbedaan waktu menetas pada telur. Mesin tetas yang sangat lembab pada hari ke 26-28 membuat embrio lebih lemah dan lebih lama dalam proses pipping. Hal ini sesuai dengan pernyataan Suwardjo (2012) bahwa untuk melakukan pemecahan pada kulit telur (proses pipping), si embrio membutuhkan energi atau tenaga untuk proses pipping, yang mana dibutuhkan suhu sekitar 101 102 derajat Fahrenheit dan kelembaban 70 80 %, jika suhu dan kelembaban tak terpenuhi maka akan terjadi kegagalan menetas. 4.3 Pengaruh Perlakuan Terhadap Bobot Tetas Umur induk dan spesific gravity pada penelitian ini tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap bobot tetas. Berdasarkan hasil analisis statistik, menunjukkan (P > 0.05). Penempatan kelompok pada penelitian ini sangatlah tepat dan menunjukkan peneliti berhasil mengurangi kesalahan percobaan dengan cara mengelompokkan materi percobaan ke dalam kelompok. Pengaruh perlakuan terhadap bobot tetas pada penelitian ini disajikan pada Tabel 5

35 Tabel 5 Pengaruh Perlakuan Terhadap Bobot Tetas Kelompok (Spesific Gravity) Perlakuan P1 P2 P3 gram... K1 51.00 52.33 50.14 K2 45.80 46.57 50.50 K3 48.50 49.50 50.40 K4 51.00 47.33 49.91 K5 54.15 51.33 58.00 250.45 247.07 258.95 50.09 49.41 51.79 Keterangan: Rata-rata bobot tetas tidak menunjukkan perbedaan signifikan Tabel 5 menerangkan bahwa bobot tetas tidak berpengaruh nyata terhadap umur induk. Bobot tetas DOD (Day Old Duck) sangat dipengaruhi oleh bobot awal telur. Telur yang besar akan menghasilkan DOD yang besar pula. Hal ini sesuai dengan pernyataan Gunawan (2001) mengatakan bahwa bobot tetas itik memiliki hubungan erat dengan bobot telurnya, semakin besar bobot telur maka anak itik yang menetas semakin besar. Hal ini didukung oleh Hasan, dkk., (2005) yang menyatakan bahwa semakin besar bobot telur tetas, maka semakin besar pula bobot tetas yang dihasilkan. Rahayu (2005) menyatakan bahwa anak itik yang dihasilkan dari penetasan telur sangat dipengaruhi oleh berat telur karena telur mengandung nutrisi seperti vitamin, mineral dan air yang dibutuhkan untuk pertumbuhan selama pengeraman. Ukuran telur yang digunakan untuk penetasan sangat penting karena mempunyai korelasi yang tinggi antara ukuran telur yang ditetaskan dengan ukuran DOD yang dihasilkan (Leeson, 2000)

36 Hasil bobot tetas disebabkan oleh susut tetas yang tidak berpengaruh. Menurut Tullet dan Burton (1982), penyusutan bobot telur diakibatkan oleh pengaruh suhu dan kelembaban selama masa pengeraman yang dapat mempengaruhi daya tetas dan kualitas anak ayam yang dihasilkan. Pada saat penyusutan telur maka bobot telur juga akan menurun yang disebabkan oleh penguapan gas-gas dan cairan yang berada dalam telur. Cairan dalam telur berfungsi untuk melarutkan zat zat nutrisi untuk pertumbuhan embrio. Jika cairan itu tidak ada maka zat-zat nutrisi tidak dapat terlarut dan perkembangan embrio tidak akan sempurna sehingga akan mempengaruhi bobot tetas. Menurut Leeson (2000), bobot tetas rata-rata adalah 62% dari bobot telur.